Pengaruh Penambahan Arang Sekam Padi Dan Arang Ilalang (Imperata Cylindrica l) Terhadap Sifat-Sifat Fisik Dan Kimia Pada Air Sumur
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DAN HUBUNGAN YANG HARMONIS (Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di
Kelurahan Polonia)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Komunikasi
Disusun oleh:
PINA PANDUWINARSIH 060904048
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI INI DISETUJUI UNTUK DIPERTAHANKAN OLEH:
NAMA : PINA PANDUWINARSIH
NIM : 060904048
JUDUL :KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DAN HUBUNGAN YANG
HARMONIS
(Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia)
Pembimbing Ketua Departemen
Drs. Hendra Harahap, M.Si. Drs.Amir Purba, M.A
Dekan
(3)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Pada Hari :
Tanggal : Pukul : Tim Penguji:
1. Ketua :
2. Anggota 1 :
(4)
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia)
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil dengan menggunakan perspektif dari faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam proses komunikasi antarbudaya untuk menciptakan suatu hubungan yang harmonis di Kelurahan Polonia.
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kelurahan Polonia. Kecamatan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun, dengan asumsi dalam rentang usia tersebut lebih sering melakukan interaksi sosial dalam kehidupan sehari–hari. Jumlah keseluruhan populasi yang terdaftar di Kelurahan Polonia adalah sebanyak 11.756 orang.
Jumlah sampel yang diambil sebesar 99 orang dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik stratifikasi proporsional dan purposive. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup sejumlah 63 pertanyaan. Analisis data menggunakan bentuk tabel tunggal lalu dihubungkan menjadi tabel silang. Selanjutnya uji hipotesa dan tes signifikansi. Semuanya dilakukan dengan program SPSS for Windows version 17.0.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa terbukti bahwa hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia terdapat hubungan yang rendah.Untuk mengetahui tingkat signifikansi hasil hipotesis, dilakukan dengan menghitung nilai tabel temuan. Nilai tabel untuk masyarakat Kelurahan Polonia adalah 0.021. Nilai signifikansi yang diperoleh pada tabel koefisien korelasi Spearman Rho yaitu: 0.034 yang berarti 96,6%. Dengan demikian, nilai signifikansi temuan (96.6 %) lebih besar dari nilai signifikansi patokan (95 %). Maka, Ho ditolak dan Ha diterima. Maka peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia adalah signifikan.
(5)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan badan air yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Sementara air tanah merupakan air yang berada dibawah permukaan tanah. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dari air permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang sangat lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang lama tersebut, air tanah akan sulit untuk pulih kembali jika mengalami pencemaran. Dinamika pergerakan air tanah pada hakikatnya terdiri atas pergerakan horizontal air tanah, infiltrasi air hujan, sungai, danau, dan rawa ke lapisan akifer, dan menghilangnya atau keluarnya air tanah melalui sumur . Pada saat infiltrasi, ke dalam tanah, air permukaan mengalami kontak dengan mineral – mineral yang terdapat di dalam tanah dan melarutkannya, sehingga kualitas air mengalami perubahan karena terjadi reaksi kimia.
Badan air dicirikan oleh tiga komponen utama, yaitu komponen hidrologi, komponen fisika – kimia, dan komponen biologi. Pengelolaan sumber daya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan.Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan data kualitas air, mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi. (Hefni, E. 2003)
(6)
Banyak cara dan metode yang digunakan pada pengolahan air tanah agar dapat digunakan sebagai air bersih dalam rumah tangga, dimana dengan cara menambahkan adsorben yang berfungsi untuk menurunkan beberapa kadar parameter air. Beberapa adsorben yang biasa digunakan adalah zeolit, tanah diatom, pasir, dan arang aktif, yang memiliki kandungan silika yang cukup tinggi sehingga dapat menyerap atau mengikat zat – zat pencemar yang terdapat dalam air tanah.
Telah banyak penelitian sebelumnya yang menggunakan beberapa adsorben untuk menurunkan kadar zat pencemar, yang salahsatunya adalah MS Saeni pada tahun 1989 dengan judul pengaruh kontak langsung air dengan pasir, tanah liat, dan arang terhadap sifat – sifat fisik dan kimia air .
Sekam padi merupakan lapisan yang membungkus butiran padi, dan akan terpisah pada proses penggilingan gabah sehingga menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Ditinjau dari komposisi kimiawi, sekam padi mengandung zat arang (karbon) yang tinggi sebesar 1,33 % dan silika sebesar 16,98 %. Hampir sama seperti sekam padi, ilalang juga mengandung silika yang tinggi, yakni sebesar 2,66 %. Kedua jenis bahan ini sangat mudah didapatkan, karena banyak terdapat di sekitar tempat tinggal kita dan tidak memerlukan biaya yang mahal atau sama sekali tidak membutuhkan biaya. Oleh karena sekam padi dan ilalang memiliki kandungan zat arang dan silika yang tinggi serta mudah untuk didapatkan, maka penulis tertarik untuk menggunakan kedua bahan ini sebagai adsorben yang terlebih dahulu diarangkan atau dikarbonisasi, dan kemudian ditambahkan ke dalam air sumur. Karena penulis ingin menggunakan bahan yang sederhana dan mudah didapatkan disekitar kita yakni sekam padi dan alang – alang untuk digunakan sebagai bahan untuk pengolahan air bersih yang dapat digunakan masyarakat.
(7)
Metode pengujian yang akan digunakan penulis adalah dengan membandingkan hasil penentuan kadar beberapa parameter air sebelum dan sesudah ditambahkan dengan arang sekam padi dan arang ilalang, dimana sifat fisika yang diuji adalah kekeruhan, konduktivitas, total padatan tersuspensi (TSS), dan total padatan terlarut (TDS) sedangkan sifat kimia yang diuji adalah pH, besi (Fe), kesadahan (Ca dan Mg).
1.2.Permasalahan
Bagaimana pengaruh penambahan arang sekam padi dan arang ilalang terhadap sifat – sifat fisik dan kimia pada air sumur yang dipakai untuk air bersih?
1.3.Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada penentuan pH, besi (Fe), kesadahan (Ca & Mg), dan konduktifitas, kekeruhan (turbiditas) sebelum penambahan dan sesudah penambahan dengan arang sekam padi dan arang ilalang selama 24 jam.
1.4.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan arang sekam padi dan arang ilalang terhadap pH, kadar besi (Fe), kesadahan (Ca & Mg), dan konduktifitas, kekeruhan (turbiditas), total padatan tersuspensi (TSS), dan total padatan terlarut (TDS) dalam air sumur.
1.5.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi yang berguna tentang pengolahan air sumur sebagai air bersih yang digunakan masyarakat.
(8)
1.6.Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
1.7.Metodologi Penelitian
1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium. 2. Penentuan pH dengan menggunakan pH meter
3. Penentuan kadar besi dilakukan dengan metode spektrofotometri 4. Penentuan kekeruhan dilakukan dengan metode turbidimetri 5. Penentuan kadar kesadahan dilakukan dengan metode titrimetri 6. Penentuan konduktifitas dilakukan dengan metode konduktometri.
7. Waktu perendaman arang sekam padi dan arang ilalang di dalam air sumur adalah 1 kali 24 jam.
(9)
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Tanaman salak (Salacca Edulis Reinw) termasuk kelompok tanaman palmae yang tumbuh berumpun, umumnya tumbuh berkelompok. Tanaman salak dapat ditanam di daerah dataran rendah mulia dari tanah ngarai, daerah pesisir dan tepi pantai sampai ke dataran tinggi di lereng-lereng bukit atau pegunungan sampai pada ketinggian 750 meter di atas permukaan laut. Untuk tumbuh, idealnya tanaman salak menghendaki tanah yang gembur, subur dan banyak mengandung humus. Salak juga akan tumbuh baik pada tanah berlempung dan banyak mengandung pasir. Tanaman salak memerlukan air yang cukup, tetapi tidak tahan air yang tergenang dalam waktu lama (Anarsis,W, 1996).
Nama dagang internasional untuk buah asli Indonesia ini tergolong unik,
snake fruit. Julukan ini diberikan pada buah salak mungkin karena kulit buahnya yang tersusun seperti sisik ular. Padahal beberapa buah salak unggul seperti salak mawar, salak bali, dan salak pondoh, rasanya sangat manis dan sangat bertolak belakang dengan julukan itu (Redaksi Agromedia, 2007).
Beberapa petani Salak di Sumatera, Jawa, dan Bali, yang menjadikan Salak sebagai sumber mata pencahariannya mempunyai penghasilan yang cukup lumayan. Jadi, dengan hanya berkebun Salak saja seorang petani dapat hidup lebih dari cukup; hal ini belum termasuk tambahan penghasilan dari pohon penaungnya.
