Industri Konveksi Debu KAJIAN PUSTAKA

mukosilia menandakan adanya mekanisme pertahanan. Tetapi polutan berkadar tinggi dalam jangka panjang terbukti mengurangi aliran mukosilia. Penurunan aliran mukus hidung yang berkepanjangan atau berulang - ulang oleh karena paparan polutan dianggap sebagai faktor penyebab penyakit sinus kronis. Mekanisme iritan inhalasi mengganggu fungsi mukosilia antara lain melalui perubahan viskoelastisitas mukus, menyebabkan mukus sel goblet menjadi lengket, mengganggu fungsi silia atau melalui perubahan ketebalan hypophase. Gangguan mekanisme pertahanan hidung tersebut selanjutnya menyebabkan waktu paparan mukosa sinonasal dengan zat inhalasi termasuk virus, bakteri, partikel atau zat kimia semakin lama. Pada gilirannya terjadi lingkaran setan antara kerusakan jaringan dan disfungsi daya pertahanan tubuh Clerico, 2001. 2.3.2.6 Resistensi aliran udara hidung Pemeriksaan rinometri yang dilakukan pada mereka yang terpapar sulfur oksida berkadar 5 ppm menunjukkan adanya peningkatan resistensi aliran udara hidung. Penderita sindroma sensitif bahan kimia multipel lebih peka terhadap bahan kimia inhalasi sehingga resistensi aliran udara hidung pada penderita tersebut akan lebih besar saat terpapar bahan kimia atau bau tertentu Clerico, 2001.

2.4 Industri Konveksi

Industri konveksi adalah suatu perusahaan yang menghasilkan pakaian jadi, baik pakaian wanita, pria, anak, olah raga dan lain-lain. Umumnya perusahaan konveksi memiliki bahan baku berupa tekstil dari bermacam-macam jenis, seperti katun, linen, polyester, rayon dan bahan-bahan sintesis lain ataupun bahan campuran dari jenis bahan-bahan tersebut. Proses dalam perusahaan konveksi ini merupakan kegiatan memproses kain atau barang setengah jadi diubah menjadi pakaian siap jadi. Proses mengubah material tersebut dibagi menjadi 4 bagian besar, yaitu proses memotong sesuai dengan pola pakaian, proses menjahit, proses merapikan, dan proses pengepakan. Bahan-bahan dan alat-alat yang dipergunakan dalam mengelola industri konveksi ini dapat terjadinya faktor penyebab gangguan kesehatan dan keselamatan kerja yang mempengaruhi tingkat produktivitas. Debu merupakan salah satu produk sampingan atau limbah yang terbentuk akibat proses pengolahan dari proses industri konveksi.

