UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Pada Hari :
Tanggal :
Pukul :
Tim Penguji:
1. Ketua
:
2. Anggota 1
:
3. Anggota 2
:
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam
Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis
Tamil dan non Tamil dengan menggunakan perspektif dari faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam proses komunikasi antarbudaya untuk
menciptakan suatu hubungan yang harmonis di Kelurahan Polonia.
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kelurahan Polonia. Kecamatan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun, dengan asumsi dalam
rentang usia tersebut lebih sering melakukan interaksi sosial dalam kehidupan sehari–hari. Jumlah keseluruhan populasi yang terdaftar di Kelurahan Polonia
adalah sebanyak 11.756 orang.
Jumlah sampel yang diambil sebesar 99 orang dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik
stratifikasi proporsional dan purposive. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup sejumlah 63 pertanyaan. Analisis
data menggunakan bentuk tabel tunggal lalu dihubungkan menjadi tabel silang. Selanjutnya uji hipotesa dan tes signifikansi. Semuanya dilakukan dengan
program SPSS for Windows version 17.0.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa terbukti bahwa hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara
etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia terdapat hubungan yang rendah.Untuk mengetahui tingkat signifikansi hasil hipotesis, dilakukan dengan
menghitung nilai tabel temuan. Nilai tabel untuk masyarakat Kelurahan Polonia adalah 0.021. Nilai signifikansi yang diperoleh pada tabel koefisien korelasi
Spearman Rho yaitu: 0.034 yang berarti 96,6. Dengan demikian, nilai signifikansi temuan 96.6 lebih besar dari nilai signifikansi patokan 95 .
Maka, Ho ditolak dan Ha diterima. Maka peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan
Polonia adalah signifikan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan badan air yang tidak
mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Sementara air tanah merupakan air yang berada dibawah permukaan tanah. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dari air
permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang sangat lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena pergerakan yang sangat
lambat dan waktu tinggal yang lama tersebut, air tanah akan sulit untuk pulih kembali jika mengalami pencemaran. Dinamika pergerakan air tanah pada hakikatnya terdiri
atas pergerakan horizontal air tanah, infiltrasi air hujan, sungai, danau, dan rawa ke lapisan akifer, dan menghilangnya atau keluarnya air tanah melalui sumur . Pada saat
infiltrasi, ke dalam tanah, air permukaan mengalami kontak dengan mineral – mineral yang terdapat di dalam tanah dan melarutkannya, sehingga kualitas air mengalami
perubahan karena terjadi reaksi kimia.
Badan air dicirikan oleh tiga komponen utama, yaitu komponen hidrologi, komponen fisika – kimia, dan komponen biologi. Pengelolaan sumber daya air sangat
penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan.Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan data
kualitas air, mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi. Hefni, E. 2003
Banyak cara dan metode yang digunakan pada pengolahan air tanah agar dapat digunakan sebagai air bersih dalam rumah tangga, dimana dengan cara menambahkan
adsorben yang berfungsi untuk menurunkan beberapa kadar parameter air. Beberapa adsorben yang biasa digunakan adalah zeolit, tanah diatom, pasir, dan arang aktif,
yang memiliki kandungan silika yang cukup tinggi sehingga dapat menyerap atau mengikat zat – zat pencemar yang terdapat dalam air tanah.
Telah banyak penelitian sebelumnya yang menggunakan beberapa adsorben untuk menurunkan kadar zat pencemar, yang salahsatunya adalah MS Saeni pada
tahun 1989 dengan judul pengaruh kontak langsung air dengan pasir, tanah liat, dan arang terhadap sifat – sifat fisik dan kimia air .
Sekam padi merupakan lapisan yang membungkus butiran padi, dan akan terpisah pada proses penggilingan gabah sehingga menjadi bahan sisa atau limbah
penggilingan. Ditinjau dari komposisi kimiawi, sekam padi mengandung zat arang karbon yang tinggi sebesar 1,33 dan silika sebesar 16,98 . Hampir sama seperti
sekam padi, ilalang juga mengandung silika yang tinggi, yakni sebesar 2,66 . Kedua jenis bahan ini sangat mudah didapatkan, karena banyak terdapat di sekitar tempat
tinggal kita dan tidak memerlukan biaya yang mahal atau sama sekali tidak membutuhkan biaya. Oleh karena sekam padi dan ilalang memiliki kandungan zat
arang dan silika yang tinggi serta mudah untuk didapatkan, maka penulis tertarik untuk menggunakan kedua bahan ini sebagai adsorben yang terlebih dahulu
diarangkan atau dikarbonisasi, dan kemudian ditambahkan ke dalam air sumur. Karena penulis ingin menggunakan bahan yang sederhana dan mudah didapatkan
disekitar kita yakni sekam padi dan alang – alang untuk digunakan sebagai bahan untuk pengolahan air bersih yang dapat digunakan masyarakat.
Metode pengujian yang akan digunakan penulis adalah dengan membandingkan hasil penentuan kadar beberapa parameter air sebelum dan sesudah
ditambahkan dengan arang sekam padi dan arang ilalang, dimana sifat fisika yang diuji adalah kekeruhan, konduktivitas, total padatan tersuspensi TSS, dan total
padatan terlarut TDS sedangkan sifat kimia yang diuji adalah pH, besi Fe, kesadahan Ca dan Mg.
1.2. Permasalahan
Bagaimana pengaruh penambahan arang sekam padi dan arang ilalang terhadap sifat – sifat fisik dan kimia pada air sumur yang dipakai untuk air bersih?
1.3. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada penentuan pH, besi Fe, kesadahan Ca Mg, dan konduktifitas, kekeruhan turbiditas sebelum penambahan dan sesudah
penambahan dengan arang sekam padi dan arang ilalang selama 24 jam.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan arang sekam padi dan arang ilalang terhadap pH, kadar besi Fe, kesadahan Ca Mg, dan
konduktifitas, kekeruhan turbiditas, total padatan tersuspensi TSS, dan total padatan terlarut TDS dalam air sumur.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi yang berguna tentang pengolahan air sumur sebagai air bersih yang digunakan masyarakat.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
1.7. Metodologi Penelitian
1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium. 2. Penentuan pH dengan menggunakan pH meter
3. Penentuan kadar besi dilakukan dengan metode spektrofotometri 4. Penentuan kekeruhan dilakukan dengan metode turbidimetri
5. Penentuan kadar kesadahan dilakukan dengan metode titrimetri 6. Penentuan konduktifitas dilakukan dengan metode konduktometri.
