Penelitian Leung dkk. 2014 menyatakan bahwa lama waktu bersihan mukosilia hidung pada sebagian besar subjek normal adalah 10 menit. Hasil ini
tidak berbeda jauh dengan penelitian Munir 2010 yang menyatakan bahwa waktu transpor mukosilia hidung subjek normal adalah 9,49 ± 0,75 menit.
2.3 Mekanisme Pertahanan Tubuh
2.3.1 Daya pertahanan sinonasal melawan polusi udara Sekitar 9000 liter udara melintasi rongga hidung setiap harinya. Hidung
melindungi sistem respirasi dengan cara menyaring udara, membersihkan berjuta - juta partikel, bahan kimia dan mikroorganisme dari udara pernapasan. Polusi
udara bisa berbentuk gas ataupun partikel. Pengendapan polutan yang berbentuk gas dalam rongga hidung tergantung pada daya larut gas, lamanya terpapar dan
faktor anatomi traktus sinonasal yang bisa diketahui melalui pola aliran udara pernapasan. Untuk gas yang mudah larut seperti sulfur dioksida maka rongga
hidung merupakan filter yang sangat efektif. Rongga hidung efektif menyingkirkan partikel yang berdiameter lebih dari 10 mikron. Apakah sistem
mukosilia bisa melindungi mukosa hidung terhadap gas inhalasi atau uap bahan kimia seperti perlindungannya terhadap partikel belum banyak diketahui Clerico,
2001. Mekanisme pertahanan sinonasal terdiri dari transpor mukosilia, daya
reflek, daya imun dan daya pertahanan antimikroba. Reflek nasopulmoner, reflek nasokardiak, reflek bersin melibatkan rongga hidung melalui mediasi saraf
trigeminal dengan koneksi sentralnya. Respon imun melibatkan sel imun dalam
sirkulasi maupun jaringan serta melibatkan daya pertahanan antimikroba dari respon inflamasi nonseluler Clerico, 2001.
Sitokrom P-450 banyak ditemukan pada mukosa hidung dan bertanggung jawab terhadap biotransformasi bahan kimia endogen dan eksogen termasuk
polutan udara. Beberapa polutan mungkin memicu atau menekan ekspresi gen yang mengkode ensim sitokrom P-450. Bahan kimia yang membahayakan akan
dinonaktifkan atau didetoksifikasi oleh sitokrom P-450 sementara bahan kimia lain seperti trialkilfosforotiolat malah memerlukan aktifasi oleh sistem sitokrom
P-450 sebelum manjadi racun bagi jaringan. Oleh karena itu sistem sitokrom P- 450 berpotensi menyebabkan senyawa kimia yang tidak merusak kemudian
berefek merusak Clerico, 2001.
2.3.2 Respon sinonasal akibat polutan dan mekanisme toksik polutan Respon sinonasal terhadap bahan kimia inhalasi meliputi respon iritasi,
respon inflamasi, perubahan epitel, gangguan daya pertahanan hidung dan resistensi aliran udara hidung. Respon sistemik terhadap polutan inhalasi seperti
respon imun telah terbukti mempunyai hubungan dengan terjadinya gangguan sinus Clerico, 2001.
2.3.2.1 Respon iritasi Respon iritasi juga disebut dengan common chemical sense merupakan
bagian dari respon fisiologis awal terhadap inhalasi bahan kimia. Efek iritatif antara lain berupa rasa terbakar di hidung dan mata, mata berair, sakit kepala,
batuk dan reflek apnea. Iritasi hidung dimediasi oleh saraf trigeminus yang ujung
sarafnya mengandung substan P SP, calcitonin gene-related peptide CGRP,
vasoactive intestinal polypeptide VIP dan neuropeptida lainnya. Penelitian
imunokimia mikroskop
cahaya memperlihatkan
serat imunoreaktif
unmyelinatedneuro peptide-containing sensory nerves meluas hampir ke seluruh permukaan epitel rongga hidung. Pengamatan dengan mikroskop elektron
memperlihatkan lokasi ujung saraf tersebut berada dalam epitel hidung tepat di bawah pertemuan antar sel yang tidak terpapar secara langsung kearah lumen
hidung Clerico, 2001. Lemak terlarut merupakan stimulus yang paling efektif bagi saraf
trigeminus intranasal untuk menyebabkan common chemical sense. Selain itu beberapa polutan seperti ozon akan melemahkan hubungan antar epitel serta
meningkatkan permeabilitas mukosa. Zat yang sangat larut dalam air menembus lapisan mukus dengan tekanan yang lebih besar. Percobaan pada binatang
pengerat menunjukkan bahwa serabut saraf yang mengandung CGRP-SP sering ditemukan pada rongga hidung yang paling sempit seperti pada konka nasi yang
menyentuh septum atau pada pemukaan yang melengkung tajam. Tidak ada penelitian pada manumur yang sebanding namun jika temuan ini konsisten maka
kemungkinan inflamasi neurogenik yang dipicu oleh polusi udara akan mengakibatkan obstruksi pada saluran yang sempit seperti pada komplek
ostiomeatal sehingga sinusitis yang diakibatkannya nampak masuk akal. Substan P bisa menyebabkan perubahan komposisi mukus hidung sehingga menggangu
daya pertahanan. Substan P juga mengubah aktifitas sekresi kelenjar rongga hidung sehingga memperburuk kondisi patologi yang ada. Efek menyerupai
growth factor juga dikeluarkan oleh SP yang sebagian besar terjadi pada sel basal
dan kelenjar mukosa hidung. Pelepasan SP melalui stimulasi antidromik saraf trigeminal menyebabkan pemanjangan periode vasodilatasi. Vasodilatasi tersebut
mengakibatkan kongesti mukosa dan berpotensi menyebabkan obstruksi ostium. Pelepasan SP juga menyebabkan ekstravasasi plasma dan edema jaringan
sehingga memperbesar sumbatan ostium Clerico, 2001. 2.3.2.2 Respon inflamasi
Inflamasi hidung akibat polusi udara mungkin berhubungan atau tergantung pada mekanisme iritasi melalui inflamasi neurogenik. Inflamasi
neurogenik tersebut antara lain vasodilatasi, edema dan infiltrasi lekosit yang dipicu oleh aktifasi ujung saraf sensoris. Neuropeptida seperti substan P,
neurokinin A dan CGRP berada di ujung saraf sensoris dan memiliki kemampuan vasodilatasi yang kuat. Neutral endopeptidase NEP bertugas melakukan down
regulation inflamasi neurogenik melalui degradasi SP Clerico, 2001.