2.5 Debu

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara Suspended Particulate MatterSPM dengan ukuran 1 mikron sampai 500 mikron. Debu adalah partikel-partikel zat padat yang dihasilkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanisme seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan dengan cepat, peledakan dan lain-lain, baik dari bahan organik maupun non-organik. Cayanto dkk, 2007;UU K3, 1970. Debu merupakan salah satu bahan pajanan yang menimbulkan risiko pekerjaan. Debu dapat mengakibatkan gangguan pernapasan bagi pekerja pada industri yang berhubungan dengan debu pada proses produksinya. Sifat debu yang disebarkan pada lingkungan kerja sangat berhubungan dengan sifat bahan dasar penghasil debu tersebut. Hasil akhir efek samping debu industri tergantung pada tipe debu yang dihirup dan tempat debu melekat pada saluran napas, hal tersebut bergantung pada ukuran partikel debu tersebut, struktur saluran napas dan proses bernapas itu sendiri. Debu memiliki beberapa sifat yaitu Mengkidi, 2006: a Sifat pengendapan, yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya grafitasi bumi. Namun karena kecilnya kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di udara. Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel lebih dari pada yang ada di udara. b Sifat permukaan basah, sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah dilapisi oleh air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu dalam tempat kerja. c Sifat penggumpalan, oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat menempel satu sama lain dan menggumpal. Kelembapan di bawah saturasi kecil pengaruhnya terhadap penggumpalan debu. Akan tetapi bila tingkat kelembapan di atas titik saturasi maka akan mempermudah penggumpalan. d Sifat listrik statis, debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya penggumpalan. e Sifat Opsis, partikel yang basahlembap lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat terlihat pada kamar gelap. Pengaruh debu pada penyakit saluran napas ditentukan oleh sifat-sifat debu itu sendiri, yaitu: ukuran debu, kadar debu, fibrogenitas debu dan tingkat pajanan debu. Dahulu beberapa debu dianggap tidak berbahaya atau debu inert karena debu yang berukuran 5- 10 μm yang masuk ke dalam saluran napas akan dikeluarkan seluruhnya. Hal ini terjadi jika jumlah debu yang masuk kurang dari 10 partikel. Jika jumlah debu yang masuk lebih dari 1000 partikel maka sekitar 10 akan tertimbun dalam saluran napas. Jika jumlahnya mencapai lebih dari 100.000 partikel maka persentase penimbunannya akan bertambah besar lagi Cayanto dkk, 2007; Wahab, 2001. Debu industri yang terdapat dalam udara dibagi menjadi 2 yaitu:1. Deposit particulate matter yaitu partikel debu yang hanya berada sementara di udara dan partikel ini segera mengendap karena daya tarik bumi, 2 Suspended particulate matter yaitu partikel debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap dengan ukuran 1 mikron sampai 100 mikron Cayanto dkk, 2007; Wahab, 2001. Berdasarkan fibrogenitasnya terhadap jaringan dibedakan debu fibrogenik dan nonfibrogenik . Debu fibrogenik yaitu debu yang menimbulkan fibrosis jaringan, misalnya debu batubara, debu silica dan debu asbes. Sedangkan debu nonfibrogenik yaitu debu yang tidak menimbulkan reaksi jaringan. Pada awalnya debu golongan ini dianggap tidak berbahaya bagi kesehatan, tetapi kemudian diketahui kadar debu yang tinggi akan menyebabkan reaksi saluran napas seperti hipertrofi dan hipersekresi saluran napas. Tingkat pajanan ditentukan oleh lamanya waktu pajanan dan kadar debu rata-rata di udara lingkungan kerja Cayanto dkk, 2007; Wahab, 2001. 2.5.1 Debu dalam industri konveksi Debu merupakan salah satu produk sampingan atau limbah yang terbentuk akibat proses pengolahan dari proses pemotongan, menjahit dan merapikan bahan tekstil. Bahan dasar tekstil terbanyak adalah kapas karena mempunyai keunggulan ongkos tanam dan biaya pengolahan rendah Mulyani, 2007. Kapas termasuk noksa yang dapat merusak struktur anatomis organ dan perubahan fungsi. Noksa adalah bahan yang dapat merusak struktur anatomis organ atau tubuh dan sekaligus menimbulkan perubahan fungsi. Dalam lingkungan kerja, para pekerja terpapar dan menghirup noksa yang berasal dari bahan baku hasil produksi, produk sampingan, atau dari limbah. Secara umum noksa lingkungan dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Debu organik : nabati, hewani 2. Debu inorganik : pertambangan, industri logam, keramik 3. Gas iritan :industri petrokimia, farmasi Debu pada industri konveksi dibedakan atas debu yang alami dan debu dari bahan sintetis. Debu yang alami berasal dari bahan wool, sutera, linen, dan katun sementara sebagian besar debu dari bahan sintetis adalah paparan debu tersering yaitu berasal dari serat sintetis seperti polyamide dan acrylic. Sebagian besar pakaian mengandung bahan sintetis seperti polyester, elastan dan lycra, hal ini disebabkan karena harganya yang murah dan mudah perawatannya menjadi pilihan utama industri konveksi. Namun proses pengolahan bahan ini pada industri konveksi menimbulkan polusi dan sulit untuk didaur ulang Mulyani, 2007. 