Pengaruh Penambahan Antioksidan Terhadap Stabilitas Fisik Sediaan Krim Minyak Dedak Padi

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Minyak dedak padi (MDP) atau Rice Bran Oil (RBO) merupakan minyak yang diperoleh dari ekstraksi dedak padi, yang merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi. Minyak dedak dapat dikonsumsi dan mengandung vitamin, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia (Hadipernata, 2007). Untuk mendapatkan minyak dedak padi dapat dilakukan dengan beberapa metode ekstraksi di antaranya liquid phase extraction, solid phase extraction (SPE), supercritical fluid extraction, dan ekstraksi langsung menggunakan pelarut (Kushbiantoro dan Rakhmi, 2012). Selain itu ada pula ekstraksi menggunakan teknik kristalisasi (Hapsari, dkk, 2013), dan Cold pressed (Singanusong, dkk, 2014).

Menurut Singanusong (2010 dan 2014) Minyak dedak Padi (MDP), khususnya MDP cold pressed merupakan sumber alami yang mengandung komponen bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan. Komponen bioaktif tersebut adalah tokoferol (vitamin E), tokotrienol, oryzanol, senyawa fenolik, dan antosianin (Dewi, dkk. 2012) yang sebagian besar menunjukkan signifikansi yang menjanjikan dalam gizi, farmasi dan kosmetik. Tekanan dingin (cold pressed) atau pengepresan (expression) merupakan segala proses fisika dimana glandula minyak essensisal pada kulit buah dihancurkan atau dirusak untuk melepaskan minyak essensial (Widyanati, 2011). Menurut beberapa artikel, minyak dedak padi hasil Cold pressed dianggap lebih baik karena tidak mengalami pemanasan sehingga lebih alami.

Saat ini minyak dedak padi mulai banyak dikenal masyarakat karena antioksidan tinggi yang terkandung dalamnya. minyak dedak padi mengandung antioksidan alami tokoferol, tokotrienol, dan oryzanol yang bermanfaat melawan radikal bebas dalam tubuh terutama sel kanker. Oryzanol merupakan antioksidan yang sangat kuat dan hanya ditemukan pada minyak dedak. Senyawa ini mempunyai aktivitas yang tinggi sebagai antioksidan, bahkan empat kali lebih efektif menghentikan oksidasi dalam jaringan tubuh dibanding vitamin E (Patel dan Naik


(18)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2004). Zat yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi umumnya kurang stabil dalam mempertahankan aktivitasnya. Oleh karena itu perlu digunakan antioksidan tambahan untuk mempertahankan kestabilan dari krim agar aktivitas antioksidan dari oryzanol dalam minyak dedak padi tetap terjaga, salah satu antioksidan sintetik yang sering digunakan adalah butil hidroksi toluena (BHT). BHT dipilih sebagai antioksidan tambahan karena tidak beracun serta mempunyai kelarutan yang baik dalam minyak/lemak (Herawati dan Akhlus, 2006).

Oryzanol menjadikan minyak dedak padi berpotensi untuk dijadikan sediaan kosmetik sebagai bahan utama untuk mengikat radikal bebas yang dihasilkan oleh sinar ultraviolet dan polusi lingkungan dan terlibat dalam proses penuaan kulit (Juliano, 2005). Sediaan kosmetik yang banyak digunakan untuk kosmetik adalah krim. Sediaan dalam bentuk krim banyak digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan diantaranya lebih mudah diaplikasikan, lebih nyaman digunakan pada wajah, tidak lengket dan mudah dicuci dengan air, dibandingkan dengan sediaan salep, gel maupun pasta (Sharon, 2013).

Krim merupakan sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Anonim, 1979). Stabilitas dari sediaan krim penting diperhatikan untuk mengevaluasi perubahan sifat fisik dari suatu sediaan yang bergantung waktu.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik sediaan krim yang mengandung minyak dedak padi? 2. Bagaimana pengaruh penambahan antioksidan terhadap stabilitas fisik

sediaan krim yang mengandung minyak dedak padi?

1.3Tujuan Penelitian

1. Pemanfaatan minyak dedak padi sebagai sediaan krim kosmetik

2. Mengamati pengaruh penambahan antioksidan ke dalam sediaan terhadap kestabilan krim yang mengandung minyak dedak padi


(19)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai minyak dedak padi yang diperoleh dari sampel bekatul padi Ciherang dengan menggunakan metode cold pressed.

2. Mengetahui pengaruh penambahan antioksidan ke dalam sediaan terhadap kestabilan krim yang mengandung minyak dedak padi


(20)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radikal Bebas dan Antioksidan 2.1.1 Radikal Bebas

Radikal bebas (free radical) adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut relatif tidak stabil dan sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya sehingga disebut juga sebagai Reactive Oxigen Species atau ROS (Winarsi, 2011).

Spesies oksigen reaktif (ROS) adalah istilah yang mencakup semua yang mengandung oksigen molekul yang sangat reaktif, termasuk radikal bebas. Jenis ROS termasuk radikal hidroksil, anion superoksida radikal, hidrogen peroksida, oksigen tunggal, oksida nitrat radikal, hipoklorit radikal, dan berbagai peroksida lipid. Semua mampu bereaksi dengan membran lipid, asam nukleat, protein dan enzim, dan molekul kecil lainnya, yang mengakibatkan kerusakan sel (Percival, 1998).

Secara umum, tahapan reaksi pembentukan radikal bebas mirip dengan

rancidity oxidative (ketengikan oksidatif), yaitu melalui tiga tahapan reaksi berikut (Winarsi, 2011):

a. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas. b. Tahap propagasi, yaitu pemanjangan rantai radikal.

c. Tahap terminasi, yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah.

Radikal bebas dan reaksi oksidasi dapat dihambat oleh suatu zat yang disebut antioksidan. Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah terjadinya proses oksidasi. Sedangkan menurut Food and Drug Administration (FDA), antioksidan adalah zat yang digunakan untuk mengawetkan bahan makanan dengan jalan menunda kerusakan, ketengikan atau perubahan warna sebagai akibat oksidasi (Winarno, 2002).


(21)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Berdasarkan sistem efektivitas kerja antioksidan tergantung dari jumlah, bagaimana dan dimana radikal bebas dihasilkan serta target kerusakannya. Dengan begitu dalam suatu proses antioksidan dapat melindungi kita dari pengaruh radikal bebas. Akan tetapi dalam keadaan tertentu antioksidan dapat meningkatkan proses oksidasi dengan menghasilkan jenis oksigen yang membahayakan (Winarno, 2002).

2.1.2 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan dihambat (Winarsi, 2011).

Oksidasi adalah reaksi kimia yang mentransfer elektron dari suatu zat ke agen pengoksidasi. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan radikal bebas, yang memulai chain reaction yang merusak sel. Antioksidan menghentikan reaksi tersebut dengan menghapus intermediet radikal bebas dan menghambat reaksi oksidasi lainnya dengan mengoksidasi sendiri (Hamid, 2010).

Antioksidan dikelompokkan menjadi dua yaitu (Hamid, 2010) : 1) Primer atau antioksidan alami.

yaitu antioksidan pemutus rantai yang bereaksi dengan radikal dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan kelompok ini, terutama fenolik, dalam struktur dan mencakup hal berikut :

a) Antioksidan mineral. Contohnya termasuk selenium, tembaga, besi, seng dan mangan.

b) antioksidan vitamin. Contohnya vitamin C, vitamin E, vitamin B. c) Fitokimia

2) Sekunder atau sintetis antioksidan.

Merupakan senyawa fenolik yang melakukan fungsi menangkap radikal bebas dan menghentikan chain reaction, senyawa ini termasuk :


(22)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1. Butylated hidroksil anisol (BHA).

2. Butylated hydroxyrotoluene (BHT).

3. Propyl gallate (PG) dan zat pengkelat logam (EDTA). 4. Tertiary butil hidrokuinon (TBHQ).

5. Nordihydro acid guaretic (NDGA).

Agen antioksidan digunakan dalam farmasi dan formulasi kosmetik terutama untuk mencegah kerusakanautooksidasi pada bahan baku; antioksidan juga diperkenalkan sebagai bahan utama dalam kosmetik untuk mengikat radikal bebas yang dihasilkan oleh sinar ultraviolet dan polusi lingkungan dan terlibat dalam proses penuaan kulit (Juliano, 2005).

Autooksidasi merupakan reaksi rantai radikal bebas yang mekanismenya diawali oleh proses inisiasi yang menyebabkan lepasnya gugus H, sehingga membentuk radikal lemak. Tahap selanjutnya adalah propagasi yaitu radikal lemak bereaksi dengan oksigen untuk membentuk radikal peroksida yang selanjutnya dapat bereaksi kembali dengan lemak tak jenuh sehingga terbentuk hidroperoksida dan radikal lemak yang dapat bereaksi kembali dengan oksigen untuk membentuk radikal peroksida dan begitu seterusnya (Wong dalam Windarwati, 2011). Reaksi oksidasi lemak dapat dipercepat oleh cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil dan enzim-enzim lipoksigenase (Winarno 2002).

Dalam kosmetik antioksidan secara rutin digunakan untuk menghambat kerusakan oksidatif bahan dan untuk menghindari kerusakan kulit dari berbagai reaksi fotooksidatif (Harry, 1973).

2.2 Bekatul / Dedak Padi

Menurut definisinya, dedak (bran) adalah hasil samping proses penggilingan padi, terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji. Sementara bekatul adalah lapisan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil endosperm berpati. Namun, karena alat penggilingan padi tidak memisahkan antara dedak dan bekatul maka umumnya dedak dan bekatul bercampur menjadi satu


(23)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA dan disebut dengan dedak atau bekatul saja (Hadipernata, 2007). Warna bekatul padi bervariasi dari coklat muda sampai coklat tua (Widowati, 2001).

Sebenarnya bekatul memiliki karakteristik cita rasa lembut dan agak manis. Namun pada kenyataannya, cita rasa bekatul sering digambarkan bau tengik, apek, dan asam. Hal ini terjadi karena bekatul mudah mengalami kerusakan. Penurunan mutu bekatul ditandai dengan bau tengik dan struktur menggumpal. Hal ini disebabkan aktivitas lipase yang menghidrolisis lipid bekatul menjadi asam lemak bebas dan gliserol (Widowati, 2001).

Menurut Dewi dkk (2012), Bekatul yang kaya akan zat gizi mudah mengalami kerusakan, karena semakin tinggi kandungan zat gizi suatu bahan pangan, maka akan semakin mudah mengalami kerusakan akibat mikroba maupun enzimatis. Ketidakstabilan pada bekatul terjadi akibat lipase yang menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak bebas dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi bentuk peroksida, keton dan aldehid, sehingga bekatul menjadi tengik.

