STUDI SIFAT FISIK TANAH ORGANIK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN CORNICE ADHESIVE (PEREKAT GYPSUM)

(1)

ABSTRAK

STUDI SIFAT FISIK TANAH ORGANIK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN CORNICE ADHESIVE (PEREKAT GYPSUM)

Oleh

ADI LESMANA PUTRA

Pada suatu perencanaan konstruksi jalan raya, lapisan subgrade merupakan lapisan paling bawah yang berfungsi meneruskan beban dari lapisan perkerasan. Suatu konstruksi sangat berhubungan dengan keadaan kondisi fisik tanah. Untuk memperbaiki sifat tanah yang ada sehingga tanah mempunyai sifat yang memenuhi tuntutan teknis maka dilakukanlah stabilisasi. Usaha stabilisasi yang banyak dilakukan adalah stabilisasi dengan menggunakan bahan additive. Salah satunya menggunakan bahan additive alternatif yaitu cornice adhesive, yang diharapkan mampu memperbaiki sifat tanah sehingga lapisan tanah tersebut layak digunakan sebagai subgrade.

Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini adalah tanah organik yang berasal dari daerah Rawa Sragi, Lampung Timur. Variasi kadar campuran yang digunakan yaitu 5%, 10%, 15%, dan 20%. Pada tiap kadar campuran dilakukan waktu pemeraman yang sama selama 7 hari. Berdasarkan pemeriksaan sifat fisik tanah asli, AASHTO mengklasifikasikan sampel tanah pada kelompokA-7 (tanah berlempung) dan subkelompok A-7-5, sedangkan USCS mengklasifikasikan tanah sebagai tanah berbutir halus, dan termasuk kedalam kelompok OH.

Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa bahan additive cornice adhesive dapat memperbaiki sifat fisik tanah organik. Hal itu terlihat dari pengujian fisik seperti kadar air, analisa saringan dan berat jenis. Sementara pada pengujian batas-batas Atterberg penggunaan cornice adhesive dapat menurunkan nilai indeks plastisitas pada setiap penambahan kadar campuran, hingga mencapai penurunan nilai indeks plastisitas sebesar 62,90% pada kadar campuran 20%.


(2)

ABSTRACT

STUDY THE PHYSICAL PROPERTIES OF ORGANIC SOIL STABILIZED USING A CORNICE ADHESIVE (GYPSUM ADHESIVE)

By

ADI LESMANA PUTRA

On a highway construction planning, subgrade is the bottom layer that serves to continue the load of the pavement. The construction is closely connected with the condition of the physical properties of the soil. To improve the properties of soil so the soil has meet the properties of the technical requirements we used stabilization. Stabilization efforts are often undertaken using additive materials. One is to use an alternative additive material that is cornice adhesive. That is expected to improve the properties of the soil so that the soil is feasible for use as subgrade.

The tested soil sample in this research is organic soil that derived from Rawa Sragi, East Lampung. The variations of procentage are 5%, 10%, 15%, and 20%. Each of sample are cured in 7 days. Based on the physical soil properties investigation, AASHTO classified soil samples in group A-7 (clay soil) and subgroup A-7-5, while USCS classified the soil sample as fine-grained into OH group.

The results of the research in the laboratory showed that the additive material cornice adhesive can improve the physical properties of organic soil. That is can be seen from the physical testing such as moisture content, sieve analysis and specific gravity. While the test of Atterberg limits use of cornice adhesive can reduce the value of plasticity index on each additional level of mixed, to achieve a reduction in plasticity index value of 62,90% at 20% blend levels.


(3)

STUDI SIFAT FISIK TANAH ORGANIK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN CORNICE ADHESIVE (PEREKAT GYPSUM)

Oleh

ADI LESMANA PUTRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

(5)

(6)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah dilakukan oleh orang lain, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka, selain itu saya menyatakan pula bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.

Apabila pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Mei 2013


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Januari 1988 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Terlahir dari pasangan Bapak Suyato dan Ibu Hartati.

Penulis mengawali studi di SDN Kalisari 02 Pagi, Cijantung, Jakarta Timur pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 2000 di SDN 2 Taman Bogo, Purbolinggo Lampung Timur. Kemudian penulis melanjutkan studi ke SLTPN 1 Purbolinggo dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi ke SMU Negeri 1 Purbolinggo dan lulus pada tahun 2006. Kemudian penulis berhasil masuk ke Perguruan Tinggi Negeri Universitas Lampung dan terdaftar pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil (S1) melalui jalur SPMB pada tahun 2006.

Pada tahun 2010 penulis telah mengikuti Kerja Praktek pada Proyek Perkuatan Pendalaman dan Perbaikan Berat Dermaga D Pelabuhan Panjang Lampung selama tiga bulan. Penulis juga pernah aktif dalam organisasi internal kampus yaitu UKMF Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (Himateks) sebagai anggota masa jabatan 2008-2009.


(8)

MOTTO

Impossible is potential, impossible is temporary, impossible is nothing.

“Hanya orang gila yang menginginkan perubahan namun tindakannya tetap sama” (Albert Einstein)

Jangan berhenti ketika kamu lelah, tetapi berhentilah ketika kamu telah selesai.

Nikmatilah prosesnya.. sulit, letih, dan jenuh memang sudah begitu adanya. Dan saat kita tlah berada di garis finish, feel the sensation! (Adiles)


(9)

Persembahan

Sebuah karya kecil buah pemikiran dan kerja keras yang

kupersembahkan untuk kedua orang tuaku tercinta yang tak pernah

lelah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kesabaran, kasih

sayang dan keikhlasan hati, semoga dapat mengukir senyum diwajah

Ayahhandaku tercinta Suyato,

Ibundaku tercinta Hartati,

Adikku tersayang Rio Hadi Pangestu

Serta sahabat-sahabat terbaikku angkatan 2006.


(10)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Studi Sifat Fisik Tanah Organik Yang Distabilisasi Menggunakan Cornice Adhesive (Perekat Gypsum) yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kelancaran penyusunan laporan ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada :

1. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

2. Ir. Idharmahadi Adha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.


(11)

ii

3. Iswan, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing I skripsi, atas kesediaan waktunya memberikan bimbingan dan pengarahan, serta nasehat selama penulis menyusun skripsi dan menempuh perkuliahan.

4. Ir. M. Jafri, M.T., selaku Dosen Pembimbing II skripsi, atas kesediaan waktunya memberikan bimbingan dan pengarahan, serta nasehat selama penulis menyusun skripsi dan menempuh perkuliahan.

5. Ir. Setyanto, M.T., sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik dalam menyempurnakan dan melengkapi skripsi penulis.

6. Ir. Andi Kusnadi, M.T., M.M., selaku Dosen Pembimbing Akademik, atas kesediaan waktunya yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan.

7. Seluruh Dosen staf pengajar yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

8. Seluruh karyawan di Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

9. Seluruh karyawan di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

10.Bapak, Ibu, serta adik yang aku sayangi yang telah memberikan dorongan materil dan spiritual dalam menyelesaikan kuliah di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

11.Kawan-kawan Teknik Sipil Unila, angkatan 2006 pada khususnya serta teman-teman yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu. Semoga kita semua berhasil menggapai impian. Amin.


(12)

iii

12.Sahabat-Sahabat terbaik, seperjuangan, Puja Sutrisna, Metro Hadianto, Edi Supriyono, Yuliana Eka Sari, Wayan Sukariawan, M. Syamroni, Rifky Arya Putra, Triyana Puji Astuti, Aditya Nugraha, dan Wahyu Kurniawan. Terima kasih untuk pengalaman mengesankan, nasehat, dan perhatian kalian. Semoga perjalanan kita tidak sampai disini.

13.Siti Fatimah yang selalu memberi motivasi dan semangat untuk selalu menyelesaikan laporan skripsi ini kepada penulis.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca. Selain itu, penulis berharap dan berdoa semoga semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis, mendapatkan ridho dari Allah SWT. Amiin..

