Analisis kualitatif tanin Depkes 1995 Analisis kualitatif flavonoid Depkes 1995 Analisis kualitatif saponin Depkes 1995 Analisis kualitatif triterpenoid Depkes 1995

b. Analisis kualitatif tanin Depkes 1995

Sebanyak 1 gram tepung buah rumbia ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring ke dalam bagian filtrat ditambahkan larutan besi III klorida. Bila terjadi warna hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin.

c. Analisis kualitatif flavonoid Depkes 1995

Larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 12 ml etanol ditambah 0,5 gram seng dan 2 ml HC1 2 N. Kemudian didiamkan selama 1 menit ditambah 10 tetes HCl pekat. Jika selama 2-5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya flavonoid.

d. Analisis kualitatif saponin Depkes 1995

Sebanyak 0,5 gram tepung buah rumbia5 ml sediaan berbentuk cair dicampur dengan 50 ml larutan buffer fosfat pH 7,4 kemudian dipanaskan setelah itu didinginkan. Kemudian dilanjutkan dengan penyaringan. Selanjutnya diambil 1 ml filtrat ditambah suspensi darah, didiamkan 30 menit jika terjadi haemolisa total menunjukkan adanya saponin.

e. Analisis kualitatif triterpenoid Depkes 1995

Sebanyak 2 gram tepung buah rumbia dilarutkan dengan 25 ml etanol panas 50°C kemudian hasilnya disaring ke dalam pinggan porselin dan diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan ke dalam lempeng tetes kemudian ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H 2 SO 4 pekat uji Lieberman Burchard. Warna merah ungu menunjukkan adanya triterpenoid. Proses Ekstraksi Tepung Buah Rumbia Ekstraksi tepung buah rumbia dilakukan berdasarkan metode modifikasi Gulewicz et al. 2000. Tepung buah rumbia diekstraksi berdasarkan tingkat polaritasnya yaitu dengan menggunakan pelarut etanol 70 polar, etil asetat semi polar dan aquades secara maserasi masing-masing selama 15 jam. Proses ini dimulai dengan melarutkan tepung buah rumbia ke dalam larutan etanol 70, etil asetat dan aquades dengan perbandingan 100 gram tepung buah rumbia dalam 1000 ml larutan pelarut, kemudian dilakukan pengadukan selama 15 jam dengan menggunakan shaker pada suhu ruang. Selanjutnya ekstrak tepung buah rumbia tersebut disaring dengan penyaring vakum dan kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator Yamato RE50 pada suhu 40 o C guna menghilangkan pelarut etanol, etil asetat dan air. Ekstrak yang dihasilkan pada tahapan ini selanjutnya diukur profil karbohidrat dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography HPLC. Diagram alur proses ekstraksi tepung buah rumbia ditampilkan pada Gambar 4. Proses Purifikasi Oligosakarida Ekstrak yang diperoleh pada tahapan sebelumnya selanjutnya dilakukan purifikasi guna mendapatkan gula oligosakarida dengan Kromatografi Filtrasi Gel menggunakan kolom mengandung gel Sephadex G-75 16 × 800 mm yang dilengkapi fraction collector 100 fraksi dengan volume setiap fraksi sebanyak 5 ml. Ekstrak tepung buah rumbia dielusikan ke kolom yang berisi gel Sephadex G- Disaring melewati kertas saring dengan bantuan penyaring vakum Analisis profil Karbohidrat dengan HPLC Ekstrak Tepung buah rumbia Dipekatkan dengan evaporator vakum suhu 40 o C Ekstraksi 100 g tepung1000 ml pelarut etanol, etil asetat dan aquades Tepung buah rumbia Gambar 4. Diagram alur proses ekstraksi tepung buah rumbia Diaduk dengan shaker 15 jam 75 dengan menggunakan air deionisasi sebagai fase gerak dengan kecepatan alir 1 mlmenit. Setiap fraksi yang diperoleh pada tahapan ini selanjutnya diukur