BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah dermatitis atau inflamasi kulit yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit
Sularsito, 2007. Dermatitis kontak dibedakan menjadi 2 macam yaitu: 1.
Dermatitis Kontak Alergi DKA. 2.
Dermatitis Kontak Iritan DKI.
1. Dermatitis kontak alergi
1.a. Definisi Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis kontak yang terjadi
karena adanya proses alergi, yang hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka Hipersensitivitas Sularsito, 2007.
Dermatitis ini merupakan manifestasi dari reaksi hipersensitifitas tipe IV yang disebabkan oleh sensitisasi alergen. Biasanya terdapat fase
laten atau fase sensitisasi. Perkembangan kontak alergi ditunjang melalui kelainan kulit yang telah ada, yang mana mempermudah penetrasi alergen,
misalnya iritan toksik degeneratif Rassner, 1995. Dermatitis kontak alergik dibagi menjadi :
1.a.1. Dermatitis kontak alergi akut Kira-kira 24 sampai 48 jam sesudah kontak dengan alergen,
timbul peradangan eksudatif akut, dengan stadium eritema, stadium eksudativa edema, vesikel, bula, erosi, dan krusta dan
stadium remisi squama, sisa-sisa kemerahan Rassner, 1995.
4
1.a.2. Dermatitis kontak alergi subakut Menunjukan gejala-gejala eksudatif akut eritem, edema,
kadang-kadang vesikel dan juga sudah terdapat tanda-tanda gejala kronik papula, vesikel, proliferasi seluler dan pembentukan
infiltrat Rassner, 1995. 1.a.3. Dermatitis kontak alergi kronik
Setelah dermatitis berlangsung lama, lambat laun terjadi remisi dari peradangan kulit akut eksudativa dan cenderung ke
peradangan kronik. Terjadi eritema, likenifikasi, kronisitas Rassner, 1995.
2. Dermatitis Kontak Iritan
2.a. Definisi Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis kontak yang
disebabkan oleh bahan-bahan yang bersifat iritan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan Sularsito, 2007.
Dermatitis kontak iritan dibedakan menjadi : 2.a.1. Dermatitis kontak iritan akut
Dermatitis kontak iritan akut adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi segera setelah kontak dengan bahan
– bahan iritan yang bersifat toksik kuat, misalnya asam sulfat pekat Rassner, 1995
2.a.2. Dermatitis kontak iritan kronis Kumulatif Dermatitis kontak iritan kronis adalah suatu dermatitis iritan
yang terjadi karena sering kontak dengan bahan- bahan iritan yang tidak begitu kuat, misalnya sabun deterjen, larutan antiseptik
Sularsito, 1992. Dalam hal ini, dengan beberapa kali kontak bahan tadi ditimbun dalam kulit cukup tinggi dapat menimbulkan
iritasi dan terjadilah peradangan kulit yang secara klinis umumnya berupa radang kronik Djuanda, 2007.
2.b. Etiologi Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat
iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali,serbuk kayu, bahan abrasif, larutan garam konsentrat, plastik
berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Djuanda, 2007. 2.c. Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak
lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyakan bahan iritan toksin merusak membran lemak lipid membrane keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus
membrane sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat AA, diasilgliserida DAG, platelet activating factor = PAF, dan inositida IP3. Selanjutnya AA akan diubah menjadi
prostaglandin PG dan leukotrien LT. Kemudian PG dan LT akan menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular
sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. Selain itu, PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit
dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamine, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskular.
Diasilgliserida DAG
dan second
messengers lain
menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 IL-1 dan granulocyte-macrophage colony stimulatunf factor
GMCSF. IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan
proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan
adesi intrasel-1 ICAM-1. Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFa, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi
sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema,
panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan
stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan
sel di bawahnya oleh iritan Sularsito, 2007. 2.d. Manifestasi Klinis
Tipe reaksi tergantung pada bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan kontak, dan lamanya berkontak. Reaksinya dapat berupa kulit
menjadi merah atau coklat. Kadang-kadang terjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula, pustula, kadang-kadang terbentuk
bula yang purulen dengan kulit disekitarnya normal Harahap, 2000. 2.e. Histopatologi
Gambaran histopatologik
dermatitis kontak
iritan tidak
karakteristik. Pada DKI akut oleh iritan primer, dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuclear di sekitar pembuluh darah
dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel, dan akhirnya terjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan
berat kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit dan neutrofil Sularsito,
2007. 2.f. Penatalaksanaan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun
kimiawi, serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Dan mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering
Djuanda, 2007.
Obat topikal dan sistmik yang dapat digunakan antara lain : 2.f.1. Topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip- prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi
basah kompres terbuka, bila kering diberi terapi kering Harijono, 2008
Jenis-jenis obat topikal antara lain : -
Kortikosteroid Kortikosteroid mempunyai peranan dalam sistem imun.
Golongan kortikosteroid misalnya hidrokortison. Hidrokortison dapat mempengaruhi kecepatan sintesis protein dan karena efek
vasokontriksinya. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada
kulit sebagai
gambaran dasar
dan sepanjang
penyembuhan luka. Adapun efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan kortikostroid dalam jangka waktu yang lama
adalah dapat menyebabkan atrofi epidermal, dan dapat menimbulkan efek vaskuler yang berhubungan dengan jaringan
konektif vaskuler seperti telangiektasis dan purpura, selain itu juga
dapat menyebabkan
kerusakan angiogenesis
pembentukan jaringan granulasi yang lambat Katzung, 2001 -
Siklosporin A Pemberian siklosporin A topikal mnghambat elisitasi dari
hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia
hanya memberikan
efek minimal,
mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di
epidermis dan dermis Nafrialdi, 2008. 2.f.2. Sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan
akut atau kronik
Jenis-jenis obat sistemik antara lain : -
Antihistamin Maksud pemberian antihistamin adalah memperoleh efek
sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen –antibodi terdapat
pembebasan histamin, serotonin, SRS –A, bradikinin dan
asetilkolin Hedi, 2008. -
Kortikosteroid Diberikan pada kasus yang sedang dan berat, secara
peroral, intramuscular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednisone dan prednisolon. Perlu perhatian khusus pada
penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan
gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit,
mengurangi molekul CD 1dan HLA-DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari Limfosit T dan menghambat
sekresi IL-1,dan TNF- α Suharti, 2008.
- Siklosporin
Mekanisme kerja sikloporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, IL-
1 dan IL-8, mengurangi aktivitas sel T , monosit, makrofaq, dan keratinosit Nafrialdi, 2008.
3. Zat kimia batik Natrium Hidroksida