7. Waktu perendaman arang sekam padi dan arang ilalang di dalam air sumur adalah 1 kali 24 jam.
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Tanaman salak Salacca Edulis Reinw termasuk kelompok tanaman palmae yang tumbuh berumpun, umumnya tumbuh berkelompok. Tanaman salak
dapat ditanam di daerah dataran rendah mulia dari tanah ngarai, daerah pesisir dan tepi pantai sampai ke dataran tinggi di lereng-lereng bukit atau pegunungan
sampai pada ketinggian 750 meter di atas permukaan laut. Untuk tumbuh, idealnya tanaman salak menghendaki tanah yang gembur, subur dan banyak
mengandung humus. Salak juga akan tumbuh baik pada tanah berlempung dan banyak mengandung pasir. Tanaman salak memerlukan air yang cukup, tetapi
tidak tahan air yang tergenang dalam waktu lama Anarsis,W, 1996. Nama dagang internasional untuk buah asli Indonesia ini tergolong unik,
snake fruit. Julukan ini diberikan pada buah salak mungkin karena kulit buahnya yang tersusun seperti sisik ular. Padahal beberapa buah salak unggul seperti salak
mawar, salak bali, dan salak pondoh, rasanya sangat manis dan sangat bertolak belakang dengan julukan itu Redaksi Agromedia, 2007.
Beberapa petani Salak di Sumatera, Jawa, dan Bali, yang menjadikan Salak sebagai sumber mata pencahariannya mempunyai penghasilan yang cukup
lumayan. Jadi, dengan hanya berkebun Salak saja seorang petani dapat hidup lebih dari cukup; hal ini belum termasuk tambahan penghasilan dari pohon penaungnya.
Universitas Sumatera Utara
Dari hari ke hari pendapatan petani kita semakin meningkat, karena petani semakin mampu memanfaatkan lahan pertaniannya semakin efisien. Tanaman
pagar yang tidak menghasilkan telah diganti dengan tanaman Salak yang dapat berubah sepanjang tahun. Juga di sela-sela tanaman durian, petai, mangga dan
sebagainya, yang beberapa waktu lalu hanya ditumbuhi rumput, sekarang dapat ditanami Salak yang hasilnya cukup lumayan sebagai tanbahan belanja dapur,
biaya sekolah, atau untuk tabungan hari tua Tjahjadi, 1991. Di Indonesia terdapat banyak sekali jenis salak. Akan tetapi, yang banyak
dikenal masyarakat diantaranya adalah : 1.
Salak pondoh Jenis buah salak ini kecil – kecil. Ujudnya tidak menarik, tetapi memiliki
daging buah yang rasanya manis dan enak karena sedikit sekali rasa sepet. Daging buahnya tipis sampai agak tebal dengan warna putih susu. Rasanya manis dan
enak sejak buah masih muda sampai pada tingkat menjelang masak. Bila buah sudah masak betul masir rasa tersebut akan sedikit berkurang. Pada umumnya
salak pondoh dijual bersama tangkainya dalam tandan, tidak perbiji. 2.
Salak bali Jenis buah salak ini besarnya sedang, dalam waktu lima bulan saja buah sudah
masak. Buah yang masak berwarna merah cokelat. Daging buah yang masak rasanya manis.
3. Salak condet
Universitas Sumatera Utara
Salak ini berasal dari daerah cagar budaya Condet, Jakarta Timur dan identik dengan masyarakat betawi. Aroma salak ini paling harum dan tajam dibandingkan
dengan salak jenis lain. Daging buahnya tebal, maser, kesat, tak berair, dan berwarna putih kekuningan. Rasanya bervariasi, dari kurang manis sampai manis.
4. Salak padang sidempuan
Salak padang sidempuan berasal dari daerah Tapanuli Selatan. Kulit buah salak ini berwarna hitam kecokelatan dan bersisik besar. Ciri khas utama salak ini
adalah daging buahnya yang berwarna kuning tua berserabut merah. Rasa daging buahnya manis bercampur asam dan pada buah yang sudah tua rasa sepatnya
hampir tidak ada. 5.
Salak gading Jenis buahnya kecil – kecil dengan warna kulit kuning gading mengkilat.
Daging buahnya berwarna putih kekuningan. Rasanya manis dan enak bila sudah masak. Daun salak gading lebih bersih dan agak kekuningan.
6. Salak gula pasir
Salak gula pasir merupakan salah satu kultivar dari salak bali. Kelebihan salak ini adalah rasa daging buahnya yang sangat manis. Saking manisnya hingga
mendekati kemanisan gula sehingga dinamakan salak gula pasir. Daging buahnya berwarna putih kusam dan renyah.
7. Salak manonjaya
Salak ini berasal dari daerah Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kulit buah salak manonjaya terdiri atas susunan sisik yang sangat halus.