Bandar Lampung, Mei 2013

Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Penelitian ... 3

D. Tujuan Penelitian . ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Tanah ... 5

1. Pengertian Tanah . ... 5

2. Klasifikasi Tanah ... 8

a. Sistem Klasifikasi AASHTO ... 9

b. Sistem Klasifikasi Unified (USCS) ... 12

B. Tanah Dasar (Subgrade) ... 15

C. Tanah Organik ... 15

1. Proses Terjadinya Tanah Organik ... 15

2. Sifat Tanah Organik ... 16

3. Identifikasi Organik ... 18

D. Stabilisasi Tanah ... 19

E. Cornice Adhesive ... 20

F. Batas – Batas Atterberg ... 22


(14)

v

III.METODE PENELITIAN ... 27

A. Bahan Penelitian ... 27

B. Metode Pengambilan Sampel Tanah ... 27

C. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Cornice Adhesive ... 28

D. Pelaksanaan Pengujian ... 29

a. Pengujian Kadar Air (Moisture Content) ... 29

b. Pengujian Analisa Saringan (Sieve Analysis) ... 30

c. Pengujian Berat Jenis (Specific Gravity) ... 31

d. Pengujian Batas Atterberg ... 32

e. Pengujian Pemadatan Tanah ... 34

E. Analisis Hasil Penelitian ... 37

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A.Hasil Pengujian Sample Tanah Asli ... 40

1. Uji Kadar Air (ω) ... 40

2. Uji Berat Jenis (Gs) ... 41

3. Uji Analisa Ukuran Butiran ... 41

4. Uji Batas Atterberg ... 44

5. Uji Pemadatan Tanah ... 45

B.Klasifikasi Sample Tanah Asli ... 47

1. Sistem Klasifikasi AASTHO ... 47

2. Sistem Klasifikasi Unified (USCS) ... 48

C.Hasil Pengujian Sample Tanah dengan Penambahan Cornice adhesive 49

1. Uji Kadar Air ... 49

2. Uji Berat Volume... 50

3. Uji Analisa Saringan ... 51

4. Uji Berat Jenis (Gs) ... 53

5. Uji Batas Atterberg ... 55

a. Batas Cair (LL) ... 55

b. Batas Plastis (PL) ... 56


(15)

vi

D.Analisis Hubungan Antara Batas Atterberg dengan Kadar Campuran

Cornice Adhesive ... 57

E. Perbandingan Nilai Indeks Plastisitas dengan Bahan Stabilisasi yang Sama Terhadap Pemakaian Jenis Tanah yang Berbeda ... 58

V. PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

-Lampiran A Surat-Surat Akademik -Lampiran B Hasil Uji Laboratorium -Lampiran C Foto Bahan

-Lampiran D Foto Peralatan


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Batas – batas Atterberg ... 23

2. Hubungan berat jenis dengan kadar Cornice Adhesive ... 25

3. Hubungan antara batas Atterbeg dan kadar campuran Cornice ... 25

4. Bagan alir penelitian ... 39

5. Kurva akumulasi ukuran butiran tanah ... 43

6. Hubungan berat volume kering dengan kadar air optimum ... 45

7. Diagram plastisitas ... 49

8. Hubungan berat volume dengan kadar Cornice Adhesive ... 51

9. Grafik analisa saringan dengan kadar Cornice Adhesive 5% ... 52

10.Grafik analisa saringan dengan kadar Cornice Adhesive 10% ... 52

11.Grafik analisa saringan dengan kadar Cornice Adhesive 15% ... 52

12.Grafik analisa saringan dengan kadar Cornice Adhesive 20% ... 53

13.Hubungan berat jenis dengan kadar Cornice Adhesive ... 54

14.Hubungan antara batas Atterbeg dan kadar Cornice Adhesive ... 57

15.Hubungan nilai Indeks Plastisitas tanah organik dan tanah organik yang distabilisasi menggunakan Cornice Adhesive ... 59


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sistem klasifikasi tanah AASHTO ... 11

2. Sistem klasifikasi tanah Unified ... 13

3. Sistem klasifikasi tanah Unified ... 14

4. Penggolongan tanah berdasarkan kandungan organik ... 18

5. Kandungan unsur kimia tanah organik ... 19

6. Komposisi Cornice Adhesive ... 21

7. Hasil pengujian kadar air tanah asli ... 30

8. Hasil pengujian berat jenis (Gs) tanah asli ... 41

9. Hasil pengujian analisa saringan ... 42

10.Hasil pengujian batas Atterberg tanah asli ... 44

11.Hasil pengujian sampel tanah asli ... 47

12.Hasil pengujian kadar air tiap kadar campuran ... 50

13.Hasil pengujian berat volume tiap kadar campuran ... 50

14.Hasil uji analisa saringan tiap kadar campuran ... 51

15.Hasil uji berat jenis tiap kadar campuran... 54

16.Hasil pengujian batas cair tiap kadar campuran ... 55

17.Hasil pengujian batas plastis tiap kadar campuran ... 56


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada suatu perencanaan konstruksi jalan raya, lapisan tanah dasar (Subgrade)

merupakan lapisan paling bawah yang berfungsi untuk meneruskan beban dari lapis perkerasan (pavement). Namun, tidak selamanya lapisan tanah dasar mampu berfungsi dengan baik sebagai daya dukung.

Tanah yang terdapat di alam merupakan bahan yang kompleks dan sangat beragam. Seringkali dihadapi persoalan bahwa dalam keadaan aslinya, tanah tidak dapat digunakan sebagai bahan bangunan yang mempunyai persyaratan tertentu. Dalam memecahkan persoalan tersebut dapat diambil beberapa keputusan, diantaranya adalah:

1. Menggunakan tanah sebagaimana adanya, kemudian menyesuaikan persyaratan mutu bangunan dengan tanah tersebut.

2. Membuang tanah dan menggantinya dengan tanah yang lebih baik.

3. Merubah sifat-sifat tanah yang ada sehingga diperoleh tanah yang mempunyai sifat-sifat yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Pilihan yang terakhir, yaitu merubah sifat-sifat tanah yang ada sehingga tanah mempunyai sifat-sifat yang memenuhi tuntutan teknis, dikenal sebagai stabilisasi.


(19)

2

Tanah Organik adalah tanah yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah berubah sifatnya secara kimiawi namun mempunyai serat yang rendah dan umumnya memiliki nilai plastisitas dari sedang sampai tinggi. Sifat teknis yang umum dari tanah organik adalah mempunyai kandungan air (kadar air) yang cukup tinggi dan daya dukung yang rendah. Karena sifat-sifat tersebut maka tanah organik digolongkan sebagai tanah yang buruk untuk dijadikan tanah subgrade. Karena berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO, tanah yang baik untuk dijadikan tanah dasar adalah tanah yang memiliki Indeks Plastisitas (PI) kurang dari 10.

Salah satu cara yang digunakan untuk menstabilisasi tanah antara lain dengan pencampuran bahan kimia (additive). Bahan pencampur yang akan digunakan diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan sifat-sifat tanah yang kurang baik dan kurang menguntungkan dari tanah yang akan digunakan untuk suatu konstruksi bangunan teknik sipil. Sifat dari bahan additive

tersebut akan bereaksi dengan butiran-butiran tanah sehingga akan didapatkan massa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi.

Banyak material yang dapat digunakan sebagai stabilisator tanah, beberapa bahan campuran yang sudah digunakan secara luas meliputi kapur, semen portland, dan bahan additive lainnya seperti Ionic Soil Stabilizer 2500 (ISS 2500), RTX 300, bahan kimia asam fosfat, dan lain-lain.

Pada tugas akhir ini dicoba untuk menggunakan perekat gypsum (cornice adhesive) yang mudah didapat di pasaran sebagai alternatif lain bahan


(20)

3

pencampur guna menstabilkan tanah organik yang diharapkan mampu meningkatkan mutu tanah tersebut.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah :

Bagaimana pengaruh pencampuran Cornice Adhesive terhadap tanah organik dengan kadar campuran yang berbeda-beda, apakah terjadi perubahan sifat fisik yang dialami oleh tanah asli setelah dicampur atau distabilisasi dengan

Cornice Adhesive, sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan ini dapat

digunakan sebagai alternatif bahan stabilisasi tanah.

