Pengaruh Penambahan Antioksidan terhadap Stabilitas Fisik Sendiaan Krim Minyak Dedak Padi

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Minyak dedak padi (MDP) atau Rice Bran Oil (RBO) merupakan minyak yang
diperoleh dari ekstraksi dedak padi, yang merupakan hasil samping dari proses
penggilingan padi. Minyak dedak dapat dikonsumsi dan mengandung vitamin,
antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia (Hadipernata, 2007). Untuk
mendapatkan minyak dedak padi dapat dilakukan dengan beberapa metode ekstraksi
di antaranya liquid phase extraction, solid phase extraction (SPE), supercritical fluid
extraction, dan ekstraksi langsung menggunakan pelarut (Kushbiantoro dan Rakhmi,
2012). Selain itu ada pula ekstraksi menggunakan teknik kristalisasi (Hapsari, dkk,
2013), dan Cold pressed (Singanusong, dkk, 2014).
Menurut Singanusong (2010 dan 2014) Minyak dedak Padi (MDP), khususnya
MDP cold pressed merupakan sumber alami yang mengandung komponen bioaktif
yang bermanfaat bagi kesehatan. Komponen bioaktif tersebut adalah tokoferol
(vitamin E), tokotrienol, oryzanol, senyawa fenolik, dan antosianin (Dewi, dkk. 2012)
yang sebagian besar menunjukkan signifikansi yang menjanjikan dalam gizi, farmasi
dan kosmetik. Tekanan dingin (cold pressed) atau pengepresan (expression)

merupakan segala proses fisika dimana glandula minyak essensisal pada kulit buah
dihancurkan atau dirusak untuk melepaskan minyak essensial (Widyanati, 2011).
Menurut beberapa artikel, minyak dedak padi hasil Cold pressed dianggap lebih baik
karena tidak mengalami pemanasan sehingga lebih alami.
Saat ini minyak dedak padi mulai banyak dikenal masyarakat karena
antioksidan tinggi yang terkandung dalamnya. minyak dedak padi mengandung
antioksidan alami tokoferol, tokotrienol, dan oryzanol yang bermanfaat melawan
radikal bebas dalam tubuh terutama sel kanker. Oryzanol merupakan antioksidan
yang sangat kuat dan hanya ditemukan pada minyak dedak. Senyawa ini mempunyai
aktivitas yang tinggi sebagai antioksidan, bahkan empat kali lebih efektif
menghentikan oksidasi dalam jaringan tubuh dibanding vitamin E (Patel dan Naik

1

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2

2004). Zat yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi umumnya kurang stabil dalam
mempertahankan aktivitasnya. Oleh karena itu perlu digunakan antioksidan tambahan

untuk mempertahankan kestabilan dari krim agar aktivitas antioksidan dari oryzanol
dalam minyak dedak padi tetap terjaga, salah satu antioksidan sintetik yang sering
digunakan adalah butil hidroksi toluena (BHT). BHT dipilih sebagai antioksidan
tambahan karena tidak beracun serta mempunyai kelarutan yang baik dalam
minyak/lemak (Herawati dan Akhlus, 2006).
Oryzanol menjadikan minyak dedak padi berpotensi untuk dijadikan sediaan
kosmetik sebagai bahan utama untuk mengikat radikal bebas yang dihasilkan oleh
sinar ultraviolet dan polusi lingkungan dan terlibat dalam proses penuaan kulit
(Juliano, 2005). Sediaan kosmetik yang banyak digunakan untuk kosmetik adalah
krim. Sediaan dalam bentuk krim banyak digunakan karena mempunyai beberapa
keuntungan diantaranya lebih mudah diaplikasikan, lebih nyaman digunakan pada
wajah, tidak lengket dan mudah dicuci dengan air, dibandingkan dengan sediaan
salep, gel maupun pasta (Sharon, 2013).
Krim merupakan sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Anonim, 1979).
Stabilitas dari sediaan krim penting diperhatikan untuk mengevaluasi perubahan sifat
fisik dari suatu sediaan yang bergantung waktu.

1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik sediaan krim yang mengandung minyak dedak padi?

2. Bagaimana pengaruh penambahan antioksidan terhadap stabilitas fisik
sediaan krim yang mengandung minyak dedak padi?

1.3 Tujuan Penelitian
1. Pemanfaatan minyak dedak padi sebagai sediaan krim kosmetik
2. Mengamati pengaruh penambahan antioksidan ke dalam sediaan terhadap
kestabilan krim yang mengandung minyak dedak padi

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

3

1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai minyak dedak padi yang diperoleh dari
sampel bekatul padi Ciherang dengan menggunakan metode cold pressed.
2. Mengetahui pengaruh penambahan antioksidan ke dalam sediaan terhadap
kestabilan krim yang mengandung minyak dedak padi

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Radikal Bebas dan Antioksidan

2.1.1

Radikal Bebas
Radikal bebas (free radical) adalah suatu senyawa atau molekul yang

mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya
elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut relatif tidak stabil
dan sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron
molekul yang berada di sekitarnya sehingga disebut juga sebagai Reactive Oxigen
Species atau ROS (Winarsi, 2011).
Spesies oksigen reaktif (ROS) adalah istilah yang mencakup semua yang

mengandung oksigen molekul yang sangat reaktif, termasuk radikal bebas. Jenis ROS
termasuk radikal hidroksil, anion superoksida radikal, hidrogen peroksida, oksigen
tunggal, oksida nitrat radikal, hipoklorit radikal, dan berbagai peroksida lipid. Semua
mampu bereaksi dengan membran lipid, asam nukleat, protein dan enzim, dan
molekul kecil lainnya, yang mengakibatkan kerusakan sel (Percival, 1998).
Secara umum, tahapan reaksi pembentukan radikal bebas mirip dengan
rancidity oxidative (ketengikan oksidatif), yaitu melalui tiga tahapan reaksi berikut
(Winarsi, 2011):
a. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas.
b. Tahap propagasi, yaitu pemanjangan rantai radikal.
c. Tahap terminasi, yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau
dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah.
Radikal bebas dan reaksi oksidasi dapat dihambat oleh suatu zat yang disebut
antioksidan. Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat, dan
mencegah terjadinya proses oksidasi. Sedangkan menurut Food and Drug
Administration (FDA), antioksidan adalah zat yang digunakan untuk mengawetkan
bahan makanan dengan jalan menunda kerusakan, ketengikan atau perubahan warna
sebagai akibat oksidasi (Winarno, 2002).

4


UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

5

Berdasarkan sistem efektivitas kerja antioksidan tergantung dari jumlah,
bagaimana dan dimana radikal bebas dihasilkan serta target kerusakannya. Dengan
begitu dalam suatu proses antioksidan dapat melindungi kita dari pengaruh radikal
bebas. Akan tetapi dalam keadaan tertentu antioksidan dapat meningkatkan proses
oksidasi dengan menghasilkan jenis oksigen yang membahayakan (Winarno, 2002).