(10)
Dari hari ke hari pendapatan petani kita semakin meningkat, karena petani semakin mampu memanfaatkan lahan pertaniannya semakin efisien. Tanaman pagar yang tidak menghasilkan telah diganti dengan tanaman Salak yang dapat berubah sepanjang tahun. Juga di sela-sela tanaman durian, petai, mangga dan sebagainya, yang beberapa waktu lalu hanya ditumbuhi rumput, sekarang dapat ditanami Salak yang hasilnya cukup lumayan sebagai tanbahan belanja dapur, biaya sekolah, atau untuk tabungan hari tua (Tjahjadi, 1991).
Di Indonesia terdapat banyak sekali jenis salak. Akan tetapi, yang banyak dikenal masyarakat diantaranya adalah :
1. Salak pondoh
Jenis buah salak ini kecil – kecil. Ujudnya tidak menarik, tetapi memiliki daging buah yang rasanya manis dan enak karena sedikit sekali rasa sepet. Daging buahnya tipis sampai agak tebal dengan warna putih susu. Rasanya manis dan enak sejak buah masih muda sampai pada tingkat menjelang masak. Bila buah sudah masak betul (masir) rasa tersebut akan sedikit berkurang. Pada umumnya salak pondoh dijual bersama tangkainya dalam tandan, tidak perbiji.
2. Salak bali
Jenis buah salak ini besarnya sedang, dalam waktu lima bulan saja buah sudah masak. Buah yang masak berwarna merah cokelat. Daging buah yang masak rasanya manis.
(11)
Salak ini berasal dari daerah cagar budaya Condet, Jakarta Timur dan identik dengan masyarakat betawi. Aroma salak ini paling harum dan tajam dibandingkan dengan salak jenis lain. Daging buahnya tebal, maser, kesat, tak berair, dan berwarna putih kekuningan. Rasanya bervariasi, dari kurang manis sampai manis.
4. Salak padang sidempuan
Salak padang sidempuan berasal dari daerah Tapanuli Selatan. Kulit buah salak ini berwarna hitam kecokelatan dan bersisik besar. Ciri khas utama salak ini adalah daging buahnya yang berwarna kuning tua berserabut merah. Rasa daging buahnya manis bercampur asam dan pada buah yang sudah tua rasa sepatnya hampir tidak ada.
5. Salak gading
Jenis buahnya kecil – kecil dengan warna kulit kuning gading mengkilat. Daging buahnya berwarna putih kekuningan. Rasanya manis dan enak bila sudah masak. Daun salak gading lebih bersih dan agak kekuningan.
6. Salak gula pasir
Salak gula pasir merupakan salah satu kultivar dari salak bali. Kelebihan salak ini adalah rasa daging buahnya yang sangat manis. Saking manisnya hingga mendekati kemanisan gula sehingga dinamakan salak gula pasir. Daging buahnya berwarna putih kusam dan renyah.
7. Salak manonjaya
Salak ini berasal dari daerah Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kulit buah salak manonjaya terdiri atas susunan sisik yang sangat halus. Kulit buah salak ini termasuk yang paling tebal dibandingkan dengan jenis salak lainnya (Redaksi Agromedia, 2007).
(12)
Jumlah permintaan salak secara keseluruhan untuk didaerah-daerah di seluruh Indonesia secara kuantitatif belum dapat dipastikan, mengingat kurang adanya data yang mendukung. Namun melihat keadaan pasar saat ini, bardasarkan pengamatan langsung ke pasar-pasar di Sumatera, diperoleh gambaran bahwa pemintaan salak sangat cukup besar. Sentra produksi salak di Sumatera hanya di Padang Sidempuan yang cukup besar, di samping beberapa hektar tanaman salak di Lubuk Linggau (Kabupaten Musi Rawas) dan Kabupaten Ogan Komering Ulu. Di jawa, permintaan akan buah salak juga terus meningkat, walaupun banyak salak yang didatangkan dari luar Jawa (dari Bali dan Madura). Demikian juga permintaan salak di Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya terus meningkat (Tjahjadi,1991).
Ada beberapa keuntungan yang dapat diambil dari mengusahakan tanaman salak diantaranya:
1. Penanamannya dapat dicampur atau ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan yang pohonnya tinggi seperti kelapa, petai, kemiri, dan tanaman buah-buahan lainnya
2. Bentuk tajuk tanaman salak rendah, lebar dapat menahan deraaan hujan dan perakarannya dapat mencegah terjadinya erosi
3. Jarak tanamnya cukup rapat, untuk lahan yang luasnya 1 Hektar dapat ditanami salak antara lain 2.000-2.200 pohon
4. Pemanenannya dapat dilakukan sepanjang tahunatau dengan kata lain panen salak tidak mengenal musim.
(13)
5. Umur produktifnya sangat panjang, bisa mencapai puluhan tahun, ada keterangan yang menjelaskan bahwa umur produktif tanaman salak lebih dari 50 tahun.
6. Pemasaran buahnya mudah, sampai saat ini permintaan masyarakat akan buah salak tetap lebih tinggi dari persediaan dan pengangkutannya pun relatif mudah
7. Buah salak selain dapat dimakan langsung sebagai buah segar juga dapat diawetkan atau diolah menjadi asinan atau manisan dalam bentuk makanan kaleng
8. Gizi yang terkandung dalam buahnya cukup banyak, diantaranya karbohidrat. Di samping itu buah salak tidak mengandung lemak yang menurut hasil beberapa penelitian mengatakan bahwa buah salak baik untuk diet
(Anarsis,W, 1996).
Landasan Teori
Sektor pertanian sebetulnya mempunyai kaitan erat dengan sektor industri. Karena sektor pertanian menghasilkan bahan mentah yang pada gilirannya harus diolah oleh industri menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dan sebaliknya sektor industri diharapkan mampu menghasilkan sendiri berbagai macam sarana produksi yang sangat diperlukan oleh industri pengolah pertanian, meliputi usaha yang mengolah bahan baku menjadi komoditi yang secara ekonomi menambah tinggi nilainya (Karmadi, 2003).
(14)
Banyaknya produksi buah, terutama salak, memerlukan suatu industri yang dapat mengolah buah tersebut dalam bentuk yang awet. Pabrik pengolahan dalam bentuk terpadu, artinya pabrik tersebut mampu megolah buah berbagai jenis dengan berbagai bentuk produk akan sangat tepat bagi pengembangan ekonomi Daerah. Industri pengolahan hasil pertanian memiliki daya saing yang kuat, karena memiliki keunggulan komparatif (sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tenaga kerja yang banyak dan murah, serta berdaya tahan lama) dan kompetitif (segmen pasar dan diferensiasi produk).
Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan sebagai berikut :
1. Meningkatkan Nilai Tambah
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain). Sedangkan bagi pengusaha ini menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri
2. Kualitas Hasil
Salah satu tujuan dari hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja
(15)
menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri
3. Penyerapan Tenaga Kerja
Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap. Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan
4. Meningkatkan keterampilan
Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar
5. Peningkatan Pendapatan
Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas hasil yang lebih baik yang harganya tinggi dan juga akhirnya akan mendatangkan total penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar
(Soekartawi (c), 1999).
Industri pengolahan salak dapat memberikan dampak positif bagi daerah tempat berdirinya industri tersebut. Antara lain adalah mampu menghasilkan nilai tambah dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan serta dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar (Anonimous, 2009).
Dampak adalah pengaruh yang terjadi terhadap pendapatan dan kesempatan kerja. Pendapatan petani adalah hasil dari penjualan produksi salak
(16)
yang diukur dalam satuan rupiah. Pendapatan petani salak diperoleh dari seberapa besar total biaya yang di keluarakan oleh petani dan seberapa besar penerimaan yang diterima oleh petani. Total biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang jumlahnya relative tetap selama masa produktif. Dalam hal ini, biaya tetap meliputi biaya penyusutan dari peralatan yang dugunakan oleh petani dan biaya PBB. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada jumlah produksi. Umumnya biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi (saprodi). Penerimaan diperoleh dari seberapa banyak hasil penjualan yang dihasilkan oleh petani salak dengan melihat harga jual salak per kg dan jumlah produksi yang dihasilkan.
Kesempatan kerja adalah peluang bekerja bagi angkatan kerja dengan adanya luas lahan yang bertambah, maka petani menambah penggunaan tenaga kerja untuk mengelolah usahataninya. Kesempatan kerja dapat dilihat dari seberapa besar peluang bekerja bagi tenaga kerja yang akan dipakai oleh petani salak dalam pengolahan usahatani salak di daerah penelitian.
Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15-64 tahun) atau seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang atau jika ada permintaan tenaga kerja mereka dan jika mereka berpartisipasi dalam aktifitas tersebut (Suroto, 1992).