C. Batasan Penelitian

Untuk memberikan hasil yang baik dan terarah dalam penelitian ini, maka permasalahan dibatasi pada :

1. Karakteristik tanah yang dipergunakan adalah tanah organik, yang berasal dari daerah Rawa Sragi Kecamatan Jabung Kabupaten Lampung Timur.

2. Cornice Adhesive yang digunakan adalah yang biasa terdapat dipasaran.

3. Penelitian hanya terbatas pada sifat fisik tanah butir halus tidak menganalisis unsur kimia tanah.

4. Pengaruh pencampuran tanah organik ditinjau dari beberapa pengujian, meliputi :

a. Pengujian Analisa Saringan b. Pengujian Batas Atterberg


(21)

4

d. Pengujian Berat Jenis e. Pengujian Berat Volume

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui perbedaan parameter sifat fisik tanah sebelum dan setelah dicampur dengan Cornice Adhesive.

2. Mengetahui seberapa efektif dan seberapa besar pengaruh stabilisasi tanah lempung organik setelah dicampur dengan Cornice Adhesive.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah

1. Pengertian Tanah

Tanah didefinisikan sebagai suatu lapisan kerak bumi yang tidak padu dengan ketebalan beragam yang berbeda dengan bahan-bahan dibawahnya, juga tidak beku dalam hal warna, bangunan fisik, struktur susunan kimiawi, sifat biologis, proses kimiawi ataupun reaksi-reaksi (Sutedjo, 1988).

Tanah adalah kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef,1994).

Tanah sebagai bahan teknik adalah bahan yang tak terkosolidasi (dikokohkan) yang tersusun dari partikel padat yang terpisah-pisah dengan cairan dan gas yang menduduki ruang-ruangan antar partikel tersebut (Forth,1994).

Tanah pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan


(23)

6

kecocokan air. Material ini berasal dari hasil pelapukan batuan, baik secara fisik (mekanis) maupun kimia. (Setyanto,1999)

Tanah juga didefinisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. Diantara partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori yang berisi air dan udara. Ikatan yang lemah antara partikel-partikel tanah disebabkan oleh pengaruh karbonat atau oksida yang tersenyawa diantara partikel-partikel tersebut, atau dapat juga disebabkan oleh adanya material organik bila hasil dari pelapukan tersebut di atas tetap berada pada tempat semula maka bagian ini disebut tanah sisa (residu soil). Hasil pelapukan terangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat yang berlainan disebut tanah bawaan (transportation soil). Media pengangkutan tanah berupa gravitasi, angin, air dan gletsyer. Pada saat akan berpindah tempat, ukuran dan bentuk partikel-partikel dapat berubah dan terbagi dalam beberapa rentang ukuran.

Tanah juga didefinisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. Diantara partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori yang berisi air dan udara. Ikatan yang lemah antara partikel-partikel tanah disebabkan oleh pengaruh karbonat atau oksida yang tersenyawa diantara partikel-partikel tersebut, atau dapat juga disebabkan oleh adanya material organik bila hasil dari pelapukan tersebut di atas tetap berada pada tempat semula maka bagian ini disebut


(24)

7

tanah sisa (residu soil). Hasil pelapukan terangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat yang berlainan disebut tanah bawaan (transportation soil). Media pengangkutan tanah berupa gravitasi, angin, air dan gletsyer. Pada saat akan berpindah tempat, ukuran dan bentuk partikel-partikel dapat berubah dan terbagi dalam beberapa rentang ukuran.

Tanah menurut Bowles (1989) adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :

1. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).

2. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm. 3. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm,

berkisar dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm).

4. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm. Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara sungai.

5. Lempung (clay), partikel mineral berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif.

6. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih kecil


(25)

8

Istilah tanah dalam bidang mekanika tanah dapat digunakan mencakup semua bahan seperti lempung, pasir, kerikil dan batu-batu besar. Metode yang dipakai dalam teknik sipil untuk membedakan dan menyatakan berbagai tanah, sebenarnya sangat berbeda dibandingkan dengan metode yang dipakai dalam bidang geologi atau ilmu tanah. Sistem klasifikasi yang digunakan dalam mekanika tanah dimaksudkan untuk memberikan keterangan mengenai sifat-sifat teknis dari bahan-bahan itu dengan cara yang sama, seperti halnya pernyatan-pernyataan secara geologis dimaksudkan untuk memberi keterangan mengenai asal geologis dari tanah.

2. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah yang dikembangkan untuk tujuan rekayasa umumnya didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti gradasi butiran tanah dan nilai-nilai batas Atterberg sabagai petunjuk kondisi plastisitas tanah, hal ini dikarenakan tanah tidak tersedimentasi, sehingga partikel-partikel tanah mudah untuk dipisah-pisahkan.

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok - kelompok dan subkelompok - subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995). Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi tentang


(26)

9

karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi.

Terdapat dua sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan untuk mengelompokkan tanah. Sistem-sistem tersebut adalah :

a. Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Official)

Sistem klasifikasi AASHTO ini dikembangkan dalam tahun 1929 sebagai Public Road Administrasion Classification System. Sistem ini telah mengalami beberapa perbaikan, yang berlaku saat ini adalah yang diajukan oleh Commite on Classification of Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board

pada tahun 1945 (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model M145).

Sistem klasifikasi AASHTO berguna untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar

(subgrade). Karena sistem ini ditujukan untuk pekerjaan jalan

tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam prakteknya harus dipertimbangkan terhadap maksud aslinya. Sistem ini membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah


(27)

10

yang diklasifikasikan ke dalam A-1, A-2, dan A-3 adalah tanah berbutir di mana 35 % atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200. Tanah di mana lebih dari 35 % butirannya tanah lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan ke dalam kelompok 4, 5 A-6, dan A-7.

Butiran dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan lempung. Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria di bawah ini :

1) Ukuran Butir

Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm (3 in) dan yang tertahan pada ayakan No. 10 (2 mm).

Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan yang tertahan pada ayakan No. 200 (0.075 mm).

Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan No. 200. 2) Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis indeks plastisnya 11 atau lebih.

3) Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) di temukan di dalam contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.


(28)

11

Tabel 1. Klasifikasi Tanah untuk Lapisan Tanah Dasar Jalan raya (Sistem AASHTO)

Klasifikasi Umum

Tanah berbutir (35 % atau kurang dari seluruh contoh tanah

lolos ayakan No. 200)

Tanah lanau - lempung (lebih dari 35 % dari seluruh contoh

tanah lolos ayakan No. 200) Klasifikasi Kelompok

A-1

A-3

A-2

A-4 A-5 A-6

A-7

A-1a A-1b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 A-7-5*

A-7-6** Analisis ayakan

(% lolos)

No. 10 ≤ 50 --- --- --- --- --- --- --- --- --- ---

No. 40 ≤ 30 ≤ 50 ≥ 51 --- --- --- --- --- --- --- ---

No. 200 ≤ 15 ≤ 25 ≤ 10 ≤ 35 ≤ 35 ≤ 35 ≤ 35 ≥ 36 ≥ 36 ≥ 36 ≥ 36

Sifat fraksi yang lolos

ayakan No. 40

Batas Cair (LL) --- --- ≤ 40 ≥ 41 ≤ 40 ≥ 41 ≤ 40 ≥ 40 ≤ 40 ≥ 41

Indek Plastisitas (PI) ≤ 6 NP ≤ 10 ≤ 10 ≥ 11 ≥ 11 ≤ 10 ≤ 10 ≥ 11 ≥ 11

Tipe material yang paling dominan

Batu pecah, kerikil dan pasir

Pasir halus

Kerikil dan pasir yang berlanau

atau berlempung Tanah berlanau Tanah berlempung Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik Biasa sampai jelek

Keterangan : ** Untuk A-7-5, PI ≤ LL – 30 ** Untuk A-7-6, PI > LL – 30 Sumber : Das, 1995.


(29)

12

b. Sistem Klasifikasi USCS (Unified Soil Classification System)

Klasifikasi tanah USCS diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation

(USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials (ASTM) telah memakai USCS sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Dalam USCS, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu :

1) Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan pasir yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200 (F200< 50). Simbol kelompok diawali dengan G

untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil (gravelly soil) atau S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy soil).

2) Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50% tanah lolos saringan No. 200 (F200 ≥ 50). Simbol kelompok

diawali dengan M untuk lanau inorganik (inorganic silt), atau C untuk lempung inorganik (inorganic clay), atau O untuk lanau dan lempung organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi.

Simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi adalah W - untuk gradasi baik (well graded), P - gradasi buruk (poorly graded), L - plastisitas rendah (low plasticity) dan H - plastisitas tinggi (high plasticity).


(30)

13

Adapun menurut Bowles, 1991. Kelompok-kelompok tanah utama pada sistem klasifikasi Unified diperlihatkan pada Tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah Unified

Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks

Kerikil G Gradasi baik W

Gradasi buruk P

Pasir S Berlanau M

Berlempung C

Lanau M

Lempung C LL< 50 % L

Organik O LL> 50 % H

Gambut Pt

Sumber : Bowles, 1991.

Klasifikasi sistem tanah unified secara visual di lapangan sebaiknya dilakukan pada setiap pengambilan contoh tanah. Hal ini berguna di samping untuk dapat menentukan pemeriksaan yang mungkin perlu ditambahkan, juga sebagai pelengkap klasifikasi yang di lakukan di laboratorium agar tidak terjadi kesalahan label.


(31)

14

Tabel 3. Sistem klasifikasi unified

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Ta na h be rb utir ka sa r≥ 5 0 % b u tiran tertahan saring an No . 2 0 0 Kerikil 5 0 %≥ fra ks i k as ar tertahan saring an No .

4 Kerikil b

ersih (han y a k erikil) GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Klasifik asi b erdasa rkan pro sen tase b u tiran h alu

s ; Kuran

g

dari 5% lo

lo s sar in g an no .200: GM, GP, SW , SP. L eb ih dari 12 % lo lo s sarin g an n o .20 0 : GM, GC , S M, SC. 5 % - 1 2 % lo lo s sarin g an No.2 0 0 : Batas an klas ifikas i yan g m em p u n y ai simbo l do b el

Cu = D60 > 4

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60 GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Kerikil d en g an Bu tiran h alu s

GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Pa sir≥ 50 % f raks i k asar lo lo s sarin g an N o . 4

Pasir bersih (han

y

a pas

ir)

SW

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Cu = D60 > 6

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60 SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW

Pasir den

g an bu tiran h alu s

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Tanah berb u tir h al u s 50

% atau leb

ih lolo s ay ak an No. 20 0 Lanau dan lem p u n g ba ta s c air ≤ 50 % ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

60

50 CH

40 CL

30 Garis A

CL-ML

20

4 ML ML atau OH

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

OL

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah Lanau dan le m pu ng ba ta s c air ≥ 50 % MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)

OH

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488 Sumber : Hary Christady, 1996.

Batas

Plastis

(%)


(32)

15

B. Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah dasar merupakan lapisan tanah yang berada di permukaan, dimana sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar ini sangat mempengaruhi kekuatan dan keawetan konstruksi di atasnya secara keseluruhan. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tetapi jika tanah aslinya kurang baik maka tanah dasar dapat berupa tanah timbunan yang didatangkan dari tempat lain kemudian dipadatkan. (Nakazawa,1990). Fungsi tanah dasar adalah menerima tekanan akibat beban yang bekerja di atasnya, tanah dasar harus mempunyai kapasitas dukung yang optimal sehingga mampu menerima gaya akibat beban tanpa mengalami perubahan dan kerusakan yang berarti. Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk perencanaan tebal perkerasan jalan ditentukan dengan pemeriksaan CBR dengan nilai minimal CBR sebesar 6% sesuai dengan spesifikasi Bina Marga.

C. Tanah Organik

1. Proses Terjadinya Tanah Organik

Tanah organik terbentuk karena pengaruh iklim dan curah hujan tinggi yang sebenarnya cukup merata sepanjang tahun dengan topografi tidak rata, sehingga memungkinkan terbentuknya depresi-depresi. Sebagai akibat tipe iklim serupa itu, tidak terjadi perbedaan menyolok pada musim hujan dan kemarau. Vegetasi hutan berdaun lebar dapat tumbuh dengan baik sehingga menghalangi insolasi dan kelembaban yang tinggi dapat dipertahankan di lingkungan tersebut. Pada daerah cekungan dengan genangan air terjadi akumulasi bahan organik. Hal ini disebabkan suasana


(33)

16

anaerob menghambat oksidasi bahan organik oleh jasad renik, sehingga proses humifikasi akan terjadi lebih nyata dari proses mineralisasi. Penguraian bahan organik hanya dilakukan oleh bakteri anaerob, cendawan dan ganggang. Kecepatan dekomposisi ini dipengaruhi oleh jenis dan jumlah bakteri anaerob, sifat vegetasi, iklim, topografi dan sifat kimia airnya.

2. Sifat Tanah Organik

Sifat dan ciri tanah organik dapat ditentukan dengan berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Adapun sifat dan ciri tersebut antara lain:

a. Warna

Umumnya tanah organik berwarna coklat tua dan kehitaman , meskipun bahan asalnya berwarna kelabu, coklat atau kemerah-merahan, tetapi setelah mengalami dekomposisi muncul senyawa-senyawa humik berwarna gelap. Pada umumnya, perubahan yang dialami bahan organik kelihatannya sama yang dialami oleh sisa organik tanah mineral, walaupun pada tanah organik aerasi terbatas. b. Berat isi

Dalam keadaan kering tanah organik sangat kering, berat isi tanah organik bila dibandingkan dengan tanah mineral adalah rendah, yaitu 0,2 - 0,3 merupakan nilai umum bagi tanah organik yang telah mengalami dekomposisi lanjut. Suatu lapisan tanah mineral yang telah diolah berat isinya berkisar 1,25 - 1,45.


(34)

17

c. Kapasitas menyerap air

Tanah Organik mempunyai kapasitas menyerap air yang tinggi. Mineral kering dapat menyerap air 1/5 – 2,5 dari bobotnya, sedangkan tanah organik dapat 2 – 4 kali dari bobot keringnya. Gambut lumut yang belum terkomposisi sedikit lebih banyak dalam menyerap air, sekitar 12 atau 15 bahkan 20 kali dari bobotnya sendiri.

d. Struktur

Ciri tanah organik yang lain adalah strukturnya yang mudah dihancurkan apabila dalam keadaan kering. Bahan organik yang telah terdekomposisi sebagian bersifat koloidal dan mempunyai kohesi dan plastisitasnya rendah. Suatu tanah berbahan organik yang baik adalah

poroeus atau mudah dilewati air, terbuka dan mudah diolah. Ciri-ciri ini sangat diinginkan oleh pertanian tetapi tidak baik untuk bahan konstruksi sipil.

e. Reaksi masam

Pada tanah organik, dekomposisi bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik yang terakumulasi pada tubuh tanah, sehingga akan meningkatkan keasaman tanah organik. Dengan demikian tanah organik akan cenderung lebih masam dari tanah mineral pada kejenuhan basah yang sama.

f. Sifat koloidal

Sifat ini mempunyai kapasitas tukar kationnya lebih besar, serta sifat ini lebih jelas diperlihatkan oleh tanah organik daripada tanah mineral. Luas permukaan dua hingga empat kali daripada tanah mineral.


(35)

18

g. Sifat penyangga

Pada tanah organik lebih banyak diperlukan belerang atau kapur yang digunakan untuk perubahan pH pada tingkat nilai yang sama dengan tanah mineral. Hal ini disebabkan karena sifat penyangga tanah ditentukan oleh besar kapasitas tukar kation, dengan demikian tanah organik umumnya memperlihatkan gaya resistensi yang nyata terhadap perubahan pH bila diandingkan dengan tanah mineral.

3. Identifikasi Organik

Terdapat dua sistem penggolongan utama yang dilakukan, yakni sistem penanggulangan AASHTO (metode AASHTO M 145 atau penandaan ASTM D-3282) dan sistem penggolongan tanah bersatu (penandaan ASTM D-2487). Dalam metode AASHTO, tidak tercantum untuk gambut dan tanah yang organik, sehingga ASTM D-2487 harus digunakan sebagai langkah pertama pada pengidentifikasian gambut.