kandungan total gula metode Dubois et al. 1956, gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl AOAC 1995, dan dilanjutkan dengan pengukuran profil oligosakarida dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography HPLC. Fraksi oligosakarida yang diperoleh pada tahap ini selanjutnya dilakukan pengeringan menggunakan freeze dryer Yamato DC 56A. Diagram alur proses purifikasi ekstrak buah rumbia untuk mendapatkan senyawa oligosakarida ditampilkan pada Gambar 5. Dipekatkan dengan evaporator dan pengeringan dengan freeze dryer Analisis oligosakarida dengan HPLC Uji total gula dan gula pereduksi Fraksi oligosakarida Ekstrak tepung buah rumbia dielusikan ke kolom yang berisi gel Sephadex G-75 Filtrasi dengan millipore 0,45 µm Ekstrak tepung buah rumbia Gambar 5. Diagram alur proses purifikasi oligosakarida Analisis Komponen Oligosakarida Komponen oligosakarida ditentukan dengan menggunakan HPLC yang dilengkapi kolom P-NH 2 Carbohydrate 30×1 cm. Larutan ekstrak tepung buah rumbia dielusikan ke kolom mini 6 mm × 30 mm dalam pipet pastur yang berisi Dowex 50 × 8. Volume eluen diturunkan hingga 1 ml. Sampel cair 20 µl diinjekkan ke kolom HPLC dengan menggunakan air deionisasi sebagai fase gerak dengan kecepatan alir 0,4 mlmenit, dengan menggunakan kolom P-NH 2 Carbohydrate, detektor RID 6A. Suhu kolom dipertahankan konstant 85°C. Sampel sebelum diinjeksikan ke kolom, dihidrolisis menggunakan 2 M TFA Trifluoro Acetic Acid pada suhu 105 o C selama 3 jam dalam ampul dan dinetralkan menggunakan ethyl acetate Ramli et al. 1994. Standar yang digunakan adalah glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa, stakhiosa, maltosa, dan xylosa. HASIL DAN PEMBAHASAN Tepung Buah Rumbia Tepung buah rumbia merupakan tepung yang dihasilkan dari buah rumbia daging buah yang telah dilakukan pengupasan kulit perajanganpengirisan, dan pengeringan. Hasil pengeringan kemudian digiling dan diayak ayakan 60 mesh sehingga menghasilkan tepung buah rumbia Gambar 6. Tepung buah rumbia yang dihasilkan berwarna merah kecoklatan dengan randemen rata-rata sebesar 5,6 . Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan berat tepung dengan berat buah rumbia sebelum dilakukan pengupasan kulit. Pada umumnya jarang sekali pohon sagu dapat menghasilkan buah, karena pada kebiasaannya batang sagu akan diambil untuk dijadikan tepung sagu sebelum waktu pohon sagu mulai berbunga Jong 1995. Masyarakat mendapatkan buah rumbia hanya sewaktu batang sagu tidak diambil untuk dijadikan pati sagu, sehingga pohon sagu dibiarkan tumbuh dan menghasilkan buah. Pada saat pembentukan bunga dan buah, laju pati akan digunakan untuk pembentukan buah lebih cepat daripada laju akumulasi pati. Pati yang terdapat pada batang bagian bawah akan lebih dahulu digunakan untuk pembentukan bunga dan buah. Jumlah buah rumbia yang dihasilkan per pohon tanaman sagu sekitar 2.174 sampai 6.675 Jong 1995. a b c Gambar 6. Buah rumbia a, daging buah rumbia b, tepung buah rumbia c Kandungan Nutrisi Tepung Buah Rumbia Kandungan nutrisi tepung buah rumbia Bahan kering, Abu, Protein kasar, Serat kasar, Lemak kasar, Beta-N, Kalsium, Posphor, Gross energi dan Karbohidrat yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan nutrien tepung buah rumbia Komponen nutrien Komposisi BB Komposisi BK Bahan kering Abu Protein kasar Serat kasar Lemak kasar Beta-N Kalsium Posphor Gross energi kalg Karbohidrat 81,11 3,08 4,65 4,79 0,11 68,48 0,81 0,37 3143 76,34 81,11 3,79 5,73 5,90 0,13 84,42 0,99 0,45 