Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Tinjauan Pustaka

commit to user Tembelekan Lantana camara L. memiliki efek sebagai larvasida alami. Daun dan bunga tembelekan mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan kuinon Ganjewalla et al., 2009; Ghisalberti et al., 2000; Nurochman, 1996. Ekstrak bunganya mempunyai efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti L. dengan mortalitas 80 pada konsentrasi 100 mg100 ml, sedangkan ekstrak daunnya mempunyai efek larvasida sebesar 88 pada konsentrasi 100 mg100 ml Kumar dan Maneenegalai, 2008. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin meneliti lebih jauh tentang daun tembelekan sebagai larvasida. Pemilihan daun tembelekan tersebut dikarenakan ekstrak daun tembelekan memiliki efek larvasida yang lebih besar daripada bunga tembelekan, dan juga tembelekan merupakan tanaman yang mudah ditemukan. Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk granul, bertujuan agar lebih aplikatif dalam penggunaannya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana efektivitas granul ekstrak Daun Tembelekan Lantana camara L. terhadap mortalitas larva Aedes aegypti L.?” commit to user

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya efek granul ekstrak Daun Tembelekan Lantana camara L. terhadap mortalitas larva Aedes aegypti L.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek teoritis Penelitian ini digunakan untuk menambah pengetahuan khususnya bidang kesehatan masyarakat mengenai efektivitas granul ekstrak Daun Tembelekan Lantana camara L. untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti L. dan sebagai alternatif usaha pemberantasan vektor penyakit DHF. 2. Aspek aplikatif Penelitian ini digunakan untuk pencegahan DHF di Indonesia dengan memanfaatan daun tembelekan sebagai larvasida dalam bentuk granul agar dapat digunakan dalam masyarakat. commit to user BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tembelekan Lantana camara L. a. Klasifikasi Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Subclass : Asteridae Order : Lamiales Family : Verbenaceae Genus : Lantana L. Spesies : Lantana camara L. USDA, 2006 b. Nama lokal Jawa : kembang satek, saliyara, saliyere, tahi ayam, tahi kotok, tembelekan, teterapan Madura : tamanjho commit to user Sumatera : bunga pagar, kayu singapur, lai ayam Cina : Wu se mei Haryanto, 2009. c. Sinonim L. antillana Rafin, L. mutabilis Salisb, L. polyacanthus SCH., L. scabrida Soland, L. viburnoides Blanco Haryanto, 2009. d. Botani Tembelekan berbentuk perdu tegak atau setengah merambat, bercabang banyak, ranting bentuk segi empat. Ada varietas berduri dan ada varietas yang tidak berduri, tingginya ± 2 m. Terdapat sampai 1.700 m di atas permukaan laut, di tempat panas. Tanaman ini banyak dipakai sebagai tanaman pagar dan memiliki bau khas Haryanto, 2009. Daunnya tunggal, duduk berhadapan berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing pinggir bergerigi dan tulang daun menyirip. Permukaan atasnya berambut banyak, terasa kasar dengan perabaan, sedangkan permukaan bawahnya berambut jarang. Panjang daun 5-8 commit to user cm, lebar 3,5-5 cm, warna hijau tua. Bunga dalam rangkaian yang bersifat rasemos, mempunyai warna putih, merah muda, jingga kuning, dan sebagainya. Kelopak mempunyai bentuk lonceng, mahkota bagian dalam berambut. Buah seperti buah buni berwarna hitam mengkilat bila sudah matang. Bijinya bulat hitam. Akarnya tunggang, bulat dengan warna kuning kecoklatan Haryanto, 2009. e. Kandungan Kimia Daun tembelekan mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan kuinon. Ganjewalla et al., 2009; Ghisalberti et al., 2000; Nurochman, 1996. Alkaloid yang terkandung dalam daun tembelekan dapat merangsang kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormon ekdison. Peningkatan hormon tersebut dapat menyebabkan kegagalan metamorphosis. Pengamatan pada nyamuk yang mati abnormal menunjukkan sebagian tubuh nyamuk ada yang tersangkut selubung pupa sehingga terjadi kegagalan ekslosi Aminah et al., 2001. Saponin diduga mengandung hormon steroid yang berpengaruh dalam pertumbuhan larva nyamuk. Larva yang mati memperlihatkan kerusakan pada dinding traktus digestivus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shashi dan Ashoke 1991 bahwa saponin dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus commit to user digestivus larva sehingga menjadi korosif. Pupa tidak terpengaruh oleh saponin karena mempunyai struktur dinding tubuh yang terdiri dari kutikula yang keras sehingga senyawa saponin tidak dapat menembus dinding pupa. Aminah et al., 2001. Komponen tanin berperan sebagai pertahanan tanaman terhadap serangga dengan cara menghalangi serangga dalam mencerna makanan. Tanin dapat mengganggu serangga dalam mencerna makanan karena tanin akan mengikat protein dalam sistem pencernaan yang diperlukan serangga untuk pertumbuhan sehingga proses penyerapan protein dalam sistem pencernaan menjadi terganggu. Tanin berfungsi dalam menekan konsumsi makan, tingkat pertumbuhan dan kemampuan bertahan. Tanin, kuinon dan saponin memiliki rasa pahit sehingga dapat menyebabkan mekanisme penghambatan makan. Selain itu, rasa pahit juga menyebabkan larva tidak mau makan sehingga larva akan kelaparan dan akhirnya mati Yunita et al., 2009. Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu jenis flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Flavonoida inilah yang memberikan warna pada bunga dan buah. Selain itu, flavonoida yang memiliki rasa pahit ini digunakan sebagai pertahanan dan perlindungan terhadap serangga, jamur, dan binatang commit to user herbivora Lenny, 2006; Stafford, 2001. Flavonoid dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel sehingga memudahkan toksin masuk ke dalam Huang, 2004. f. Manfaat Akar tembelekan memiliki rasa manis dan sejuk. Dapat digunakan sebagai penurun panas, penawar racun antitoxic, penghilang sakit. Daunnya pahit, sejuk, berbau, agak beracun toxic. Dapat menghilangkan gatal antipruritus, antitoxic, menghilangkan pembengkakan anti-swelling. Sedang bunganya manis, sejuk, digunakan untuk penghenti perdarahan hemostatic Haryanto, 2009. 2. Aedes aegypti L. a. Klasifikasi Mullen dan Durden, 2002 Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Diptera Sub Ordo : Nematocera Infra ordo : Culicomorpha Superfamili : Culicoidea Famili : Culicidea Sub Famili : Culicinae commit to user Genus : Aedes Spesies : Aedes aegypti L. b. Morfologi Aedes aegypti L. Aedes aegypti L. dewasa berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan nyamuk-nyamuk yang lain. Nyamuk ini mempunyai warna dasar hitam dengan bintik putih terutama bagian kakinya. Gambaran seperti ini memberi kesan sebagai macan loreng sehingga nyamuk Aedes diberi nama tiger mosquito Djakaria, 2006. Ciri yang khas adalah gambaran lira lyra-form yang putih pada punggungnya mesonotum. Probosis bersisik hitam, palpi pendek dengan ujung hitam bersisik putih perak. Oksiput bersisik lebar, berwarna putih memanjang. Femur bersisik putih pada posterior dan setengah basal, anterior dan tengah bersisik putih memanjang. Tibia semuanya hitam. Sayap berukuran 2,5-3,0 mm, bersisik hitam. Telur Aedes aegypti L. mempunyai dinding bergaris- garis menyerupai kain kasa. Larva Aedes aegypti L. mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral Djakaria, 2006; Hadi dan Soviana, 2000. commit to user c. Sifat-sifat umum Aedes aegypti L. Nyamuk Aedes aegypti L. jantan menghisap sari tumbuhan atau bunga untuk kebutuhan hidupnya. Sedangkan nyamuk Aedes aegypti L. betina menghisap darah binatang atau manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Hadi dan Soviana, 2000. Tempat perindukan utamanya adalah tempat-tempat berisi air jernih dan terlindung dari cahaya matahari, misalnya gentong, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol, dan sebagainya. Tempat peristirahatannya berupa semak-semak atau tanaman rendah, benda- benda yang tergantung di rumah seperti pakaian. Umur nyamuk dewasa betina di alam bebas kira-kira 10 hari dan mampu terbang sejauh 2 kilometer. Tetapi umumnya jarak terbangnya pendek yaitu kurang lebih 40 meter Djakaria, 2006. Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia dari pagi sampai petang pada pukul 08.00-10.00 WIB dan 15.00-17.00 WIB. Berdasarkan kebiasaan makan, nyamuk ini termasuk golongan anthropofilik lebih menyenangi darah manusia. Kebiasaan makan Aedes aegypti L. termasuk nyamuk day biter yang artinya aktif mengisap makanan waktu siang hari, terutama nyamuk-nyamuk yang masih muda umur 1-8 hari. Makin tua umurnya, cenderung adanya perubahan kebiasaan ke night biter aktif mengisap makanan commit to user waktu malam hari Djakaria, 2006; Hadi dan Soviana, 2000; Lestari, 2007. d. Siklus hidup Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti L. melalui metamorfose sempurna, artinya sebelum menjadi stadium dewasa harus mengalami beberapa stadium pertumbuhan yakni telur, beberapa stadium larva dan stadium pupa Hadi dan Soviana, 2000. Nyamuk betina dewasa yang menghisap darah manusia, 3 hari sesudahnya dapat bertelur sebanyak 100 butir. Dua puluh empat jam kemudian menghisap darah lagi dan siap untuk bertelur kembali. Telur dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2°C sampai 42°C. Setelah kira-kira 2 hari telur ini akan menetas menjadi larva kemudian akan mengalami pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa, dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur hingga menjadi dewasa memakan waktu kira-kira 9 hari Hadi dan Soviana, 2000. Larva nyamuk semuanya hidup di air yang terdiri atas empat instar. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam waktu 6 – 8 hari tergantung keadaan lingkungan seperti suhu air dan persediaan makanan. Pada air yang agak dingin perkembangan larva lebih lambat, demikian juga keterbatasan persediaan makanan juga menghambat perkembangan larva. Instar I terjadi setelah 1-2 hari commit to user Kandungan Granul Ekstrak Daun Tembelekan Amilum telur menetas, instar II terjadi setelah 2-3 hari telur menetas, instar III terjadi setelah 3-4 hari telur menetas dan instar IV terjadi setelah 4-6 hari telur menetas Hadi dan Soviana, 2000. Tubuh larva dilapisi oleh lapisan kutikula tempat yang paling mudah ditembus oleh zat toksik yang bersifat racun kontak dan selanjutnya masuk ke dalam tubuh larva. Kutikula juga bersifat hidrofob dan lipofilik sehingga senyawa bioaktif yang bersifat non polar mudah menembus kutikula. Larva akan mengeluarkan eksoskeleton halus yang baru untuk menggantikan eksoskeleton lama saat berubah menjadi larva. Setelah melewati stadium instar keempat larva berubah menjadi pupa Rey, 2006; Suparta, 2008; Yunita et al., 2009.

B. Kerangka Pemikiran