Untuk memperoleh bekatul yang tidak mudah tengik dan memperpanjang masa simpan, maka bekatul harus diawetkan segera setelah diperoleh dari penggilingan padi (Damayanthi dkk, 2004).

2.3 Minyak Dedak Padi

Minyak dedak padi atau lebih dikenal dengan Rice Bran Oil merupakan minyak hasil ekstraksi dedak padi. Minyak dedak dapat dikonsumsi dan mengandung vitamin, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia. Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, minyak dedak mengandung beberapa jenis lemak, yaitu 47% lemak monounsaturated, 33%

polyunsaturated, dan 20% saturated, serta asam lemak yaitu asam oleat 38,4%, linoleat 34,4%, linolenat 2,2%, palmitat 21,5%, dan stearat 2,9%.

Minyak dedak juga mengandung antioksidan alami tokoferol, tokotrienol, dan oryzanol yang bermanfaat melawan radikal bebas dalam tubuh terutama sel kanker, serta membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah.Berikut merupakan


(24)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA perbandingan antioksidan alami pada beberapa jenis minyak makan (Hadipernata, 2007).

Tabel 2.1 Perbandingan Antioksidan Alami

Jenis Minyak

Konsentrasi (ppm) Vitamin E

Tokoferol

Vitamin E

Tokotrienol Oryzanol

Total Antioksidan

Dedak padi 81 336 2000 2417

Zaitun 51 - - 51

Kanola 650 - - 650

Bunga matahari 487 - - 487

Kedelai 1000 - - 1000

Sawit 256 149 - 405

Minyak dedak memiliki aroma dan tampilan yang baik serta nilai titik asapnya cukup tinggi (254oC). Dengan nilai titik asap yang paling tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya maka minyak dedak merupakan minyak goreng terbaik dibanding minyak kelapa, minyak sawit maupun minyak jagung (Hadipernata, 2007).

Ekstraksi minyak bekatul bisa dilakukan pada suhu tinggi maupun rendah. Kualitas minyak yang dihasilkan berbau khas minyak bekatul dengan sedikit berbau heksan, serta berwarna kuning kecoklatan (Nursalim dan Zalni, 2007).

Beberapa tahun terakhir minyak bekatul telah diproduksi dan dimanfaatkan sebagai minyak salad, bahan baku kosmetik, bahkan dikonsumsi langsung sebagai suplemen kesehatan. Minyak bekatul yang tidak termurnikan bisa dimanfaatkan dalam pembuatan sabun. Bekatul yang sudah diekstraksi minyaknya mengandung 1-3% minyak sisa yang sangat baik untuk binatang ternak (Nursalim dan Zalni, 2007).

2.4 Komposisi Kimia dari Minyak Bekatul

Minyak bekatul mengandung asam lemak tak jenuh dan fraksi tak tersabunkan yang larut dalam lemak yaitu tokoferol, tokotrienol, dan oryzanol. Tokoferol dan


(25)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA tokotrienol merupakan komponen pembentuk vitamin E. Kandungan vitamin E dan oryzanol bervariasi tergantung pada varietas padinya yaitu sekitar 2-5% dari berat minyak bekatul padi kasar (Moustapha et al., 1994).

Tabel 2.2. Kandungan Kimia Minyak Bekatul (Narasinga dalam Sukma, 2010)

Selain kandungan sterol, minyak bekatul mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi yang memberikan efek ganda bersama sterol dalam penurunan kolesterol darah. Hampir 80% komposisi asam lemak yang terdapat dalam minyak bekatul adalah asam lemak tak jenuh. Asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh yang paling banyak terdapat dalam minyak bekatul. Komposisi asam lemak minyak bekatul dapat dilihat pada tabel berikut (Parrado et al., 2005).

Komponen Kandungan

(mg/100g)

Tokol 11

Tokoferol 4

Tokotrienol 7

Gamma Oryzanol 1176

Sikloartanol 106

Sikloartenol 482

24-Metilen Sikloartenol 492

Fitosterol 1806

Campesterol 51

Stigmasterol 271

-sitosterol 885

Squalen 756

Fosfolipid 4200


(26)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Tabel 2.3. Komposisi Asam Lemak Minyak Bekatul (Parrado et al., 2005).

Jenis Asam Lemak Jumlah (%)

Asam Miristat (14:0) 0,21

Asam Palmitat (16:0) 16,4

Asam Palmitoleat (16:1) 0,13

Asam Stearat (18:0) 1,72

Asam Oleat (18:1) 42,4

Asam Linoleat (18:2) 36,4

Asam Linolenat (18:3) 0,80 Asam Eikosanoat (20:0) 0,60

Oryzanol merupakan antioksidan yang sangat kuat dan hanya ditemukan pada minyak dedak. Senyawa ini lebih aktif daripada vitamin E dalam melawan radikal bebas (Hadipernata, 2007).

Pada mulanya gamma oryzanol diduga merupakan komponen tunggal, namun pada akhirnya diketahui gamma oryzanol mempunyai tiga komponen utama, yaitu Cycloartenyl ferulet, 24-methylene cycloartenyl ferulat, dan campesteryl ferulate (Patel dan Naik 2004). Ketiga komponen ini terdapat dalam jumlah 80% (Xu dan Godber 2001).


(27)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Gamma oryzanol mempunyai aktivitas yang tinggi sebagai antioksidan, bahkan empat kali lebih efektif menghentikan oksidasi dalam jaringan tubuh dibanding vitamin E (Patel dan Naik 2004). Hal ini disebabkan karena gamma oryzanol mengandung asam ferulat yang merupakan antioksidan asam penolik. Ketiga komponen utama gamma oryzanol mempunyai aktivitas antioksidan lebih tinggi dibanding empat komponen vitamin E (alfa dan gamma tokoferol serta alfa dan gamma tokotrienol). Menurut Xu et al. (2001), komponen gamma oryzanol yang mempunyai aktivitas antioksidan paling tinggi adalah 24-methylene cycloartenyl ferulat.

2.5 Cold Pressed / Tekan Dingin

Tekanan dingin (cold pressing) atau pengepresan (expression) merupakan segala proses fisika dimana glandula minyak essensisal pada kulit buah dihancurkan atau dirusak untuk melepaskan minyak essensial. Pembuatan minyak essensial dengan cara tekanan dingin merupakan dengan cara pengepresan tanpa pemanasan, dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang dihasilkan dari tanaman, termasuk jenis tanaman yang memiliki minyak dari jenis tanaman yang akan mengalami kerusakan bila dibuat dengan cara destilasi (Widyanati, 2011). Berdasarkan tipe alat tekanan dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

1) Hydraulic Expressing,

Pada cara hydraulic pressing bahan dipress dengan tekanan sekitar 2000 pound/nc (140,6 kg/cm2 = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan serta kandungan minyak dalam bahan asal.Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada ampas bervariasi tergantung dari lamanya ampas dibawah tekanan hidraulik (Hapsari, 2010).

2) Expeller Expressing

Expeller pressing adalah sebuah metode atau cara memisahkan bahan-bahan kimia dimana ekstrak secara mekanik dipisahkan dari bahan dasar dalam suatu proses dibawah tekanan tinggi (Hapsari, 2010).


(28)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2.6 Kulit

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel- sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

Gambar 2.2 Struktur Kulit Manusia (Pearce, 2011)

Menurut Tranggono dan Latifah (2007) Kulit manusia terbagi atas dua lapisan utama, yaitu:

1. Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan yang paling luar.

Lapisan epidermis dari bagian terluar hingga ke dalam terbagi menjadi 5 lapisan, yakni:

a. Lapisan Tanduk (stratum corneum), sebagai lapisan yang paling atas terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air.


(29)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA b. Lapisan Jernih (stratum lucidum), disebut juga “lapisan barrier” merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.

c. Lapisan Berbutir-butir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut.

d. Lapisan Malphigi (stratum spinosum) memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri.

e. Lapisan Basal (stratum germinativum) yang hanya tersusun oleh satu lapis sel- sel basal.

2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat).

Dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin, yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida. Di dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut, papilla rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis).

2.7 Krim

2.7.1 Pengertian Krim

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Menurut Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Ada beberapa tipe krim seperti emulsi, air terdispersi dalam minyak (A/M) dan emulsi minyak terdispersi dalam air (M/A). sebagai pengemulsi dapat digunakan surfaktan anionik, kationik dan non anionik. Untuk krim tipe A/M digunakan : sabun


(30)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA monovalen, tween, natrium laurylsulfat, emulgidum dan lain-lain. Krim tipe M/A mudah dicuci (Anief, 1994).

Fungsi krim adalah:

a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit b. Sebagai bahan pelumas bagi kulit

c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung dengan zat-zat berbahaya (Anief, 1999).

Sifat umum sediaan krim ialah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Krim dapat memberikan efek mengkilap, berminyak, melembapkan, dan mudah tersebar merata, mudah berpenetrasi pada kulit, mudah/sulit diusap, mudah/sulit dicuci air (Anwar, 2012).

Dalam membuat formulasi sediaan krim yang baik, yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian sifat bahan-bahan yang dipilih, yaitu kesesuaian sifat antara bahan aktif dengan bahan pembawanya (basis). Suatu krim terdiri atas bahan aktif dan bahan dasar (basis) krim. Bahan dasar terdiri dari fase minyak dan fase air yang dicampur dengan penambahan bahan pengemulsi (emulgator) kemudian akan membentuk basis krim. Selain itu, dalam suatu krim untuk menunjang dan menghasilkan suatu karakteristik formula krim yang diinginkan, maka sering ditambahkan bahan-bahan tambahan seperti pengawet, pengkelat, pengental, pewarna, pelembab, pewangi, dan sebagainya. Agar diperoleh suatu basis krim yang baik, maka pemakaian bahan pengemulsi sangat menentukan. Dalam penentuan jenis dan komposisi bahan pengemulsi (emulgator) yang digunakan dalam pembuatan sediaan farmasetika dan kosmetik, selain mengacu pada formula standar, seringkali ditentukan dengan trial and error (Lachman, 1994).

2.7.2 Stabilitas Krim

Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan dalam spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian


(31)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA produk. Sedangkan definisi sediaan kosmetik yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristik sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (Djajadisastra, 2004).