Menurut Muzhar (1994) Industri pengolahan hasil pertanian juga dapat memberikan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan petani. Industri pengolahan hasil pertanian memiliki daya saing yang kuat, karena memiliki keunggulan komparatif (sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tenaga kerja
(17)
yang banyak dan murah, serta berdaya tahan lama) dan kompetitif (segmen pasar dan diferensiasi produk). Pengolahan hasil menjadi salah satu bentuk kegiatan agroindustri yang utama. Usaha pengolahan hasil akan memberikan beberapa keuntungan antara lain :
1. Mengurangi kerugian ekonomi akibat kerusakan hasil pertanian 2. Meningkatkan nilai ekonomi hasil pertanian
3. Memperpanjang masa ketersediaan hasil pertanian baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan
4. Meningkatkan keanekaragaman produk pertanian 5. Mempermudah penyimpanan dan pengangkutan
Kerangka Pemikiran
Industri pengolahan salak merupakan salah satu jenis industri dengan memanfaatkan salak sebagai bahan baku utamanya, dimana salak tersebut akan diolah sesuai dengan kebutuhan untuk dijual secara komersil. Usaha pengolahan salak adalah suatu kegiatan mengelola buah salak agar dapat mamiliki daya simpan yang lebih lama dan untuk mempertahankan ataupun meningkatkan nilai jual dari buah salak. Usaha industri pengolahan salak yang dilakukan pengusaha di daerah penelitian masih tergolong pengolahan yang bersifat sederhana dangan bahan baku yang diperoleh dari desa sekitar industri pengolahan tersebut. Dimana industri pengolahan salak tersebut dapat menciptakan produk-produk unggulan dari buah salak. Antara lain adalah dodol salak, keripik salak, kurma salak, madu salak, sirup salak, nagogo drink, natabo salak, agar-agar salak, bakso salak dan bakwan salak.
(18)
Industri pengolahan salak dapat menciptakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja dengan adanya luas lahan yang bertambah, maka petani menambah penggunaan tenaga kerja untuk mengelolah usahataninya. Ketersediaan tenaga kerja khususnya tenaga kerja lokal yang hidup disekitar area lokasi pengolahan salak, dapat memperoleh mata pencaharian baru yang lebih menjamin kelangsungan hidupnya.
Perbandingan antara sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak mengakibatkan suatu dampak terhadap pendapatan petani dan kesempatan kerja bagi petani salak.
Secara singkat dapat dibuat skema kerangka pemikiran sebagai berikut :
SEBELUM SESUDAH Pendapatan
Petani Salak
Kesempatan Kerja Petani
Salak
INDUSTRI PENGOLAHAN
SALAK
Pendapatan Petani Salak
Kesempatan Kerja Petani
Salak
(19)
Keterangan : : Sebelum Industri Pengolahan Salak :Sesudah Industri Pengolahan Salak
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang ada dan berdasarkan tujuan penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap tingkat pendapatan 2. Ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap kesempatan kerja
(20)
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Hasan, 2002). Adapun yang menjadi daerah penelitian adalah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan pertimbangan adalah daerah ini merupakan daerah yang potensial bagi pertumbuhan tanaman salak dan telah ada industri pengolahannya.
Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan adalah metode Simple Random Sampling, dengan pertimbangan bahan sampel penelitian bersifat homogen atau rata-rata memiliki luas lahan dan lama bekerja yang sama. Dengan jumlah populasi sebanyak 897 petani salak di daerah penelitian. Dimana dalam hal ini diambil sebanyak 30 sampel di daerah penelitian (Hasan, 2002).
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang dibuat terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang
(21)
diperoleh dari instansi atau lembaga terkait seperti Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Selatan, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara serta literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.
Metode Analisis Data
Untuk menganalisis masalah (1) mengenai pendapatan petani salak sebelum ada industri pengolahan salak digunakan analisis pendapatan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Total biaya adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Dengan menggunakan rumus :
TC = FC + VC Keterangan :
TC = Total Cost /Total biaya (Rp) FC = Biaya tetap (Rp)
VC = Biaya variabel (Rp)
Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut :
TR = Py.Y Keterangan :
TR = Total Penerimaan (Rp) Py = Harga Jual (Rp/Kg) Y = Jumlah Produksi (Kg)
Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan total biaya. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut :
Pd = TR – TC Keterangan :
(22)
TR = Total Revenue / Total Penerimaan (Rp) TC = Total Cost / Total Biaya (Rp)
(Suratiyah, 2008)
Untuk menganalisis masalah (2) mengenai kesempatan kerja bagi petani salak sebelum ada industri pengolahan salak dianalisis secara deskriptif yaitu dengan melihat seberapa banyak tenaga kerja yang dipakai oleh petani dalam pengolahan usahatani dan juga dianalisis dengan menggunakan uji beda (T-test) dengan membandingkan jumlah tenaga kerja sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak.
Untuk hipotesis (3) dan (4) yaitu mengenai ada dampak industri pengolahan salak terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja dapat dianalisis dengan menggunakan uji beda rata-rata atau t-hitung dengan uji 2 arah sebelum dan sesudah industri pengolahan salak (Paried Sampel T-test).
x1 – x2 th =
S
√
1 + 1
n1 n2
(n1 – 1) s12 + (n2 – 1) s22 S2 =
(n1 – n2) – 2
dengan kaidah pengambilan keputusan : th ≤ tt = Hipotesis ditolak
th ≥ tt = Hipotesis diterima Keterangan :
(23)
x1 = rata-rata variabel I (sebelum ada industri pengolahan salak) x2 = rata-rata variabel II (sesudah ada industri pengolahan salak) s1 = simpangan baku dari variabel I
s2 = simpangan baku dari variabel II n1 = jumlah sampel variabel I
n2 = jumlah sampel variabel I (Sugianto, 2004)
Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :
Defenisi
1. Industri pengolahan salak adalah suatu usaha yang mengadakan perlakuan terhadap salak hingga menjadi produk baru yang memiliki nilai tambah.
2. Angkatan Kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15-64 tahun) atau seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang atau jika ada permintaan tenaga kerja mereka dan jika mereka berpartisipasi dalam aktifitas tersebut
3. Kesempatan kerja adalah peluang bekerja bagi angkatan kerja dalam mengelola usahatani
4. Tenaga kerja adalah orang-orang yang bekerja untuk mengelolah usahatani 5. Pendapatan petani adalah hasil dari penjualan produksi salak yang diukur
dalam satuan rupiah
6. Pendapatan adalah total penerimaan yang diperoleh pengusaha setelah dikurangi total biaya dalam satuan Rp/ton per tahun.
(24)
7. Penerimaan adalah jumlah produksi dikali dengan harga yang dihitung dalam satuan Rp/ton per tahun
8. Dampak adalah pengaruh yang terjadi terhadap pendapatan dan kesempatan kerja.
Batasan Operasional
1. Sampel adalah petani salak di Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan.
2. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2009
3. Daerah penelitian Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan.
(25)
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
RESPONDEN
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan dan yang menjadi daerah penelitian adalah Desa Parsalakan. Berikut deskripsi daerah penelitian Desa Parsalakan.
4.1.1. Luas dan Letak Geografis
Desa Parsalakan berada di Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah sebesar 3200 Ha. Jarak Desa Parsalakan dengan Kecamatan Angkola Barat (ibukota kecamatan) adalah 9 km, jarak ke Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukota kabupaten) adalah 8 km dan jarak ke ibukota propinsi Sumatera Utara (Medan) adalah 460 km.
Secara administrasi Desa Parsalakan mempunyai batas – batas sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Paya Tobotan
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Aek Latong Siamporik Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Paya Pusat Aek Nabara Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sawah Sialogo
(26)
4.1.2. Keadaan Penduduk
Penduduk di Desa Parsalakan pada tahun 2009 berjumlah 2524 jiwa atau 540 kepala keluarga. Terdiri dari berbagai suku yaitu suku Batak, Jawa, Minang, Nias dan Melayu. Sementara jumlah suku yang terbanyak adalah suku Batak. Berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk perempuan sebanyak 1264 jiwa (50,07 %) dari total penduduk sebanyak 2524 jiwa dan penduduk laki-laki berjumlah 1260 jiwa (49.92 %). Data ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan ini dibedakan menjadi 2 bagian berdasarkan kelompok umurnya yaitu dewasa dan anak-anak. Jumlah penduduk perempuan dewasa sebanyak 912 jiwa (36.13 %) dan jumlah penduduk perempuan anak-anak sebanyak 352 jiwa (13.94 %). Sedangkan jumlah penduduk laki-laki dewasa berjumlah 540 jiwa (21.39 %) dan penduduk laki-laki anak-anak berjumlah 720 jiwa (28.52 %). Berikut distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Parsalakan :
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Parsalakan, Tahun 2009
Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Persentase (%)
Dewasa Laki-laki Perempuan
540 912
21.39 36.13 Anak-anak
Laki-laki Perempuan
720 352
28.52 13.94
Total 2524 100.00
(27)
Dilihat dari kelompok umur ternyata kelompok umur usia poduktif di Desa Parsalakan cukup besar. Berikut gambaran jumlah penduduk menurut kelompok umur di Desa Parsalakan :
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Parsalakan Tahun 2009
Kelompok Umur
(Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
> 25 Tahun 1158 45.87
17 – 25 Tahun 474 18.77
5 – 17 Tahun 851 33.71
1 – 5 Tahun 41 1.62
Total 2524 100.00
Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009
Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur yang mempunyai jumlah paling besar adalah kelompok umur 25 tahun ke atas yaitu 1158 (45.87 %) dari total 2524 jiwa penduduk. Dan jumlah yang paling sedikit berada pada kelompok umur 1-5 tahun yaitu sebesar 41 jiwa (1.62 %). Sedangkan umur 17-25 tahun berjumlah 474 jiwa (18.77 %), umur 5-17 tahun berjumlah 851 jiwa (33.71 %).