Kulit buah salak ini termasuk yang paling tebal dibandingkan dengan jenis salak lainnya Redaksi Agromedia, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah permintaan salak secara keseluruhan untuk didaerah-daerah di seluruh Indonesia secara kuantitatif belum dapat dipastikan, mengingat kurang
adanya data yang mendukung. Namun melihat keadaan pasar saat ini, bardasarkan pengamatan langsung ke pasar-pasar di Sumatera, diperoleh gambaran bahwa
pemintaan salak sangat cukup besar. Sentra produksi salak di Sumatera hanya di Padang Sidempuan yang cukup besar, di samping beberapa hektar tanaman salak
di Lubuk Linggau Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Ogan Komering Ulu. Di jawa, permintaan akan buah salak juga terus meningkat, walaupun banyak
salak yang didatangkan dari luar Jawa dari Bali dan Madura. Demikian juga permintaan salak di Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya terus meningkat
Tjahjadi,1991. Ada beberapa keuntungan yang dapat diambil dari mengusahakan tanaman
salak diantaranya: 1. Penanamannya dapat dicampur atau ditumpangsarikan dengan tanaman
tahunan yang pohonnya tinggi seperti kelapa, petai, kemiri, dan tanaman buah-buahan lainnya
2. Bentuk tajuk tanaman salak rendah, lebar dapat menahan deraaan hujan dan perakarannya dapat mencegah terjadinya erosi
3. Jarak tanamnya cukup rapat, untuk lahan yang luasnya 1 Hektar dapat ditanami salak antara lain 2.000-2.200 pohon
4. Pemanenannya dapat dilakukan sepanjang tahunatau dengan kata lain panen salak tidak mengenal musim.
Universitas Sumatera Utara
5. Umur produktifnya sangat panjang, bisa mencapai puluhan tahun, ada keterangan yang menjelaskan bahwa umur produktif tanaman salak lebih
dari 50 tahun. 6. Pemasaran buahnya mudah, sampai saat ini permintaan masyarakat akan
buah salak tetap lebih tinggi dari persediaan dan pengangkutannya pun relatif mudah
7. Buah salak selain dapat dimakan langsung sebagai buah segar juga dapat diawetkan atau diolah menjadi asinan atau manisan dalam bentuk makanan
kaleng 8. Gizi yang terkandung dalam buahnya cukup banyak, diantaranya
karbohidrat. Di samping itu buah salak tidak mengandung lemak yang menurut hasil beberapa penelitian mengatakan bahwa buah salak baik
untuk diet Anarsis,W, 1996.
Landasan Teori
Sektor pertanian sebetulnya mempunyai kaitan erat dengan sektor industri. Karena sektor pertanian menghasilkan bahan mentah yang pada gilirannya harus
diolah oleh industri menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dan sebaliknya sektor industri diharapkan mampu menghasilkan sendiri berbagai macam sarana
produksi yang sangat diperlukan oleh industri pengolah pertanian, meliputi usaha yang mengolah bahan baku menjadi komoditi yang secara ekonomi menambah
tinggi nilainya Karmadi, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Banyaknya produksi buah, terutama salak, memerlukan suatu industri yang dapat mengolah buah tersebut dalam bentuk yang awet. Pabrik pengolahan
dalam bentuk terpadu, artinya pabrik tersebut mampu megolah buah berbagai jenis dengan berbagai bentuk produk akan sangat tepat bagi pengembangan
ekonomi Daerah. Industri pengolahan hasil pertanian memiliki daya saing yang kuat, karena memiliki keunggulan komparatif sumber daya alam yang dapat
diperbaharui, tenaga kerja yang banyak dan murah, serta berdaya tahan lama dan kompetitif segmen pasar dan diferensiasi produk.
Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan sebagai berikut :
1. Meningkatkan Nilai Tambah Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh
produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas
pengolahan pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain. Sedangkan bagi pengusaha ini
menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik
pasar domestik maupun pasar luar negeri 2. Kualitas Hasil
Salah satu tujuan dari hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan
keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri
3. Penyerapan Tenaga Kerja Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap.
Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan
4. Meningkatkan keterampilan Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan
keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar
5. Peningkatan Pendapatan Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total
penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas
hasil yang lebih baik yang harganya tinggi dan juga akhirnya akan mendatangkan total penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar
Soekartawi c, 1999. Industri pengolahan salak dapat memberikan dampak positif bagi daerah
tempat berdirinya industri tersebut. Antara lain adalah mampu menghasilkan nilai tambah dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan
serta dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar Anonimous, 2009.
Dampak adalah pengaruh yang terjadi terhadap pendapatan dan kesempatan kerja. Pendapatan petani adalah hasil dari penjualan produksi salak
Universitas Sumatera Utara
yang diukur dalam satuan rupiah. Pendapatan petani salak diperoleh dari seberapa besar total biaya yang di keluarakan oleh petani dan seberapa besar penerimaan
yang diterima oleh petani. Total biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang jumlahnya relative tetap selama
masa produktif. Dalam hal ini, biaya tetap meliputi biaya penyusutan dari peralatan yang dugunakan oleh petani dan biaya PBB. Sedangkan biaya variabel
adalah biaya yang besarnya tergantung pada jumlah produksi. Umumnya biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi saprodi.
Penerimaan diperoleh dari seberapa banyak hasil penjualan yang dihasilkan oleh petani salak dengan melihat harga jual salak per kg dan jumlah produksi yang
dihasilkan. Kesempatan kerja adalah peluang bekerja bagi angkatan kerja dengan
adanya luas lahan yang bertambah, maka petani menambah penggunaan tenaga kerja untuk mengelolah usahataninya. Kesempatan kerja dapat dilihat dari
seberapa besar peluang bekerja bagi tenaga kerja yang akan dipakai oleh petani salak dalam pengolahan usahatani salak di daerah penelitian.
Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja 15-64 tahun atau seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang atau jika
ada permintaan tenaga kerja mereka dan jika mereka berpartisipasi dalam aktifitas tersebut Suroto, 1992.