Tabel 4. Penggolongan tanah berdasarkan kandungan organik

KANDUNGAN ORGANIK KELOMPOK TANAH

≥ 75 % GAMBUT 25 % - 75 % TANAH ORGANIK

≤ 25 %

TANAH DENGAN KANDUNGAN ORGANIK RENDAH


(36)

19

Pada penelitian ini tanah yang digunakan adalah tanah dari Rawa Seragi Lampung Timur dengan kandungan kimia seperti terlihat pada tabel 5.

Tabel 5. Kandungan unsur kimia tanah organik

Unsur Kimia Persentase ( % )

Organik Tanah 60,303

Unsur magnesium (Mg) 17,815 Unsur Kalium (K) 10,561 Unsur Ferrum (Fe) 5,676 Unsur Kalsium (Ca) 1,896

Lain – lain 3,749

Sumber : Ave (2009)

D. Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat menaikkan kekuatan tanah dan mempertahankan kekuatan geser. Adapun tujuan stabilisasi tanah adalah untuk mengikat dan menyatukan agregat material yang ada sehingga membentuk struktur jalan atau pondasi jalan yang padat. Sifat – sifat tanah yang telah diperbaiki dengan cara stabilisasi dapat meliputi kestabilan volume, kekuatan atau daya dukung, permeabilitas, dan kekekalan atau keawetan.

Menurut Bowles, 1991. Beberapa tindakan yang dilakukan untuk menstabilisasikan tanah adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kerapatan tanah.

2. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan/atau tahanan gesek yang timbul.


(37)

20

3. Menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dan/atau fisis pada tanah.

Pada umumnya cara yang digunakan untuk menstabilisasi tanah terdiri dari salah satu atau kombinasi dari pekerjaan-pekerjaan berikut (Bowles, 1991) : 1. Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti

mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, tekstur, pembekuan, pemanasan dan sebagainya.

2. Bahan Pencampur (Additiver), yaitu penambahan kerikil untuk tanah kohesif, lempung untuk tanah berbutir, dan pencampur kimiawi seperti semen, gamping, abu vulkanik/batubara, gamping dan/atau semen, semen aspal, sodium dan kalsium klorida, limbah pabrik kertas dan lain-lainnya. Metode atau cara memperbaiki sifat – sifat tanah ini juga sangat bergantung pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan sifat – sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia yang ada didalam additive

untuk bereaksi.

E. Cornice Adhesive

Cornice Adhesive adalah bubuk plaster yang berdaya rekat kuat, sangat

dianjurkan dalam aplikasi di atas permukaan papan gypsum, semen, dan plasterglass. Komposisi Cornice Adhesive tersebut terdapat pada tabel 6. sebagai berikut


(38)

21

Tabel 6. Komposisi Cornice Adhesive

Bahan Rumus Nomor CAS Kadar

Silika, Kristal-kuarsa Si-O2 14808-60-7 <0,3 % Kalsium Sulphate Hemihyrate Ca-O4-S.1/2-H2-O 10034-76-1 >60 %

Batu Kapur Ca-CO3 1317-65-3 <30%

Dekstrin (C6H10O5) n x H2O 9004-53-9 <5%

Selulosa Thickener Tidak Tersedia Tidak Tersedia <2%

Synthetic Polimer Tidak Tersedia 25213-24-5 <2%

Sumber :

http://www.boral.com.au/plasterboard/msds/pdfs/CORNICE_ADHESIVE.pdf

Dari data diatas terlihat bahwa Cornice Adhesive mengandung unsur kalsium karbonat (CaCO3) dan unsur silika (SiO2) yang sangat berperan pada proses

sementasi.

Bahan dasar dari kapur adalah batu kapur. Batu kapur mengandung kalsium karbonat (CaCO3), dengan pemanasan karbon dioksidanya ke luar dan tinggal kapurnya saja (CaO). Kapur hasil pembakaran apabila ditambahkan air maka mengembang dan retak-retak. Banyak panas yang keluar (seperti mendidih) selama proses ini, hasilnya adalah kalsium hidroksida Ca(OH)2. Air yang dipakai untuk proses ini secara teoritis hanya 32% berat kering kapur, tetapi karena faktor-faktor antara lain pembakaran, jenis kapur, dan sebagainya, kadang-kadang air yang diperlukan 2 atau 3 kali volume kapur. Proses kimia pembentukan kapur dapat ditulis sebagai berikut : Ca + CO3 CaO + CO2

CaO + H2O Ca(OH)2 + panas Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O


(39)

22

Apabila kapur dengan mineral lempung atau dengan mineral halus lainnya atau dengan komponen pozzolan seperti silika hidrat (hydrous silica) bereaksi, maka akan membentuk suatu gel yang kuat dan keras yaitu kalsium silikat yang mengikat butir- butir atau partikel tanah. Gel silika bereaksi dengan segera melapisi dan mengikat partikel lempung dan menutup pori-pori tanah. Reaksi pozzolanisasi menghasilkan Kristal Ca(SiO3) yang bersifat mengikat butiran lempung dengan butiran lempung serta butiran lempung dengan Ca(SiO3). Untuk mencapai

kekuatan penuh proses pozzolanisasi dapat terjadi dalam waktu beberapa tahun. Reaksi pozzolanisasi tersebut sebagai berikut :

SiO2 + Ca (OH)2 + H2O Ca(SiO3) + 2H2O (6)

F. Batas-Batas Atterberg

Batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah dikenal pula sebagai batas-batas konsistensi atau batas-batas Atterberg (yang mana diambil dari nama peneliti pertamanya yaitu Atterberg pada tahun 1911. Pada kebanyakan tanah di alam, berada dalam kondisi plastis. Kadar air yang terkandung dalam tanah berbeda-beda pada setiap kondisi tersebut yang mana bergantung pada interaksi antara partikel mineral lempung. Bila kandungan air berkurang maka ketebalan lapisan kation akan berkurang pula yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara partikel-partikel. Sedangkan jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dibedakan ke dalam empat (4) keadaan dasar,


(40)

23

yaitu : padat (solid), semi padat (semi solid), plastis (plastic), dan cair (liquid), seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Batas-batas Atterberg

Adapun yang termasuk ke dalam batas-batas Atterberg antara lain : 1. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.

2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (PL) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah yang di buat menyerupai lidi-lidi sampai dengan diameter silinder 3 mm mulai retak-retak, putus atau terpisah ketika digulung.

3. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (SL) adalah kadar air yang didefinisikan pada derajat kejenuhan 100%, dimana untuk nilai-nilai dibawahnya tidak akan terdapat perubahan volume tanah apabila dikeringkan terus. Harus diketahui bahwa

Padat SemiPadat Plastis Cair

Limit) (Shrinkage Susut Batas Limit) (Plastic Plastis Batas Limit) (Liquid Cair Batas

Kering Makin Basah

Bertambah Air Kadar PL -LL PI (PI) Index Plasticity Cakupan 


(41)

24

batas susut makin kecil maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume.

4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat plastis.

G. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian laboratorium yang menjadi bahan pertimbangan dan acuan penelitian ini dikarenakan adanya kesamaan metode dan bahan aditif yang digunakan, antara lain :

1. Perbaikan tanah menggunakan Cornice Adhesive

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Setiawan pada tahun 2012 mengenai “Evaluasi Karakteristik Fisik Dan Mekanis Tanah Timbunan Dengan Bahan Stabilisasi Cornice Adhesive (Perekat Gypsum)” dengan penggunaan bahan campuran Cornice Adhesive sebagai bahan stabilisasi pada tanah timbunan dengan menggunakan variasi campuran kadar

Cornice Adhesive sebanyak 0%, 5%, 10%, 15%, 20% dengan waktu

pemeraman 7 hari. Hubungan antara berat jenis dengan kadar Cornice Adhesive dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini :


(42)

25

Gambar 2. Hubungan berat jenis dengan kadar Cornice

Dari hasil uji berat jenis dengan penambahan 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% kadar Cornice seperti yang tertera pada Gambar 2, menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan nilai berat jenis seiring dengan bertambahnya kadar Cornice pada campuran. Hal ini disebabkan karena bercampurnya dua bahan yang berbeda, yaitu Cornice Adhesive dan tanah asli, sehingga mengakibatkan terjadi peningkatan berat jenis campuran.