3874 94,11 Keterangan: BB = Berat basah BK = Berat kering Hasil analisa: Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB 2009 Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor 2009. Tepung buah rumbia memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dan kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan beberapa komposisi kimia bahan makanan sebagai sumber prebiotik lainnya. Fitrial 2009 melaporkan kandungan karbohidrat pada biji teratai lebih rendah 74,68 bb, dan kadar proteinnya lebih tinggi 8,78 bb bila dibandingkan dengan tepung buah rumbia. Selanjutnya Dwiari 2008 melaporkan kandungan karbohidrat pada ubi jalar lebih rendah 73,96 , dan kadar proteinnya lebih tinggi 8,50 dari tepung buah rumbia. Berdasarkan struktur kimianya karbohidrat digolongkan kedalam 4 empat golongan yaitu gula-gula dan pati-patian pati, dekstrin dan glikogen, hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Tingginya kandungan karbohidrat yang terdapat pada tepung buah rumbia, memungkinkan digunakan sebagai salah satu sumber prebiotik dari golongan oligosakarida dengan harapan dapat dikembangkan potensinya sebagai feed additive dalam ransum ternak unggas. Komponen Fitokimia Hasil analisis fitokimia secara kualitatif terhadap tepung buah rumbia dilakukan untuk melihat komponen-komponen fitokimia yang diduga berperan sebagai antimikroba. Komponen fitokimia tepung buah rumbia yang digunakan pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5. Komponen fitokimia tepung buah rumbia Komponen fitokimia Hasil Alkaloid Hidroquinon Tanin Flavonoid Saponin Steroid Triterpenoid - - + - - - + Keterangan: + terdapat pada sampel - tidak terdapat pada sampel Hasil analisa: Laboratorium Uji Biofarmaka, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB 2009 Komponen fitokimia yang terdapat pada tepung buah rumbia diantaranya adalah tanin dan triterpenoid. Pengamatan komponen fitokimia pada tepung buah rumbia didasarkan adanya perubahan hasil reaksi. Adanya senyawa triterpenoid pada tepung buah rumbia ditandai dengan terjadinya warna merah ungu dan adanya senyawa tanin ditandai dengan terjadinya warna hitam kehijauan, menunjukkan adanya tanin. Tanin adalah sebuah nama untuk grup senyawa polimer fenolik yang dapat mengendapkan gelatin, suatu sifat yang dikenal sebagai astringency . Berat molekul tanin antara 500-3000 dan ditemukan hampir pada semua bagian tanaman seperti: kulit batang, kayu, daun, buah dan akar. Tanin dibagi menjadi dua grup, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis Harbone 1987. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal yang membentuk senyawa dimer kemudian oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis terutama terdiri atas dua kelas yaitu depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini, intinya berupa glukosa dikelilingi lima gugus ester galoil atau lebih. Pada kelas kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat, yang juga berkaitan dengan glukosa. Tanin pada konsentrasi rendah dapat membuat lapisan pada permukaan lambung, sehingga menjadi kurang permeabel dan lebih tahan terhadap kerusakan kimia, mekanik atau iritasi Aguwa dan Lawal 1988; Otshudi et al. 2000. Tanin juga menyebabkan vasoconstriction lokal pembuluh darah mukosa usus dan akibatnya dapat mereduksi jumlah sekresi asam lambung oleh mukosa Ramstad 1969 di dalam Aguwa dan Lawal 1988. Selain itu tanin juga memiliki aktivitas sitotoksik dan antineoplastik Otshudi et al. 2000. Aktifitas tanin sebagai