Menurut Muzhar 1994 Industri pengolahan hasil pertanian juga dapat memberikan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan petani. Industri
pengolahan hasil pertanian memiliki daya saing yang kuat, karena memiliki keunggulan komparatif sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tenaga kerja
Universitas Sumatera Utara
yang banyak dan murah, serta berdaya tahan lama dan kompetitif segmen pasar dan diferensiasi produk. Pengolahan hasil menjadi salah satu bentuk kegiatan
agroindustri yang utama. Usaha pengolahan hasil akan memberikan beberapa keuntungan antara lain :
1. Mengurangi kerugian ekonomi akibat kerusakan hasil pertanian 2. Meningkatkan nilai ekonomi hasil pertanian
3. Memperpanjang masa ketersediaan hasil pertanian baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan
4. Meningkatkan keanekaragaman produk pertanian 5. Mempermudah penyimpanan dan pengangkutan
Kerangka Pemikiran
Industri pengolahan salak merupakan salah satu jenis industri dengan memanfaatkan salak sebagai bahan baku utamanya, dimana salak tersebut akan
diolah sesuai dengan kebutuhan untuk dijual secara komersil. Usaha pengolahan salak adalah suatu kegiatan mengelola buah salak agar dapat mamiliki daya
simpan yang lebih lama dan untuk mempertahankan ataupun meningkatkan nilai jual dari buah salak. Usaha industri pengolahan salak yang dilakukan pengusaha
di daerah penelitian masih tergolong pengolahan yang bersifat sederhana dangan bahan baku yang diperoleh dari desa sekitar industri pengolahan tersebut. Dimana
industri pengolahan salak tersebut dapat menciptakan produk-produk unggulan dari buah salak. Antara lain adalah dodol salak, keripik salak, kurma salak, madu
salak, sirup salak, nagogo drink, natabo salak, agar-agar salak, bakso salak dan bakwan salak.
Universitas Sumatera Utara
Industri pengolahan salak dapat menciptakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja dengan adanya luas lahan yang bertambah, maka petani menambah
penggunaan tenaga kerja untuk mengelolah usahataninya. Ketersediaan tenaga kerja khususnya tenaga kerja lokal yang hidup disekitar area lokasi pengolahan
salak, dapat memperoleh mata pencaharian baru yang lebih menjamin kelangsungan hidupnya.
Perbandingan antara sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak mengakibatkan suatu dampak terhadap pendapatan petani dan kesempatan kerja
bagi petani salak. Secara singkat dapat dibuat skema kerangka pemikiran sebagai berikut :
SEBELUM SESUDAH Pendapatan
Petani Salak
Kesempatan Kerja Petani
Salak INDUSTRI
PENGOLAHAN SALAK
Pendapatan Petani Salak
Kesempatan Kerja Petani
Salak PETANI
PETANI
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : : Sebelum Industri Pengolahan Salak
: Sesudah Industri Pengolahan Salak
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang ada dan berdasarkan tujuan penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap tingkat pendapatan 2. Ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap kesempatan kerja
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu Hasan, 2002. Adapun yang
menjadi daerah penelitian adalah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan pertimbangan adalah daerah ini merupakan daerah yang potensial bagi
pertumbuhan tanaman salak dan telah ada industri pengolahannya.
Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan adalah metode Simple Random Sampling, dengan pertimbangan bahan sampel penelitian bersifat homogen atau rata-rata memiliki
luas lahan dan lama bekerja yang sama. Dengan jumlah populasi sebanyak 897 petani salak di daerah penelitian. Dimana dalam hal ini diambil sebanyak 30
sampel di daerah penelitian Hasan, 2002.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara kepada
responden dengan menggunakan daftar pertanyaan kuisioner yang dibuat terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang
Universitas Sumatera Utara
diperoleh dari instansi atau lembaga terkait seperti Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Selatan, Badan Pusat
Statistik Provinsi Sumatera Utara serta literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.
Metode Analisis Data
Untuk menganalisis masalah 1 mengenai pendapatan petani salak sebelum ada industri pengolahan salak digunakan analisis pendapatan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut : Total biaya adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel.
Dengan menggunakan rumus : TC = FC + VC
Keterangan : TC
= Total Cost Total biaya Rp FC
= Biaya tetap Rp VC
= Biaya variabel Rp Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga
jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut : TR = Py.Y
Keterangan : TR
= Total Penerimaan Rp Py
= Harga Jual RpKg Y
= Jumlah Produksi Kg Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan total biaya. Pernyataan
ini dapat ditulis sebagai berikut : Pd = TR – TC
Keterangan : Pd
= Pendapatan usahatani keuntungan Rp
Universitas Sumatera Utara
TR = Total Revenue Total Penerimaan Rp
TC = Total Cost Total Biaya Rp
Suratiyah, 2008
Untuk menganalisis masalah 2 mengenai kesempatan kerja bagi petani salak sebelum ada industri pengolahan salak dianalisis secara deskriptif yaitu
dengan melihat seberapa banyak tenaga kerja yang dipakai oleh petani dalam pengolahan usahatani dan juga dianalisis dengan menggunakan uji beda T-test
dengan membandingkan jumlah tenaga kerja sebelum dan sesudah ada industri
pengolahan salak.
Untuk hipotesis 3 dan 4 yaitu mengenai ada dampak industri pengolahan salak terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja dapat
dianalisis dengan menggunakan uji beda rata-rata atau t-hitung dengan uji 2 arah sebelum dan sesudah industri pengolahan salak Paried Sampel T-test.
x
1
– x
2
th = S
√
1 + 1 n
1
n
2
n
1
– 1 s
1 2
+ n
2
– 1 s
2 2
S
2
= n
1
– n
2
– 2
dengan kaidah pengambilan keputusan : th
≤ tt = Hipotesis ditolak th
≥ tt = Hipotesis diterima Keterangan :
Universitas Sumatera Utara
x
1
= rata-rata variabel I sebelum ada industri pengolahan salak x
2
= rata-rata variabel II sesudah ada industri pengolahan salak s
1
= simpangan baku dari variabel I s
2
= simpangan baku dari variabel II n
1
= jumlah sampel variabel I n
2
= jumlah sampel variabel I Sugianto, 2004
Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat defenisi dan
batasan operasional sebagai berikut :
Defenisi
1. Industri pengolahan salak adalah suatu usaha yang mengadakan perlakuan terhadap salak hingga menjadi produk baru yang memiliki nilai tambah.
2. Angkatan Kerja adalah penduduk dalam usia kerja 15-64 tahun atau seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang atau jika ada
permintaan tenaga kerja mereka dan jika mereka berpartisipasi dalam aktifitas tersebut
3. Kesempatan kerja adalah peluang bekerja bagi angkatan kerja dalam mengelola usahatani
4. Tenaga kerja adalah orang-orang yang bekerja untuk mengelolah usahatani 5. Pendapatan petani adalah hasil dari penjualan produksi salak yang diukur
dalam satuan rupiah 6. Pendapatan adalah total penerimaan yang diperoleh pengusaha setelah
dikurangi total biaya dalam satuan Rpton per tahun.