Hasil pengujian batas-batas Atterberg untuk masing-masing kadar

Cornice ditunjukan pada grafik berikut :

Gambar 3. Hubungan antara batas Atterberg dan kadar campuran Cornice

Gambar 3, menunjukkan penambahan kadar Cornice pada tanah asli mempunyai kecenderungan menurunkan nilai batas cair (LL) dan batas

2.495 2.553 2.593 2.612 2.636 2.480 2.500 2.520 2.540 2.560 2.580 2.600 2.620 2.640 2.660

0 5 10 15 20

Berat

Jenis

Kadar Cornice (%)

47.39

46.37

42.14

36.11

31.72 30.12 29.58

25.6

20.96

17.12 17.27 16.79 16.54

15.15 14.60 0 10 20 30 40 50

0 5 10 15 20

Nila

i

Atterberg

(%)

Kadar Cornice (%)

LL PL PI


(43)

26

plastis (PL). Sedangkan untuk nilai indeks plastisitas (PI) dipengaruhi dari besarnya nilai batas cair (LL) dan batas plastis (PL), hubungan tersebut menunjukkan bahwa nilai PI sangat tergantung pada nilai batas cair dan batas plastis. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium, penambahan kadar Cornice tiap 5 % dimulai dari campuran 0 % dapat menurunkan nilai batas cair (LL) dan batas plastis (PL), sehingga ikut menurunkan nilai indeks plastisitas (PI). Hal ini dikarenakan terjadi reaksi antara kandungan Kapur (CaCO3) dan Kalsium Sulphate Hemihyrate pada Cornice Adhesive

dengan air sehingga akan membentuk pasta yang akan mengikat partikel lempung serta menutupi pori-pori tanah. Rongga-rongga pori yang dikelilingi hasil reaksi tersebut akan lebih sulit ditembus oleh air sehingga membuat campuran tanah dan Cornice Adhesive lebih tahan terhadap penyerapan air dan menurunkan nilai plastisitasnya. Semakin menurun nilai PI dari campuran tanah, maka potensi pengembangan akan semakin berkurang, sehingga secara kualitatif tanah semakin baik.


(44)

III. METODE PENELITIAN

A. Bahan Penelitian

Pada penelitian ini sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah organik yang berasal dari Rawa Sragi, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur. Dan Cornice adhesive atau perekat gypsum yang digunakan sebagai kombinasi campuran.

B. Metode Pengambilan Sampel Tanah

Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari daerah Rawa Sragi, Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur.

Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung contoh seperti pipa paralon sebanyak 2 buah untuk mendapatkan data-data primer. Pertama-tama pipa ditekan perlahan-lahan sampai kedalaman 50 cm, kemudian diangkat ke permukaan sehingga terisi penuh oleh tanah dan ditutup dengan plastik agar terjaga kadar air aslinya. Sampel yang sudah diambil ini selanjutnya digunakan sebagai sampel untuk pengujian awal, dimana sampel ini disebut tanah tidak terganggu. Sedangkan pengambilan sampel tanah untuk tanah terganggu, dilakukan dengan cara penggalian menggunakan cangkul pada


(45)

28

kedalaman 0,5-1 m dari permukaan tanah, lalu tanah yang telah diperoleh dimasukkan kedalam karung plastik sebagai wadah.

C. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Cornice Adhesive

Metode pencampuran untuk masing-masing persentase Cornice Adhesive

adalah :

1. Sampel tanah di ayak dengan kriteria lolos saringan 4,75 mm (no.4), kemudian dicampur dengan Cornice Adhesive dengan variasi persentase

Cornice Adhesive antara lain adalah 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%.

2. Pencampuran sampel dengan cara mengaduk tanah dengan Cornice

Adhesive dalam wadah dengan memberi penambahan air yang sesuai

dengan kadar air optimum yang diperoleh dari pengujian pemadatan. Campuran antara sampel tanah dan Cornice Adhesive memiliki kumulatif berat 100%, maka masing-masing persentase variasi campuran dari setiap sampel adalah sebagai berikut :

a. 100% sampel tanah timbunan dicampur dengan 0% Cornice Adhesive.

b. 95% sampel tanah timbunan dicampur dengan 5% Cornice Adhesive.

c. 90% sampel tanah timbunan dicampur dengan 10% Cornice Adhesive.

d. 85% sampel tanah timbunan dicampur dengan 15% Cornice Adhesive.

e. 80% sampel tanah timbunan dicampur dengan 20% Cornice Adhesive.

3. Sampel tanah yang sudah tercampur Cornice Adhesive siap untuk diperam selama 7 hari kemudian dilakukan pengujian sifat fisik.


(46)

29

D. Pelaksanaan Pengujian

Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung. Pengujian yang dilakukan dibagi menjadi 2 bagian pengujian yaitu pengujian untuk tanah asli dan tanah yang telah dicampur dengan Cornice Adhesive.

1. Pengujian Sampel Tanah Asli a. Pengujian Kadar Air b. Pengujian Analisa Butiran c. Pengujian Berat Jenis d. Uji Berat Volume

e. Pengujian Batas Atterberg

f. Pengujian Pemadatan Tanah

2. Pengujian pada tanah yang telah dicampur Cornice Adhesive

a. Pengujian Kadar Air

b. Pengujian Analisis Saringan c. Pengujian Batas Atterberg

d. Pengujian Berat Jenis e. Pengujian Berat Volume

1. Uji Kadar Air (Moisture Content)

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah yaitu perbandingan antara berat air dengan berat tanah kering. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-2216.

Bahan : Sampel tanah asli seberat 30 – 50 gram sebanyak 3 sampel. Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-2216, yaitu :


(47)

30

1) Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan benda uji kedalam cawan dan menimbangnya.

2) Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 24 jam.

3) Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven dan menghitung persentase kadar air.

2. Uji Analisa Saringan (Sieve Analysis)

Analisis saringan adalah mengayak atau menggetarkan contoh tanah melalui satu set ayakan di mana lubang-lubang ayakan tersebut makin kecil secara berurutan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui prosentase ukuran butir sampel tanah yang dipakai. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-422, AASHTO T88 (Bowles, 1991). Bahan-bahan :

a. Tanah organik yang telah dikeringkan dengan oven sebanyak 500 gram

b. Air bersih atau air suling 1500 cc Langkah Kerja :

1) Mengambil sampel tanah sebanyak 500 gram, memeriksa kadar airnya.

2) Meletakkan susunan saringan diatas mesin penggetar dan memasukkan sampel tanah pada susunan yang paling atas kemudian menutup rapat. 3) Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin penggetar


(48)

31

4) Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atasnya.

3. Uji Berat Jenis (Specific Gravity)

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran atau partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu, sesuai dengan cara kerja berdasarkan ASTM D-854 :

a. Menyiapkan benda uji secukupnya dan memanaskan pada suhu 60oC sampai dapat digemburkan atau dengan pengeringan matahari.

b. Mendinginkan tanah dengan desikator lalu menyaring dengan saringan No. 200 dan apabila tanah menggumpal ditumbuk lebih dahulu.

c. Mencuci labu ukur dengan air suling dan mengeringkannya. d. Menimbang labu tersebut dalam keadaan kosong.

e. Mengambil sampel tanah antara 25–30 gram.

f. Memasukkan sampel tanah kedalam labu ukur dan menambahkan air suling sampai menyentuh garis batas labu ukur.

g. Mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap di dalam butiran tanah dengan menggunakan pompa vakum. Mengeringkan bagian luar labu ukur, menimbang dan mencatat hasilnya dalam temperatur tertentu.


(49)

32

4. Uji Batas Atterberg

a. Batas Cair (Liquid Limit)

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair.