Berdasarkan jumlah penduduk menurut agama, penduduk di Desa Parsalakan seluruhnya memeluk agama Islam yaitu sebanyak 2524 jiwa.
Berdasarkan tingkat pendidikan, rata-rata penduduk di Desa Parsalakan ini hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga jenjang Sekolah Dasar (SD). Namun demikian, tidak sedikit pula penduduk yang dapat menyelesaikan pendidikannya hingga SLTA bahkan sarjana. Secara keseluruhan perhatian penduduk setempat terhadap tingkat pendidikan sudah cukup baik dilihat dari telah banyaknya penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun dan telah ada penduduk yang menempuh jenjang pendidikan hingga sarjana. Berikut distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Parsalakan :
(28)
Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan di Desa Parsalakan Tahun 2009
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
Tidak Tamat SD 397 15.98
SD 1067 42.95
SLTP 571 22.98
SLTA 428 17.23
Diploma 8 0.32
Sarjana 13 0.52
Total 2484 100.00
Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009
Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk paling banyak adalah tamatan SD yaitu sebesar 1067 jiwa (42.95 %) dan tingkat pendidikan yang paling sedikit jumlahnya adalah diploma yang berjumlah 8 jiwa (0.32 %). Sedangkan penduduk yang tidak tamat SD sebesar 397 jiwa (15.98 %), tamat SLTP 571 jiwa (22.98 %), dan sarjana sebanyak 13 jiwa (0.52 %).
Untuk mata pencaharian, pada tahun 2009 penduduk di Desa Parsalakan banyak yang berprofesi sebagai buruh, pedagang, wiraswasta, dan petani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel distribusi penduduk menurut mata pencaharian berikut ini :
Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Parsalakan Tahun 2009
Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
Petani 824 67.32
Pegawai Negeri 164 13.39
Pedagang 137 11.19
Karyawan 30 2.45
Buruh 33 2.69
Wiraswasta 18 1.47
Jasa 18 1.47
Total 1224 100.00
Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009
Dari Tabel 5 diketahui bahwa selain bermata pencaharian sebagai buruh, pedagang, wiraswasta dan petani, ada juga penduduk yang bermata pencaharian sebagai pegawai negeri, karyawan dan jasa. Penduduk yang bermata pencaharian
(29)
sebagai petani menempati posisi yang paling banyak jumlahnya yaitu sebesar 824 jiwa (67.32 %), pegawai negeri 164 jiwa (13.39 %), pedagang 137 jiwa (11.19 %), karyawan 30 jiwa (2.45 %), buruh 33 jiwa (2.69 %), wiraswasta dan jasa memiliki jumlah yang sama yaitu 18 jiwa (1.47 %).
4.1.3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di suatu desa sangat dibutuhkan demi perkembangan desa tersebut. Di Desa Parsalakan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan penduduk, seperti sarana ibadah, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lain-lain telah tersedia. Hal ini dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :
Tabel 6. Sarana dan Prasarana Desa Parsalakan Tahun 2009
No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)
1 Sarana Ibadah
Mesjid 18
2 Sarana Kesehatan
Posyandu 5
3 Pendidikan
SD 2
4 Ekonomi
Kios/ Warung 137
5 Kantor Kepala Desa 1
6 Sarana Olah Raga
Lapangan Bulu Tangkis 2
7 Jalan Dusun Jalan Desa Jalan Protokol Jalan Kabupaten
2 1 1 1
Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009
4.2 Karakteristik Petani Sampel
Dalam penelitian ini petani responden adalah petani yang berusahatani salak sebanyak 30 responden. Yang termasuk karakteristik sampel antara lain : umur, pengalaman bertani dan luas lahan.
(30)
Tabel 7. Karakteristik Petani Sampel di Desa Parsalakan Tahun 2009
Uraian Satuan Rataan Rentangan
Umur Tahun 33,36 24-50
Pengalaman Bertani Tahun 10,03 5-28
Luas Lahan Ha 1,71875 1-6
Sumber : Analisis Data Primer, 2009
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata umur petani responden adalah 33,267 tahun dengan rentangan antara 24-50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum petani di daerah penelitian masih tergolong dalam usia produktif sehingga ketersediaan tenaga kerja dalam usahatani salak masih produktif, sehingg dapat dikatakan bahwa di daerah penelitian memiliki tenaga kerja petani yang masih sangat potensial untuk mengusahakan usahataninya.
Dalam hal Pengalaman Bertani rata-rata petani sampel di daerah penelitian adalah 10,03 tahun dengan rentangan 5-28 tahun. Ini menunjukkan pengalaman bertani sampel di daerah penelitian sudah cukup baik walaupun kalau dillihat dari masing-masing petani sampel sangat bervariasi. Tetapi jika dilihat dari pengalaman bertani rata-rata yaitu 10,03 tahun sudah menunjukkan pengalaman yang cukup lama untuk berusahatani salak sehingga petani sampel sudah memahami betul teknik bertanam salak walaupun di daerah penelitian masih dilakukan dengan cara tradisional dan turun temurun.
Luas lahan rata-rata yang dikelola petani sampel adalah 1,71875 Ha dengan rentangan 1-6 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan usahatani salak yang dikelola petani sampel sudah cukup baik untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani.
(31)
4.3 Karakteristik Industri Secara Umum
Sampel pada penelitian ini juga adalah industri pengolahan salak yang bernama ”Showroom dan Work Shop Sentra Industri Kecil Pengolahan Buah Salak Agrina”. Industri ini berdiri pada 25 September 2007, namun baru aktif pada tahun 2008. Industri ini tergolong ke dalam industri kecil karena sesuai dengan penggolongan jenis industri menurut Departemen Perindustrian. Dikatakan industri kecil jika suatu industri memiliki aset lebih kecil dari Rp 200 juta diluar tanah dan bangunan, omset tahunan lebih kecil dari Rp 1 milyar dan dimiliki oleh orang Indonesia independen.
Industri ini merupakan sebuah industri yang bergerak dalam bidang pengolahan makanan dan minuman yang terbuat dari buah salak, dimana proses produksi dilakukan sebanyak lima kali dalam seminggu. Hasil dari pengolahan tersebut adalah nagogo drink, sirup salak, madu salak, kurma salak, dodol salak dan kripik salak.
(32)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Tingkat Pendapatan Petani Salak Sebelum dan Sesudah Ada Industri Pengolahan Salak Di Daerah Penelitian
Pendapatan petani salak adalah hasil dari penjualan produksi salak yang diukur dalam satuan rupiah. Pendapatan petani salak diperoleh dari seberapa besar total biaya yang di keluarakan oleh petani dan seberapa besar penerimaan yang diterima oleh petani.
Total biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang jumlahnya relative tetap selama masa produktif. Petani harus tetap membayarnya, berapapun jumlah komoditi yang dihasilkan usahataninya. Biaya tetap menjadi penting apabila petani memikirkan tambahan investasi. Tiap tambahan investasi hanya dapat dibenarkan apabila petani mampu membelinya dan dalam jangka panjang dapat memberikan arus keuntungan. Keuntunga ini dapat terjadi karena berkurangnya biaya tidak tetap atau meningkatnya produksi pada waktu yang bersamaan atau berkurangnya biaya tetap untuk tiap satuan komoditi yang dihasilkan. Dalam hal ini, biaya tetap meliputi biaya penyusutan dari peralatan yang dugunakan oleh petani dan biaya PBB. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada
(33)
jumlah produksi. Umumnya biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi (saprodi). Penerimaan diperoleh dari seberapa banyak hasil penjualan yang dihasilkan oleh petani salak dengan melihat harga jual salak per kg dan jumlah produksi yang dihasilkan.
1.1 Pendapatan petani sebelum industri pengolahan salak
Untuk mengidentifikasi pendapatan petani salak sebelum ada Industri Pengolahan Salak dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 8. Pendapatan Petani Salak Sebelum Industri Pengolahan Salak
Keterangan Total (Rp) Rata-rata (Rp)
Penerimaan 62.895.000,00 2.096.500,00
Biaya Tetap
1. Biaya PBB 645.000,00 21.500,00
2. Biaya Penyusutan 3.478.933,33 116.322,78 Biaya Variabel
1. Biaya Tenaga Kerja 4.918.000,00 163.933,33 2. Biaya Saprodi 29.338.500,00 977.950,00 Pendapatan 24.519.566,67 817.318,89
Sumber: Data diolah dari lampiran 7
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan yang diterima oleh
setiap petani salak sebelum ada industri pengolahan salak sebesar Rp 2.096.500,00. sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap petani
rata-rata terdiri dari: biaya PBB sebesar Rp 21.500,00, biaya penyusutan sebesar Rp 116.322,78, biaya tenaga kerja sebesar Rp 163.933,33 dan biaya saprodi sebesar Rp 977.950,00. Dimana pendapatan yang diperoleh setiap petani sebelum ada industri pengolahan salak rata-rata sebesar Rp 817.318,89 /bulan.