2.1.2

Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Senyawa ini

memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi
oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan
senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan
molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan dihambat (Winarsi,

2011).
Oksidasi adalah reaksi kimia yang mentransfer elektron dari suatu zat ke agen
pengoksidasi. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan radikal bebas, yang memulai chain
reaction yang merusak sel. Antioksidan menghentikan reaksi tersebut dengan
menghapus intermediet radikal bebas dan menghambat reaksi oksidasi lainnya
dengan mengoksidasi sendiri (Hamid, 2010).
Antioksidan dikelompokkan menjadi dua yaitu (Hamid, 2010) :
1) Primer atau antioksidan alami.
yaitu antioksidan pemutus rantai yang bereaksi dengan radikal dan mengubahnya
menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan kelompok ini, terutama fenolik,
dalam struktur dan mencakup hal berikut :
a) Antioksidan mineral. Contohnya termasuk selenium, tembaga, besi, seng dan
mangan.
b) antioksidan vitamin. Contohnya vitamin C, vitamin E, vitamin B.
c) Fitokimia
2) Sekunder atau sintetis antioksidan.
Merupakan senyawa fenolik yang melakukan fungsi menangkap radikal bebas
dan menghentikan chain reaction, senyawa ini termasuk :

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


6

1. Butylated hidroksil anisol (BHA).
2. Butylated hydroxyrotoluene (BHT).
3. Propyl gallate (PG) dan zat pengkelat logam (EDTA).
4. Tertiary butil hidrokuinon (TBHQ).
5. Nordihydro acid guaretic (NDGA).
Agen antioksidan digunakan dalam farmasi dan formulasi kosmetik terutama
untuk mencegah kerusakanautooksidasi pada bahan baku; antioksidan juga
diperkenalkan sebagai bahan utama dalam kosmetik untuk mengikat radikal bebas
yang dihasilkan oleh sinar ultraviolet dan polusi lingkungan dan terlibat dalam proses
penuaan kulit (Juliano, 2005).
Autooksidasi merupakan reaksi rantai radikal bebas yang mekanismenya
diawali oleh proses inisiasi yang menyebabkan lepasnya gugus H, sehingga
membentuk radikal lemak. Tahap selanjutnya adalah propagasi yaitu radikal lemak
bereaksi dengan oksigen untuk membentuk radikal peroksida yang selanjutnya dapat
bereaksi kembali dengan lemak tak jenuh sehingga terbentuk hidroperoksida dan
radikal lemak yang dapat bereaksi kembali dengan oksigen untuk membentuk radikal
peroksida dan begitu seterusnya (Wong dalam Windarwati, 2011). Reaksi oksidasi

lemak dapat dipercepat oleh cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida,
logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin,
hemoglobin, mioglobin, klorofil dan enzim-enzim lipoksigenase (Winarno 2002).
Dalam kosmetik antioksidan secara rutin digunakan untuk menghambat
kerusakan oksidatif bahan dan untuk menghindari kerusakan kulit dari berbagai
reaksi fotooksidatif (Harry, 1973).

2.2 Bekatul / Dedak Padi
Menurut definisinya, dedak (bran) adalah hasil samping proses penggilingan
padi, terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji.
Sementara bekatul adalah lapisan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian
kecil endosperm berpati. Namun, karena alat penggilingan padi tidak memisahkan
antara dedak dan bekatul maka umumnya dedak dan bekatul bercampur menjadi satu

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

7

dan disebut dengan dedak atau bekatul saja (Hadipernata, 2007). Warna bekatul padi
bervariasi dari coklat muda sampai coklat tua (Widowati, 2001).

Sebenarnya bekatul memiliki karakteristik cita rasa lembut dan agak manis.
Namun pada kenyataannya, cita rasa bekatul sering digambarkan bau tengik, apek,
dan asam. Hal ini terjadi karena bekatul mudah mengalami kerusakan. Penurunan
mutu bekatul ditandai dengan bau tengik dan struktur menggumpal. Hal ini
disebabkan aktivitas lipase yang menghidrolisis lipid bekatul menjadi asam lemak
bebas dan gliserol (Widowati, 2001).
Menurut Dewi dkk (2012), Bekatul yang kaya akan zat gizi mudah mengalami
kerusakan, karena semakin tinggi kandungan zat gizi suatu bahan pangan, maka akan
semakin mudah mengalami kerusakan akibat mikroba maupun enzimatis.
Ketidakstabilan pada bekatul terjadi akibat lipase yang menghidrolisis lemak menjadi
asam lemak dan gliserol. Asam lemak bebas dioksidasi oleh enzim lipoksigenase
menjadi bentuk peroksida, keton dan aldehid, sehingga bekatul menjadi tengik.
Untuk memperoleh bekatul yang tidak mudah tengik dan memperpanjang
masa simpan, maka bekatul harus diawetkan segera setelah diperoleh dari
penggilingan padi (Damayanthi dkk, 2004).

2.3 Minyak Dedak Padi
Minyak dedak padi atau lebih dikenal dengan Rice Bran Oil merupakan
minyak hasil ekstraksi dedak padi. Minyak dedak dapat dikonsumsi dan mengandung
vitamin, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia. Menurut Balai

Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, minyak dedak
mengandung beberapa jenis lemak, yaitu 47% lemak monounsaturated, 33%
polyunsaturated, dan 20% saturated, serta asam lemak yaitu asam oleat 38,4%,
linoleat 34,4%, linolenat 2,2%, palmitat 21,5%, dan stearat 2,9%.
Minyak dedak juga mengandung antioksidan alami tokoferol, tokotrienol, dan
oryzanol yang bermanfaat melawan radikal bebas dalam tubuh terutama sel kanker,
serta membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah.Berikut merupakan

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

8

perbandingan antioksidan alami pada beberapa jenis minyak makan (Hadipernata,
2007).
Tabel 2.1 Perbandingan Antioksidan Alami
Konsentrasi (ppm)
Jenis Minyak

Vitamin E

Vitamin E

Tokoferol

Tokotrienol

Total

Oryzanol

Antioksidan

Dedak padi

81

336

2000

2417

Zaitun

51

-

-

51

Kanola

650

-

-

650

Bunga matahari

487

-

-

487

Kedelai

1000

-

-

1000

Sawit

256

149

-

405

Minyak dedak memiliki aroma dan tampilan yang baik serta nilai titik asapnya
cukup tinggi (254oC). Dengan nilai titik asap yang paling tinggi dibandingkan minyak
nabati lainnya maka minyak dedak merupakan minyak goreng terbaik dibanding
minyak kelapa, minyak sawit maupun minyak jagung (Hadipernata, 2007).
Ekstraksi minyak bekatul bisa dilakukan pada suhu tinggi maupun rendah.
Kualitas minyak yang dihasilkan berbau khas minyak bekatul dengan sedikit berbau
heksan, serta berwarna kuning kecoklatan (Nursalim dan Zalni, 2007).
Beberapa tahun terakhir minyak bekatul telah diproduksi dan dimanfaatkan
sebagai minyak salad, bahan baku kosmetik, bahkan dikonsumsi langsung sebagai
suplemen kesehatan. Minyak bekatul yang tidak termurnikan bisa dimanfaatkan
dalam pembuatan sabun. Bekatul yang sudah diekstraksi minyaknya mengandung 13% minyak sisa yang sangat baik untuk binatang ternak (Nursalim dan Zalni, 2007).