Cara kerja berdasarkan ASTM D-4318 :

1. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan menggunakan saringan No.40

2. Mengatur tinggi jatuh mangkuk cassagrande setinggi 10 mm.

3. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No.40 sebanyak 150 gram, kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan aduk hingga merata, kemudian dimasukkan kedalam mangkuk cassagrande dan meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.

4. Membuat alur tepat ditengah-tengah dengan membagi benda uji dalam mangkuk cassagrande tersebut dengan menggunakan

grooving tool.

5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan dengan jumlah ketukan harus berada diantara 10–40 kali.

6. Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama untuk benda uji dengan keadaan adonan benda uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah dibawah 25 ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.


(50)

33

Perhitungan :

1. Menghitung kadar air masing-masing sampel tanah sesuai jumlah pukulan.

2. Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan sumbu y sebagai kadar air.

3. Menarik garis lurus dari ke-empat titik yang tergambar. 4. Menentukan nilai batas cair pada jumlah pukulan ke 25.

b. Batas Plastis (Plasic limit)

Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat. Cara kerja berdasarkan ASTM D 4318 :

1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan No.400.

2. Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian digulung-gulung di atas pelat kaca hingga mencapai diameter 3 mm sampai retak-retak atau putus-putus.

3. Memasukkan benda uji ke dalam kontainer kemudian ditimbang. 4. Menentukan kadar air benda uji.

Perhitungan :

1. Nilai batas plastis adalah kadar air rata-rata dari ketiga benda uji 2. Plastic Indeks (PI) :


(51)

34

5. Pemadatan Tanah

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan maksimal tanah dengan cara mengetahui hubungan atau kadar air dengan kepadatan tanah. Langkah kerja sesuai dengan ASTM D-698-78.

Bahan-bahan : - Sample tanah - Air suling Peralatan:

a. Moldstandar 4” yang terdiri dari :

1) Plat dasar

2) Mold

3) Collar (leher penahan tanah)

b. Hammer seberat 4,5 kg

c. Pan segi empat / talam d. Sendok pengaduk tanah e. Gelas ukur 250 cc f. Pisau pemotong

g. Saringan No.4 (4,75 mm)

h. Timbangan 1 kg dengan ketelitian 0,01 gram i. Timbangan 20 kg dengan ketelitian 1 gram

j. Container

k. Kantong plastik l. Oven


(52)

35

Langkah Kerja : 1. Penambahan air

a. Mengambil tanah sebanyak 12,5 kg dengan menggunakan karung goni lalu dijemur.

b. Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan dengan tangan.

c. Butiran tanah yang telah terpisah diayak dengan saringan No. 4. d. Butiran tanah yang lolos saringan No. 4 dipindahkan atas 5 bagian

masing-masing 2,5 kg, kemudian memasukkan masing-masing bagian ke dalam plastik dan ikat rapat-rapat.

e. Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sample tanah untuk menentukan kadar air awal.

f. Mengambil tanah seberat 2,5 kg, menambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tanah sampai merata. Bila tanah yang diaduk telah merata, dikepalkan dengan tangan. Bila tangan dibuka, tanah tidak hancur dan tidak lengket ditangan.

Setelah dapat campuran tanah, mencatat berapa cc air yang ditambahkan untuk setiap 2,5 kg tanah, penambahan air dilakukan dengan selisih 3%.

g. Penambahan air untuk setiap sample tanah dalam plastik dapat dihitung dengan rumus :

-W = Berat tanah - wb = Kadar air yang dibutuhkan Penambahan air : Ww = Wwb – Wwa


(53)

36

h. Sesuai perhitungan, lalu melakukan penambahan air setiap 2,5 kg sample di atas pan dan mengaduknya sampai rata dengan sendok pengaduk.

2. Pemadatan tanah

a. Menimbang mold standar beserta alas.

b. Memasang collar pada mold, lalu meletakkannya di atas papan. c. Mengambil salah satu sampel yang telah ditambahkan air sesuai

dengan penambahannya.

d. Dengan modified proctor, tanah dibagi kedalam 5 bagian. Bagian pertama dimasukkan ke dalam mold, ditumbuk 25 kali sampai merata. Dengan cara yang sama dilakukan pula untuk bagian kedua, ketiga, keempat dan kelima, sehingga bagian kelima mengisi sebagian collar (berada sedikit diatas bagian mold).

e. Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold dengan menggunakan pisau pemotong.

f. Menimbang mold berikut alas dan tanah di dalamnya.

g. Mengeluarkan tanah dari mold dengan extruder, ambil bagian tanah (alas dan bawah) dengan menggunakan 2 container untuk

pemeriksaan kadar air (ω).

h. Mengulangi langkah kerja 2.b sampai 2.g untuk sample tanah lainnya, maka akan didapatkan 5 data pemadatan tanah.

Perhitungan: 1. Kadar air


(54)

37

b. Berat cawan + berat tanah kering : W2 (gr) c. Berat air : W1 – W2

d. Berat cawan : Wc (gr)

e. Berat tanah kering : W2 – Wc (gr)

f. Kadar air =

Wc W W W   2 2 1

2. Berat ring dan tanah (Wcs). a. Berat mold : Wm (gr)

b. Berat mold + sample : Wms (gr) c. Berat tanah (W) : Wms – Wm d. Volume mold : ¼**d2*t

e. Berat isi (γ) = W/V

f. Kadar air (ω)

g. Berat volume kering (γd) :

γz =

 

100 x 100

h. Berat Volume Zero Air Void (γz)

w

x

1

w

x

Gs

Gs

z

E. Analisis Hasil Penelitian

Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik hubungan, serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari pengujian sampel.


(55)

38

1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli ditampilkan dalam bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah AASHTO dan Unified (USCS).

2. Pencampuran Cornice Adhesive pada sampel tanah dengan menggunakan kadar air optimum, dari hasil pencampuran sampel dijelaskan dalam bentuk tabel dan grafik hasil pengujian sebagai berikut :

a. Dari hasil pengujian berat jenis didapatkan hasil pengujian yang di tampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, dengan cara membandingkan nilai berat jenis dengan persentase campuran Cornice Adhesive. Dari tabel dan grafik nilai berat jenis tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh Cornice Adhesive terhadap nilai berat jenis.

b.Dari hasil pengujian batas cair dan batas plastis (batas atterberg) didapatkan hasil pengujian yang di tampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, dengan cara membandingkan nilai batas cair dan batas plastis pada masing-masing kadar campuran Cornice Adhesive.

Dari tabel dan grafik nilai batas cair dan batas plastis tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh masing-masing campuran dengan nilai batas cair dan batas plastisnya (batas


(56)

39

Gambar 4. Bagan Alir Penelitian

Ya

Kesimpulan

Selesai Mulai

Pengambilan Sampel Tanah Asli

Pemeraman 7 hari

Analisa Hasil Pengujian

Kadar Air Analisis Butiran Uji Berat Volume

Berat Jenis Batas Atterberg Pemadatan Tanah

Pengujian Awal (Tanah Asli)

Kadar Air Analisa Saringan Uji Berat Volume

Berat Jenis Batas Atterberg

Pengujian Pembuatan Sampel Tanah (Tanah Asli + Cornice Adhesive)

Sampel2 Kadar Cornice

Adhesive : 5%

Sampel3 Kadar Cornice

Adhesive : 10%

Sampel4 Kadar Cornice

Adhesive : 15%

Sampel5 Kadar Cornice

Adhesive : 20% Sampel1

Kadar Cornice Adhesive :


(57)

61

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap sampel tanah organik yang distabilisasi menggunakan Cornice Adhesive, maka diperoleh beberapa kesimpulan :

1. Berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO tanah asli yang digunakan pada penelitian ini digolongkan pada kelompok tanah A-7-5. Kemudian setelah distabilisasi menggunakan Cornice Adhesive dengan campuran 5%, 10%, 15% dan 20%, tanah campuran ini digolongkan pada kelompok tanah A-5.

2. Berdasarkan sistem klasifikasi USCS tanah asli yang digunakan pada penelitian ini digolongkan pada kelompok OH yaitu tanah organik. Kemudian setelah distabilisasi menggunakan Cornice Adhesive dengan campuran 5%, 10%, 15% dan 20%, tanah campuran ini digolongkan pada kelompok SM yaitu tanah pasir berlanau.