Terdapat empat fenomena utama yang berhubungan dengan ketidakstabilan suatu emulsi yang bisa juga terjadi pada sediaan krim yaitu flokulasi, kriming, koalesen, dan pemisahan sempurna (breaking) (Im-Emsap & Siepmann, 2002).

Flokulasi merupakan asosiasi dari partikel-partikel dalam emulsi untuk membentuk agregat yang lebih besar, yang mana dapat diredispersi dengan pengocokan. Reversibilitas flokulasi ini tergantung pada kekuatan interaksi antar droplet dan rasio volume fase (Im-Emsap & Siepmann, 2002).

Kriming terjadi ketika droplet-droplet terdispersi atau flokul-flokul terpisah dari medium pendispersi di bawah pengaruh gaya gravitasional (Im-Emsap & Siepmann, 2002). Kriming dapat diminimalisasi dengan memperkecil ukuran droplet, menyamakan berat jenis dari kedua fase, dan menambah viskositas dari fase kontinyu (Martin, et al., 1993).

Koalesen terjadi ketika penghalang (barrier) mekanik atau listrik tidak cukup untuk mencegah pembentukan droplet yang lebih besar yang dapat memicu pemisahan sempurna (breaking). Koalesen dapat dihindari dengan pembentukan lapisan antarmuka yang mengandung makromolekul atau partikulat-partikulat padat (Im-Emsap & Siepmann, 2002).


(32)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Parameter-parameter yang digunakan dalam uji kestabilan fisik antara lain (Anggriani, 2011):

1. Organoleptis atau penampilan fisik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan atau pemisahan emulsi, timbulnya bau atau tidak, dan perubahan warna.

2. Sifat aliran (viskositas). Secara umum kenaikan viskositas dapat meningkatkan kestabilan sediaan (berdasarkan Hukum Stokes)

3. Ukuran partikel. Perubahan dalam ukuran partikel rata-rata atau distribusi ukuran globul merupakan tolak ukur penting untuk mengevaluasi emulsi, dimana pada emulsi keruh diameter globul berkisar antara 0,5-50 µm. Ukuran partikel merupakan indikator utama kecenderungan terjadinya creaming atau breaking. Terdapat hubungan antara ukuran partikel dengan viskositas, dimana kenaikan viskositas akan meningkatkan stabilitas sediaan (berdasarkan hukum Stokes). 4. Pemeriksaan pH. Krim sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit,

yaitu 4,5-6,5 karena jika krim memiliki pH yang terlalu basa maka dapat menyebabkan kulit menjadi bersisik, sedangkan jika pH terlalu asam maka yang terjadi adalah menimbulkan iritasi kulit

2.8 Preformulasi Bahan Sediaan Krim 2.8.1. Bahan Pengemulsi

1. Asam stearat (Rowe, 2009)

Asam stearat adalah asam keras, berwarna putih atau agak kuning, agak

glossy, kristal padat putih atau bubuk putih atau kekuningan. memiliki sedikit bau dan rasa seperti lemak. Asam stearat banyak digunakan dalam produk kosmetik, dalam formulasi topikal asam stearat digunakan sebagai agent pengemulsi dan pelarut. asam stearat memiliki titik didih 383oC dan titik lebur 69-70oC. Asam stearat dapat terlarut bebas dalam benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dan eter, dapat larut dalam etanol (95%), heksana, dan propilen glikol, serta praktis tidak larut dalam air. Asam stearat tidak


(33)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA kompatibel dengan kebanyakan logam hidroksida dan juga mungkin dengan basa, zat pereduksi, dan oksidator.

2. Triethanolamine (TEA) (Rowe, 2009)

Triethanolamine merupakan cairan kental kuning pucat jernih hampir tidak berwarna, memiliki sedikit bau amonia. Triethanolamine banyak digunakan dalam formulasi farmasi topikal, terutama dalam pembentukan emulsi. Dapat bertindak sebagai Agen pengalkali dan agen pengemulsi. Memiliki nilai pH keasaman / kebasaan : 10,5 (Larutan 0,1 N), Titik didih 335oC, Titik beku : 21.6oC, Sangat higroskopis. TEA dapat terlarut dalam aseton, benzene etil eter, methanol, dan air.

2.8.2. Bahan Pengeras

1. Setil alcohol (Rowe, 2009)

Setil alkohol berbentuk lilin, serpihan putih, butiran, atau kubus. Memiliki bau khas yang samar dan rasa hambar. Dalam lotion, krim, dan salep, setil alkohol digunakan karena emolien yang, penyerapan air, dan sifat pengemulsi. Hal ini meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur, dan meningkatkan konsistensi. Sifat emolien terjadi karena penyerapan dan retensi setil alkohol di epidermis dimana ia melumasi dan melembutkan kulit Titik Didih 316–344oC dan Titik Lebur 45-52oC Terlarut bebas dalam etanol (95%) dan ether, kelarutan meningkat dengan meningkatnya suhu; praktis tidak larut dalam air. Larut bila dilelehkan dengan lemak, cairan dan parafin padat, dan isopropil miristat.

2.8.3. Bahan Emollient dan Humektan 1. Gliserin (Rowe, 2009)

Gliserin merupakan cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, kental, dan higroskopis; memiliki rasa manis, kira-kira 0,6 kali semanis sukrosa. Dalam bidang farmasi terutama untuk sediaan topikal dan kosmetik, gliserin sering digunakan terutama untuk humektan dan emolien pada konsentrasi ≤ γ0%. Gliserin juga digunakan sebagai pelarut atau kosolvent dalam sediaan krim


(34)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA dan emulsi, dan pada konsentrasi < 20% Gliserin juga dapat berfungsi sebagai pengawet antimikroba.Gliserin terlarut dalam aseton, praktis tidak larut dalam Benzen, Kloroform, dan Minyak. Larut dalam 500 bagian Eter, Larut dalam 11 bagian Etil asetat, Larut dalam Air, Metanol, dan Etanol (95%). Titik didih 290oC Titik Lebur 17.8oC.

2.8.4. Bahan Antimikroba

1. Metilparaben (Rowe, 2009)

Metilparaben merupakan kristal tidak berwarna atau bubuk kristal putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau dan memiliki rasa sedikit terbakar. Metilparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi paraben atau dengan agen antimikroba lainnya. Dalam kosmetik, Metilparaben adalah yang paling sering digunakan sebagai pengawet antimikroba. Metil paraben memiliki titik lebur 125-128oC. Metilparaben mudah larut dalam etanol, eter, dan propilen glikol. Serta larut dalam gliserin dan air. Aktivitas antimikroba dapat ditingkatkan dengan menggunakan kombinasi dari paraben untuk menimbulkan efek sinergis. Metilparaben menunjukan aktivitas antimikroba pH 4-8. Untuk sediaan topikal biasa digunakan konsentrasi 0.02–0.3%

2. Propilparaben (Rowe, 2009)

Propilparaben terjadi sebagai putih, kristal, tidak berbau, dan bubuk hambar. Propilparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi. Ini dapat digunakan sendiri, dalam kombinasi dengan ester paraben lain, atau dengan agen antimikroba lainnya. Ini adalah salah satu pengawet yang paling sering digunakan dalam kosmetik titik didih 295oC dan menunjukan aktivitas antimikroba pH 4-8. Propiparaben sangat larut dalam aseton, ester, dan minyak. Mudah larut dalam etanol dan metanol, serta sukar larut dalam air. Untuk sediaan topikal biasa digunakan konsentrasi 0.01–0.6%.


(35)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2.8.5. Bahan Antioksidan

1. Butylated Hydroxytoluene (BHT) (Rowe, 2009)

BHT berbentuk Kristal padat atau serbuk kuning-putih atau pucat dengan karakteristik bau fenolik yang samar. BHT digunakan sebagai antioksidan dalam kosmetik, makanan, dan obat-obatan. Hal ini terutama digunakan untuk menunda atau mencegah ketengikan oksidatif lemak dan minyak, serta untuk mencegah hilangnya aktivitas vitamin yang larut dalam minyak. BHT memiliki titik didih 265oC dan titik lebur 70oC. Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan hidroksida alkali, dan larutan encer asam mineral. Terlarut bebas dalam aseton, benzena, etanol (95%), eter, metanol, toluena, minyak tetap, dan minyak mineral. Lebih mudah larut daripada butylated hydroxyanisole dalam minyak makanan dan lemak. Untuk sediaan topical, konsentrasi yang biasa digunakan sekitar 0.0075–0.1%

2.8.6. Bahan Pelarut

1. Aquadest (Rowe, 2009)

Aquadest merupakan cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa. Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya. Memiliki titik beku : 0 ͦ C dan titik didih : 100 ͦ C. Biasa digunakan sebagai pelarut.


(36)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Besar Industri Agro, Cikaret, Bogor, Laboratorium Formulasi Sediaan Padat, Laboratorium Sediaan Steril, Laboratorium PDR, dan Laboratorium Penelitian II, Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Seperangkat alat press, kain tetoron, Kertas saring Whattman no.42, Rotary evaporator (Eyela), homogenizer (NISSEI), seperangkat alat sentrifugasi (Eppendorf centrifuge 5417R), cawan porselen, hot plate (Ika RH), spatula, batang pengaduk, viskometer (Viscotester HAAKE 6R), stirer (Wiggen Hauser), pH meter (Horiba), kaca objek, oven (Memmert), lemari pendingin (Sanyo).

3.2.2 Bahan

Dedak padi / bekatul jenis padi Ciherang, minyak dedak padi komersil merk

Oryza Grace, n-heksan, asam stearat, setil alkohol, trietanolamin, gliserin, metil paraben, propil paraben, vitamin c, butylated hidroxy toluene, dan aquadest.


(37)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Preparasi Sampel Dedak Padi

Sampel dedak didapatkan dari Desa Linggasari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Dedak yang digunakan berasal dari jenis Padi Ciherang. Untuk mendapatkan dedak yang diinginkan padi di hilling menggunakan alat hiller. Padi di hilling sampai didapatkan beras yang bersih dari sekam dan bekatul, yaitu dua kali proses hilling. Setelah proses hilling selesai, dedak disimpan dalam wadah kering dan tertutup.

Setelah didapatkan sampel dedak padi sebanyak 4 kg, selanjutnya dedak diayak menggunakan mesh 20, setelah itu sampel dedak dilakukan pengawetan menggunakan oven selama 15 menit dengan temperatur stabil 110oC.

