Tanah Dasar Subgrade Stabilisasi Tanah

c. Kapasitas menyerap air Tanah Organik mempunyai kapasitas menyerap air yang tinggi. Mineral kering dapat menyerap air 15 – 2,5 dari bobotnya, sedangkan tanah organik dapat 2 – 4 kali dari bobot keringnya. Gambut lumut yang belum terkomposisi sedikit lebih banyak dalam menyerap air, sekitar 12 atau 15 bahkan 20 kali dari bobotnya sendiri. d. Struktur Ciri tanah organik yang lain adalah strukturnya yang mudah dihancurkan apabila dalam keadaan kering. Bahan organik yang telah terdekomposisi sebagian bersifat koloidal dan mempunyai kohesi dan plastisitasnya rendah. Suatu tanah berbahan organik yang baik adalah poroeus atau mudah dilewati air, terbuka dan mudah diolah. Ciri-ciri ini sangat diinginkan oleh pertanian tetapi tidak baik untuk bahan konstruksi sipil. e. Reaksi masam Pada tanah organik, dekomposisi bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik yang terakumulasi pada tubuh tanah, sehingga akan meningkatkan keasaman tanah organik. Dengan demikian tanah organik akan cenderung lebih masam dari tanah mineral pada kejenuhan basah yang sama. f. Sifat koloidal Sifat ini mempunyai kapasitas tukar kationnya lebih besar, serta sifat ini lebih jelas diperlihatkan oleh tanah organik daripada tanah mineral. Luas permukaan dua hingga empat kali daripada tanah mineral. g. Sifat penyangga Pada tanah organik lebih banyak diperlukan belerang atau kapur yang digunakan untuk perubahan pH pada tingkat nilai yang sama dengan tanah mineral. Hal ini disebabkan karena sifat penyangga tanah ditentukan oleh besar kapasitas tukar kation, dengan demikian tanah organik umumnya memperlihatkan gaya resistensi yang nyata terhadap perubahan pH bila diandingkan dengan tanah mineral.

3. Identifikasi Organik

Terdapat dua sistem penggolongan utama yang dilakukan, yakni sistem penanggulangan AASHTO metode AASHTO M 145 atau penandaan ASTM D-3282 dan sistem penggolongan tanah bersatu penandaan ASTM D-2487. Dalam metode AASHTO, tidak tercantum untuk gambut dan tanah yang organik, sehingga ASTM D-2487 harus digunakan sebagai langkah pertama pada pengidentifikasian gambut. Tabel 4. Penggolongan tanah berdasarkan kandungan organik KANDUNGAN ORGANIK KELOMPOK TANAH ≥ 75 GAMBUT 25 - 75 TANAH ORGANIK ≤ 25 TANAH DENGAN KANDUNGAN ORGANIK RENDAH SUMBER : PEDOMAN KONSTRUKSI JALAN DI ATAS TANAH GAMBUT DAN ORGANIK, 1996 Pada penelitian ini tanah yang digunakan adalah tanah dari Rawa Seragi Lampung Timur dengan kandungan kimia seperti terlihat pada tabel 5. Tabel 5. Kandungan unsur kimia tanah organik Unsur Kimia Persentase Organik Tanah 60,303 Unsur magnesium Mg 17,815 Unsur Kalium K 10,561 Unsur Ferrum Fe 5,676 Unsur Kalsium Ca 1,896 Lain – lain 3,749 Sumber : Ave 2009

D. Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat menaikkan kekuatan tanah dan mempertahankan kekuatan geser. Adapun tujuan stabilisasi tanah adalah untuk mengikat dan menyatukan agregat material yang ada sehingga membentuk struktur jalan atau pondasi jalan yang padat. Sifat – sifat tanah yang telah diperbaiki dengan cara stabilisasi dapat meliputi kestabilan volume, kekuatan atau daya dukung, permeabilitas, dan kekekalan atau keawetan. Menurut Bowles, 1991. Beberapa tindakan yang dilakukan untuk menstabilisasikan tanah adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kerapatan tanah. 2. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi danatau tahanan gesek yang timbul. 3. Menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi danatau fisis pada tanah. Pada umumnya cara yang digunakan untuk menstabilisasi tanah terdiri dari salah satu atau kombinasi dari pekerjaan-pekerjaan berikut Bowles, 1991 : 1. Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti mesin gilas roller, benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, tekstur, pembekuan, pemanasan dan sebagainya. 2. Bahan Pencampur Additiver, yaitu penambahan kerikil untuk tanah kohesif, lempung untuk tanah berbutir, dan pencampur kimiawi seperti semen, gamping, abu vulkanikbatubara, gamping danatau semen, semen aspal, sodium dan kalsium klorida, limbah pabrik kertas dan lain-lainnya. Metode atau cara memperbaiki sifat – sifat tanah ini juga sangat bergantung pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan sifat – sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia yang ada didalam additive untuk bereaksi.