Universitas Sumatera Utara
7. Penerimaan adalah jumlah produksi dikali dengan harga yang dihitung dalam satuan Rpton per tahun
8. Dampak adalah pengaruh yang terjadi terhadap pendapatan dan kesempatan kerja.
Batasan Operasional
1. Sampel adalah petani salak di Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan.
2. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2009 3. Daerah penelitian Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten
Tapanuli Selatan. 4. Komoditi penelitian adalah tanaman salak.
Universitas Sumatera Utara
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan dan yang menjadi daerah penelitian adalah Desa Parsalakan. Berikut
deskripsi daerah penelitian Desa Parsalakan.
4.1.1. Luas dan Letak Geografis
Desa Parsalakan berada di Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah sebesar 3200 Ha. Jarak
Desa Parsalakan dengan Kecamatan Angkola Barat ibukota kecamatan adalah 9 km, jarak ke Kabupaten Tapanuli Selatan ibukota kabupaten adalah 8 km dan
jarak ke ibukota propinsi Sumatera Utara Medan adalah 460 km. Secara administrasi Desa Parsalakan mempunyai batas – batas sebagai
berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Paya Tobotan
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Aek Latong Siamporik Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Paya Pusat Aek Nabara
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sawah Sialogo
Universitas Sumatera Utara
4.1.2. Keadaan Penduduk
Penduduk di Desa Parsalakan pada tahun 2009 berjumlah 2524 jiwa atau 540 kepala keluarga. Terdiri dari berbagai suku yaitu suku Batak, Jawa, Minang,
Nias dan Melayu. Sementara jumlah suku yang terbanyak adalah suku Batak. Berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk perempuan sebanyak 1264 jiwa
50,07 dari total penduduk sebanyak 2524 jiwa dan penduduk laki-laki berjumlah 1260 jiwa 49.92 . Data ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk
perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan ini dibedakan menjadi 2 bagian berdasarkan kelompok
umurnya yaitu dewasa dan anak-anak. Jumlah penduduk perempuan dewasa sebanyak 912 jiwa 36.13 dan jumlah penduduk perempuan anak-anak
sebanyak 352 jiwa 13.94 . Sedangkan jumlah penduduk laki-laki dewasa berjumlah 540 jiwa 21.39 dan penduduk laki-laki anak-anak berjumlah 720
jiwa 28.52 . Berikut distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Parsalakan :
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Parsalakan, Tahun 2009
Jumlah Penduduk Jiwa Jumlah
Persentase
Dewasa Laki-laki
Perempuan 540
912 21.39
36.13 Anak-anak
Laki-laki Perempuan
720 352
28.52 13.94
Total 2524
100.00
Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009
Universitas Sumatera Utara
Dilihat dari kelompok umur ternyata kelompok umur usia poduktif di Desa Parsalakan cukup besar. Berikut gambaran jumlah penduduk menurut kelompok
umur di Desa Parsalakan :
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Parsalakan Tahun 2009
Kelompok Umur Tahun
Jumlah Jiwa Persentase
25 Tahun 1158
45.87 17 – 25 Tahun
474 18.77
5 – 17 Tahun 851
33.71 1 – 5 Tahun
41 1.62
Total 2524
100.00
Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009 Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur yang mempunyai
jumlah paling besar adalah kelompok umur 25 tahun ke atas yaitu 1158 45.87 dari total 2524 jiwa penduduk. Dan jumlah yang paling sedikit berada pada
kelompok umur 1-5 tahun yaitu sebesar 41 jiwa 1.62 . Sedangkan umur 17-25 tahun berjumlah 474 jiwa 18.77 , umur 5-17 tahun berjumlah 851 jiwa 33.71
. Berdasarkan jumlah penduduk menurut agama, penduduk di Desa
Parsalakan seluruhnya memeluk agama Islam yaitu sebanyak 2524 jiwa. Berdasarkan tingkat pendidikan, rata-rata penduduk di Desa Parsalakan ini
hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga jenjang Sekolah Dasar SD. Namun demikian, tidak sedikit pula penduduk yang dapat menyelesaikan
pendidikannya hingga SLTA bahkan sarjana. Secara keseluruhan perhatian penduduk setempat terhadap tingkat pendidikan sudah cukup baik dilihat dari
telah banyaknya penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun dan telah ada penduduk yang menempuh jenjang pendidikan hingga sarjana. Berikut
distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Parsalakan :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan di Desa Parsalakan Tahun 2009
Tingkat Pendidikan Jumlah
Persentase
Tidak Tamat SD 397
15.98 SD
1067 42.95
SLTP 571
22.98 SLTA
428 17.23
Diploma 8
0.32 Sarjana
13 0.52
Total 2484
100.00
Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009 Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk paling
banyak adalah tamatan SD yaitu sebesar 1067 jiwa 42.95 dan tingkat pendidikan yang paling sedikit jumlahnya adalah diploma yang berjumlah 8 jiwa
0.32 . Sedangkan penduduk yang tidak tamat SD sebesar 397 jiwa 15.98 , tamat SLTP 571 jiwa 22.98 , dan sarjana sebanyak 13 jiwa 0.52 .
Untuk mata pencaharian, pada tahun 2009 penduduk di Desa Parsalakan banyak yang berprofesi sebagai buruh, pedagang, wiraswasta, dan petani. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel distribusi penduduk menurut mata pencaharian berikut ini :
Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Parsalakan Tahun 2009
Mata Pencaharian Jumlah Jiwa
Persentase
Petani 824
67.32 Pegawai Negeri
164 13.39
Pedagang 137
11.19 Karyawan
30 2.45
Buruh 33
2.69 Wiraswasta
18 1.47
Jasa 18
1.47
Total 1224
100.00
Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009 Dari Tabel 5 diketahui bahwa selain bermata pencaharian sebagai buruh,
pedagang, wiraswasta dan petani, ada juga penduduk yang bermata pencaharian sebagai pegawai negeri, karyawan dan jasa. Penduduk yang bermata pencaharian
Universitas Sumatera Utara
sebagai petani menempati posisi yang paling banyak jumlahnya yaitu sebesar 824 jiwa 67.32 , pegawai negeri 164 jiwa 13.39 , pedagang 137 jiwa 11.19 ,
karyawan 30 jiwa 2.45 , buruh 33 jiwa 2.69 , wiraswasta dan jasa memiliki jumlah yang sama yaitu 18 jiwa 1.47 .