3.3.2 Ekstraksi Minyak Dedak Padi dengan Metode Cold Pressed

Sampel dedak dibasahi menggunakan 4 liter n-heksan, selanjutnya sampel dibungkus dengan kain tetoron yang kemudian dimasukkan ke dalam alat press. Alat press yang digunakan menggunakan semacam dongkrak hidrolik berkekuatan 10 ton. Setelah di press, selanjutnya ekstrak cair minyak dedak padi diuapkan menggunakan Rotary Evaporator kemudian dilakukan pemurnian dan penyaringan yang selanjutnya diperoleh minyak dedak padi (MDP) murni.

3.3.3 Pengujian Kandungan Minyak Dedak Padi

Pengujian kandungan dari minyak dedak padi yang didapat dari pengepresan dilakukan di Balittro, Bogor. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian bilangan Penyabunan, bilangan Iod, dan bilangan Peroksida, masing-masing menggunakan metode Titrimetri.

3.3.4 Formulasi Krim

Formulasi untuk pembuatan krim berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Iswindari (2014) dengan modifikasi yaitu dengan penggunaan Minyak dedak


(38)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA padi cold pressed (F1) dan minyak dedak padi komersil yang dijual di pasaran (F2), serta dengan menambahkan antioksidan tambahan (F3 dan F4).

Tabel 3.1 Formulasi Sediaan Krim Minyak Dedak Padi

Bahan

Konsentrasi (%)

Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4

MDP Sampel 10 - 10 -

MDP Komersil - 10 - 10

Setil Alkohol 0,2 0,2 0,2 0,2

Asam Stearat 12 12 12 12

Trietanolamine 2 2 2 2

Gliserin 10 10 10 10

Metil Paraben 0,1 0,1 0,1 0,1

Propil Paraben 0,08 0,08 0,08 0,08

BHT - - 0,05 0,05

Aquadest Ad 100 Ad 100 Ad 10 Ad 100%

3.3.5 Pembuatan Krim

1. Pembuatan Fase air dengan mencampurkan trietanolamin, gliserin, metil paraben ke dalam akuades dan dipanaskan hingga 70oC.

2. Pembuatan fase minyak dengan mencampurkan minyak dedak padi, asam stearat, setil alkohol, dan propil paraben dicampur dan dipanaskan pada temperatur 70oC. 3. Fase air kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase minyak, lalu dilakukan proses pengadukan dengan menggunakan homogenizer agar diperoleh sediaan krim yang homogen dengan kecepatan 2000 rpm selama 25 menit. (Smaoui, et al., 2012 dalam Iswindari, 2014).


(39)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 3.3.6 Evaluasi Sediaan Krim MDP

Evaluasi dari sediaan krim Minyak dedak padi terdiri dari : a. Pengamatan Organoleptis

Sediaan diamati teksturnya, kemudian secara berkala diamati terjadinya pemisahan fase atau tidak, serta perubahan warna (Anggriani, 2011).

b. Pengamatan Homogenitas

Sediaan diletakkan di antara dua kaca objek lalu diperhatikan adanya partikel-partikel kasar atau ketidakhomogenan di bawah cahaya (Anggriani, 2011).

c. Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar pH 4 dan 7. Pengukuran pada sediaan krim dilakukan pada suhu kamar (Budiman, 2008).

d. Pengujian Tipe Emulsi

Penentuan tipe emulsi krim menggunakan metode pengenceran, yakni 0,3 gr krim diencerkan dengan menambahkan 30 ml air. Krim tipe m/a akan terdistribusi merata pada medium air. Krim tipe a/m tidak akan terdistribusi merata pada permukaan air (Shovyana dan Zulkarnain, 2013).

e. Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir

Pengukuran viskositas dengan menggunakan Viscotester HAAKE 6R menggunakan spindel R6 dipasang pada alat kemudian dicelupkan ke dalam krim yang telah diletakkan dalam beaker glass. Kecepatan alat dipasang pada kecepatan yang beragam pada 2 rpm, 4 rpm, 10 rpm, 20 rpm; dan kemudian dibalik 20 rpm, 10 rpm, 4 rpm, dan 2 rpm kemudian dibaca. Sifat aliran dapat diperoleh dengan membuat kurva shearing stress dan rate of shear (Budiman, 2008).


(40)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 3.3.7 Uji Stabilitas Sediaan Krim Minyak Dedak Padi

Uji stabilitas dari sediaan krim Minyak dedak padi terdiri dari : a. Cycling test

Sampel krim disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC selama 24 jam, kemudian dipindahkan ke dalam oven yang bersuhu 40oC selama 24 jam (satu siklus). Uji dilakukan sebanyak 6 siklus kemudian diamati adanya pemisahan fase (Budiman, 2008).

b. Suhu Tinggi (40oC)

Sampel krim disimpan pada suhu tinggi (40oC) selama 21 hari, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, homogenitas), dan pengukuran pH (Sharon, dkk. 2013).

c. Suhu Ruang (25±2oC)

Sampel krim disimpan pada suhu ruang (25±2oC) selama 21 hari, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, homogenitas), dan pengukuran pH (Sharon, dkk. 2013).

d. Uji mekanik (Uji sentrifugasi)

Sampel dimasukkan ke dalam tabung kemudian dimasukkan ke dalam sentrifugator pada suhu 25oC dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit. Kemudian diamati apakah terjadi pemisahan fase atau tidak (Sharon,dkk. 2013).


(41)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Preparasi Dedak Padi

Sampel dedak padi didapatkan dari Desa Linggasari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, selanjutnya sampel dedak sebanyak 4 kg diayak menggunakan ayakan mesh 20, hal ini bertujuan untuk memisahkan dedak dari bekatul atau pengotor lain yang mungkin terikut.

Selanjutnya dedak distabilisasi, hal ini bertujuan untuk menghancurkan enzim lipase yang ada dalam dedak sehingga rendemen minyak meningkat dan kadar asam lemak bebas menurun. Stabilisasi dapat dilakukan secara kimiawi atau menggunakan panas. Pemanasan dapat dilakukan dengan injeksi uap panas, kontak dengan udara panas, pemanggangan atau pemasakan ekstrusif (Hadipernata, 2007). Menurut Nasir, dkk (2009) waktu stabilisasi dedak yang optimal adalah dengan menggunakan oven selama 15 menit dengan temperature stabil 110oC, stabilisasi pada suhu tersebut menyebabkan enzim lipase dalam dedak terdeaktivasi, dan 15 menit dianggap waktu yang paling optimal sebab jika lebih 15 menit dapat membuat komponen lain yang terkandung dalam dedak menjadi rusak dan berpengaruh terhadap rendemen minyak dedak yang dihasilkan.

4.2 Hasil Ekstraksi MDP dengan Metode Cold Pressed

Sampel dedak diekstraksi dengan metode cold pressed. Sebanyak 4kg sampel dedak dibasahi terlebih dahulu menggunakan 2 liter n-heksan kemudian diaduk hingga merata, n-heksan dipilih karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Nasir, dkk (2009) n-heksan merupakan perlarut yang banyak digunakan dan memberikan hasil minyak dedak padi yang baik. Selanjutnya sampel yang telah dibasahi dibungkus dengan kain tetoron yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah, dalam hal ini kain tetoron dianggap cukup kuat untuk menahan tekanan dan tidak mudah


(42)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA sobek pada saat dilakukan pengepresan, sehingga tidak ada sampel dedak yang terikut keluar ketika proses pengepresan dilakukan, selanjutnya wadah dimasukkan ke dalam alat press yang menggunakan dongkrak hidrolik berkekuatan 10 ton sehingga mampu mengeluarkan ekstrak n-heksan dedak padi. Ampas dedak yang telah digunakan selanjutnya dibasahi kembali dengan 2 liter n-heksan kemudian diaduk dan dipres kembali sehingga didapatkan ekstrak n-heksan dedak padi sebanyak 2260 mL.

Ekstrak n-heksan dedak padi yang telah diperoleh selanjutnya diuapkan menggunakan Rotary Evaporator, hal ini dilakukan untuk menghilangkan n-heksan yang masih tercampur yang kemudian didapatkan minyak dedak padi kasar (MDPK) sebanyak 863 ml (682,20 gram).

% MDPK = �� � � �� �

�� � � �� � x 100% = 682,20 �

4000 � x 100% = 17,055 %

Dari perhitungan diketahui bahwa presentase Minyak dedak padi kasar yang diperoleh dari hasil pengepresan didapat 17,055 %, jumlah ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Hadipernata (2007) yaitu 14 - 17%.

Selanjutnya MDPK dimurnikan (refining) untuk memisahkan pati dan lilin (wax), dan pengotor lain yang masih tercampur dalam MDPK. Metode pemurnian yang dilakukan menggunakan metode pemurnian standar dari Balai Besar Industri Agro (BBIA). Proses pemurnian dilakukan dengan mencampurkan MDPK dengan air hangat kemudian dikocok didalam corong pisah, kemudian akan terbentuk 3 fase, yaitu fase air, pati dan wax, dan fase minyak. Fase minyak yang terbentuk diambil kemudian disentrifugasi menggunakan sentrifugator manual sampai terbentuk 2 fase yaitu minyak dan endapan, selanjutnya minyak yang sudah terpisah dari endapan disaring menggunakan kertas saring Whattman no. 42 sambil divakum yang selanjutnya diperoleh Minyak dedak padi murni yang berwarna kuning kecoklatan dan berbau khas minyak dedak padi seperti yang disebutkan oleh Nursalim dan Zalni (2007) sebanyak 338 ml atau 267,19 gram.


(43)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Untuk hasil MDP Cold pressed dapat dilihat di Lampiran 4, sedangkan untuk proses preparasi dedak padi sampai didapatkan MDP Cold pressed dapat dilihat di Lampiran 1.

Tabel 4.1 Hasil Ekstraksi MDP

Hasil Ekstraksi Jumlah

Minyak Dedak Padi Kasar (MDPK) 682,20 gr Minyak Dedak Padi (MDP) 267,19 gr

% Rendemen MDPK 17,055%

4.3 Hasil Pengujian Kandungan Minyak Dedak Padi

Hasil pengujian kandungan Minyak dedak padi hanya didapatkan nilai dari Bilangan penyabunan, Bilangan Iod, dan Bilangan Peroksida saja, yang dilakukan di Balittro, Bogor (Lampiran 2).