Sebelum ada industri pengolahan salak, pendapatan yang diperoleh petani salak dapat dikatakan rendah, karena jika dibandingkan dengan standart Upah
(34)
Minimum Provinsi (UMP) pada saat ini yaitu sebesar Rp 905.000. Dimana pendapatan pada saat itu masih dibawah nya (Rp 817.318 < 905.000). Rendahnya pendapatan ini disebabkan oleh produksi yang masih rendah dan harga buah salak yang juga masih rendah.
Untuk melihat rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi petani sebelum ada industri pengolahan salak, dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 9. Rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi salak per petani sebelum ada industri pengolahan salak
Luas lahan (Ha) Harga jual (Rp/Kg) Produksi salak (Kg)
1,41 3.000,00 698,83
Sumber : Data diolah dari lampiran 1 dan 6
Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa dengan luas lahan, harga jual yang murah sebesar Rp 3000/Kg dan rata-rata produksi salak pada saat itu juga sedikit yaitu sebesar 698,83 Kg mengakibatkan penerimaan yang diperoleh petani salak juga sedikit.
Selain itu biaya-biaya yang harus dikeluarkan juga besar. Sehingga penerimaan yang diperoleh petani tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Misalnya pengeluaran untuk biaya PBB, biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga.
Dari hasil penelitian yang didapat bahwa biaya sarana produksi yang dikeluarkan petani hanya biaya bibit. Sedangkan untuk biaya pupuk tidak ada, karena dalam penanaman salak, petani tidak menggunakan pupuk. Atau dengan kata lain salak yang ditanam tanpa pupuk. Untuk melihat biaya bibit yang dikeluarkan petani, dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 10. Biaya dan jumlah bibit salak sebelum ada industri pengolahan salak
(35)
Sumber : Data diolah dari lampiran 5
Dari tabel 10 dapat terlihat jelas rata-rata biaya bibit yang dikeluarkan oleh petani dimana dapat dilihat harga dan jumlah bibit sebelum ada industri pengolahan salak.
Selain biaya saprodi yangn dikeluarkan oleh petani, ada juga biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan petani. Dari hasil penelitian yang didapat bahwa umumnya petani tidak pernah menghitung biaya tenaga kerja dalam keluarga dan kebanyakan petani menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya tenaga kerja yang begitu besar dan pengeluaran untuk biaya tenaga kerja sedikit. Namun, dikarenakan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga jug dihitung, maka pendapatan petani rendah. Petani salak juga umumnya menjual salak langsung kepada konsumen di sekitar dan pemasarannya pun tidak luas, sehingga pendapatan yang diperoleh rendah.
Untuk melihat upah tenaga kerja per tahapan per orang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 11. Rata-rata upah tenaga kerja per tahapan per orang sebelum ada industri pengolahan salak
Tahapan Jumlah Tenaga Kerja (Orang)
Upah Tenaga Kerja Anak
(Rp/orang)
Upah Tenaga Kerja (Rp/orang) Pengolahan lahan
dan penanaman
96 5.000,00 18.000,00
Pemeliharaan 68 5.000,00 15.000,00
Panen 72 5.000,00 10.000,00
Pembersihan 61 5.000,00 10.000,00
Pemasaran 49 5.000,00 20.000,00
Total 346 25.000,00 73.000,00
Sumber : Data diolah dari lampiran 4
(36)
Dari tabel 11 dijelaskan bahwa jumlah tenaga kerja dan upah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh rata-rata petani sedikit apabila disbanding dengan jumlah tenaga kerja sesudah ada industri pengolahan salak. Hal ini terjadi karena luas lahan masih relative sempit dan sebelumnya belum ada industri pengolahan salak, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan relatif sedikit.
1.2 Pendapatan petani sesudah industri pengolahan salak
Untuk mengidentifikasi pendapatan petani salak sesudah ada industri pengolahan salak dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 12. Pendapatan Petani Salak Sesudah Industri Pengolahan Salak
Sumber: Data diolah dari lampiran 7
Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan yang diterima oleh
setiap petani salak sesudah ada industri pengolahan salak sebesar Rp 6.338.000,00. sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap petani
rata-rata terdiri dari: biaya PBB sebesar Rp 27.500,00, biaya penyusutan sebesar Rp 156.616,67, biaya tenaga kerja sebesar Rp 22.8933,33 dan biaya saprodi sebesar Rp 3.896.050,00. Dimana pendapatan yang diperoleh setiap petani sebelum ada industri pengolahan salak rata-rata sebesar Rp 2.014.833,33/bulan.
Keterangan Total (Rp) Rata-rata (Rp)
Penerimaan 190.140.000,00 6.338.000,00
Biaya Tetap
1. Biaya PBB 825.000,00 27.500,00
2. Biaya Penyusutan 4.698.500,00 156.616,67 Biaya Variabel
1. Biaya Tenaga Kerja 6.868.000,00 228.933,33 2. Biaya Saprodi 116.881.000,00 3.896.050,00
(37)
Sesudah ada industri pengolahan salak, pendapatan yang diperoleh petani salak dapat dikatakan tinggi, karena jika dibandingkan dengan standart Upah Minimum Provinsi (UMP) pada saat ini yaitu sebesar Rp 905.000. Dimana pendapatan lebih tinggi (Rp 2.014.833 > 905.000). Tingginya pendapatan ini disebabkan oleh produksi yang meningkat dan harga buah salak yang juga naik.
Untuk melihat rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi petani sesudah ada industri pengolahan salak, dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 13. Rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi salak per petani sesudah ada industri pengolahan salak
Luas lahan (Ha) Harga jual (Rp/Kg) Produksi salak (Kg)
2,75 6.000,00 1.056,33
Sumber : Data diolah dari lampiran 1 dan 6
Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa terjadi penambahan luas lahan, harga jual dan produksi salak dibanding sebelum ada industri pengolahan salak. Hal ini terjadi karena permintaan konsumen terhadap buah salak bertambah. Selain itu penerimaan meningkat juga terjadi karena adanya industri pengolahan salak sehingga menuntut petani untuk menambah luas lahan sehingga produksi salak yang diperoleh petani bertambah. Dengan meningkatkan harga jual salak, maka peneriman yang diperoleh petani pun meningkat.
Sedangkan total biaya yang harus dikeluarkan juga bertambah, karena biaya PBB pada saat ini naik. Hal itu terjadi karena harga lahan pada saat ini juga naik mengakibatkan biaya PBB menjadi naik. Selein biaya PBB yang harus dikeluarkan, petani juga mengeluarkan biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja. Untuk melihat biaya bibit yang harus dikeluarkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
(38)
Tabel 14. Biaya dan jumlah bibit salak sesudah ada industri pengolahan salak
Sumber : Data diolah dari lampiran 5
Dari tabel 14 dapat dillihat bahwa terjadi penambahan biaya sarana produksi yang harus dikeluarkan oleh petani. Hal ini terjadi karena adanya permintaan salak yang meningkat dan adanya industri pengolahan salak. Dimana hal itu berdampak kepada petani untuk menambah jumlah bibit agar produksi yang dihasilkan bertambah dan penerimaan bertambah.
Karena penggunaan tenaga kerja bertambah, sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk tenaga kerja menjadi lebih banyak karena upah tenaga kerja juga naik. Untuk melihat rata-rata upah tenaga kerja, dapat dilihat dari tabel berikut ini
Tabel 15. Rata-rata upah tenaga kerja per tahapan per orang sesudah ada industri pengolahan salak
Tahapan Jumlah Tenaga Kerja (Orang)
Upah Tenaga Kerja Anak
(Rp/orang)
Upah Tenaga Kerja (Rp/orang) Pengolahan lahan
dan penanaman
107 8.000,00 20.000,00
Pemeliharaan 84 8.000,00 18.000,00
Panen 93 8.000,00 12.000,00
Pembersihan 71 8.000,00 10.000,00
Pemasaran 67 8.000,00 22.000,00
Total 422 45.000,00 82.000,00
Sumber : Data diolah dari lampiran 4
Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja dan upah tenaga kerja bertambah. Hal ini terjadi karena luas lahan yang bertambah, sehingga memerlukan tenaga kerja yang banyak dan petani juga mengeluarkan upah tenaga kerja yang tinggi.
Harga Bibit (Rp) Jumlah bibit
(39)
Sedangkan pengeluaran untuk sarana produksi juga meningkat, karena harga bibit salak pada saat ini juga mahal dan bibit salak juga bertambah. Sehingga biaya yang harus dikeluarkan juga besar. Namun, dengan besarnya biaya usaha tani yang dikeluarkan dapat memberikan keuntungan atau pendapatan yang besar bagi petani salak.