antimikroba menurut Scalbert 1991 ada tiga mekanisme, yaitu 1 bersifat astringen zat yang menciutkan, dimana tanin dapat membentuk kompleks dengan enzim mikroba ataupun substrat, 2 mekanisme terhadap membran mikroba, untuk mencapai membran tanin harus melewati dinding sel mikroba. Dinding sel terbuat dari polisakarida dan protein yang berbeda yang memungkinkan bagian dari tanin masuk, 3 tanin mengkompleks ion metal. Kebanyakan tanin memiliki lebih dari dua grup o-difenol pada molekulnya, yang dapat membentuk kelat dengan ion-ion metal seperti Cu dan Fe. Tanin mereduksi ketersediaan ion metal esensial untuk mikroorganisme. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C 30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik, kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa: triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung Harborne 1987. Dua golongan yang terakhir sebenarnya triterpena atau steroid yang terdapat sebagai glikosida. Terpena umumnya memiliki struktur kimia C 10 H 16 dan dapat terbentuk sebagai diterpena, triterpena dan tetraterpena C 20 , C 30 dan C 40 . Jika mengandung oksigen disebut terpenoid Cowan 1999. Terpena atau terpenoid memiliki aktivitas antibakteri. Mekanisme antibakteri dan terpena tidak sepenuhnya diketahui, akan tetapi diduga senyawa ini bekerja pada pengrusakan membran oleh senyawa lipofilik. Adanya penambahan senyawa metil pada diterpenoid menjadikan diterpenoid lebih hidrofililk yang dapat mengurangi aktivitas antimikrobanya Cowan 1999. Hasil Ekstraksi Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: aqueous phase menggunakan air sebagai pelarut dan organic phase menggunakan pelarut organik, seperti kloroform, eter, dan sebagainva. Ekstraksi tepung buah rumbia dilakukan berdasarkan tingkat polaritasnya yaitu dengan menggunakan pelarut etanol polar, etil asetat semi polar dan aquades secara maserasi masing-masing selama 15 jam tidak dilakukan recovery terhadap sampel yang di ekstrak. Hasil ekstraksi berupa rendemen dan sifat fisik dari masing-masing pelarut ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6. Sifat fisik dan rendemen ekstrak tepung buah rumbia Jenis pelarut Ciri-ciri fisik ekstrak Warna Konsistensi Rendemen Etanol 70 Etil asetat Aquades Coklat kemerahan Putih susu Kuning jingga Cair Cair Cair 1.12 0.46 0.64 Pelarut etanol 70 menghasilkan rendemen paling tinggi 1,12 dibandingkan etil asetat 0,46 dan aquades 0,64. Pengamatan terhadap warna dan rendemen menunjukkan adanya perbedaan, sedangkan konsistensi ekstrak tidak ada perbedaan. Data yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan penggunaan pelarut berpengaruh terhadap jumlah rendemen yang dihasilkan Tabel 6. Penggunaan pelarut etanol 70 mampu meningkatkan jumlah rendemen 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan etil asetat dan aquades. Menurut Colegate et al. 1993 penggunaan pelarut organik seperti etanol dapat menurunkan kelarutan bahan yang diekstrak, sehingga dapat meningkatkan endapan dalam larutan yang digunakan. Parveen et al. 2006 melaporkan bahwa ekstraksi Astragalin menggunakan pelarut etanol dengan konsentrasi 20, 40, dan 80 menghasilkan padatan masing-masing sebesar 0,9, 2,0 dan 3,0 gram per 100 gram sampel. Etanol merupakan salah satu pelarut organik yang mampu mengendapkan bahan yang diekstrak serta mampu mempengaruhi struktur air dan interaksi hidrofobik sehingga menyebabkan terbentuknya endapan Budiman 2003. Houghton dan Raman 1998 menyatakan bahwa etanol