Tabel 4.2 Kandungan Minyak Dedak Padi Cold Pressed

Jenis Sampel Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar menurut FAO/WHO Minyak

Dedak Padi (MDP)

Bilangan Penyabunan 184,32 mg/g 108-195 mg/g Bilangan Iod 91,86 mek/kg 90-105 mek/kg Bilangan Peroksida 22,15 mek/kg ≤ 10 mek/kg Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah sampel minyak. Semakin besar bilangan penyabunan pada minyak, menandakan semakin besar kandungan asam lemak yang terkandung di dalam minyak (Ginanjar, dkk. 2015). Berdasarkan hasil pengujian kadar bilangan penyabunan, diperoleh hasil 184,32 mg/g. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anwar, dkk (2005) pengujian bilangan penyabunan dari minyak dedak padi yang berasal dari 4 varietas berbeda dan diekstraksi menggunakan metode sokhletasi menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu 183 ± 2,39 mg/g sampai 190 ± 1,80 mg/g. Hal ini menujukkan bahwa MDP baik hasil cold pressed


(44)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA sesuai dengan karakteristik MDP standar menurut FAO/WHO, (2005) yaitu 180-195 mg KOH/g.

Bilangan Iodin yang tinggi menunjukkan ketidakjenuhan suatu minyak atau lemak yang tinggi. Besarnya iodin yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan yang tidak jenuh (Carolina, 2008). Sementara Bilangan Iod berdasarkan pengujian diperoleh hasil 91,86 mek/kg yang juga sesuai dengan karakteristik MDP standar menurut FAO/WHO, (2005), nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anwar, dkk (2005) yaitu 103,70 ± 2,12 mek/kg sampai 112,40 ± 1,22 mek/kg. Hal ini mungkin dikarenakan perbedaan varietas serta tempat tumbuh dari keempatnya yaitu berasal dari Pakistan atau karena metode ekstraksi yang berbeda.

Bilangan peroksida yang merupakan bilangan yang menentukan kerusakan suatu minyak. Semakin tinggi bilangan peroksida menandakan semakin buruk kualitas suatu minyak (Ginanjar, dkk. 2015). Menurut karakteristik MDP standar menurut FAO/WHO, (2005) MDP murni memiliki bilangan peroksida sampai 10 mek/kg, namun berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengujian bilangan peroksida dari MDP yang dibuat memiliki bilangan peroksida 22,15 mek/kg. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyanine (2008) yang melakukan ekstraksi menggunakan teknik kristalisasi pelarut suhu rendah diperoleh nilai bilangan peroksida yang sedikit lebih rendah yaitu 20,70 mek/kg, namun masih tetap melebihi kadar batas standar menurut FAO/WHO. Tingginya bilangan peroksida pada MDP hasil Cold pressed diduga terjadi akibat pemanasan sampel dedak pada saat proses stabilisasi dengan suhu tinggi, yaitu pada suhu 110oC. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Anwar, dkk (2005) menunjukkan hasil bilangan peroksida yang jauh lebih rendah, yaitu 1,5 ± 0,05 mek/kg sampai 3,00 ± 0,03 mek/kg, pada penelitian tersebut tidak disebutkan adanya proses stabilisasi sampel dedak, namun disebutkan bahwa sampel dedak disimpan dalam kantong berbahan polietilen dan disimpan pada suhu 4oC di dalam pendingin, hal ini menjaga enzim lipase untuk tetap inaktif,


(45)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA sehingga dedak tidak menjadi tengik serta dihasilkan bilangan peroksida yang sangat rendah dan memenuhi kriteria dari standar FAO/WHO.

4.4 Hasil Formulasi Krim Minyak Dedak Padi

Penentuan formulasi krim dilakukan dalam beberapa kali percobaan, formulasi krim yang digunakan diadaptasi dari formulasi yang sebelumnya telah dilakukan oleh Iswindari (2014) dengan beberapa modifikasi yaitu dengan penggunaan 10% minyak dedak padi cold pressed (F1) dan 10% minyak dedak padi komersil yang dijual di pasaran (F2), serta dengan menambahkan antioksidan tambahan yaitu BHT (F3 dan F4).

Tabel 4.3 Formulasi Sediaan Krim Minyak Dedak Padi

Bahan

Konsentrasi (%)

Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4

MDP Sampel 10 - 10 -

MDP Komersil - 10 - 10

Setil Alkohol 0,2 0,2 0,2 0,2

Asam Stearat 12 12 12 12

Trietanolamine 2 2 2 2

Gliserin 10 10 10 10

Metil Paraben 0,1 0,1 0,1 0,1

Propil Paraben 0,08 0,08 0,08 0,08

BHT - - 0,05 0,05

Aquadest Ad 100 Ad 100 Ad 100 Ad 100

4.5 Hasil Evaluasi Fisik

4.5.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Sediaan Krim MDP

Hasil pengamatan organoleptis dari krim MDP Formulasi 1, Formulasi 2, Formulasi 3, dan Formulasi 4 pada hari ke-0 menunjukkan bahwa krim berwarna krem kecoklatan untuk sediaan krim formulasi 1 dan 3, dan berwarna putih untuk


(46)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA sediaan krim formulasi 2 dan 4, berbau khas minyak dedak padi pada sediaan krim formulasi 1 dan 3, dan tidak berbau pada sediaan krim formulasi 2 dan 4, memiliki tekstur yang lembut, dan tidak terlalu lengket (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Organoleptis Krim MDP

Formulasi

Pengamatan Organoleptis Sediaan

Warna Bau Tekstur

F1 Krem Kecoklatan Bau khas MDP Lembut, tidak terlalu lengket F2 Putih Tidak Berbau Lembut, tidak terlalu lengket F3 Krem Kecoklatan Bau khas MDP Lembut, tidak terlalu lengket F4 Putih Tidak Berbau Lembut, tidak terlalu lengket Keterangan : MDP = Minyak Dedak Padi

Pada Formulasi 1 dan 3 sediaan krim memiliki warna yang lebih gelap dibanding Formulasi 2 dan 4, hal ini disebabkan oleh warna MDP yang digunakan lebih gelap dibanding dengan MDP yang digunakan pada Formulasi 2 dan 4, MDP pada formulasi 1 dan 3 merupakan MDP Cold Pressed yang diekstraksi sendiri menggunakan metode press yang telah melewati fase pemurnian minyak namun tidak dilakukan proses pemucatan (bleaching), hal ini yang membuat warna MDP yang dibuat menjadi lebih gelap dibandingkan MDP komersil yang berwarna kuning jernih, warna MDP tersebut berdampak terhadap warna sediaan yang menjadi lebih gelap dibandingkan warna pada sediaan krim yang menggunakan Minyak dedak padi komersil.

4.5.2 Hasil Pengamatan Homogenitas Sediaan Krim MDP

Hasil pengamatan homogenitas dari krim MDP Formulasi 1, Formulasi 2, Formulasi 3, dan Formulasi 4 menunjukkan hasil yang homogen pada pengujian hari ke-0 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.5. Hasil homogen pada sediaan terlihat dengan tidak adanya butiran-butiran yang tidak terlarut ketika sediaan dihimpitkan


(47)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA diantara dua kaca objek, hal ini menujukkan bahwa formulasi yang digunakan sudah cukup baik.

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Homogenitas Krim MDP

Formulasi Hari ke-0

F1 Homogen

F2 Homogen

F3 Homogen

F4 Homogen

Gambar 4.1 Pengamatan Homogenitas Sediaan Krim MDP Hari ke-0

4.5.3 Hasil Pengujian pH Sediaan Krim MDP

Hasil pengamatan pH sediaan krim MDP Formulasi 1, Formulasi 2, Formulasi 3, dan Formulasi 4 menunjukkan nilai yang kurang baik, yaitu diatas 7,5 pada pengujian hari ke-0 (Tabel 4.6), sementara menurut Tranggono dan Latifah (2007) pH krim sebaiknya mendekati pH fisiologis kulit, yaitu 4,5-6,5. Nilai pH yang kurang dari 4,5 dapat mengiritasi kulit sementara nilai pH melebihi 6,5 dapat membuat kulit menjadi bersisik. Pada sediaan yang dibuat menujukkan pH yang terlalu tinggi, hal ini mungkin disebabkan oleh kadar agen pengalkali yang ditambahkan pada formulasi sediaan, yakni trietanolamin yang terlalu tinggi, trietanolamin merupakan agen pengalkali yang dapat meningkatkan pH. Namun, menurut Harry (1973) dalam Soebagio (2009) persyaratan pH suatu sediaan topikal, yaitu antara 5,5 – 10, jadi menurut Harry (1973) sediaan yang dibuat masih termasuk ke dalam rentang pH yang diizinkan untuk sediaan topikal.


(48)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Tabel 4.6 Hasil pH Sediaan Krim MDP

Formulasi

pH Sediaan Hari ke-0 Hari ke-21 Suhu ruang

(25±2oC)

Hari ke-21 Suhu tinggi (40oC)

F1 7,672 8,108 8,038

F2 7,628 8,146 8,101

F3 7,540 8,218 7,887

F4 7,682 8,223 7,900

Selama penyimpanan baik di suhu ruang maupun di suhu tinggi terjadi kenaikan nilai pH. Pada penyimpanan di suhu ruang terjadi kenaikan pH dimana kenaikan pH lebih besar terjadi pada formulasi 3 dan 4 yang diberikan penambahan zat antioksidan BHT pada formulasinya, sementara pada penyimpanan di suhu tinggi kenaikan pH pada formulasi 3 dan 4 lebih sedikit dibandingkan formulasi 1 dan 2 yang pada formulasinya tidak ditambahkan zat antioksidan tambahan BHT. Untuk mengetahui pengaruh penambahan BHT pada sediaan terhadap nilai pH lebih lanjut seharusnya dilakukan pengumpulan data statistk, namun dalam penelitian ini tidak dilakukan.

Perubahan pH sediaan selama penyimpanan menandakan kurang stabilnya sediaan selama penyimpanan. Ketidakstabilan ini dapat merusak produk selama penyimpanan atau penggunaan. Perubahan nilai pH terpengaruh oleh media yang terdekomposisi oleh suhu tinggi saat pembuatan atau penyimpanan yang menghasilkan asam atau basa. Asam atau basa inilah yang dapat mempengaruhi pH. Selain itu perubahan pH juga disebabkan faktor lingkungan seperti suhu, penyimpanan yang kurang baik, atau zat aktif yang kurang stabil dalam sediaan karena teroksidasi (Young et al, dalam Putra, dkk. 2014).

4.5.4 Hasil Pengujian Tipe Emulsi

Pengujian tipe emulsi ini dilakukan untuk membuktikan bahwa sediaan krim yang dibuat merupakan sediaan krim tipe minyak dalam air. Hasil pengujian tipe


(49)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA emulsi yang menggunakan metode pengenceran ini menunjukkan bahwa keempat sediaan dapat terdistribusi merata didalam air (Tabel 4.7), hal ini berarti krim benar memiliki tipe minyak dalam air (m/a atau o/w). Setelah 21 hari penyimpanan dilakukan kembali uji tipe emulsi untuk memastikan tidak terjadi pembalikan tipe emulsi pada keempat formulasi krim, baik pada penyimpanan suhu ruang, suhu tinggi, maupun hasil cycling test.