Untuk mengidentifikasi pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak digunakan analisis uji beda dengan t-hitung. Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang berpasangan (berhubungan).
Pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak jika dihitung menggunakan uji beda (T-test) dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 16. Pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak
Untuk mengetahui perbedaan pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak, dengan menggunakan uji beda rata-rata. Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang berpasangan (berhubungan) atau sebuah sampel tetapi mengalamai dua perlakuan yang berbeda (Paried Sampel T-test).
Sumber: Data diolah dari lampiran 8
Uraian Sebelum Sesudah t-hitung t-tabel Ket Pendapatan 817.318,89 2.014.833,3 -5.896 2.045 Hipotesis diterima
(40)
Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa pendapatan petani salak sebelum ada industri pengolahan salak adalah 817.318,89 dan sesudah industri pengolahan salak adalah 2.014833,3.
Berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata pendapatan petani sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak diperileh bahwa t-hitung = -5.896 dengan demikian berarti t-hitung lebih kecil dari t-tabel = -2.045 (@ ½ 0.05) maka keputusan hipotesis adalah hipotesis diterima pada tingkat kepercayaan 95 % artinya terdapat perbedaan nyata antara pendapatan petani sebelum dan sesudah industri pengolahan salak, dimana sesudah industri pengolahan salak pendapatan petani salak semakin meningkat dibandingkan dengan sebelum ada industri pengolahan salak. Hal ini menunjukan bahwa ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap tingkat pendapatan, maka hipotesis 1 diterima.
Sehingga dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan nyata antara pendapatan petani sebelum dan sesudah industri pengolahan salak. Dimana hal ini terjadi karena harga jual dan permintaan terhadap buah salak pada saat tahun sebelumnya rendah dibanding dengan harga jual dan permintaan buah salak pada saat sekarang. Selain itu, dikarenakan adanya satu industri pengolahan salak yang berdiri di sekitar daerah penelitian yang dapat memberikan dampak positif kepada petani salak di sekitar daerah penelitian terutama berdampak kepada tingkat pendapatan petani.
2. Tingkat Kesempatan Kerja Sebelum dan Sesudah Ada Industri Pengolahan Salak Di Daerah Penelitian
Kesempatan kerja adalah peluang bekerja bagi angkatan kerja dengan adanya luasa lahan yang bertambah, maka petani menambah penggunaan tenaga kerja
(41)
untuk mengelolah usahataninya. Kesempatan kerja dapat dilihat dari seberapa besar peluang bekerja bagi tenaga kerja yang akan dipakai oleh petani salak dalam pengolahan usahatani salak di daerah penelitian. Dengan adanya industri pengolahan salak, diharapakan dapat membuka peluang pekerjaan bagi petani sekitar. Tenaga kerja adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengukur kerja, yaitu jumlah kerja yang benar-benar dipakai dalam proses produksi (bukan kerja yang tersedia) dan kualitas kerja untuk memudahkan menggolangkannya dalam satu satuan unit kerja, misalnya satu unit setara kerja pria.
Dalam hal ini, kesempatan kerja dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga adalah orang-orang yang bekerja dalam suatu usahatani dimana tenaga kerja yang digunakan berasal dari keluarga petani. Sebaliknya, tenaga kerja luar keluarga adalah orang-orang yang bekerja dalam suatu usahatani dimana tenaga kerja yang digunakan berasal dari bukan keluarga petani, orang-orang tersebut bisa penduduk sekitar yang bersedia bekerja sebagai pekerja dalam usahatani salak. Dalam tenaga kerja luar keluarga, petani harus mengeluarkan upah tenaga kerja.
Berdasakan hasil penelitian yang didapat bahwa, tenaga kerja yang dipakai oleh petani sesudah ada industri pengolahan salak bertambah dibanding sebelum
(42)
ada industri pengolahan salak. Selain itu, industri pengolahan salak juga banyak memperkerjakan tenaga kerja yang berprofesi sebagai petani salak.
Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa petani di daerah penelitian lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dibanding tenaga kerja luar keluarga. Sehingga pengeluaran untuk upah tenaga kerja nya sedikit, karena petani hanya membayar upah tenaga kerja luar keluarga. Tetapi, dalam teori ilmu usahatani dijelaskan bahwa upah tenaga kerja dalam dan luar keluarga juga dihitung secara bersamaan. Sehingga pengeluaran untuk upah tenaga kerja banyak. Selain itu, jumlah tenaga kerja sesudah ada industri pengolahan salak meningkat dibanding jumlah tenaga kerja sebelum ada industri pengolahan salak.
Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini yang menjelaskan jumlah tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga per tahapan sebelum dan sesudah industri pengolahan salak.
Tabel 17. Jumlah Tenaga Kerja Dalam Keluarga dan Luar Keluarga Sebelum Industri Pengolahan Salak
Sumber: Data diolah dari lampiran 4
Ket : TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga TKLK = Tenaga Kerja Luar Keluarga Tahapan
Sebelum Sesudah
TKDK (orang)
TKLK (orang)
TKA (orang)
TKDK (orang)
TKLK (orang)
TKA (orang) Pengolahan
lahan dan penanaman
76 15 5 83 18 6
Pemeliharaan 64 4 0 74 10 0
Panen 60 3 9 74 16 3
Pembersihan 51 10 0 60 11 0
Pemasaran 26 23 0 33 34 0
(43)
TKA = Tenaga Kerja Anak
Dari tabel 17 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan jumlah tenaga kerja sebelum dan sesudah industri pengolahan salak, baik tenaga kerja dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga maupun tenaga kerja anak. Hal ini terjadi karena dengan adanya industri pengolahan salak, maka petani memutuskan untuk menambah luas lahan sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan juga bertambah.
Tabel 18. Penggunaan tenaga kerja sebelum dan sesudah industri pengolahan salak
No Sampel
TK Sebelum ( orang )
TK Sesudah ( orang )
1 11 15
2 8 11
3 12 18
4 8 9
5 10 13
6 13 19
7 8 11
8 9 11
9 11 14
10 11 12
11 23 26
12 13 17
13 8 10
14 9 10
15 13 13
16 14 16
17 9 9
18 11 12
19 25 34
20 16 21
21 10 15
22 10 11
23 10 12
24 10 12
(44)
26 10 14
27 10 12
28 7 9
29 9 11
30 9 9
Rataan 11 14
Data diolah dari lampiran 4
Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja dari seluruh tahapan usahatani salak sebelum industri pengolahan salak sedikit dibanding dengan jumlah tenaga kerja sesudah industri pengolahan salak. Hal ini dikarenakan permintaan terhadap buah salak meningkat sehingga petani menambah luas lahan dan karena itu petani lebih banyak memerlukan tenaga kerja. Alasan lain adalah karena adanya industri pengolahan salak. Dimana permintaan buah salak untuk industri pengolahan salak meningkat, sehingga petani juga memerlukan tenaga kerja yang banyak dalam mengelola usahatani salak. Namun, ada juga tenaga kerja yang sama sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak. Hal ini dikarenakan adanya petani yang tidak mau menambah jumlah tenaga kerja karena untuk meminimalkan biaya tenaga kerja, sehingga pendapatan bertambah.
Untuk mengidentifikasi tenaga kerja petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak digunakan analisis uji beda dengan t-hitung. Tenaga kerja petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 19. Tenaga kerja sebelum dan sesudah industri pengolahan salak Uraian Sebelum Sesudah
t-hitung t-tabel Ket
Tenaga kerja 11.40 14.067 -7.160 -2.045 Hipotesis diterima
(45)
Sumber: Data diolah dari lampiran 8
Dari tabel 19 dapat dilihat bahwa tenaga kerja petani salak sebelum ada industri pengolahan salak rata-rata adalah 11,40 atau 11 dan sesudah industri pengolahan salak rata-rata adalah 14,067 atau 14.
Berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata tenaga kerja petani sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak diperoleh bahwa t-hitung = -7.160 dengan demikian berarti t-hitung lebih kecil dari t-tabel = -2.045 (@ ½ 0.05) maka keputusan hipotesis adalah hipotesis diterima pada tingkat kepercayaan 95 % artinya terdapat perbedaan nyata antara jumlah tenaga kerja petani salak sebelum dan sesudah industri pengolahan salak, dimana sesudah industri pengolahan salak tenaga kerja petani salak semakin meningkat dibandingkan dengan sebelum ada industri pengolahan salak. Hal ini menunjukkan bahwa ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap tingkat kesempatan kerja, maka hipotesis 2 diterima.
Sehingga dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan nyata antara jumlah tenaga kerja dalam usahatani salak sebelum dan sesudah industri pengolahan salak. Dimana hal ini terjadi karena bertambahnya luas lahan, sehingga membutuhkan tenaga kerja yang banyak dalam pengolahan usahatani salak. Selain itu, dikarenakan adanya satu industri pengolahan salak yang berdiri di sekitar daerah penelitian yang dapat memberikan dampak positif kepada petani salak di sekitar daerah penelitian terutama berdampak kepada adanya kesempatan kerja.