2.4 Komposisi Kimia dari Minyak Bekatul
Minyak bekatul mengandung asam lemak tak jenuh dan fraksi tak tersabunkan
yang larut dalam lemak yaitu tokoferol, tokotrienol, dan oryzanol. Tokoferol dan

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

9

tokotrienol merupakan komponen pembentuk vitamin E. Kandungan vitamin E dan
oryzanol bervariasi tergantung pada varietas padinya yaitu sekitar 2-5% dari berat
minyak bekatul padi kasar (Moustapha et al., 1994).
Tabel 2.2. Kandungan Kimia Minyak Bekatul (Narasinga dalam Sukma, 2010)

Komponen

Kandungan
(mg/100g)

Tokol

11

Tokoferol

4

Tokotrienol

7

Gamma Oryzanol

1176

Sikloartanol

106

Sikloartenol

482

24-Metilen Sikloartenol

492

Fitosterol

1806

Campesterol

51

Stigmasterol

271

-sitosterol

885

Squalen

756

Fosfolipid

4200

Lilin

3000

Selain kandungan sterol, minyak bekatul mengandung asam lemak tak jenuh
yang tinggi yang memberikan efek ganda bersama sterol dalam penurunan kolesterol
darah. Hampir 80% komposisi asam lemak yang terdapat dalam minyak bekatul
adalah asam lemak tak jenuh. Asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh yang
paling banyak terdapat dalam minyak bekatul. Komposisi asam lemak minyak
bekatul dapat dilihat pada tabel berikut (Parrado et al., 2005).

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

10

Tabel 2.3. Komposisi Asam Lemak Minyak Bekatul (Parrado et al., 2005).
Jenis Asam Lemak

Jumlah (%)

Asam Miristat (14:0)

0,21

Asam Palmitat (16:0)

16,4

Asam Palmitoleat (16:1)

0,13

Asam Stearat (18:0)

1,72

Asam Oleat (18:1)

42,4

Asam Linoleat (18:2)

36,4

Asam Linolenat (18:3)

0,80

Asam Eikosanoat (20:0)

0,60

Oryzanol merupakan antioksidan yang sangat kuat dan hanya ditemukan pada
minyak dedak. Senyawa ini lebih aktif daripada vitamin E dalam melawan radikal
bebas (Hadipernata, 2007).
Pada mulanya gamma oryzanol diduga merupakan komponen tunggal, namun
pada akhirnya diketahui gamma oryzanol mempunyai tiga komponen utama, yaitu
Cycloartenyl ferulet, 24-methylene cycloartenyl ferulat, dan campesteryl ferulate
(Patel dan Naik 2004). Ketiga komponen ini terdapat dalam jumlah 80% (Xu dan
Godber 2001).

Gambar 2.1 Komponen Utama -Oryzanol (Xu dan Godber 2001)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

11

Gamma oryzanol mempunyai aktivitas yang tinggi sebagai antioksidan,
bahkan empat kali lebih efektif menghentikan oksidasi dalam jaringan tubuh
dibanding vitamin E (Patel dan Naik 2004). Hal ini disebabkan karena gamma
oryzanol mengandung asam ferulat yang merupakan antioksidan asam penolik.
Ketiga komponen utama gamma oryzanol mempunyai aktivitas antioksidan lebih
tinggi dibanding empat komponen vitamin E (alfa dan gamma tokoferol serta alfa dan
gamma tokotrienol). Menurut Xu et al. (2001), komponen gamma oryzanol yang
mempunyai aktivitas antioksidan paling tinggi adalah 24-methylene cycloartenyl
ferulat.

2.5

Cold Pressed / Tekan Dingin
Tekanan dingin (cold pressing) atau pengepresan (expression) merupakan

segala proses fisika dimana glandula minyak essensisal pada kulit buah dihancurkan
atau dirusak untuk melepaskan minyak essensial. Pembuatan minyak essensial
dengan cara tekanan dingin merupakan dengan cara pengepresan tanpa pemanasan,
dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang dihasilkan dari
tanaman, termasuk jenis tanaman yang memiliki minyak dari jenis tanaman yang
akan mengalami kerusakan bila dibuat dengan cara destilasi (Widyanati, 2011).
Berdasarkan tipe alat tekanan dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
1) Hydraulic Expressing,
Pada cara hydraulic pressing bahan dipress dengan tekanan sekitar 2000
pound/nc (140,6 kg/cm2 = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat
diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan serta
kandungan minyak dalam bahan asal.Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada
ampas bervariasi tergantung dari lamanya ampas dibawah tekanan hidraulik (Hapsari,
2010).
2) Expeller Expressing
Expeller pressing adalah sebuah metode atau cara memisahkan bahan-bahan
kimia dimana ekstrak secara mekanik dipisahkan dari bahan dasar dalam suatu proses
dibawah tekanan tinggi (Hapsari, 2010).

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

12

2.6

Kulit
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar.
Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel- sel
yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat,
dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar
ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan
dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

Gambar 2.2 Struktur Kulit Manusia (Pearce, 2011)

Menurut Tranggono dan Latifah (2007) Kulit manusia terbagi atas dua lapisan
utama, yaitu:
1.

Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan yang paling luar.
Lapisan epidermis dari bagian terluar hingga ke dalam terbagi menjadi 5

lapisan, yakni:
a. Lapisan Tanduk (stratum corneum), sebagai lapisan yang paling atas terdiri atas
beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses
metabolisme, tidak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air.

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

13

b. Lapisan Jernih (stratum lucidum), disebut juga “lapisan barrier” merupakan
lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak
tangan dan kaki.
c. Lapisan Berbutir-butir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit
yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut.
d. Lapisan Malphigi (stratum spinosum) memiliki sel yang berbentuk kubus dan
seperti berduri.
e. Lapisan Basal (stratum germinativum) yang hanya tersusun oleh satu lapis selsel basal.
2.

Dermis (korium, kutis, kulit jangat).
Dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin, yang

berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin
mukopolisakarida. Di dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel
rambut, papilla rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot
penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak
yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis).

2.7 Krim
2.7.1 Pengertian Krim
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah
padat, berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar. Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah
bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Menurut Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa
emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar.
Ada beberapa tipe krim seperti emulsi, air terdispersi dalam minyak (A/M)
dan emulsi minyak terdispersi dalam air (M/A). sebagai pengemulsi dapat digunakan
surfaktan anionik, kationik dan non anionik. Untuk krim tipe A/M digunakan : sabun
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

14

monovalen, tween, natrium laurylsulfat, emulgidum dan lain-lain. Krim tipe M/A
mudah dicuci (Anief, 1994).
Fungsi krim adalah:
a.

Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit

b.

Sebagai bahan pelumas bagi kulit

c.

Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung dengan zat-zat
berbahaya (Anief, 1999).
Sifat umum sediaan krim ialah mampu melekat pada permukaan tempat

pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau
dihilangkan. Krim dapat memberikan efek mengkilap, berminyak, melembapkan, dan
mudah tersebar merata, mudah berpenetrasi pada kulit, mudah/sulit diusap,
mudah/sulit dicuci air (Anwar, 2012).
Dalam membuat formulasi sediaan krim yang baik, yang perlu diperhatikan
adalah kesesuaian sifat bahan-bahan yang dipilih, yaitu kesesuaian sifat antara bahan
aktif dengan bahan pembawanya (basis). Suatu krim terdiri atas bahan aktif dan
bahan dasar (basis) krim. Bahan dasar terdiri dari fase minyak dan fase air yang
dicampur dengan penambahan bahan pengemulsi (emulgator) kemudian akan
membentuk basis krim. Selain itu, dalam suatu krim untuk menunjang dan
menghasilkan suatu karakteristik formula krim yang diinginkan, maka sering
ditambahkan bahan-bahan tambahan seperti pengawet, pengkelat, pengental,
pewarna, pelembab, pewangi, dan sebagainya. Agar diperoleh suatu basis krim yang
baik, maka pemakaian bahan pengemulsi sangat menentukan. Dalam penentuan jenis
dan komposisi bahan pengemulsi (emulgator) yang digunakan dalam pembuatan
sediaan farmasetika dan kosmetik, selain mengacu pada formula standar, seringkali
ditentukan dengan trial and error (Lachman, 1994).

2.7.2

Stabilitas Krim
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau kosmetik

untuk bertahan dalam spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan
dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

15

produk. Sedangkan definisi sediaan kosmetik yang stabil adalah suatu sediaan yang
masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu penyimpanan
dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristik sama dengan yang dimilikinya pada
saat dibuat (Djajadisastra, 2004).
Terdapat empat fenomena utama yang berhubungan dengan ketidakstabilan
suatu emulsi yang bisa juga terjadi pada sediaan krim yaitu flokulasi, kriming,
koalesen, dan pemisahan sempurna (breaking) (Im-Emsap & Siepmann, 2002).
Flokulasi merupakan asosiasi dari partikel-partikel dalam emulsi untuk
membentuk agregat yang lebih besar, yang mana dapat diredispersi dengan
pengocokan. Reversibilitas flokulasi ini tergantung pada kekuatan interaksi antar
droplet dan rasio volume fase (Im-Emsap & Siepmann, 2002).
Kriming terjadi ketika droplet-droplet terdispersi atau flokul-flokul terpisah
dari medium pendispersi di bawah pengaruh gaya gravitasional (Im-Emsap &
Siepmann, 2002). Kriming dapat diminimalisasi dengan memperkecil ukuran droplet,
menyamakan berat jenis dari kedua fase, dan menambah viskositas dari fase kontinyu
(Martin, et al., 1993).
Koalesen terjadi ketika penghalang (barrier) mekanik atau listrik tidak cukup
untuk mencegah pembentukan droplet yang lebih besar yang dapat memicu
pemisahan sempurna (breaking). Koalesen dapat dihindari dengan pembentukan
lapisan antarmuka yang mengandung makromolekul atau partikulat-partikulat padat
(Im-Emsap & Siepmann, 2002).

Gambar 2.3 Skema Ketidakstabilan Emulsi (Im-Emsap & Siepmann, 2002)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

16

Parameter-parameter yang digunakan dalam uji kestabilan fisik antara lain
(Anggriani, 2011):
1. Organoleptis atau penampilan fisik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati
adanya perubahan atau pemisahan emulsi, timbulnya bau atau tidak, dan
perubahan warna.
2. Sifat aliran (viskositas). Secara umum kenaikan viskositas dapat meningkatkan
kestabilan sediaan (berdasarkan Hukum Stokes)
3. Ukuran partikel. Perubahan dalam ukuran partikel rata-rata atau distribusi ukuran
globul merupakan tolak ukur penting untuk mengevaluasi emulsi, dimana pada
emulsi keruh diameter globul berkisar antara 0,5-50 µm. Ukuran partikel
merupakan indikator utama kecenderungan terjadinya creaming atau breaking.
Terdapat hubungan antara ukuran partikel dengan viskositas, dimana kenaikan
viskositas akan meningkatkan stabilitas sediaan (berdasarkan hukum Stokes).
4. Pemeriksaan pH. Krim sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit,
yaitu 4,5-6,5 karena jika krim memiliki pH yang terlalu basa maka dapat
menyebabkan kulit menjadi bersisik, sedangkan jika pH terlalu asam maka yang
terjadi adalah menimbulkan iritasi kulit

2.8 Preformulasi Bahan Sediaan Krim
2.8.1. Bahan Pengemulsi
1. Asam stearat (Rowe, 2009)
Asam stearat adalah asam keras, berwarna putih atau agak kuning, agak
glossy, kristal padat putih atau bubuk putih atau kekuningan. memiliki sedikit
bau dan rasa seperti lemak. Asam stearat banyak digunakan dalam produk
kosmetik, dalam formulasi topikal asam stearat digunakan sebagai agent
pengemulsi dan pelarut. asam stearat memiliki titik didih 383oC dan titik lebur
69-70oC. Asam stearat dapat terlarut bebas dalam benzena, karbon
tetraklorida, kloroform, dan eter, dapat larut dalam etanol (95%), heksana, dan
propilen glikol, serta praktis tidak larut dalam air. Asam stearat tidak

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

17

kompatibel dengan kebanyakan logam hidroksida dan juga mungkin dengan
basa, zat pereduksi, dan oksidator.
2. Triethanolamine (TEA) (Rowe, 2009)
Triethanolamine merupakan cairan kental kuning pucat jernih hampir tidak
berwarna, memiliki sedikit bau amonia. Triethanolamine banyak digunakan
dalam formulasi farmasi topikal, terutama dalam pembentukan emulsi. Dapat
bertindak sebagai Agen pengalkali dan agen pengemulsi. Memiliki nilai pH
keasaman / kebasaan : 10,5 (Larutan 0,1 N), Titik didih 335oC, Titik beku :
21.6oC, Sangat higroskopis. TEA dapat terlarut dalam aseton, benzene etil
eter, methanol, dan air.

2.8.2. Bahan Pengeras
1. Setil alcohol (Rowe, 2009)
Setil alkohol berbentuk lilin, serpihan putih, butiran, atau kubus. Memiliki bau
khas yang samar dan rasa hambar. Dalam lotion, krim, dan salep, setil alkohol
digunakan karena emolien yang, penyerapan air, dan sifat pengemulsi. Hal ini
meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur, dan meningkatkan konsistensi.
Sifat emolien terjadi karena penyerapan dan retensi setil alkohol di epidermis
dimana ia melumasi dan melembutkan kulit Titik Didih 316–344oC dan Titik
Lebur 45-52oC Terlarut bebas dalam etanol (95%) dan ether, kelarutan
meningkat dengan meningkatnya suhu; praktis tidak larut dalam air. Larut bila
dilelehkan dengan lemak, cairan dan parafin padat, dan isopropil miristat.