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Tipe Emulsi

Formulasi

Tipe emulsi Hari ke-0 Hari ke-21 Suhu

Ruang (25±2oC)

Hari ke-21 Suhu

Tinggi (40oC) Cycling test

F1 M/A M/A M/A M/A

F2 M/A M/A M/A M/A

F3 M/A M/A M/A M/A

F4 M/A M/A M/A M/A

Keterangan : M/A = Minyak dalam air

4.5.5 Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir

Pengukuran viskositas dan sifat alir dari sediaan krim diukur menggunakan Viscotester HAAKE 6R. Viskositas dan penentuan sifat alir dilakukan untuk menentukan kekentalan dari sediaan krim. Viskositas merupakan ukuran kekentalan dari suatu fluida yang menyatakan besarnya gesekan di dalam fluida (Martin, 2008).

Pengukuran viskositas sediaan didapat dengan melakukan pengukuran menggunakan viskotester yang sama dengan menggunakan spindle R6 dengan RPM 2 seperti yang dilakukan oleh Budiman (2008), sebelumnya telah dilakukan juga percobaan menggunakan spindle R4, R5, dan R7, namun sediaan menunjukkan presentase torque paling baik dengan menggunakan spindle R6, yaitu berkisar antara 30-70%. Hasil pengukuran viskositas sediaan sebagaimana ditunjukkan pada tabel


(50)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 4.8, sementara untuk pengukuran rheologi, data rheologi dapat dilihat di Lampiran 5 dan kurva hasil penentuan sifat alir dapat dilihat pada gambar 4.2 sampai gambar 4.5

Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa keempat formulasi memiliki nilai viskositas yang kurang seragam, padahal pada bentuk sediaan konsistensinya tidak terlalu berbeda jauh, hal ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan peneliti dalam pengukuran viskositas, dalam pengukuran viskositas dengan kecepatan 2 RPM seharusnya pengambilan nilai viskositas dilakukan ketika viskometer telah berputar 2 kali dalam 1 menit. Pada penyimpanan 21 hari terjadi penurunan nilai viskositas pada penyimpanan suhu ruang. Sementara pada penyimpanan suhu tinggi, sediaan formulasi 1 dan 3 mengalami kenaikan viskositas, dan formulasi 2 dan 4 mengalami penurunan nilai viskositas. Pada hasil pengujian Cycling test nilai viskositas keempat formulasi mengalami penurunan.

Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Viskositas Sediaan Krim MDP

Formulasi

Viskositas Hari ke-0 Hari ke-21

Suhu Ruang

Hari ke-21

Suhu Tinggi Cycling Test F1 230400 cPs 180900 cPs 306900cPs 227400 cPs F2 325500 cPs 213000 cPs 167800cPs 226400cPs F3 195520 cPs 160100 cPs 209000 cPs 193700cPs F4 233700 cPs 191000cPs 201200 cPs 166200cPs

Perubahan viskositas dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya fase dispers, medium dispers, emulgator, bahan tambahan lain, maupun lingkungan (Harun 2014). Kenaikan viskositas dapat terjadi akibat adanya penggumpalan pada sediaan (Iswindari, 2014).

Penurunan viskositas dapat terjadi akibat perubahan suhu, semakin tinggi suhu maka semakin kecil viskositas. Selain itu waktu penyimpanan pun berpengaruh terhadap viskositas, semakin lama waktu penyimpanan, maka semakin menurun pula viskositas sediaan. Penurunan ini terjadi karena semakin lama waktu penyimpanan, maka semakin lama juga sediaan terpengaruh oleh lingkungan, misalnya udara.


(51)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Kemasan yang kurang kedap dapat menyebabkan sediaan menyerap uap air dari luar, sehingga menambah volume air dalam sediaan (Budiman, 2008).

Keterangan :

- - - : kurva menaik : kurva menurun

Gambar 4.2 Kurva Rheologi Sediaan Krim MDP Hari ke-0 0 5 10 15 20 25

0 50 100

K e ce p a ta n G e se r (RPM) Torque (%)

Formula 1 Hari ke-0

0 5 10 15 20 25

0 20 40 60 80

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 3 Hari ke-0

0 5 10 15 20 25

0 50 100

K e ce p a ta n G e se r (RPM) Torque(%)

Formula 2 Hari ke-0

0 5 10 15 20 25

0 50 100

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)


(52)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Keterangan :

- - - : kurva menaik : kurva menurun

Gambar 4.3 Kurva Rheologi Sediaan Krim MDP Hari ke-21 Suhu Ruang 0 5 10 15 20 25

0.00% 50.00% 100.00%

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 3 hari ke-21

Suhu Ruang

0 5 10 15 20 25

0 50 100

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 1 hari ke-21

Suhu Ruang

0 5 10 15 20 25

0.00% 50.00% 100.00% 150.00%

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 2 hari ke-21

Suhu Ruang

0 5 10 15 20 25

0.00% 50.00% 100.00% 150.00%

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 4 hari ke-21

Suhu ruang


(53)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Keterangan :

- - - : kurva menaik : kurva menurun

Gambar 4.4 Kurva Rheologi Sediaan Krim MDP Hari ke-21 Suhu Tinggi 0 5 10 15 20 25

0.00% 50.00% 100.00%

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 1 Hari ke-21

Suhu Tinggi

0 5 10 15 20 25

0.00% 50.00% 100.00% 150.00%

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 3 hari ke-21

Suhu Tinggi

0 5 10 15 20 25

0.00% 50.00% 100.00% 150.00%

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 2 hari ke-21

Suhu Tinggi

0 5 10 15 20 25

0.00% 50.00% 100.00%

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 4 hari ke-21

Suhu Tinggi


(54)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Keterangan :

- - - : kurva menaik : kurva menurun

Gambar 4.5 Kurva Rheologi Sediaan Krim MDP Hasil Cycling Test

Dari hasil pengujian sifat alir diketahui bahwa sifat alir dari sediaan krim adalah jenis tiksotropik, dan tidak terjadi perubahan jenis aliran setelah dilakukan penyimpanan selama 21 hari baik pada suhu ruang maupun pada suhu tinggi, dan setelah cycling test, dapat dilihat pula bahwa semakin besar kecepatan (rpm) yang diberikan, maka semakin besar pula kecepatan geser dan tekanan geser (torque), dan semakin kecil viskositasnya. Namun ketika kecepatan (rpm) dikembalikan seperi semula, maka tekanan geser menurun dan viskositasnya akan semakin menurun. Ini disebabkan karena viskositas dipengaruhi oleh shear stress yang sama dengan gaya

0 5 10 15 20 25

0.00% 50.00% 100.00%

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 1 Hasil Cycling

Test

0 5 10 15 20 25

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00%

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 3 Hasil Cycling

Test

0 5 10 15 20 25

0.00% 50.00% 100.00% 150.00%

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 2 Hasil Cycling

Test

0 5 10 15 20 25

0.00% 50.00% 100.00%

K e cepa ta n G e ser (R PM ) Torque (%)

Formulasi 4 Hasil Cycling

Test


(55)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA yang diberikan berbanding terbalik dengan luas permukaan. Selain itu, jika dilihat dari kurva, maka disimpulkan bahwa sediaan mempunyai sifat alir tiksotropik, kurva menurun berada di sebelah kiri kurva menaik. Sifat aliran seperti ini merupakan sifat aliran yang diharapkan dalam suatu sediaan krim karena memiliki konsistensi yang tinggi namun dapat dituang dan tersebar dengan mudah, serta mampu berpenetrasi yang baik ke dalam kulit (Budiman, 2008).

4.6 Hasil Pengujian Stabilitas Sediaan Krim MDP

4.6.1 Hasil Cycling Test

Pada cycling test krim disimpan di dalam lemasi pendingin pada suhu 4oC selama 24 jam, kemudian krim dipindahkan ke oven pada suhu 40oC, dan dilakukan sebanyak enam siklus. cycling test dilakukan untuk menguji ketahanan sediaan krim, apakah krim akan rusak setelah penyimpanan dengan perubahan suhu yang cukup besar tiap 24 jam.

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Cycling Test

Formulasi Warna Bau Tekstur Homogenitas pH

F1 Krem

Kecoklatan

Bau khas MDP

Lembut, tidak terlalu lengket

Homogen 8,320

F2 Putih Tidak

Berbau

Lembut, tidak terlalu lengket

Homogen 8,232

F3 Krem

Kecoklatan

Bau khas MDP

Lembut, tidak terlalu lengket

Homogen 8,328

F4 Putih Tidak

Berbau

Lembut, tidak terlalu lengket

Homogen 8,275

Keterangan : MDP : Minyak Dedak Padi

Dari hasil pengamatan yang tertera pada Tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa sediaan krim MDP tetap stabil setelah pengujian cycling test, baik dari segi warna, bau, homogenitas, maupun tekstur. Tekstur sediaan krim tetap sama hanya terlihat sedikit lebih encer, namun tidak berpengaruh besar pada nilai viskositasnya maupun sifat alirnya, hanya saja nilai pH sediaan berubah menjadi lebih basa dibanding


(56)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA sebelumnya, namun seperti yang telah disebutkan, menurut Harry (1973) sediaan yang diujikan cycling test masih termasuk ke dalam rentang pH yang diizinkan untuk sediaan topikal, yaitu 5,5-10.