4.1.3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di suatu desa sangat dibutuhkan demi perkembangan desa tersebut. Di Desa Parsalakan, sarana dan prasarana yang
dibutuhkan penduduk, seperti sarana ibadah, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lain-lain telah tersedia. Hal ini dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :
Tabel 6. Sarana dan Prasarana Desa Parsalakan Tahun 2009 No
Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah Unit
1
Sarana Ibadah Mesjid
18 2
Sarana Kesehatan Posyandu
5 3
Pendidikan SD
2 4
Ekonomi Kios Warung
137 5
Kantor Kepala Desa 1
6
Sarana Olah Raga Lapangan Bulu Tangkis
2 7
Jalan Dusun Jalan Desa
Jalan Protokol Jalan Kabupaten
2 1
1 1
Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009
4.2 Karakteristik Petani Sampel
Dalam penelitian ini petani responden adalah petani yang berusahatani salak sebanyak 30 responden. Yang termasuk karakteristik sampel antara lain :
umur, pengalaman bertani dan luas lahan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 7. Karakteristik Petani Sampel di Desa Parsalakan Tahun 2009 Uraian
Satuan Rataan
Rentangan
Umur Tahun
33,36 24-50
Pengalaman Bertani Tahun
10,03 5-28
Luas Lahan Ha
1,71875 1-6
Sumber : Analisis Data Primer, 2009 Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata umur petani responden adalah
33,267 tahun dengan rentangan antara 24-50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum petani di daerah penelitian masih tergolong dalam usia produktif
sehingga ketersediaan tenaga kerja dalam usahatani salak masih produktif, sehingg dapat dikatakan bahwa di daerah penelitian memiliki tenaga kerja petani
yang masih sangat potensial untuk mengusahakan usahataninya. Dalam hal Pengalaman Bertani rata-rata petani sampel di daerah penelitian
adalah 10,03 tahun dengan rentangan 5-28 tahun. Ini menunjukkan pengalaman bertani sampel di daerah penelitian sudah cukup baik walaupun kalau dillihat dari
masing-masing petani sampel sangat bervariasi. Tetapi jika dilihat dari pengalaman bertani rata-rata yaitu 10,03 tahun sudah menunjukkan pengalaman
yang cukup lama untuk berusahatani salak sehingga petani sampel sudah memahami betul teknik bertanam salak walaupun di daerah penelitian masih
dilakukan dengan cara tradisional dan turun temurun. Luas lahan rata-rata yang dikelola petani sampel adalah 1,71875 Ha
dengan rentangan 1-6 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan usahatani salak yang dikelola petani sampel sudah cukup baik untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga petani.
Universitas Sumatera Utara
4.3 Karakteristik Industri Secara Umum
Sampel pada penelitian ini juga adalah industri pengolahan salak yang bernama ”Showroom dan Work Shop Sentra Industri Kecil Pengolahan Buah
Salak Agrina”. Industri ini berdiri pada 25 September 2007, namun baru aktif pada tahun 2008. Industri ini tergolong ke dalam industri kecil karena sesuai
dengan penggolongan jenis industri menurut Departemen Perindustrian. Dikatakan industri kecil jika suatu industri memiliki aset lebih kecil dari Rp 200
juta diluar tanah dan bangunan, omset tahunan lebih kecil dari Rp 1 milyar dan dimiliki oleh orang Indonesia independen.
Industri ini merupakan sebuah industri yang bergerak dalam bidang pengolahan makanan dan minuman yang terbuat dari buah salak, dimana proses
produksi dilakukan sebanyak lima kali dalam seminggu. Hasil dari pengolahan tersebut adalah nagogo drink, sirup salak, madu salak, kurma salak, dodol salak
dan kripik salak.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Tingkat Pendapatan Petani Salak Sebelum dan Sesudah Ada Industri
Pengolahan Salak Di Daerah Penelitian
Pendapatan petani salak adalah hasil dari penjualan produksi salak yang diukur dalam satuan rupiah. Pendapatan petani salak diperoleh dari seberapa besar
total biaya yang di keluarakan oleh petani dan seberapa besar penerimaan yang diterima oleh petani.
Total biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang jumlahnya relative tetap selama masa produktif.
Petani harus tetap membayarnya, berapapun jumlah komoditi yang dihasilkan usahataninya. Biaya tetap menjadi penting apabila petani memikirkan tambahan
investasi. Tiap tambahan investasi hanya dapat dibenarkan apabila petani mampu membelinya dan dalam jangka panjang dapat memberikan arus keuntungan.
Keuntunga ini dapat terjadi karena berkurangnya biaya tidak tetap atau meningkatnya produksi pada waktu yang bersamaan atau berkurangnya biaya
tetap untuk tiap satuan komoditi yang dihasilkan. Dalam hal ini, biaya tetap meliputi biaya penyusutan dari peralatan yang dugunakan oleh petani dan biaya
PBB. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada
Universitas Sumatera Utara
jumlah produksi. Umumnya biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi saprodi. Penerimaan diperoleh dari seberapa banyak hasil
penjualan yang dihasilkan oleh petani salak dengan melihat harga jual salak per kg dan jumlah produksi yang dihasilkan.