Bukti eksperimental mendukung dugaan bahwa saraf sensoris bertindak sebagai jaras aferen juga eferen bagi inflamasi neurogenik oleh karena iritasi
polutan. Berbagai bahan kimia seperti asap rokok, nikotin, kapsaisin, eter dan formaldehid menyebabkan pelepasan SP dari mukosa hidung. Mekanisme lain
dari proses inflamasi yang diakibatkan oleh polusi udara terjadi melalui kerusakan jaringan secara langsung oleh polutan itu sendiri. Beberapa polutan udara
diketahui bersifat sitotoksik dan merusak sel sehingga mengakibatkan pengerahan sel - sel inflamasi Clerico, 2001.
2.3.2.3 Respon imunitas hidung Ada dua kemungkinan yang menerangkan bagaimana polusi bahan kimia
menyebabkan terjadinya infeksi sinus paranasal. Sistem transpor mukosilia yang terganggu oleh berbagai bahan kimia akan menyebabkan retensi sekret sehingga
mengakibatkan infeksi. Mekanisme kedua melalui efek imunotoksik dari bahan kimia tersebut. Gangguan kemampuan fagositosis menyebabkan penurunan daya
tahan tubuh dan terjadinya infeksi. Nampaknya polusi bahan kimia akan merusak epitel sinonasal melalui mekanisme langsung maupun tidak langsung secara
bersamaan. Oleh karena itu paparan polutan tidak hanya mengurangi aliran mukosilia sehingga kontak mukosa dengan mikroorganisme menjadi lebih lama
namun penyakit virus sendiri juga bisa menurunkan transpor mukosilia sehingga
memperpanjang kontak antara polutan dengan mukosa hidung Clerico, 2001.
2.4.2.4 Perubahan epitel Kerusakan epitel jalan napas disebabkan oleh karena adanya respon yang
berlebih terhadap stimulasi inhalasi bahan kimia. Polusi udara tersebut melemahkan kekuatan intraepitel sehingga permeabilitas epitel meningkat
Clerico, 2001. 2.3.2.5 Gangguan daya pertahanan tubuh
Polusi udara dapat menimbulkan efek buruk terhadap daya pertahanan tubuh melalui berbagai cara. Aliran mukosilia adalah daya pertahanan tubuh yang
paling banyak dibicarakan. Iritasi oleh gas inhalasi dapat merangsang dan menghambat fungsi mukosilia hidung. Polutan yang berkadar rendah dalam
jangka waktu pendek dalam beberapa penelitian terbukti merangsang aliran
mukosilia menandakan adanya mekanisme pertahanan. Tetapi polutan berkadar tinggi dalam jangka panjang terbukti mengurangi aliran mukosilia. Penurunan
aliran mukus hidung yang berkepanjangan atau berulang - ulang oleh karena paparan polutan dianggap sebagai faktor penyebab penyakit sinus kronis.
Mekanisme iritan inhalasi mengganggu fungsi mukosilia antara lain melalui perubahan viskoelastisitas mukus, menyebabkan mukus sel goblet menjadi
lengket, mengganggu fungsi silia atau melalui perubahan ketebalan hypophase. Gangguan mekanisme pertahanan hidung tersebut selanjutnya menyebabkan
waktu paparan mukosa sinonasal dengan zat inhalasi termasuk virus, bakteri, partikel atau zat kimia semakin lama. Pada gilirannya terjadi lingkaran setan
antara kerusakan jaringan dan disfungsi daya pertahanan tubuh Clerico, 2001.
2.3.2.6 Resistensi aliran udara hidung Pemeriksaan rinometri yang dilakukan pada mereka yang terpapar sulfur
oksida berkadar 5 ppm menunjukkan adanya peningkatan resistensi aliran udara hidung. Penderita sindroma sensitif bahan kimia multipel lebih peka terhadap
bahan kimia inhalasi sehingga resistensi aliran udara hidung pada penderita tersebut akan lebih besar saat terpapar bahan kimia atau bau tertentu Clerico,
2001.
2.4 Industri Konveksi