2.5.2 Debu kapas Debu kapas adalah debu organik yang terlepas ke udara selama tindakan pengolahan serat kapas yang mengandung banyak bahan seperti komponen tumbuhan, serat, bakteri, jamur, pestisida, dan kontaminan lainnya yang dapat berakumulasi dengan kapas selama proses menanam, panen, pengangkutan dan pemintalan. Debu kapas juga dapat didefinisikan sebagai semua debu yang timbul akibat proses pengolahan kapas hingga proses penjahitan kain, pemotongan kain, proses setrika dan pengepakan Mulyani, 2007. Pembagian debu kapas berdasarkan tipenya dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Inhalable dust yaitu partikel debu yang dapat terhirup dan terdeposit di saluran napas seperti mulut dan hidung, 2. Thoracic dust yaitu material berbahaya yang dapat masuk ke dalam paru-paru dan ikut dalam pertukaran udara, 3. Respirable dust yaitu fraksi dari debu yang dapat masuk mencapai alveoli paru Mulyani, 2007. Ukuran debu sangat bervariasi, berikut klasifikasi debu kapas berdasarkan ukuran partikel debu seperti tertera dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Klasifikasi debu berdasarkan ukuran partikel Tipe Ukuran partikel µm Sampah debu Di atas 500 Debu 50-500 Debu mikro 15-50 Debu yang dapat terhirup Kurang dari 15 Pada perusahaan tekstil dampak negatif terhadap polusi udara sangat bervariasi. Proses spinning dan weaving akan mempengaruhi kualitas udara sementara proses dyening dan printing yang menggunakan zat kimia akan melepaskan zat-zat yang mudah menguap dan berbahaya bagi kesehatan. Debu kapas menimbulkan reaksi alergi dan iritasi terhadap saluran napas manusia, mulai dari saluran napas bagian atas berupa hipersekresi kelenjar mukosa hidung maupun peradangan pada sinus paranasalis. Debu kapas termasuk debu organik yang bersifat alergen terhadap saluran napas yang dapat menyebabkan rinitis alergi pada penderita alergi Wahab, 2001. 2.5.3 Kadar debu total Dalam Enviromental Protection Departement WHO, 2005 disebutkan kadar debu total atau juga dikenal sebagai partikulat tersuspensi total TSP mengacu pada semua partikel di atmosfer. Kadar debu total merupakan pertikel di udara yang memiliki diameter kurang dari 100 µm mikrometer. Di antara kadar debu total, termasuk partikel yang dapat terhisap oleh sistem pernapasan. Partikel ini merupakan partikel di atmosfer yang memiliki ukuran sama dengan atau bahkan kurang dari 10 µm WHO, 2005. 2.5.4 Nilai Ambang Batas NAB Debu Nilai Ambang Batas adalah parameter yang banyak digunakan untuk mengukur keadaan udara di dalam lingkungan kerja. Nilai Ambang batas adalah konsentrasi dari zat, uap dan gas dalam udara yang dapat dihirup dalam 8 jam sehari atau 40 jam seminggu yang hampir semua tenaga kerja dapat terpajan berulang kali sehari-hari dalam melakukan pekerjaan tanpa gangguan kesehatan yang berarti. Nilai Ambang Batas hanya merupakan alat atau pedoman yang mengikat untuk diperhatikan dari segi kesehatan dan keselamatan kerja. Namun bila NAB sudah diterapkan, bukan berarti para pekerja tersebut terbebas dari semua resiko yang mungkin timbul di lingkungan kerja. Depkes RI, 2008. Nilai Ambang Batas debu mengikuti ambang batas udara ambien yaitu berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 atau PP RI No. 41 tahun 1999 menyebutkan NAB dalam 1 jam adalah 90 µgNm 3 sedangkan dalam 24 jam adalah 230 µgNm 3 . Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Kepmenkes No.1405MENKESSKXI2002 NAB maksimal di industri sebesar 10mgm 3 . Penelitian pendahuluan dan pengukuran kadar debu di perusahaan tekstil X pada tahun 2001 diperoleh NAB debu kapas yaitu 0,114- 0,148mgm 3 pada unit spinning dan 0,223-0,614 mgm 3 pada unit carding Wahab, 2001. 2.5.5 Pengukuran debu Kuantitas pajanan terhadap debu didefinisikan menjadi beberapa istilah yaitu kadar debu total total dust, kadar debu terhirup respirable dust dan kadar debu dosis kumulatif. Debu total dihitung dengan menggunakan pengumpul debu pasif. Debu total ini kurang berpengaruh terhadap kesehatan karena ukuran debu tidak spesifik. Kadar debu terhirup adalah partikel debu dengan diameter aerodinamik rata-rata 4 mikron 0-100 mikron, partikulat yang terhirup adalah partikel yang ditangkap oleh filter nylon cyclone diameter 10 mm dengan kecepatan 1,7 litermenit. Sedangkan kadar debu kumulatif adalah perkalian antar kadar debu terhirup dan lama pajanan Wahab, 2001. 2.5.5.1 Konsentrasi partikel debu Semakin tinggi konsentrasi partikel debu dalam udara dan semakin lama pajanan berlangsung, jumlah partikel yang mengendap di paru juga semakin banyak Yunus, 2003. 2.5.5.2 Lama Pekerjaan Jenis pekerjaan dalam industri mempengaruhi risiko terjadinya pajanan debu. Pekerja yang memiliki resiko tinggi terpapar debu adalah pekerja yang berhubungan dengan proses produksi Suherman, 2013.