1.1 Pendapatan petani sebelum industri pengolahan salak
Untuk mengidentifikasi pendapatan petani salak sebelum ada Industri Pengolahan Salak dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 8. Pendapatan Petani Salak Sebelum Industri Pengolahan Salak Keterangan
Total Rp Rata-rata Rp
Penerimaan 62.895.000,00
2.096.500,00 Biaya Tetap
1. Biaya PBB 645.000,00
21.500,00 2. Biaya Penyusutan
3.478.933,33 116.322,78
Biaya Variabel 1. Biaya Tenaga Kerja
4.918.000,00 163.933,33
2. Biaya Saprodi 29.338.500,00
977.950,00 Pendapatan
24.519.566,67 817.318,89
Sumber: Data diolah dari lampiran 7 Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan yang diterima oleh
setiap petani salak sebelum ada industri pengolahan salak sebesar Rp 2.096.500,00. sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap petani rata-
rata terdiri dari: biaya PBB sebesar Rp 21.500,00, biaya penyusutan sebesar Rp 116.322,78, biaya tenaga kerja sebesar Rp 163.933,33 dan biaya saprodi
sebesar Rp 977.950,00. Dimana pendapatan yang diperoleh setiap petani sebelum ada industri pengolahan salak rata-rata sebesar Rp 817.318,89 bulan.
Sebelum ada industri pengolahan salak, pendapatan yang diperoleh petani salak dapat dikatakan rendah, karena jika dibandingkan dengan standart Upah
Universitas Sumatera Utara
Minimum Provinsi UMP pada saat ini yaitu sebesar Rp 905.000. Dimana pendapatan pada saat itu masih dibawah nya Rp 817.318 905.000. Rendahnya
pendapatan ini disebabkan oleh produksi yang masih rendah dan harga buah salak yang juga masih rendah.
Untuk melihat rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi petani sebelum ada industri pengolahan salak, dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 9. Rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi salak per petani sebelum ada industri pengolahan salak
Luas lahan Ha Harga jual RpKg
Produksi salak Kg 1,41
3.000,00 698,83
Sumber : Data diolah dari lampiran 1 dan 6 Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa dengan luas lahan, harga jual yang murah
sebesar Rp 3000Kg dan rata-rata produksi salak pada saat itu juga sedikit yaitu sebesar 698,83 Kg mengakibatkan penerimaan yang diperoleh petani salak juga
sedikit. Selain itu biaya-biaya yang harus dikeluarkan juga besar. Sehingga
penerimaan yang diperoleh petani tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Misalnya pengeluaran untuk biaya PBB, biaya sarana produksi dan
biaya tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga. Dari hasil penelitian yang didapat bahwa biaya sarana produksi yang
dikeluarkan petani hanya biaya bibit. Sedangkan untuk biaya pupuk tidak ada, karena dalam penanaman salak, petani tidak menggunakan pupuk. Atau dengan
kata lain salak yang ditanam tanpa pupuk. Untuk melihat biaya bibit yang dikeluarkan petani, dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 10. Biaya dan jumlah bibit salak sebelum ada industri pengolahan salak
Harga Bibit Rp Jumlah bibit
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Data diolah dari lampiran 5 Dari tabel 10 dapat terlihat jelas rata-rata biaya bibit yang dikeluarkan oleh
petani dimana dapat dilihat harga dan jumlah bibit sebelum ada industri pengolahan salak.
Selain biaya saprodi yangn dikeluarkan oleh petani, ada juga biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan petani. Dari hasil penelitian yang didapat bahwa
umumnya petani tidak pernah menghitung biaya tenaga kerja dalam keluarga dan kebanyakan petani menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, sehingga tidak
perlu mengeluarkan biaya tenaga kerja yang begitu besar dan pengeluaran untuk biaya tenaga kerja sedikit. Namun, dikarenakan tenaga kerja dalam keluarga dan
luar keluarga jug dihitung, maka pendapatan petani rendah. Petani salak juga umumnya menjual salak langsung kepada konsumen di sekitar dan pemasarannya
pun tidak luas, sehingga pendapatan yang diperoleh rendah. Untuk melihat upah tenaga kerja per tahapan per orang dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 11. Rata-rata upah tenaga kerja per tahapan per orang sebelum ada industri pengolahan salak
Tahapan Jumlah Tenaga
Kerja Orang Upah Tenaga Kerja
Anak Rporang
Upah Tenaga Kerja Rporang
Pengolahan lahan dan penanaman
96 5.000,00
18.000,00 Pemeliharaan
68 5.000,00
15.000,00 Panen
72 5.000,00
10.000,00 Pembersihan
61 5.000,00
10.000,00 Pemasaran
49 5.000,00
20.000,00 Total
346 25.000,00
73.000,00 Sumber : Data diolah dari lampiran 4
500 1.955,90
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel 11 dijelaskan bahwa jumlah tenaga kerja dan upah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh rata-rata petani sedikit apabila disbanding dengan jumlah
tenaga kerja sesudah ada industri pengolahan salak. Hal ini terjadi karena luas lahan masih relative sempit dan sebelumnya belum ada industri pengolahan salak,
sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan relatif sedikit.
1.2 Pendapatan petani sesudah industri pengolahan salak
Untuk mengidentifikasi pendapatan petani salak sesudah ada industri pengolahan salak dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 12. Pendapatan Petani Salak Sesudah Industri Pengolahan Salak
Sumber: Data diolah dari lampiran 7 Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan yang diterima oleh
setiap petani salak sesudah ada industri pengolahan salak sebesar Rp 6.338.000,00. sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap petani rata-
rata terdiri dari: biaya PBB sebesar Rp 27.500,00, biaya penyusutan sebesar Rp 156.616,67, biaya tenaga kerja sebesar Rp 22.8933,33 dan biaya saprodi
sebesar Rp 3.896.050,00. Dimana pendapatan yang diperoleh setiap petani sebelum ada industri pengolahan salak rata-rata sebesar Rp 2.014.833,33bulan.