merupakan pelarut yang dapat mengekstrak glikosida, yaitu senyawa yang sekurang-kurangnya terdiri dari satu molekul gula. Pelarut lain seperti air, etil asetat dan dietil eter dapat juga digunakan untuk mengekstrak glikosida, namun pelarut tersebut juga turut mengekstrak senyawa lainnya seperti alkaloid pelarut etil asetat dan dietil eter dan asam amino pelarut air. Keunggulan lain dari pelarut etanol adalah tidak beracun sehingga aman bila digunakan pada produk makanan. Komponen Oligosakarida Hasil analisis komponen oligosakarida hasil purifikasi dari ekstrak tepung buah rumbia menggunakan High Performance Liquid Chromatography HPLC yang dilengkapi kolom P-NH 2 Carbohydrate 30×1 cm ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Komponen oligosakarida hasil purifikasi ekstrak tepung buah rumbia Hasil analisa: Laboratorium Terpadu, IPB 2009. Komponen utama oligosakarida hasil purifikasi dari ekstrak tepung buah rumbia adalah sukrosa, rafinosa dan stakhiosa. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak tepung buah rumbia yang telah dipisahkan dimurnikan dapat digunakan sebagai prebiotik berupa oligosakarida dari keluarga sukrosa, rafinosa dan stakhiosa. Oligosakarida adalah karbohidrat sederhana berantai pendek dengan struktur kimia yang unik , senyawa ini tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim percernaan, sifatnya menyerupai serat pangan, sehingga tidak bisa diserap dalam usus kecil, yang pada gilirannya akan masuk ke usus besar. Selanjutnya akan difermentasi oleh bakteri-bakteri yang menguntungkan di dalam usus besar kolon, sehingga oligosakarida disebut sebagai prebiotik . Oligosakarida dapat berperan sebagai prebiotik karena tidak dapat dicerna, namun mampu menstimulir Komponen oligosakarida Komposisi Sukrosa Rafinosa Stakhiosa 7.12 3.95 4.56 pertumbuhan bakteri asam laktat seperti Lactobacillus dan Bifidobacteria di dalam saluran pencernaan Weese 2002; Manning dan Gibson 2004. Manning et al. 2004 menyebutkan bahwa laktulosa, oligofruktosa, galaktooligosakarida, oligosakarida kedelai, laktosukrosa, isomaltooligosakarida, glukooligosakarida, xylooligosakarida dan palatinosa merupakan oligosakarida yang berpotensi sebagai prebiotik. Jenis karbohidrat lain yang banyak dikembangkan yaitu karbohidrat yang mengandung komponen gula mannosa. Beberapa laporan menyebutkan fungsinya untuk menghambat bakteri merugikan seperti Salmonella atau sebagai immunostimulan Shashidara dan Devegowda 2003. Bahan alam yang dikembangkan untuk mendapatkan komponen tersebut dilaporkan diperoleh dari ragi S. cerevisiae, dengan produknya yang dikenal dengan nama MOS mannanoligosakarida Turner et al. 2000; White et al. 2002. Selanjutnya Ishihara et al. 2000 mendapatkannya dari guar gum dengan menggunakan enzim P-D-mannanase yang menghasilkan galaktomannan dengan berat molekul 20.000 Da, dan produknya disebut Partially Hydrolized Guar Gum PHGG, dan Tafsin 2007 mendapatkan mannan dari bungkil inti sawit, dilaporkan efektif menghambat Salmonella dan meningkatkan bakteri Bifidobacteria dan Lactobacillus. Merujuk pada definisi prebiotik, Patterson 2005 mengkatagorikan bahwa MOS sebagai prebiotik, tetapi bukan termasuk prebiotik murni true prebiotic mengingat adanya peran lain dari MOS. KESIMPULAN Hasil purifikasi dan identifikasi komponen oligosakarida ekstrak tepung buah rumbia Metroxylon sagu Rottb. menunjukkan bahwa komponen oligosakarida terdiri atas sukrosa, rafinosa dan stakhiosa yang berpotensi digunakan sebagai prebiotik.