(46)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tingkat pendapatan petani salak sebelum ada industri pengolahan salak adalah rendah yaitu sebesar Rp 817.318,89 /bulan
2. Jumlah tenaga kerja petani salak sebelum ada industri pengolahan salak sedikit
3. Ada dampak industri pengolahan salak terhadap tingkat pendapatan petani 4. Ada dampak industri pengolahan salak terhadap tingkat kesempatan kerja
bagi petani
Saran
(47)
Diharapkan kepada petani salak agar dapat memanfaatkan keberadaan industri pengolahan salak, karena dapat meningkatkan pendapatan petani dan memberikan kesempatan kerja
Kepada Industri Pengolahan Salak
Diharapkan kepada industri pengolahan salak agar dapat menambah produksi hasil olahan salak, karena hal ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja bagi petani sekitar
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Kabupaten Tapanuli Selatan. Dikutip dari
www.sumutprov.go.id/ongkam.php?me=potensi_tapsel 32k
-Naibaho (a), Yuni. Gulma Mendrofa Sang Pencetus Olahan Salak Dari Tapsel. Dikutip dari
. Anarsis, Widji. 1996. Agribisnis Komoditas Salak. Bumi Aksara, Jakarta
Hasan, Iqbal, M. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia, Jakarta
Karmadi. 2003. Analisa Efisiensi dan Produktivitas Home Industri Ledre (Studi Kasus di Desa Padangan Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Mangunwidjaja, Djumali dan Illah Sailah. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya, Jakarta.
Muzhar, M. 1994. Pengembangan Agroindustri dan Berbagai Permasalahannya. Berita Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Tahun ke-38 No. 1.
(48)
Diharapkan kepada petani salak agar dapat memanfaatkan keberadaan industri pengolahan salak, karena dapat meningkatkan pendapatan petani dan memberikan kesempatan kerja
Kepada Industri Pengolahan Salak
Diharapkan kepada industri pengolahan salak agar dapat menambah produksi hasil olahan salak, karena hal ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja bagi petani sekitar
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Kabupaten Tapanuli Selatan. Dikutip dari
www.sumutprov.go.id/ongkam.php?me=potensi_tapsel 32k
-Naibaho (a), Yuni. Gulma Mendrofa Sang Pencetus Olahan Salak Dari Tapsel. Dikutip dari
. Anarsis, Widji. 1996. Agribisnis Komoditas Salak. Bumi Aksara, Jakarta
Hasan, Iqbal, M. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia, Jakarta
Karmadi. 2003. Analisa Efisiensi dan Produktivitas Home Industri Ledre (Studi Kasus di Desa Padangan Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Mangunwidjaja, Djumali dan Illah Sailah. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya, Jakarta.
Muzhar, M. 1994. Pengembangan Agroindustri dan Berbagai Permasalahannya. Berita Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Tahun ke-38 No. 1.
(49)
Naibaho (b), Yuni. 2009. Omset Hingga Rp 30 Juta per Bulan. Dikutip dari www.medanbisnisonline.com/2009/02/09/omset-hingga-rp-30-juta-per-bulan/ - 20k
Nazaruddin dan
(b). 1999. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Muchlisah, F. 1994. Buah Komersil. Penebar Swadaya, Jakarta Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Mediakom, Yogyakarta
Redaksi Agromedia. 2007. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Budi Daya Salak. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Soekartawi (a). 1994. Pembangunan Pertanian. RajaGrafindo Persada, Jakarta
(c). 2000. Pengantar Agroindustri. RajaGrafindo Persada, Jakarta Soetomo, Moch, H.A. 2001. Teknik Bertanam Salak. Sinar Baru Algensindo,
Bandung
Sugianto.2004. Analisis Statistika Sosial. Bayumedia Publishing, Jawa Timur Suratiyah, Ken. 2008. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta
Suroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. 18 Varietas Salak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tim Penulis PS. 2007. Agribisnis Tanaman Buah. Penebar Swadaya, Jakarta Tjahjadi, Nur. 1991. Bertanam Salak. Penerbit Kanisius, Yogyakarta
(50)
Lampiran 1. KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL
No Umur
P.
Bertani Luas Lahan (Ha) Sampel (Thn) (Thn) Sebelum Sesudah
1 30 10 2 4
2 35 5 0,5 1
3 30 15 3 6
4 32 10 1 1,5
5 40 20 1 2
6 35 5 3 4,5
7 35 10 1 2
8 34 5 2 3
9 39 10 2,5 4
10 30 5 1 1,5
11 42 15 1,5 3
12 30 5 1 2
13 33 5 1 1,5
14 34 7 1,5 1
15 38 10 2 3
16 32 5 1 2
17 37 5 1 1,5
18 38 10 2,5 3,5
19 50 28 1 3
20 24 14 2 3
21 31 25 1 4
(51)
23 30 12 1 2
24 34 8 0,5 1
25 26 5 3 6
26 26 7 2 4
27 30 12 2 4
28 24 8 1 2
29 24 5 0,5 1
30 48 15 1 1,5
Total 1001 301 44,5 82,5
Rata-rata 33,367 10,03333 1,483333 1,71875
Lampiran 2. BIAYA TETAP 1. BIAYA PBB PER TAHUN
NO SEBELUM SESUDAH
SAMPEL BIAYA PBB BIAYA PBB
1 20.000 25.000 2 15.000 25.000 3 25.000 35.000 4 25.000 30.000 5 25.000 30.000 6 30.000 35.000 7 25.000 30.000 8 25.000 30.000 9 25.000 30.000 10 20.000 30.000 11 25.000 30.000 12 25.000 30.000 13 10.000 15.000 14 20.000 25.000 15 20.000 25.000 16 25.000 30.000 17 25.000 30.000 18 25.000 30.000 19 15.000 20.000 20 20.000 25.000 21 20.000 40.000 22 10.000 15.000 23 15.000 20.000
(52)
24 15.000 20.000 25 20.000 25.000 26 30.000 35.000 27 30.000 35.000 28 20.000 25.000 29 20.000 25.000 30 20.000 25.000
TOTAL 645.000 825.000
RATA-RATA 21.500 27.500
Lampiran 3. Biaya Alat Pengolahan dan Penyusutan Peralatan Per Tahun
BIAYA PENYUSUTAN SEBELUM INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK PER TAHUN 1. CANGKUL
NO
SAMPEL JUMLAH
(Unit) H. AWAL (Rp) TOTAL H. AWAL (Rp) H. AKHIR (Rp) UMUR EKONOMIS (Thn) PENYUSUTAN (Rp/thn)
1 3 15.000 45.000 7.500 5 7.500
2 1 15.000 15.000 8.000 5 1.400
3 4 15.000 60.000 8.000 5 10.400
4 22 15.000 330.000 8.000 5 64.400
5 4 15.000 60.000 8.000 5 10.400
6 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
7 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400
8 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400
9 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
10 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
11 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
12 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
13 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
14 1 15.000 15.000 8.000 5 1.400
15 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400
(53)
17 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
18 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400
19 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
20 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400
21 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
22 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
23 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
24 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
25 4 15.000 60.000 8.000 5 10.400
26 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400
27 3 15.000 45.000 8.000 5 7.400
28 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
29 1 15.000 15.000 8.000 5 1.400
30 2 15.000 30.000 8.000 5 4.400
TOTAL 91 450.000 1.365.000 239.500 150 225.100
RATA-RATA 3 15.000 45.500 7.983 5 7.503
2. SEMPROT MESIN
NO
SAMPEL JUMLAH
(Unit) H. AWAL (Rp) TOTAL H. AWAL (Rp) H. AKHIR (Rp) UMUR EKONOMIS (Thn) PENYUSUTAN (Rp/thn)
1 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
2 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
3 2 120.000 240.000 35.000 10 20.500
4 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
5 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
6 2 120.000 240.000 35.000 10 20.500
7 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
8 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
9 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
10 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
11 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
12 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
13 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
14 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
15 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
16 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
(54)
18 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
19 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
20 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
21 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
22 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
23 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
24 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
25 2 120.000 240.000 35.000 10 20.500
26 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
27 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
28 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
29 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
30 1 120.000 120.000 35.000 10 8.500
TOTAL 33 3.600.000 3.960.000 1.050.000 300 291.000
RATA-RATA 1,1 120.000 132.000 35.000 10 9.700
3. PARANG
NO
SAMPEL JUMLAH
(Unit) H. AWAL (Rp) TOTAL H. AWAL (Rp) H. AKHIR (Rp) UMUR EKONOMIS (Thn) PENYUSUTAN (Rp/thn)
1 2 20.000 40.000 7.500 3 10.833
2 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
3 5 20.000 100.000 7.500 3 30.833
4 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
5 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
6 5 20.000 100.000 7.500 3 30.833
7 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
8 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
9 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
10 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
11 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
12 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
13 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
14 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
15 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
(55)
17 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
18 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
19 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
20 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
21 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
22 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
23 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
24 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
25 5 20.000 100.000 7.500 3 30.833
26 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
27 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
28 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
29 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
30 3 20.000 60.000 7.500 3 17.500
TOTAL 95 600.000 1.900.000 225.000 90 558.333
RATA-RATA 3 20.000 63.333 7.500 3 18.611
4. KERANJANG
NO
SAMPEL JUMLAH
(Unit) H. AWAL (Rp) TOTAL H. AWAL (Rp) H. AKHIR (Rp) UMUR EKONOMIS (Thn) PENYUSUTAN (Rp/thn)
1 4 3.000 12.000 1.250 1 10.750
2 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
3 9 3.000 27.000 1.250 1 25.750
4 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
5 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
6 9 3.000 27.000 1.250 1 25.750
7 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
8 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
9 9 3.000 27.000 1.250 1 25.750
10 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
11 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
12 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
13 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
14 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
15 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
(56)
17 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
18 9 3.000 27.000 1.250 1 25.750
19 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
20 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
21 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
22 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
23 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
24 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
25 9 3.000 27.000 1.250 1 25.750
26 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
27 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
28 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
29 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
30 5 3.000 15.000 1.250 1 13.750
TOTAL 169 90.000 507.000 37.500 30 469.500
RATA-RATA 5,6333333 3.000 16.900 1.250 1 15.650
5. DODOS
NO
SAMPEL JUMLAH
(Unit) H. AWAL (Rp) TOTAL H. AWAL (Rp) H. AKHIR (Rp) UMUR EKONOMIS (Thn) PENYUSUTAN (Rp/thn)