4.6.2 Hasil Pengujian Stabilitas pada Suhu tinggi (40oC) dan Suhu kamar (25±2oC)

Pengujian pada sediaan selama 21 hari ini ditujukan untuk melihat apakah ada perubahan secara organoleptis maupun homogenitas dari sediaan yang dibuat, serta untuk mengetahui kestabilan dari sediaan ketika dilakukan penyimpanan pada suhu tinggi (40oC) dibandingkan pada suhu ruang (25±2oC)

Tabel 4.10 Hasil Pengujian Suhu tinggi (40oC) dan Suhu kamar (25±2oC)

Hari ke-21 Suhu Ruang (25±2oC)

Formulasi Warna Bau Tekstur Homogenitas

F1 Krem

Kecoklatan

Bau khas MDP

Lembut, tidak

terlalu lengket Homogen

F2 Putih Tidak

Berbau

Lembut, tidak

terlalu lengket Homogen

F3 Krem

Kecoklatan

Bau khas MDP

Lembut, tidak

terlalu lengket Homogen

F4 Putih Tidak

Berbau

Lembut, tidak

terlalu lengket Homogen

Hari ke-21 Suhu Tinggi (40oC)

Formulasi Warna Bau Tekstur Homogenitas

F1 Krem

kecoklatan Bau khas MDP Lembut, tidak lengket, sedikit lebih encer Homogen

F2 Putih Tidak

berbau

Lembut, tidak lengket, sedikit

lebih encer

Homogen

F3 Krem

kecoklatan Bau khas MDP Lembut, tidak lengket, sedikit lebih encer Homogen

F4 Putih Tidak

berbau

Lembut, tidak lengket, sedikit

lebih encer

Homogen Keterangan : MDP = Minyak Dedak Padi


(57)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 4.6.3 Uji mekanik (Uji sentrifugasi)

Setelah dilakukan pengujian mekanik menggunakan sentrugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit dapat dilihat bahwa sediaan tidak mengalami pemisahan, hal ini membuktikan bahwa formulasi yang digunakan sudah cukup baik, emulgator yang digunakan mampu mempertahankan bentuk sediaan sehingga tidak terjadi pemisahan.

Tabel 4.11 Hasil Uji Mekanik (Sentrifugasi)

Formulasi Hari ke-0 Hari ke-21 Suhu Ruang (25±2oC)

Hari ke-21 Suhu

Tinggi (40oC) Cycling test F1 Tidak terjadi

pemisahan Tidak terjadi pemisahan Tidak terjadi pemisahan Tidak terjadi pemisahan F2 Tidak terjadi

pemisahan Tidak terjadi pemisahan Tidak terjadi pemisahan Tidak terjadi pemisahan F3 Tidak terjadi

pemisahan Tidak terjadi pemisahan Tidak terjadi pemisahan Tidak terjadi pemisahan F4 Tidak terjadi

pemisahan Tidak terjadi pemisahan Tidak terjadi pemisahan Tidak terjadi pemisahan


(58)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Sediaan krim yang mengandung minyak dedak padi baik MDP cold pressed

maupun yang mengandung minyak dedak padi komersil memiliki karakteristik lembut, tidak terlalu lengket, dan memiliki bau khas minyak dedak padi untuk sediaan yang mengandung minyak dedak padi hasil pengepresan.

2. Penambahan antioksidan terhadap stabilitas fisik sediaan krim yang mengandung minyak dedak padi tidak terlalu berpengaruh, sebab terjadi perubahan nilai pH dan viskositas pada sediaan krim baik dengan penambahan BHT maupun tidak dengan penambahan BHT.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan analisa kandungan dari minyak dedak padi hasil pengepressan menggunakan HPLC

2. Perlu dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dari Minyak dedak padi dan krim yang mengandung minyak dedak padi Cold pressed.


(59)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Daftar Pustaka

Anggriani, Mutia. 2011. Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper Betle L.) dengan Penambahan BHT Pada Berbagai Konsentrasi. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Farmasi. Universitas Indonesia

Anief, M. 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Anief, M., 1999. Sistem Dispersi, Formulasi Suspensi dan Emulsi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Anonim. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Depkes RI : Jakarta Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ketiga. Depkes RI : Jakarta Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi keempat. Depkes RI : Jakarta

Anwar, F., T. Anwar and Zahid Mahmood. 2005. Methodical characterization of rice (Oryza sativa) bran oil from Pakistan. Grasas y Aceeite 56:125-134.

Anwar, Effionora. 2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi (Karakterisasi dan Aplikasi). Dian Rakyat : Jakarta

Budiman, Muhammad Haqqi. 2008. Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim yang Mengandung Ekstrak Kering Tomat (Solanum Lycopersicum L.). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia

Cahyanie, M. Estiasih, E. Dan Nisa, F.C. 2008. Fraksi Kaya Tokoferol dari Bekatul Beras (Oryza Sativa) dengan Teknik Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah. Jurnal Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya Vol. 9 No. 3 (Desember 2008) 165 – 172

Carolina, Desy. 2009. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas dan Bilangan Iodin dari Minyak Hasil Ekstraksi Kacang Tanah dengan Pelarut N-Heksana. Karya Ilmiah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara


(60)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Secara In Vitro. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol 15, No. 1, pp. 11-19

Dewi, Ni Made Ayuk Puspita, Suter, I Ketut, Widarta, I Wayan Rai. 2012. Stabilisasi Bekatul dalam Upaya Pemanfaatannya sebagai Pangan Fungsional. Universitas Udayana.

Djajadisastra, J. 2004. Cosmetic Stability. Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia

Ginanjar, Gilang Rahmat, Maulana, Idra Topik, Kodir, Reza Abdul. 2015. Ekstraksi Minyak dari Kijing (Pilsbryoconcha Exilis Lea) serta Analisis Kandungan Asam Lemak Menggunakan KGSM. Prosidang Penelitian SPeSIA.Universitas Islam Bandung

Hadipernata, Mulyana. 2007. Mengolah Dedak Menjadi Minyak (Rice Bran Oil). Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 No 4.

Hamid, A.A , O. O. Aiyelaagbe, L. A. Usman, O. M. Ameen, dan A. Lawal. 2010 Antioxidants: Its medicinal and pharmacological applications. African Journal of Pure and Applied Chemistry Vol. 4(8), pp. 142-151, August 2010

Hapsari, Dian dkk. 2010. Expeller Pressing Extractor dengan Tipe Sirkulasi Pelarut. Fakultas Teknik UNS Surakarta.

Hapsari, Rezka Putri, Fikri, Anugerah Y, Zullaikah, Siti, Rachimoellah, H.M. 2013. Isolasi Dan Karakterisasi Oryzanol Dari Minyak Dedak Padi. Jurnal Teknik POM ITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Harry, R. G. 1973. Harry’s Cosmeticology 6th Edition. Leonard Hill Books an Intertext Publisher. London.

Harun, Desi Syifa Nurmillah. 2014. Formulasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim Anti- Aging Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia magostana L.) dengan Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2- Picril Hydrazil). Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta


(61)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Perlindungan Terhadap Oksidasi Oksigen Singlet. Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006: 1 – 8

Im-Emsap, W., Siepmann, J. 2002. Disperse Systems. Didalam Banker, G. S., Rhodes, C. T.

Modern Pharmaceutics. 4th edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc.

Iswindari, Desti. 2014. Formulasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim Rice Bran Oil. Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta

Juliano, Claudia, Cossu, Massimo, Alamanni, Maria Cristina, Piu, Luisella. 2005. Antioxidant Activity of Gamma-Oryzanol: Mechanism of Action and Its Effect on Oxidative Stability of Pharmaceutical Oils. International Journal of Pharmaceutics 299 (2005). 146–154

Kusbiantoro, Bram, dan Rakhmi, Ami Tedja. 2012. Review : Gamma Oryzanol Potensi Tersembunyi dalam Produk Samping Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi

Lachman, L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ke-3. Penerjemah Siti Suyatmi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, UI Press.

Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A. 1993. Farmasi Fisik: Dasar-dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Edisi ke-3. Jakarta: UI-PRESS

Martin, Alfred, et al. 2008. Farmasi Fisik Jilid 2. Jakarta: UI Press

Moustapha et al. 1994. Separation of Vitamin E and 7-Oryzanols from Rice Bran by Normal-Phase Chromatography. Journal of the American Oil Chemists Society.Vol.71, No.11.

Nasir, Subriyer, Fitriyanti, Kamila,Hilma. 2009. Ekstraksi Dedak Padi Menjadi Minyak Mentah Dedak Padi (Crude Rice Bran Oil) dengan Pelarut N-Hexane dan Ethanol. Jurnal Teknik Kimia Fakultas Teknik, No. 2, Vol. 16, April 2009. Universitas Sriwijaya


(62)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Pustaka

Parrado et al. 2005. Preparation of a Rice Bran Enzymatic Extract With Potential Use as Functional Food. Journal Food Chemistry. Vol.98, 742- 748.

Patel, M. and Naik, S. N. 2004. Gamma-Oryzanol From Rice Bran Oil - A Review. Journal of Scientific and Industrial Research. 63, 569-578

Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Percival, Mark. 1998. Antioxidants. Clinical nutrition insights. Advanced Nutrition Publications, Inc.

Rowe, Raymon C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. USA: pharmaceutical press.

Sharon Nela, Aman Syariful, & Yuliet. (2013). Formulasi Krim Antioksidan Ekstrak Etanol Bawang Hutan (Eleutherine pulmifolia L. Merr). Online Jurnal of Natural Science, 2(3) : 111-122.

Shovyana, Hidayatu Hana and Zulkarnain, A. Karim. 2013. Stabilitas Fisik dan Aktivitas Krimw/O Ekstrak Etanolik Buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpha (Scheff.) Boerl,)

Sebagai Tabir Surya. Traditional Medicine Journal, 18(2), 2013. Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada.

Singanusong, R., Noitup, P. and Thanakulrungsarit, P. 2010. Preparation of cold pressed rice bran oil for production of powdered non-dairy creamer. Proceeding of the International Conference on Sustainable Community Development, January 21-23, 2010, 8-11. Khon Kaen University, Nong Khai, Thailand.

Singanusong, R. Junsangsree, P. Noitup, P. Katsri, K. 2014. Physical, Chemical and Microbiological Properties of Mixed Hydrogenated Palm Kernel Oil and Cold-Pressed Rice Bran Oil As Ingredients In Non-Dairy Creamer. Natural Resources and Environment,


(63)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Mueang, Phitsanulok, Thailand.

Sukma, Lingga Nurul. 2010. Pengkayaan Asam Lemak Tak Jenuh Pada Bekatul dengan Cara Fermentasi Padat Menggunakan Aspergillus Terreus. Skripsi. FPMIPA-Pendidikan Kimia. UPI

Tranggono, R. I., Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Widowati, Sri. 2001. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi. Buletin AgroBio.Vol 4, No. 1, pp. 33-38.

Widyanati, Pulan. 2011. Pembuatan Minyak Essensial Dengan Cara Enfleurage dan Tekanan Dingin. Fakultas Farmasi, Program Magister Herbal Universitas Indonesia

Winarsi, H. 2011. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Windarwati, Sri. 2011. Pemanfaatan Fraksi Aktif Ekstrak Tanaman Jarak Pagar (Jatropha Curcas Linn.) sebagai Zat Antimikroba dan Antioksidan dalam Sediaan Kosmetik. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Xu, Z., Hua, N., Godber, JS. 2001. Antioxidant Activity of Tocopherols, Tocotrienols, and Gamma Oryzanol Components from Rice Bran Against Cholesterol Oxidation Accelerated byβ,β’-Azobis(2-methylpropionamidine) dihydrochloride. Journal of Agricultural and Food Chemistry 49 : 2077-2081.