2.6 Paparan Debu pada Perusahaan Konveksi dan Waktu Transpor

Dokumen yang terkait

Perbedaan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Perokok Dan Bukan Perokok

2 89 87

Analisis Perbedaan Gangguan Faal Paru Pada Pekerja Bagian Produksi Dengan Bagian Administrasi Akibat Paparan Debu Asap Di Pabrik Gula Malang

0 13 23

Bagian HIDUNG

0 7 1

HUBUNGAN KEPATUHAN INSTRUKSI KERJA DENGAN PERILAKUAMAN PEKERJA BAGIAN PRODUKSI DI PT ANEKA Hubungan Kepatuhan Instruksi Kerja Dengan Perilaku Aman Pekerja Bagian Produksi Di PT Aneka Adhilogam Karya, Ceper, Klaten.

1 2 16

PERBEDAAN TINGKAT KELELAHAN SUBYEKTIF ANTARA SHIFT PAGI DAN MALAM PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI Perbedaan Tingkat Kelelahan Subyektif Antara Shift Pagi Dan Malam Pada Pekerja Bagian Produksi Pengolahan Beton Di PT. Wijaya Karya Beton Tbk Kabupaten Boyola

0 2 17

PERBEDAAN TINGKAT KELELAHAN SUBYEKTIF ANTARA SHIFT PAGI DAN MALAM PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI Perbedaan Tingkat Kelelahan Subyektif Antara Shift Pagi Dan Malam Pada Pekerja Bagian Produksi Pengolahan Beton Di PT. Wijaya Karya Beton Tbk Kabupaten Boyol

0 11 16

PERBEDAAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DAN KARYAWAN BAGIAN ADMINISTRASI DI PABRIK Perbedaan Arus Puncak Ekspirasi Karyawan Bagian Produksi Dan Karyawan Bagian Administrasi Di Pabrik Tekstil Safrijunie Textindo Banyudono Boyolali.

0 0 14

PERBEDAAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DAN KARYAWAN BAGIAN ADMINISTRASI DI PABRIK Perbedaan Arus Puncak Ekspirasi Karyawan Bagian Produksi Dan Karyawan Bagian Administrasi Di Pabrik Tekstil Safrijunie Textindo Banyudono Boyolali.

0 0 15

PERBEDAAN TRANSPOR MUKOSILIA PADA PEMBERIAN LARUTAN SALIN HIPERTONIK DAN ISOTONIK PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK.

0 0 7

Pengaruh cuci hidung terhadap gejala, transpor mukosiliar, dan eosinofil hidung pada pekerja pabrik kayu

0 0 11