E. Cornice Adhesive

Cornice Adhesive adalah bubuk plaster yang berdaya rekat kuat, sangat dianjurkan dalam aplikasi di atas permukaan papan gypsum, semen, dan plasterglass. Komposisi Cornice Adhesive tersebut terdapat pada tabel 6. sebagai berikut Tabel 6. Komposisi Cornice Adhesive Bahan Rumus Nomor CAS Kadar Silika, Kristal-kuarsa Si-O2 14808-60-7 0,3 Kalsium Sulphate Hemihyrate Ca-O4-S.12-H2-O 10034-76-1 60 Batu Kapur Ca-CO3 1317-65-3 30 Dekstrin C6H10O5 n x H2O 9004-53-9 5 Selulosa Thickener Tidak Tersedia Tidak Tersedia 2 Synthetic Polimer Tidak Tersedia 25213-24-5 2 Sumber : http:www.boral.com.auplasterboardmsdspdfsCORNICE_ADHESIVE.pdf Dari data diatas terlihat bahwa Cornice Adhesive mengandung unsur kalsium karbonat CaCO3 dan unsur silika SiO 2 yang sangat berperan pada proses sementasi. Bahan dasar dari kapur adalah batu kapur. Batu kapur mengandung kalsium karbonat CaCO3, dengan pemanasan karbon dioksidanya ke luar dan tinggal kapurnya saja CaO. Kapur hasil pembakaran apabila ditambahkan air maka mengembang dan retak-retak. Banyak panas yang keluar seperti mendidih selama proses ini, hasilnya adalah kalsium hidroksida CaOH2. Air yang dipakai untuk proses ini secara teoritis hanya 32 berat kering kapur, tetapi karena faktor-faktor antara lain pembakaran, jenis kapur, dan sebagainya, kadang-kadang air yang diperlukan 2 atau 3 kali volume kapur. Proses kimia pembentukan kapur dapat ditulis sebagai berikut : Ca + CO3 CaO + CO2 CaO + H2O CaOH2 + panas CaOH2 + CO2 CaCO3 + H2O Apabila kapur dengan mineral lempung atau dengan mineral halus lainnya atau dengan komponen pozzolan seperti silika hidrat hydrous silica bereaksi, maka akan membentuk suatu gel yang kuat dan keras yaitu kalsium silikat yang mengikat butir- butir atau partikel tanah. Gel silika bereaksi dengan segera melapisi dan mengikat partikel lempung dan menutup pori-pori tanah. Reaksi pozzolanisasi menghasilkan Kristal CaSiO3 yang bersifat mengikat butiran lempung dengan butiran lempung serta butiran lempung dengan CaSiO 3 . Untuk mencapai kekuatan penuh proses pozzolanisasi dapat terjadi dalam waktu beberapa tahun. Reaksi pozzolanisasi tersebut sebagai berikut : SiO 2 + Ca OH 2 + H 2 O CaSiO 3 + 2H 2 O 6

F. Batas-Batas Atterberg

Batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah dikenal pula sebagai batas-batas konsistensi atau batas-batas Atterberg yang mana diambil dari nama peneliti pertamanya yaitu Atterberg pada tahun 1911. Pada kebanyakan tanah di alam, berada dalam kondisi plastis. Kadar air yang terkandung dalam tanah berbeda-beda pada setiap kondisi tersebut yang mana bergantung pada interaksi antara partikel mineral lempung. Bila kandungan air berkurang maka ketebalan lapisan kation akan berkurang pula yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara partikel-partikel. Sedangkan jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dibedakan ke dalam empat 4 keadaan dasar,