2.8.3. Bahan Emollient dan Humektan
1. Gliserin (Rowe, 2009)
Gliserin merupakan cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, kental, dan
higroskopis; memiliki rasa manis, kira-kira 0,6 kali semanis sukrosa. Dalam
bidang farmasi terutama untuk sediaan topikal dan kosmetik, gliserin sering
digunakan terutama untuk humektan dan emolien pada konsentrasi ≤ γ0%.
Gliserin juga digunakan sebagai pelarut atau kosolvent dalam sediaan krim

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

18

dan emulsi, dan pada konsentrasi < 20% Gliserin juga dapat berfungsi sebagai
pengawet antimikroba.Gliserin terlarut dalam aseton, praktis tidak larut dalam
Benzen, Kloroform, dan Minyak. Larut dalam 500 bagian Eter, Larut dalam
11 bagian Etil asetat, Larut dalam Air, Metanol, dan Etanol (95%). Titik didih
290oC Titik Lebur 17.8oC.

2.8.4. Bahan Antimikroba
1. Metilparaben (Rowe, 2009)
Metilparaben merupakan kristal tidak berwarna atau bubuk kristal putih, tidak
berbau atau hampir tidak berbau dan memiliki rasa sedikit terbakar.
Metilparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam
kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi paraben atau dengan agen
antimikroba lainnya. Dalam kosmetik, Metilparaben adalah yang paling sering
digunakan sebagai pengawet antimikroba. Metil paraben memiliki titik lebur
125-128oC. Metilparaben mudah larut dalam etanol, eter, dan propilen glikol.
Serta larut dalam gliserin dan air. Aktivitas antimikroba dapat ditingkatkan
dengan menggunakan kombinasi dari paraben untuk menimbulkan efek
sinergis. Metilparaben menunjukan aktivitas antimikroba pH 4-8. Untuk
sediaan topikal biasa digunakan konsentrasi 0.02–0.3%
2. Propilparaben (Rowe, 2009)
Propilparaben terjadi sebagai putih, kristal, tidak berbau, dan bubuk hambar.
Propilparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam
kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi. Ini dapat digunakan
sendiri, dalam kombinasi dengan ester paraben lain, atau dengan agen
antimikroba lainnya. Ini adalah salah satu pengawet yang paling sering
digunakan dalam kosmetik titik didih 295oC dan menunjukan aktivitas
antimikroba pH 4-8. Propiparaben sangat larut dalam aseton, ester, dan
minyak. Mudah larut dalam etanol dan metanol, serta sukar larut dalam air.
Untuk sediaan topikal biasa digunakan konsentrasi 0.01–0.6%.

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

19

2.8.5. Bahan Antioksidan
1. Butylated Hydroxytoluene (BHT) (Rowe, 2009)
BHT berbentuk Kristal padat atau serbuk kuning-putih atau pucat dengan
karakteristik bau fenolik yang samar. BHT digunakan sebagai antioksidan
dalam kosmetik, makanan, dan obat-obatan. Hal ini terutama digunakan untuk
menunda atau mencegah ketengikan oksidatif lemak dan minyak, serta untuk
mencegah hilangnya aktivitas vitamin yang larut dalam minyak. BHT
memiliki titik didih 265oC dan titik lebur 70oC. Praktis tidak larut dalam air,
gliserin, propilen glikol, larutan hidroksida alkali, dan larutan encer asam
mineral. Terlarut bebas dalam aseton, benzena, etanol (95%), eter, metanol,
toluena, minyak tetap, dan minyak mineral. Lebih mudah larut daripada
butylated hydroxyanisole dalam minyak makanan dan lemak. Untuk sediaan
topical, konsentrasi yang biasa digunakan sekitar 0.0075–0.1%

2.8.6. Bahan Pelarut
1. Aquadest (Rowe, 2009)
Aquadest merupakan cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa.
Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya. Memiliki titik beku : 0 ͦ C dan
titik didih : 100 ͦ C. Biasa digunakan sebagai pelarut.

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

20

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Besar Industri Agro, Cikaret,
Bogor, Laboratorium Formulasi Sediaan Padat, Laboratorium Sediaan Steril,
Laboratorium PDR, dan Laboratorium Penelitian II, Gedung Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Seperangkat alat press, kain tetoron, Kertas saring Whattman no.42, Rotary
evaporator (Eyela), homogenizer (NISSEI), seperangkat alat sentrifugasi (Eppendorf
centrifuge 5417R), cawan porselen, hot plate (Ika RH), spatula, batang pengaduk,
viskometer (Viscotester HAAKE 6R), stirer (Wiggen Hauser), pH meter (Horiba),
kaca objek, oven (Memmert), lemari pendingin (Sanyo).

3.2.2 Bahan
Dedak padi / bekatul jenis padi Ciherang, minyak dedak padi komersil merk
Oryza Grace, n-heksan, asam stearat, setil alkohol, trietanolamin, gliserin, metil
paraben, propil paraben, vitamin c, butylated hidroxy toluene, dan aquadest.

20

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

21

3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Preparasi Sampel Dedak Padi
Sampel dedak didapatkan dari Desa Linggasari, Kecamatan Darangdan,
Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Dedak yang digunakan berasal dari jenis Padi
Ciherang. Untuk mendapatkan dedak yang diinginkan padi di hilling menggunakan
alat hiller. Padi di hilling sampai didapatkan beras yang bersih dari sekam dan
bekatul, yaitu dua kali proses hilling. Setelah proses hilling selesai, dedak disimpan
dalam wadah kering dan tertutup.
Setelah didapatkan sampel dedak padi sebanyak 4 kg, selanjutnya dedak
diayak menggunakan mesh 20, setelah itu sampel dedak dilakukan pengawetan
menggunakan oven selama 15 menit dengan temperatur stabil 110oC.

3.3.2 Ekstraksi Minyak Dedak Padi dengan Metode Cold Pressed
Sampel dedak dibasahi menggunakan 4 liter n-heksan, selanjutnya sampel
dibungkus dengan kain tetoron yang kemudian dimasukkan ke dalam alat press. Alat
press yang digunakan menggunakan semacam dongkrak hidrolik berkekuatan 10 ton.
Setelah di press, selanjutnya ekstrak cair minyak dedak padi diuapkan
menggunakan Rotary Evaporator kemudian dilakukan pemurnian dan penyaringan
yang selanjutnya diperoleh minyak dedak padi (MDP) murni.

3.3.3 Pengujian Kandungan Minyak Dedak Padi
Pengujian kandungan dari minyak dedak padi yang didapat dari pengepresan
dilakukan di Balittro, Bogor. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian bilangan
Penyabunan, bilangan Iod, dan bilangan Peroksida, masing-masing menggunakan
metode Titrimetri.

3.3.4 Formulasi Krim
Formulasi untuk pembuatan krim berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
oleh Iswindari (2014) dengan modifikasi yaitu dengan penggunaan Minyak dedak

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

22

padi cold pressed (F1) dan minyak dedak padi komersil yang dijual di pasaran (F2),
serta dengan menambahkan antioksidan tambahan (F3 dan F4).
Tabel 3.1 Formulasi Sediaan Krim Minyak Dedak Padi
Konsentrasi (%)
Bahan

Formula 1

Formula 2

Formula 3

Formula 4

MDP Sampel

10

-

10

-

MDP Komersil

-

10

-

10

Setil Alkohol

0,2

0,2

0,2

0,2

Asam Stearat

12

12

12

12

Trietanolamine

2

2

2

2

Gliserin

10

10

10

10

Metil Paraben

0,1

0,1

0,1

0,1

Propil Paraben

0,08

0,08

0,08

0,08

BHT

-

-

0,05

0,05

Aquadest

Ad 100

Ad 100

Ad 10

Ad 100%

3.3.5 Pembuatan Krim
1.

Pembuatan Fase air dengan mencampurkan trietanolamin, gliserin, metil paraben
ke dalam akuades dan dipanaskan hingga 70oC.

2.

Pembuatan fase minyak dengan mencampurkan minyak dedak padi, asam stearat,
setil alkohol, dan propil paraben dicampur dan dipanaskan pada temperatur 70oC.

3.

Fase air kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase minyak, lalu
dilakukan proses pengadukan dengan menggunakan homogenizer agar diperoleh
sediaan krim yang homogen dengan kecepatan 2000 rpm selama 25 menit.
(Smaoui, et al., 2012 dalam Iswindari, 2014).

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

23

3.3.6 Evaluasi Sediaan Krim MDP
Evaluasi dari sediaan krim Minyak dedak padi terdiri dari :
a.

Pengamatan Organoleptis
Sediaan diamati teksturnya, kemudian secara berkala diamati terjadinya
pemisahan fase atau tidak, serta perubahan warna (Anggriani, 2011).

b.

Pengamatan Homogenitas
Sediaan diletakkan di antara dua kaca objek lalu diperhatikan adanya partikelpartikel kasar atau ketidakhomogenan di bawah cahaya (Anggriani, 2011).

c.

Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
dengan menggunakan larutan dapar standar pH 4 dan 7. Pengukuran pada
sediaan krim dilakukan pada suhu kamar (Budiman, 2008).

d.

Pengujian Tipe Emulsi
Penentuan tipe emulsi krim menggunakan metode pengenceran, yakni 0,3 gr
krim diencerkan dengan menambahkan 30 ml air. Krim tipe m/a akan
terdistribusi merata pada medium air. Krim tipe a/m tidak akan terdistribusi
merata pada permukaan air (Shovyana dan Zulkarnain, 2013).

e.

Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir
Pengukuran

viskositas

dengan

menggunakan

Viscotester

HAAKE

6R

menggunakan spindel R6 dipasang pada alat kemudian dicelupkan ke dalam krim
yang telah diletakkan dalam beaker glass. Kecepatan alat dipasang pada
kecepatan yang beragam pada 2 rpm, 4 rpm, 10 rpm, 20 rpm; dan kemudian
dibalik 20 rpm, 10 rpm, 4 rpm, dan 2 rpm kemudian dibaca. Sifat aliran dapat
diperoleh dengan membuat kurva shearing stress dan rate of shear (Budiman,
2008).

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

24

3.3.7 Uji Stabilitas Sediaan Krim Minyak Dedak Padi
Uji stabilitas dari sediaan krim Minyak dedak padi terdiri dari :
a.

Cycling test
Sampel krim disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC selama 24 jam,
kemudian dipindahkan ke dalam oven yang bersuhu 40oC selama 24 jam (satu
siklus). Uji dilakukan sebanyak 6 siklus kemudian diamati adanya pemisahan
fase (Budiman, 2008).

b.

Suhu Tinggi (40oC)
Sampel krim disimpan pada suhu tinggi (40oC) selama 21 hari, kemudian
dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, homogenitas), dan
pengukuran pH (Sharon, dkk. 2013).

c.

Suhu Ruang (25±2oC)
Sampel krim disimpan pada suhu ruang (25±2oC) selama 21 hari, kemudian
dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, homogenitas), dan
pengukuran pH (Sharon, dkk. 2013).

d.

Uji mekanik (Uji sentrifugasi)
Sampel dimasukkan ke dalam tabung kemudian dimasukkan ke dalam
sentrifugator pada suhu 25oC dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit.
Kemudian diamati apakah terjadi pemisahan fase atau tidak (Sharon,dkk.
2013).

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

25

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Preparasi Dedak Padi
Sampel dedak padi didapatkan dari Desa Linggasari, Kecamatan Darangdan,
Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, selanjutnya sampel dedak sebanyak 4 kg diayak
menggunakan ayakan mesh 20, hal ini bertujuan untuk memisahkan dedak dari
bekatul atau pengotor lain yang mungkin terikut.
Selanjutnya dedak distabilisasi, hal ini bertujuan untuk menghancurkan enzim
lipase yang ada dalam dedak sehingga rendemen minyak meningkat dan kadar asam
lemak bebas menurun. Stabilisasi dapat dilakukan secara kimiawi atau menggunakan
panas. Pemanasan dapat dilakukan dengan injeksi uap panas, kontak dengan udara
panas, pemanggangan atau pemasakan ekstrusif (Hadipernata, 2007). Menurut Nasir,
dkk (2009) waktu stabilisasi dedak yang optimal adalah dengan menggunakan oven
selama 15 menit dengan temperature stabil 110oC, stabilisasi pada suhu tersebut
menyebabkan enzim lipase dalam dedak terdeaktivasi, dan 15 menit dianggap waktu
yang paling optimal sebab jika lebih 15 menit dapat membuat komponen lain yang
terkandung dalam dedak menjadi rusak dan berpengaruh terhadap rendemen minyak
dedak yang dihasilkan.