1 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
2 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
3 8 75.000 600.000 15.000 10 58.500
4 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
5 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
6 8 75.000 600.000 15.000 10 58.500
7 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
8 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
9 8 75.000 600.000 15.000 10 58.500
10 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
11 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
12 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
13 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
14 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
(57)
16 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
17 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
18 8 75.000 600.000 15.000 10 58.500
19 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
20 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
21 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
22 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
23 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
24 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
25 8 75.000 600.000 15.000 10 58.500
26 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
27 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
28 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
29 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
30 5 75.000 375.000 15.000 10 36.000
TOTAL 165 2.250.000 12.375.000 450.000 300 1.192.500
RATA-RATA 5,5 75.000 412.500 15.000 10 39.750
6. KORET
NO
SAMPEL JUMLAH
(Unit) H. AWAL (Rp) TOTAL H. AWAL (Rp) H. AKHIR (Rp) UMUR EKONOMIS (Thn) PENYUSUTAN (Rp/thn)
1 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
2 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
3 9 8.000 72.000 2.500 2 34.750
4 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
5 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
6 9 8.000 72.000 2.500 2 34.750
7 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
8 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
9 9 8.000 72.000 2.500 2 34.750
10 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
11 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
12 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
13 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
14 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
(58)
16 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
17 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
18 9 8.000 72.000 2.500 2 34.750
19 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
20 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
21 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
22 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
23 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
24 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
25 9 8.000 72.000 2.500 2 34.750
26 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
27 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
28 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
29 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
30 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750
TOTAL 195 240.000 1.560.000 75.000 60 742.500
RATA-RATA 6,5 8.000 52.000 2.500 2 24.750
BIAYA PENYUSUTAN SESUDAH INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK PER TAHUN 1. CANGKUL
NO
SAMPEL JUMLAH
(Unit) H. AWAL (Rp) TOTAL H. AWAL (Rp) H. AKHIR (Rp) UMUR EKONOMIS (Thn) PENYUSUTAN (Rp/thn)
1 3 20.000 60.000 8.000 5 10.400
2 1 20.000 20.000 8.000 5 2.400
3 4 20.000 80.000 8.000 5 14.400
4 22 20.000 440.000 8.000 5 86.400
5 4 20.000 80.000 8.000 5 14.400
6 2 20.000 40.000 8.000 5 6.400
7 3 20.000 60.000 8.000 5 10.400
8 3 20.000 60.000 8.000 5 10.400
9 2 20.000 40.000 8.000 5 6.400
10 2 20.000 40.000 8.000 5 6.400
11 2 20.000 40.000 8.000 5 6.400
12 2 20.000 40.000 8.000 5 6.400
13 2 20.000 40.000 8.000 5 6.400
(1)
14 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
15 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
16 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
17 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
18 9 5.000 45.000 1.250 1 43.750
19 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
20 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
21 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
22 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
23 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
24 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
25 9 5.000 45.000 1.250 1 43.750
26 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
27 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
28 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
29 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
30 5 5.000 25.000 1.250 1 23.750
TOTAL 170 150.000 850.000 37.500 30 812.500
RATA-RATA 5,666667 5.000 28.333 1.250 1 27.083
5. DODOS NO
SAMPEL JUMLAH (Unit) H. AWAL (Rp) TOTAL H. AWAL (Rp) H. AKHIR (Rp) UMUR EKONOMIS (Thn) PENYUSUTAN (Rp/thn)
1 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
2 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
3 8 90.000 720.000 22.500 10 69.750
4 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
5 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
6 8 90.000 720.000 22.500 10 69.750
7 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
8 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
9 8 90.000 720.000 22.500 10 69.750
10 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
11 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
(2)
13 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
14 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
15 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
16 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
17 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
18 8 90.000 720.000 22.500 10 69.750
19 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
20 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
21 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
22 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
23 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
24 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
25 8 90.000 720.000 22.500 10 69.750
26 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
27 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
28 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
29 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
30 5 90.000 450.000 22.500 10 42.750
TOTAL 165 2.700.000 14.850.000 675.000 300 1.417.500
RATA-RATA 5,5 90.000 495.000 22.500 10 47.250
6. KORET NO
SAMPEL JUMLAH (Unit) H. AWAL (Rp) TOTAL H. AWAL (Rp) H. AKHIR (Rp) UMUR EKONOMIS (Thn) PENYUSUTAN (Rp/thn)
1 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
2 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
3 9 10.000 90.000 3.000 2 43.500
4 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
5 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
6 9 10.000 90.000 3.000 2 43.500
7 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
8 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
9 9 10.000 90.000 3.000 2 43.500
(3)
13 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
14 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
15 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
16 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
17 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
18 9 10.000 90.000 3.000 2 43.500
19 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
20 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
21 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
22 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
23 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
24 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
25 9 10.000 90.000 3.000 2 43.500
26 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
27 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
28 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
29 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
30 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500
TOTAL 195 300.000 1.950.000 90.000 60 930.000
(4)
TOTAL BIAYA PENYUSUTAN (SEBELUM)
NO CANGKUL SEMPROT PARANG KERANJANG DODOS KORET TOTAL
(Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun)
1 7.500 8.500 10.833 10.750 36.000 22.750 96.333
2 1.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 99.900
3 10.400 20.500 30.833 25.750 58.500 34.750 180.733
4 64.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 162.900
5 10.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 108.900
6 4.400 20.500 30.833 25.750 58.500 34.750 174.733
7 7.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 105.900
8 7.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 105.900
9 4.400 8.500 17.500 25.750 58.500 34.750 149.400
10 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
11 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
12 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
13 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
14 1.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 99.900
15 7.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 105.900
16 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
17 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
18 7.400 8.500 17.500 25.750 58.500 34.750 152.400
19 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
20 7.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 105.900
21 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
22 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
23 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
24 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
25 10.400 20.500 30.833 25.750 58.500 34.750 180.733
26 7.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 105.900
27 7.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 105.900
28 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
29 1.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 99.900
30 4.400 8.500 17.500 13.750 36.000 22.750 102.900
TOTAL 225.100 291.000 558.333 469.500 1.192.500 742.500 3.478.933
(5)
TOTAL BIAYA PENYUSUTAN (SESUDAH)
NO SAMPEL CANGKUL SEMPROT MESIN PARANG KERANJANG DODOS KORET TOTAL
(Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun)
1 10.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 142.650
2 2.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 134.650
3 14.400 24.750 47.500 43.750 69.750 43.500 243.650
4 86.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 218.650
5 14.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 146.650
6 6.400 24.750 47.500 43.750 69.750 43.500 235.650
7 10.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 142.650
8 10.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 142.650
9 6.400 9.750 27.500 43.750 69.750 43.500 200.650
10 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
11 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
12 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
13 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
14 2.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 134.650
15 10.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 142.650
16 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
17 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
18 10.400 9.750 27.500 43.750 69.750 43.500 204.650
19 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
20 10.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 142.650
21 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
22 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
23 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
24 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
25 14.400 24.750 47.500 43.750 69.750 43.500 243.650
26 10.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 142.650
27 10.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 142.650
28 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
29 2.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 134.650
30 6.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 138.650
TOTAL 316.000 337.500 885.000 812.500 1.417.500 930.000 4.698.500
(6)