3. Penggunaan Cornice Adhesive cukup efektif dalam meningkatkan karakteristik fisik tanah organik terutama sebagai subgrade, hal ini mengacu pada sistem klasifikasi AASHTO yang mengatakan bahwa tanah yang baik untuk dijadikan tanah dasar adalah tanah yang memiliki


(58)

62

Indeks Plastisitas (PI) kurang dari 10%. Hal itu dilihat dari perubahan nilai indeks plastisitas yang turun hingga 5,75% pada kadar campuran 20%.

4. Dari semua hasil uji sifat fisik tanah organik dapat disimpulkan bahwa penambahan Cornice Adhesive dengan kadar 5%, 10%, 15% dan 20% dapat memperbaiki sifat fisik tanah.

5. Cornice Adhesive dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bahan stabilisasi karena selain efektif memperbaiki sifat fisik tanah organik,

Cornice Adhesive juga dapat dengan mudah dicari di pasaran dengan harga yang terjangkau.

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya mengenai stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan Cornice Adhesive, disarankan beberapa hal dibawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai daya dukung tanah yang distabilisasi dengan bahan campuran yang sama, sehingga diketahui seberapa besar kuat dukung tanah akibat pengaruh penambahan Cornice

Adhesive ke dalam campuran tanah.

2. Diperlukan penelitian yang lebih mendalam untuk mengetahui kadar campuran cornice adhesive yang tepat untuk tanah organik sehingga mendapatkan hasil yang efektif dan efisien.


(59)

63

3. Sebaiknya dilakukan pengecekan kondisi alat/mesin sebelum melakukan pengujian-pengujian di laboratorium, hal ini dikarenakan akan mempengaruhi hasil yang akan didapat.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Cornice Catalog.www.boral.com.au/plasterboard/Cornice)

Bowles, E.J. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. PT. Erlangga. Jakarta. Bowles, Joseph E. Johan K. Helnim. 1991. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah

(Mekanika tanah). PT. Erlangga. Jakarta.

Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I . PT. Erlangga. Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Manual Konstruksi dan Bangunan Pekerjaan Lapis Pondasi Jalan. Direktorat Jenderal Bina Marga. Jakarta Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah 1. PT. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Hardiyatmo, H. C. 2002. Mekanika Tanah 2. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kawulusan, Ave. 2009. Studi Penurunan Tanah Gambut Mengunakan Bahan Ijuk Pada Kondisi Single Drain Dengan Pembebanan Bertahap. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Laboratorium Mekanika Tanah. 2006. Buku Petunjuk Praktikum Mekanika Tanah I & II. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Pranata, M Imargani. 2012. Studi Dan Analisis Kuat Tekan Tanah Lempung Organik Yang Distabilisasi Menggunakan Abu Gunung Merapi. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Setiawan, Rahmat. 2013. Evaluasi Karakteristik Fisik Dan Mekanis Tanah Timbunan Dengan Bahan Stabilisasi Cornice Adhesive (perekat gypsum). Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. UPT Percetakan Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(61)

Wiqoyah. 2006. Pengaruh Kadar Kapur, Waktu Perawatan Dan Perendaman Terhadap Kuat Dukung Tanah Lempung. Jurnal Dinamika Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta.


(1)

Gambar 4. Bagan Alir Penelitian Ya

Kesimpulan

Selesai Mulai

Pengambilan Sampel Tanah Asli

Pemeraman 7 hari

Analisa Hasil Pengujian

Kadar Air Analisis Butiran Uji Berat Volume

Berat Jenis Batas Atterberg

Pemadatan Tanah

Pengujian Awal (Tanah Asli)

Kadar Air Analisa Saringan Uji Berat Volume

Berat Jenis Batas Atterberg

Pengujian Pembuatan Sampel Tanah (Tanah Asli + Cornice Adhesive)

Sampel2 Kadar Cornice

Adhesive : 5%

Sampel3 Kadar Cornice

Adhesive : 10%

Sampel4 Kadar Cornice

Adhesive : 15%

Sampel5 Kadar Cornice

Adhesive : 20% Sampel1

Kadar Cornice Adhesive :


(2)

61

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap sampel tanah organik yang distabilisasi menggunakan Cornice Adhesive, maka diperoleh beberapa kesimpulan :

1. Berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO tanah asli yang digunakan pada penelitian ini digolongkan pada kelompok tanah A-7-5. Kemudian setelah distabilisasi menggunakan Cornice Adhesive dengan campuran 5%, 10%, 15% dan 20%, tanah campuran ini digolongkan pada kelompok tanah A-5.

2. Berdasarkan sistem klasifikasi USCS tanah asli yang digunakan pada penelitian ini digolongkan pada kelompok OH yaitu tanah organik. Kemudian setelah distabilisasi menggunakan Cornice Adhesive dengan campuran 5%, 10%, 15% dan 20%, tanah campuran ini digolongkan pada kelompok SM yaitu tanah pasir berlanau.

3. Penggunaan Cornice Adhesive cukup efektif dalam meningkatkan karakteristik fisik tanah organik terutama sebagai subgrade, hal ini mengacu pada sistem klasifikasi AASHTO yang mengatakan bahwa tanah yang baik untuk dijadikan tanah dasar adalah tanah yang memiliki


(3)

nilai indeks plastisitas yang turun hingga 5,75% pada kadar campuran 20%.

4. Dari semua hasil uji sifat fisik tanah organik dapat disimpulkan bahwa penambahan Cornice Adhesive dengan kadar 5%, 10%, 15% dan 20% dapat memperbaiki sifat fisik tanah.

5. Cornice Adhesive dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bahan stabilisasi karena selain efektif memperbaiki sifat fisik tanah organik, Cornice Adhesive juga dapat dengan mudah dicari di pasaran dengan harga yang terjangkau.

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya mengenai stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan Cornice Adhesive, disarankan beberapa hal dibawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai daya dukung tanah yang distabilisasi dengan bahan campuran yang sama, sehingga diketahui seberapa besar kuat dukung tanah akibat pengaruh penambahan Cornice Adhesive ke dalam campuran tanah.

2. Diperlukan penelitian yang lebih mendalam untuk mengetahui kadar campuran cornice adhesive yang tepat untuk tanah organik sehingga mendapatkan hasil yang efektif dan efisien.


(4)

63

3. Sebaiknya dilakukan pengecekan kondisi alat/mesin sebelum melakukan pengujian-pengujian di laboratorium, hal ini dikarenakan akan mempengaruhi hasil yang akan didapat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Cornice Catalog.www.boral.com.au/plasterboard/Cornice) Bowles, E.J. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. PT. Erlangga. Jakarta. Bowles, Joseph E. Johan K. Helnim. 1991. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah

(Mekanika tanah). PT. Erlangga. Jakarta.

Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I . PT. Erlangga. Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Manual Konstruksi dan Bangunan Pekerjaan Lapis Pondasi Jalan. Direktorat Jenderal Bina Marga. Jakarta Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah 1. PT. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Hardiyatmo, H. C. 2002. Mekanika Tanah 2. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kawulusan, Ave. 2009. Studi Penurunan Tanah Gambut Mengunakan Bahan Ijuk Pada Kondisi Single Drain Dengan Pembebanan Bertahap. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Laboratorium Mekanika Tanah. 2006. Buku Petunjuk Praktikum Mekanika Tanah I & II. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Pranata, M Imargani. 2012. Studi Dan Analisis Kuat Tekan Tanah Lempung Organik Yang Distabilisasi Menggunakan Abu Gunung Merapi. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Setiawan, Rahmat. 2013. Evaluasi Karakteristik Fisik Dan Mekanis Tanah Timbunan Dengan Bahan Stabilisasi Cornice Adhesive (perekat gypsum). Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. UPT Percetakan Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(6)

Wiqoyah. 2006. Pengaruh Kadar Kapur, Waktu Perawatan Dan Perendaman Terhadap Kuat Dukung Tanah Lempung. Jurnal Dinamika Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta.