BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sistem Mukosilia Hidung
Mekanisme pertahanan mukosa hidung yang terpenting adalah sistem mukosilia. Sistem mukosilia terdiri dari silia epitel respiratorius, sel goblet dan
palut lendir Passali dkk, 2005; Probst dkk, 2006. Gangguan pada sistem mukosilia dapat menyebabkan perubahan pada mukosa dan terjadi penyakit
Krouse dan Stachler, 2006.
2.1.1 Mukosa Sinonasal Sebagian besar permukaan kavum nasi dilapisi oleh mukosa respiratorius.
Mukosa sinonasal secara histologis terdiri dari palut lendir mucous blanket, epitel kolumnal berlapis semu bersilia, membrana basalis, lamina propia yang
terdiri dari lapisan subepitelial, lapisan media, dan lapisan kelenjar profunda. Kulit pada vestibulum hidung sama seperti hidung bagian luar merupakan sel
epitel skuamosa berkeratinisasi terdiri dari vibrise, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Pada bagian anterior konka inferior epitel berkeratinisasi tadi bercampur
dengan epitel skuamosa tidak berkeratinisasi, epitel kolumnar tidak bersilia dan epitel respiratorius bersilia Probst dkk, 2006. Saat mencapai nasofaring sel
kolumner bercampur menjadi epitel skuamosa tidak berkeratinisasi yang mirip dengan epitel rongga mulut Ballenger, 2003.
Mukosa kavum nasi dilapisi oleh mukosa respiratorius dan mukosa olfaktorius. Sebagian besar mukosa kavum nasi dilapisi oleh mukosa
6
respiratorius. Mukosa respiratorius dilapisi oleh epitel kolumnar pseudostratified bersilia yang merupakan kelanjutan dari sinus paranasal. Epitel bersilia berperan
dalam transportasi mukus dari kavum nasi ke nasofaring. Sedangkan atap septum nasi dilapisi oleh mukosa olfaktorius Probst dkk, 2006; Krouse dan Stachler,
2006. 2.1.1.1 Epitel
Epitel mukosa respiratorius tersusun atas sel bersilia, sel intermediate, sel basal dan sel goblet yang berada pada membran basal. Epitel merupakan barier
mekanik yang utama untuk melawan infeksi. Sel kolumner bersilia merupakan sel yang terbanyak dan membentang dari membran basal ke permukaan sel
Ballenger, 2003. Setiap sel bersilia memiliki 150-200 silia yang tersusun atas mikrotubulus Probst dkk, 2006. Tugas dari silia adalah untuk membersihkan
palut ledir yang dihasilkan oleh sel goblet dan sekresi serus dari kelenjar hidung ke nasofaring. Mikrovili berukuran lebih pendek daripada silia dan beberapa
memiliki cabang. Fungsi mikrovili ini masih belum jelas namun diduga dapat memperluas permukaan sel. Sel basal terletak pada membran basal dan berfungsi
sebagai progenitor sel kolumner tidak bersilia menjadi sel kolumner bersilia Probst dkk, 2006.
2.1.2 Silia Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel, bentuknya
panjang, dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile. Silia dapat ditemukan di seluruh traktur respiratorius, kecuali vestibulum hidung, dinding posterior
orofaring, sebagian laring dan cabang terminal bronkus. Silia terdapat juga pada
tuba Eustachius, sebagian besar telinga tengah dan di dalam sinus paranasal Ballenger, 2003. Silia manusia memiliki ukuran panjang 2-6 µm dengan
diameter 0,3 µm. Setiap silia terdiri dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang tersusun longitudinal atau fibril yang disebut aksonema. Mikrotubulus ini
dikelilingi sembilan pasang di bagian luar gambar 2.1 Ballenger, 2003.
Gambar 2.1 Struktur ultrasilia tubulus Ballenger, 2003
Pola pergerakan silia dikenal dengan ciliary beat Gambar 2.2. Gerakannya cepat dan tiba-tiba ke salah satu arah active stroke dengan ujungnya
menyentuh lapisan mukoid kemudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak mencapai lapisan tadi recovery stroke. Pukulan terjadi secara
metachronus dan berlangsung 3-25 mmmenit dengan frekuensi 12 Hz Stierna,
2001 atau 1000 getaran per menit Ballenger, 2003. Gerakan silia terdiri dari dua fase dengan sumber energinya adenosine
triphosphate ATP, mengakibatkan pergerakan filamen pada silia dikenal dengan
teori meluncurnya filamen. Silia pada epitel respiratorius bergerak secara terkoordinasi dengan pola metachronous pada cairan perisilia yaitu lapisan yang
lebih dalam dari lapisan sol, yang mengalirkan lapisan gel superfisial ke arah
nasofaring Probst dkk, 2006. Gerakan silia dipengaruhi oleh faktor eksternal Probst dkk, 2006.