(64)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Lampiran 1

Bagan Proses Preparasi Dedak Padi Sampai Didapatkan MDP Cold Pressed

Dedak Padi

Dedak Padi hasil pengayakan mesh 20

(ukuran 850 µm)

Dedak yang telah distabilisasi

Ampas Ekstrak n-heksan

dedak padi

n-heksan

Minyak Dedak Padi

Kasar Cold pressed

(MDPK cp)

Air Pati dan lilin

(wax)

MDPK cp yang telah dihilangkan

pati dan lilin

Minyak dedak padi Cold

pressed (MDP cp)

Pengayakan menggunakan ayakan mesh 20

Stabilisasi menggunakan oven suhu 110oC selama 15 menit

Proses pengepresan dedak

Penguapan dengan

Rotary Evaporator

Proses pemurnian (refining)

Penyaringan menggunakan kertas saring Whattman no.42


(65)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Lampiran 2


(66)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Lampiran 3

Alat press

Dongkrak hidrolik Alat press


(67)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Lampiran 4

Hasil Ekstraksi MDP Cold Pressed dan MDP Komersil


(68)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Lampiran 5

Hasil Pengujian Homogenitas, Sentrifugasi, dan Tipe Emulsi

Sediaan pada Hari ke-0 Sediaan pada Hari ke 21 Suhu Ruang (25±2oC)

Sediaan pada Hari ke-21 Suhu Tinggi (40oC)

Sediaan Hasil Cycling Test

Pengamatan Homogenitas pada Hari ke-0

Pengamatan Homogenitas pada Hari ke 21 Suhu Ruang (25±2oC)


(69)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Pengamatan Homogenitas pada

Hari ke-21 Suhu Tinggi (40oC)

Pengamatan Homogenitas Hasil Cycling Test

Hari ke-0

Hari ke 21 Suhu Ruang (25±2oC)


(70)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Hasil Pengujian Tipe Emulsi Hari ke-0 Hasil Pengujian Tipe Emulsi Hari

ke-21 Suhu Ruang (25±2oC)

Hasil Pengujian Tipe Emulsi Hari ke-21 Suhu Tinggi (40oC)

Hasil Pengujian Tipe Emulsi Hasil Cycling Test


(71)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Lampiran 6

Data Viskositas dan Rheologi Sediaan Krim MDP Data Viskositas dan Rheologi Hari ke-0

Formulasi 1 Hari ke-0 Formulasi 2 Hari ke-0

RPM cP %

2 230400 46,1 % 4 136250 54,5 % 10 63800 63,8 % 20 39450 78,9 % 10 61900 61,9 % 4 130750 52,4 % 2 187000 37,4 %

Formulasi 3 Hari ke-0 Formulasi 4 Hari ke-0

RPM cP %

2 161600 32,3 % 4 104250 41,7 % 10 54600 54,6 % 20 35100 70,2 % 10 49700 49,7 % 4 95750 38,3 % 2 138000 27,6 %

RPM cP %

2 325500 65,1 % 4 180750 72,3 % 10 79100 79,1 % 20 42550 85,1 % 10 75300 75,3 % 4 160500 64,2 % 2 256200 51,2 %

RPM cP %

2 233700 46,7 % 4 134250 55,7 % 10 63900 67,9 % 20 39650 79,3 % 10 67400 63,4 % 4 138250 53,3 % 2 204500 40,9 %


(72)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Data Viskositas dan Rheologi Hari ke-21 Suhu Ruang

Formulasi 1 hari ke-21 Suhu Ruang Formulasi 2 hari ke-21 Suhu Ruang

RPM cP %

2 180900 36.1% 4 104200 41.6% 10 54200 54.2% 20 30800 61.7% 10 51900 51.9% 4 101600 40.6% 2 149200 29.8%

Formulasi 3 hari ke-21 Suhu Ruang Formulasi 4 hari ke-21 Suhu Ruang

RPM cP %

2 160100 32% 4 108500 43.45 10 63800 63.8% 20 38700 77.5% 10 60400 60.4% 4 99600 39.8% 2 128000 25.6%

RPM cP %

2 213000 42.6% 4 158000 63.2% 10 89600 89.6% 20 47800 95.6% 10 79900 79.9% 4 124000 49.6% 2 167500 33.5%

RPM cP %

2 191000 38.2% 4 169700 67.8% 10 75900 75.9% 20 47700 95.5% 10 71100 71.1% 4 154700 61.9% 2 164500 32.9%


(73)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Data Viskositas dan Rheologi Hari ke-21 Suhu Tinggi

Formulasi 1 Hari ke-21 Suhu Tinggi Formulasi 2 hari ke-21 Suhu Tinggi

RPM cP %

2 306900 61.3% 4 181800 72.7% 10 88200 88.2% 20 46850 93.7% 10 81900 81.2% 4 163700 65.4% 2 238900 47.7%

Formulasi 3 hari ke-21 Suhu Tinggi Formulasi 4 Hari ke-21 Suhu Tinggi

RPM cP %

2 209000 41.8% 4 159400 63.7% 10 94700 94.7% 20 49350 98.7% 10 83300 89.3% 4 141800 56.7% 2 200000 40%

RPM cP %

2 167800 33.5% 4 99900 49.9% 10 82300 82.3% 20 49700 99.4% 10 80100 80.1% 4 124000 39.6% 2 161200 32.2%

RPM cP %

2 201200 40.2% 4 113250 45.3% 10 70300 70.3% 20 46450 92.9% 10 70100 70.1% 4 114500 45.8% 2 150100 30%


(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Pengamatan Homogenitas pada

Hari ke-21 Suhu Tinggi (40oC)

Pengamatan Homogenitas Hasil Cycling Test

Hari ke-0

Hari ke 21 Suhu Ruang (25±2oC)


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Hasil Pengujian Tipe Emulsi Hari ke-0 Hasil Pengujian Tipe Emulsi Hari

ke-21 Suhu Ruang (25±2oC)

Hasil Pengujian Tipe Emulsi Hari ke-21 Suhu Tinggi (40oC)

Hasil Pengujian Tipe Emulsi Hasil Cycling Test


(3)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Lampiran 6

Data Viskositas dan Rheologi Sediaan Krim MDP Data Viskositas dan Rheologi Hari ke-0

Formulasi 1 Hari ke-0 Formulasi 2 Hari ke-0

RPM cP %

2 230400 46,1 % 4 136250 54,5 % 10 63800 63,8 % 20 39450 78,9 % 10 61900 61,9 % 4 130750 52,4 % 2 187000 37,4 %

Formulasi 3 Hari ke-0 Formulasi 4 Hari ke-0

RPM cP %

2 161600 32,3 % 4 104250 41,7 % 10 54600 54,6 % 20 35100 70,2 % 10 49700 49,7 % 4 95750 38,3 % 2 138000 27,6 %

RPM cP %

2 325500 65,1 % 4 180750 72,3 % 10 79100 79,1 % 20 42550 85,1 % 10 75300 75,3 % 4 160500 64,2 % 2 256200 51,2 %

RPM cP %

2 233700 46,7 % 4 134250 55,7 % 10 63900 67,9 % 20 39650 79,3 % 10 67400 63,4 % 4 138250 53,3 % 2 204500 40,9 %


(4)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Data Viskositas dan Rheologi Hari ke-21 Suhu Ruang

Formulasi 1 hari ke-21 Suhu Ruang Formulasi 2 hari ke-21 Suhu Ruang

RPM cP %

2 180900 36.1% 4 104200 41.6%

10 54200 54.2%

20 30800 61.7%

10 51900 51.9%

4 101600 40.6% 2 149200 29.8%

Formulasi 3 hari ke-21 Suhu Ruang Formulasi 4 hari ke-21 Suhu Ruang

RPM cP %

2 160100 32%

4 108500 43.45

10 63800 63.8%

20 38700 77.5%

10 60400 60.4%

4 99600 39.8%

2 128000 25.6%

RPM cP %

2 213000 42.6%

4 158000 63.2%

10 89600 89.6%

20 47800 95.6%

10 79900 79.9%

4 124000 49.6%

2 167500 33.5%

RPM cP %

2 191000 38.2% 4 169700 67.8%

10 75900 75.9%

20 47700 95.5%

10 71100 71.1%

4 154700 61.9% 2 164500 32.9%


(5)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Data Viskositas dan Rheologi Hari ke-21 Suhu Tinggi

Formulasi 1 Hari ke-21 Suhu Tinggi Formulasi 2 hari ke-21 Suhu Tinggi

RPM cP %

2 306900 61.3% 4 181800 72.7% 10 88200 88.2% 20 46850 93.7% 10 81900 81.2% 4 163700 65.4% 2 238900 47.7%

Formulasi 3 hari ke-21 Suhu Tinggi Formulasi 4 Hari ke-21 Suhu Tinggi

RPM cP %

2 209000 41.8% 4 159400 63.7% 10 94700 94.7% 20 49350 98.7% 10 83300 89.3% 4 141800 56.7% 2 200000 40%

RPM cP %

2 167800 33.5% 4 99900 49.9% 10 82300 82.3% 20 49700 99.4% 10 80100 80.1% 4 124000 39.6% 2 161200 32.2%

RPM cP %

2 201200 40.2% 4 113250 45.3% 10 70300 70.3% 20 46450 92.9% 10 70100 70.1% 4 114500 45.8% 2 150100 30%


(6)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Data Viskositas dan Rheologi Hasil Cycling Test

Formulasi 1 Hasil Cycling Test Formulasi 2 Hasil Cycling Test

Formulasi 3 Hasil Cycling Test Formulasi 4 Hasil Cycling Test

RPM cP %

2 227400 45.4% 4 133200 53.2% 10 69900 69.9% 20 41700 83.5% 10 68100 68.1% 4 118100 47.2% 2 149000 29.8%

RPM cP %

2 226400 45.2% 4 133800 53.5% 10 89500 89.5% 20 49100 98.2% 10 89400 89.4% 4 112400 44.9% 2 129500 25.9%

RPM cP %

2 193700 38.7% 4 110000 44% 10 58000 58% 20 34600 69.2% 10 57500 57.5% 4 108500 43.4% 2 156100 31.2%

RPM cP %

2 166200 33.2% 4 115600 46.2% 10 85000 85% 20 47250 94.5% 10 82900 82.9% 4 119700 47.8% 2 149400 29.8%