Keterangan Total Rp
Rata-rata Rp
Penerimaan 190.140.000,00
6.338.000,00 Biaya Tetap
1. Biaya PBB 825.000,00
27.500,00 2. Biaya Penyusutan
4.698.500,00 156.616,67
Biaya Variabel 1. Biaya Tenaga Kerja
6.868.000,00 228.933,33
2. Biaya Saprodi 116.881.000,00
3.896.050,00 Pendapatan
60.445.000,00 2.014.833,33
Universitas Sumatera Utara
Sesudah ada industri pengolahan salak, pendapatan yang diperoleh petani salak dapat dikatakan tinggi, karena jika dibandingkan dengan standart Upah
Minimum Provinsi UMP pada saat ini yaitu sebesar Rp 905.000. Dimana pendapatan lebih tinggi Rp 2.014.833 905.000. Tingginya pendapatan ini
disebabkan oleh produksi yang meningkat dan harga buah salak yang juga naik. Untuk melihat rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi petani sesudah
ada industri pengolahan salak, dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 13. Rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi salak per petani sesudah ada industri pengolahan salak
Luas lahan Ha Harga jual RpKg
Produksi salak Kg 2,75
6.000,00 1.056,33
Sumber : Data diolah dari lampiran 1 dan 6 Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa terjadi penambahan luas lahan, harga
jual dan produksi salak dibanding sebelum ada industri pengolahan salak. Hal ini terjadi karena permintaan konsumen terhadap buah salak bertambah. Selain itu
penerimaan meningkat juga terjadi karena adanya industri pengolahan salak sehingga menuntut petani untuk menambah luas lahan sehingga produksi salak
yang diperoleh petani bertambah. Dengan meningkatkan harga jual salak, maka peneriman yang diperoleh petani pun meningkat.
Sedangkan total biaya yang harus dikeluarkan juga bertambah, karena biaya PBB pada saat ini naik. Hal itu terjadi karena harga lahan pada saat ini juga
naik mengakibatkan biaya PBB menjadi naik. Selein biaya PBB yang harus dikeluarkan, petani juga mengeluarkan biaya sarana produksi dan biaya tenaga
kerja. Untuk melihat biaya bibit yang harus dikeluarkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 14. Biaya dan jumlah bibit salak sesudah ada industri pengolahan salak
Sumber : Data diolah dari lampiran 5 Dari tabel 14 dapat dillihat bahwa terjadi penambahan biaya sarana
produksi yang harus dikeluarkan oleh petani. Hal ini terjadi karena adanya permintaan salak yang meningkat dan adanya industri pengolahan salak. Dimana
hal itu berdampak kepada petani untuk menambah jumlah bibit agar produksi yang dihasilkan bertambah dan penerimaan bertambah.
Karena penggunaan tenaga kerja bertambah, sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk tenaga kerja menjadi lebih banyak karena upah tenaga kerja
juga naik. Untuk melihat rata-rata upah tenaga kerja, dapat dilihat dari tabel berikut ini
Tabel 15. Rata-rata upah tenaga kerja per tahapan per orang sesudah ada industri pengolahan salak
Tahapan Jumlah Tenaga
Kerja Orang Upah Tenaga Kerja
Anak Rporang
Upah Tenaga Kerja
Rporang Pengolahan lahan
dan penanaman 107
8.000,00 20.000,00
Pemeliharaan 84
8.000,00 18.000,00
Panen 93
8.000,00 12.000,00
Pembersihan 71
8.000,00 10.000,00
Pemasaran 67
8.000,00 22.000,00
Total 422
45.000,00 82.000,00
Sumber : Data diolah dari lampiran 4 Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja dan upah tenaga
kerja bertambah. Hal ini terjadi karena luas lahan yang bertambah, sehingga memerlukan tenaga kerja yang banyak dan petani juga mengeluarkan upah tenaga
kerja yang tinggi. Harga Bibit Rp
Jumlah bibit 1500
2.597,37
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pengeluaran untuk sarana produksi juga meningkat, karena harga bibit salak pada saat ini juga mahal dan bibit salak juga bertambah.
Sehingga biaya yang harus dikeluarkan juga besar. Namun, dengan besarnya biaya usaha tani yang dikeluarkan dapat memberikan keuntungan atau pendapatan
yang besar bagi petani salak. Untuk mengidentifikasi pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada
industri pengolahan salak digunakan analisis uji beda dengan t-hitung. Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua
kelompok sampel yang berpasangan berhubungan. Pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan
salak jika dihitung menggunakan uji beda T-test dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 16. Pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak
Untuk mengetahui perbedaan pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak, dengan menggunakan uji beda rata-rata.
Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang berpasangan berhubungan atau sebuah sampel tetapi
mengalamai dua perlakuan yang berbeda Paried Sampel T-test.
Sumber: Data diolah dari lampiran 8 Uraian
Sebelum Sesudah
t-hitung t-tabel
Ket Pendapatan 817.318,89
2.014.833,3 -5.896
2.045 Hipotesis diterima
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa pendapatan petani salak sebelum ada industri pengolahan salak adalah 817.318,89 dan sesudah industri pengolahan
salak adalah 2.014833,3. Berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata pendapatan petani sebelum dan
sesudah ada industri pengolahan salak diperileh bahwa t-hitung = -5.896 dengan demikian berarti t-hitung lebih kecil dari t-tabel = -2.045
½ 0.05
maka keputusan hipotesis adalah hipotesis diterima pada tingkat kepercayaan 95 artinya terdapat
perbedaan nyata antara pendapatan petani sebelum dan sesudah industri pengolahan salak, dimana sesudah industri pengolahan salak pendapatan petani
salak semakin meningkat dibandingkan dengan sebelum ada industri pengolahan salak. Hal ini menunjukan bahwa ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap
tingkat pendapatan, maka hipotesis 1 diterima.
Sehingga dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan nyata antara pendapatan petani sebelum dan sesudah industri pengolahan salak. Dimana hal ini
terjadi karena harga jual dan permintaan terhadap buah salak pada saat tahun sebelumnya rendah dibanding dengan harga jual dan permintaan buah salak pada
saat sekarang. Selain itu, dikarenakan adanya satu industri pengolahan salak yang berdiri di sekitar daerah penelitian yang dapat memberikan dampak positif kepada
petani salak di sekitar daerah penelitian terutama berdampak kepada tingkat pendapatan petani.
2. Tingkat Kesempatan Kerja Sebelum dan Sesudah Ada Industri