4.2 Hasil Ekstraksi MDP dengan Metode Cold Pressed
Sampel dedak diekstraksi dengan metode cold pressed. Sebanyak 4kg sampel
dedak dibasahi terlebih dahulu menggunakan 2 liter n-heksan kemudian diaduk
hingga merata, n-heksan dipilih karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Nasir,
dkk (2009) n-heksan merupakan perlarut yang banyak digunakan dan memberikan
hasil minyak dedak padi yang baik. Selanjutnya sampel yang telah dibasahi
dibungkus dengan kain tetoron yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah, dalam
hal ini kain tetoron dianggap cukup kuat untuk menahan tekanan dan tidak mudah

25

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

26

sobek pada saat dilakukan pengepresan, sehingga tidak ada sampel dedak yang terikut
keluar ketika proses pengepresan dilakukan, selanjutnya wadah dimasukkan ke dalam
alat press yang menggunakan dongkrak hidrolik berkekuatan 10 ton sehingga mampu
mengeluarkan ekstrak n-heksan dedak padi. Ampas dedak yang telah digunakan
selanjutnya dibasahi kembali dengan 2 liter n-heksan kemudian diaduk dan dipres
kembali sehingga didapatkan ekstrak n-heksan dedak padi sebanyak 2260 mL.
Ekstrak n-heksan dedak padi yang telah diperoleh selanjutnya diuapkan
menggunakan Rotary Evaporator, hal ini dilakukan untuk menghilangkan n-heksan
yang masih tercampur yang kemudian didapatkan minyak dedak padi kasar (MDPK)
sebanyak 863 ml (682,20 gram).
% MDPK =
=

�� �

�� �

682,20 �
4000 �

� ��

� ��





x 100%

x 100%

= 17,055 %
Dari perhitungan diketahui bahwa presentase Minyak dedak padi kasar yang
diperoleh dari hasil pengepresan didapat 17,055 %, jumlah ini sesuai dengan yang
disebutkan oleh Hadipernata (2007) yaitu 14 - 17%.
Selanjutnya MDPK dimurnikan (refining) untuk memisahkan pati dan lilin
(wax), dan pengotor lain yang masih tercampur dalam MDPK. Metode pemurnian
yang dilakukan menggunakan metode pemurnian standar dari Balai Besar Industri
Agro (BBIA). Proses pemurnian dilakukan dengan mencampurkan MDPK dengan air
hangat kemudian dikocok didalam corong pisah, kemudian akan terbentuk 3 fase,
yaitu fase air, pati dan wax, dan fase minyak. Fase minyak yang terbentuk diambil
kemudian disentrifugasi menggunakan sentrifugator manual sampai terbentuk 2 fase
yaitu minyak dan endapan, selanjutnya minyak yang sudah terpisah dari endapan
disaring menggunakan kertas saring Whattman no. 42 sambil divakum yang
selanjutnya diperoleh Minyak dedak padi murni yang berwarna kuning kecoklatan
dan berbau khas minyak dedak padi seperti yang disebutkan oleh Nursalim dan Zalni
(2007) sebanyak 338 ml atau 267,19 gram.

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

27

Untuk hasil MDP Cold pressed dapat dilihat di Lampiran 4, sedangkan untuk
proses preparasi dedak padi sampai didapatkan MDP Cold pressed dapat dilihat di
Lampiran 1.
Tabel 4.1 Hasil Ekstraksi MDP
Hasil Ekstraksi

Jumlah

Minyak Dedak Padi Kasar (MDPK) 682,20 gr
Minyak Dedak Padi (MDP)

267,19 gr

% Rendemen MDPK

17,055%

4.3 Hasil Pengujian Kandungan Minyak Dedak Padi
Hasil pengujian kandungan Minyak dedak padi hanya didapatkan nilai dari
Bilangan penyabunan, Bilangan Iod, dan Bilangan Peroksida saja, yang dilakukan di
Balittro, Bogor (Lampiran 2).
Tabel 4.2 Kandungan Minyak Dedak Padi Cold Pressed
Standar menurut

Jenis Sampel

Jenis Pengujian

Hasil Pengujian

Minyak

Bilangan Penyabunan

184,32 mg/g

108-195 mg/g

Dedak Padi

Bilangan Iod

91,86 mek/kg

90-105 mek/kg

(MDP)

Bilangan Peroksida

22,15 mek/kg

≤ 10 mek/kg

FAO/WHO

Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk
menyabunkan sejumlah sampel minyak. Semakin besar bilangan penyabunan pada
minyak, menandakan semakin besar kandungan asam lemak yang terkandung di
dalam minyak (Ginanjar, dkk. 2015). Berdasarkan hasil pengujian kadar bilangan
penyabunan, diperoleh hasil 184,32 mg/g. Jika dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Anwar, dkk (2005) pengujian bilangan penyabunan dari minyak
dedak padi yang berasal dari 4 varietas berbeda dan diekstraksi menggunakan
metode sokhletasi menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu 183 ± 2,39 mg/g
sampai 190 ± 1,80 mg/g. Hal ini menujukkan bahwa MDP baik hasil cold pressed

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

28

sesuai dengan karakteristik MDP standar menurut FAO/WHO, (2005) yaitu 180-195
mg KOH/g.
Bilangan Iodin yang tinggi menunjukkan ketidakjenuhan suatu minyak atau
lemak yang tinggi. Besarnya iodin yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan
rangkap atau ikatan yang tidak jenuh (Carolina, 2008). Sementara Bilangan Iod
berdasarkan pengujian diperoleh hasil 91,86 mek/kg yang juga sesuai dengan
karakteristik MDP standar menurut FAO/WHO, (2005), nilai tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anwar, dkk (2005) yaitu 103,70
± 2,12 mek/kg sampai 112,40 ± 1,22 mek/kg. Hal ini mungkin dikarenakan
perbedaan varietas serta tempat tumbuh dari keempatnya yaitu berasal dari Pakistan
atau karena metode ekstraksi yang berbeda.
Bilangan peroksida yang merupakan bilangan yang menentukan kerusakan
suatu minyak. Semakin tinggi bilangan peroksida menandakan semakin buruk
kualitas suatu minyak (Ginanjar, dkk. 2015). Menurut karakteristik MDP standar
menurut FAO/WHO, (2005) MDP murni memiliki bilangan peroksida sampai 10
mek/kg, namun berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengujian bilangan peroksida
dari MDP yang dibuat memiliki bilangan peroksida 22,15 mek/kg. Jika dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyanine (2008) yang melakukan ekstraksi
menggunakan teknik kristalisasi pelarut suhu rendah diperoleh nilai bilangan
peroksida yang sedikit lebih rendah yaitu 20,70 mek/kg, namun masih tetap melebihi
kadar batas standar menurut FAO/WHO. Tingginya bilangan peroksida pada MDP
hasil Cold pressed diduga terjadi akibat pemanasan sampel dedak pada saat proses
stabilisasi dengan suhu tinggi, yaitu pada suhu 110oC. Sementara penelitian yang
dilakukan oleh Anwar, dkk (2005) menunjukkan hasil bilangan peroksida yang jauh
lebih rendah, yaitu 1,5 ± 0,05 mek/kg sampai 3,00 ± 0,03 mek/kg, pada penelitian
tersebut tidak disebutkan adanya proses stabilisasi sampel dedak, namun disebutkan
bahwa sampel dedak disimpan dalam kantong berbahan polietilen dan disimpan pada
suhu 4oC di dalam pendingin, hal ini menjaga enzim lipase untuk tetap inaktif,

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

29

sehingga dedak tidak menjadi tengik serta dihasilkan bilangan peroksida yang sangat
rendah dan memenuhi kriteria dari standar FAO/WHO.