Gambar 2.2 Siklus silia normal Ballenger, 2003 2.1.3 Palut Lendir
Palut lendir adalah lembaran yang tipis, lengket, dan liat yang dihasilkan oleh kelenjar serus dan sel-sel goblet pada mukosa hidung. Palut lendir melapisi
permukaan epitel hidung berukuran 12-15 µm. Palut lendir terdiri dari dua lapisan yaitu a lapisan sol disebut juga cairan perisilia, terletak di lapisan dalam,
menyelimuti batang silia dan bersifat kurang viskus dan b lapisan gel yang terletak di superfisial, ditembus oleh batang silia bila sedang tegak sepenuhnya
dan bersifat lebih viskus Ballenger, 2003; Probst dkk, 2006; Krouse dan Stachler, 2006.
Lapisan superfisial merupakan lapisan yang terdiri dari gumpalan mukus yang tidak berkesinambungan yang menumpang pada cairan perisilia dibawahnya.
Cairan perisiliar kaya akan protein plasma seperti albumin, Ig G, Ig M dan faktor komplemen Stierna, 2001. Partikel yang larut maupun tidak larut akan ditangkap
dalam gumpalan mukus ini dan kemudian dibuang oleh gerak silia di bawahnya menuju esofagus. Palut lendir mempunyai pH = 7 atau sedikit asam dan
mengandung air 95, 2,5-3 glikoprotein, garam 1-2. Komposisi ini tergantung pada aktivitas sel goblet, kelenjar seromukus korion, kelenjar
lakrimalis dan penguapan udara inspirasi Passali dkk, 2005. Fungsi palut lendir ini adalah sebagai pelicin, melindungi dari keadaan kering dan menangkap
partikel dan gas yang larut Ballenger, 2003. Palut lendir dibersihkan ke arah nasofaring setiap 10 sampai 15 menit oleh
gerakan silia dan digantikan oleh mukus segar yang disekresikan kavum nasi dan mukosa sinus Walsh dan Kern, 2006. Palut lendir selalu bergerak dan gerakan
ini karena adanya silia. Silia bergerak untuk menghalau mukus dan debris yang terperangkap melalui ostium dan ke hidung. Silia juga dapat tertarik ke bawah
searah gravitasi. Ostium sinus maksila berada di superior dinding medial sinus sehingga tanpa gerakan silia yang menyapu mukus ke atas maka sinus maksila
tidak akan pernah mengalami drainase Metson, 2005. 2.1.4 Sel Goblet
Sel-sel goblet epitel dan kelenjar seromukus pada mukosa hidung menghasilkan palut lendir Ballenger, 2003; Probst dkk, 2006; Krouse dan
Stachler, 2006. Laktoferin, lisosim, secretory leukoprotease inhibitor dan secretory
Ig A dihasilkan oleh sel serus, sedangkan glikoprotein dihasilkan oleh sel mukus. Fungsi utama Ig A adalah untuk mengeksklusi mikroorganisme di
jaringan dengan berikatan dengan antigen di lumen jalan napas sedangkan Ig G bekerja pada mukosa dengan menginisiasi perubahan reaksi berupa inflamasi
ketika terpapar antigen bakteri Stierna, 2001.
Sel goblet lebih banyak ditemui pada sinus maksila dibandingkan sinus lainnya, sedangkan kelenjar lebih banyak ditemui pada hidung dibandingkan pada
sinus paranasal. Hal ini fisiologis karena pada ruang tertutup seperti pada sinus paranasal sel goblet cukup efektif dalam menghasilkan mukus untuk mencegah
terjadinya kekeringan mukosa dan untuk menunjang transpor mukosilia Passali dkk, 2005. Suatu penelitian eksperimental menggunakan kelinci ditemukan
penurunan jumlah sel goblet disertai involusi dan berkurangnya jumlah kelenjar secara signifikan pada sinusitis dengan derajat inflamasi yang berat Stierna,
2001.
2.2 Transpor Mukosilia