4.4 Hasil Formulasi Krim Minyak Dedak Padi
Penentuan formulasi krim dilakukan dalam beberapa kali percobaan,
formulasi krim yang digunakan diadaptasi dari formulasi yang sebelumnya telah
dilakukan oleh Iswindari (2014) dengan beberapa modifikasi yaitu dengan
penggunaan 10% minyak dedak padi cold pressed (F1) dan 10% minyak dedak padi
komersil yang dijual di pasaran (F2), serta dengan menambahkan antioksidan
tambahan yaitu BHT (F3 dan F4).
Tabel 4.3 Formulasi Sediaan Krim Minyak Dedak Padi
Konsentrasi (%)
Bahan

Formula 1

Formula 2

Formula 3

Formula 4

MDP Sampel

10

-

10

-

MDP Komersil

-

10

-

10

Setil Alkohol

0,2

0,2

0,2

0,2

Asam Stearat

12

12

12

12

Trietanolamine

2

2

2

2

Gliserin

10

10

10

10

Metil Paraben

0,1

0,1

0,1

0,1

Propil Paraben

0,08

0,08

0,08

0,08

BHT

-

-

0,05

0,05

Aquadest

Ad 100

Ad 100

Ad 100

Ad 100

4.5 Hasil Evaluasi Fisik
4.5.1

Hasil Pengamatan Organoleptis Sediaan Krim MDP
Hasil pengamatan organoleptis dari krim MDP Formulasi 1, Formulasi 2,

Formulasi 3, dan Formulasi 4 pada hari ke-0 menunjukkan bahwa krim berwarna
krem kecoklatan untuk sediaan krim formulasi 1 dan 3, dan berwarna putih untuk

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

30

sediaan krim formulasi 2 dan 4, berbau khas minyak dedak padi pada sediaan krim
formulasi 1 dan 3, dan tidak berbau pada sediaan krim formulasi 2 dan 4, memiliki
tekstur yang lembut, dan tidak terlalu lengket (Tabel 4.4).
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Organoleptis Krim MDP
Pengamatan Organoleptis Sediaan
Formulasi
Warna

Bau

Tekstur

F1

Krem Kecoklatan

Bau khas MDP

Lembut, tidak terlalu lengket

F2

Putih

Tidak Berbau

Lembut, tidak terlalu lengket

F3

Krem Kecoklatan

Bau khas MDP

Lembut, tidak terlalu lengket

F4

Putih

Tidak Berbau

Lembut, tidak terlalu lengket

Keterangan : MDP = Minyak Dedak Padi
Pada Formulasi 1 dan 3 sediaan krim memiliki warna yang lebih gelap
dibanding Formulasi 2 dan 4, hal ini disebabkan oleh warna MDP yang digunakan
lebih gelap dibanding dengan MDP yang digunakan pada Formulasi 2 dan 4, MDP
pada formulasi 1 dan 3 merupakan MDP Cold Pressed yang diekstraksi sendiri
menggunakan metode press yang telah melewati fase pemurnian minyak namun tidak
dilakukan proses pemucatan (bleaching), hal ini yang membuat warna MDP yang
dibuat menjadi lebih gelap dibandingkan MDP komersil yang berwarna kuning
jernih, warna MDP tersebut berdampak terhadap warna sediaan yang menjadi lebih
gelap dibandingkan warna pada sediaan krim yang menggunakan Minyak dedak padi
komersil.

4.5.2

Hasil Pengamatan Homogenitas Sediaan Krim MDP
Hasil pengamatan homogenitas dari krim MDP Formulasi 1, Formulasi 2,

Formulasi 3, dan Formulasi 4 menunjukkan hasil yang homogen pada pengujian hari
ke-0 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.5. Hasil homogen pada sediaan terlihat
dengan tidak adanya butiran-butiran yang tidak terlarut ketika sediaan dihimpitkan

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

31

diantara dua kaca objek, hal ini menujukkan bahwa formulasi yang digunakan sudah
cukup baik.
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Homogenitas Krim MDP
Formulasi

Hari ke-0

F1

Homogen

F2

Homogen

F3

Homogen

F4

Homogen

Gambar 4.1 Pengamatan Homogenitas Sediaan Krim MDP Hari ke-0

4.5.3 Hasil Pengujian pH Sediaan Krim MDP
Hasil pengamatan pH sediaan

krim MDP Formulasi 1, Formulasi 2,

Formulasi 3, dan Formulasi 4 menunjukkan nilai yang kurang baik, yaitu diatas 7,5
pada pengujian hari ke-0 (Tabel 4.6), sementara menurut Tranggono dan Latifah
(2007) pH krim sebaiknya mendekati pH fisiologis kulit, yaitu 4,5-6,5. Nilai pH yang
kurang dari 4,5 dapat mengiritasi kulit sementara nilai pH melebihi 6,5 dapat
membuat kulit menjadi bersisik. Pada sediaan yang dibuat menujukkan pH yang
terlalu tinggi, hal ini mungkin disebabkan oleh kadar agen pengalkali yang
ditambahkan pada formulasi sediaan, yakni trietanolamin yang terlalu tinggi,
trietanolamin merupakan agen pengalkali yang dapat meningkatkan pH. Namun,
menurut Harry (1973) dalam Soebagio (2009) persyaratan pH suatu sediaan topikal,
yaitu antara 5,5 – 10, jadi menurut Harry (1973) sediaan yang dibuat masih termasuk
ke dalam rentang pH yang diizinkan untuk sediaan topikal.

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

32

Tabel 4.6 Hasil pH Sediaan Krim MDP
pH Sediaan
Formulasi

Hari ke-0

Hari ke-21 Suhu ruang
(25±2oC)

Hari ke-21 Suhu tinggi
(40oC)

F1

7,672

8,108

8,038

F2

7,628

8,146

8,101

F3

7,540

8,218

7,887

F4

7,682

8,223

7,900

Selama penyimpanan baik di suhu ruang maupun di suhu tinggi terjadi
kenaikan nilai pH. Pada penyimpanan di suhu ruang terjadi kenaikan pH dimana
kenaikan pH lebih besar terjadi pada formulasi 3 dan 4 yang diberikan penambahan
zat antioksidan BHT pada formulasinya, sementara pada penyimpanan di suhu tinggi
kenaikan pH pada formulasi 3 dan 4 lebih sedikit dibandingkan formulasi 1 dan 2
yang pada formulasinya tidak ditambahkan zat antioksidan tambahan BHT. Untuk
mengetahui pengaruh penambahan BHT pada sediaan terhadap nilai pH lebih lanjut
seharusnya dilakukan pengumpulan data statistk, namun dalam penelitian ini tidak
dilakukan.
Perubahan pH sediaan selama penyimpanan menandakan kurang stabilnya
sediaan selama penyimpanan. Ketidakstabilan ini dapat merusak produk selama
penyimpanan atau penggunaan. Perubahan nilai pH terpengaruh oleh media yang
terdekomposisi oleh suhu tinggi saat pembuatan atau penyimpanan yang
m