IV. PENGUJIAN OLIGOSAKARIDA EKSTRAK TEPUNG BUAH RUMBIA

Metroxylon sagu Rottb. SEBAGAI PREBIOTIK DAN BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI PROBIOTIK PENDAHULUAN Prebiotik merupakan substansi dari makanan yang tidak dicerna, dan secara selektif meningkatkan pembiakan dan aktivitas bakteri yang menguntungkan dalam usus. Zat ini mengalami proses peragian di dalam usus besar, dalam proses tersebut dihasilkan makanan bagi bakteri yang menguntungkan probiotik. Makanan tersebut sangat berguna bagi perkembangbiakan bakteri probiotik. Manning dan Gibson 2004 menyebutkan substrat yang berasal dari makanan atau yang diproduksi oleh inang yang tersedia untuk difermentasi oleh mikroflora kolon, yaitu melalui makanan, resistant starch, polisakarida non pati seperti pektin, selulosa, guar dan xylan, dan oligosakarida seperti laktosa, laktulosa, rafinosa, stakhiosa dan frukto-oligosakarida. Senyawa prebiotik yang tidak dapat dicerna oleh usus halus dan akan mencapai usus besar, selanjutnya akan didegradasi atau difermentasi oleh bakteri usus dan dapat menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat BAL. Fermentasi oligosakarida oleh bakteri usus akan menghasilkan energi metabolisme dan asam lemak rantai pendek terutama asam asetat dan asam laktat, sehingga komposisi mikroflora usus berubah. Selain asam, bakteri usus juga akan menghasilkan zat yang bersifat antimikroba. Hampir semua zat yang diproduksi oleh bakteri bersifat asam merupakan hasil fermentasi karbohidrat oligosakarida Tomomatsu 1994 dan Bird 1999. Adanya produksi asam tersebut akan menurunkan pH usus sehingga persentase bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus meningkat, sedangkan persentase bakteri patogen seperti E.coli dan Streptococcus faecalis akan menurun. Pertumbuhan bakteri patogen akan terhambat dengan adanya asam dan zat-zat antibakteri. Dengan demikian oligosakarida merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri Biftdobacterium dan Lactobacillus di dalam kolon usus besar, sehingga dapat digolongkan sebagai prebiotik Wageha et al. 2008. Berangkat dari fenomena ini, dapat dilakukan manajemen mikroflora usus yaitu proporsi bakteri baik probiotik ditingkatkan, dan bakteri patogen ditekan jumlahnya, dengan cara menyediakan nutrisi yang sesuai untuk bakteri probiotik agar dalam usus berkembang lebih pesat. Oligosakarida merupakan salah satu sumber prebiotik yang dapat dijadikan sebagai nutrisi untuk pertumbuhan bakteri probiotik. Oligosakarida hasil purifikasi dari ekstrak tepung buah rumbia berpotensi digunakan sebagai prebiotik, namun informasi penggunaannya masih sangat terbatas. Melihat potensi tersebut menarik dilakukan kajian lebih lanjut tentang penggunaan oligosakarida ekstrak tepung buah rumbia sebagai salah satu sumber prebiotik melalui uji fermentasi dan uji pertumbuhan bakteri Bifidobacterium dan Lactobacillus serta uji penempelan bakteri asam laktat pada lempeng stainless steel sebagai pendekatan terhadap kemampuan menempel isolat pada substrat padat usus sebagai kandidat probiotik. Penelitian ini dilakukan guna mengetahui kemampuan bakteri asam laktat dalam memfermentasi oligosakarida hasil purifikasi dari ekstrak tepung buah rumbia dan sebagai sumber prebiotik dalam menstimulir pertumbuhan bakteri probiotik, serta kemampuan bakteri probiotik membentuk biofilm secara in vitro. MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi Seafast Center , Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian berlangsung selama 7 bulan dari bulan Februari - September 2009. Uji Fermentasi Oligosakarida Uji fermentasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah gula oligosakarida hasil purifikasi dari ekstrak tepung buah rumbia mampu difermentasi oleh bakteri asam laktat Lactobacillus dan Bifidobacterium. Uji fermentasi oligosakarida dilakukan dengan memodifikasi media pertumbuhan bakteri asam laktat BAL menurut metode Kaplan dan Hutkins 2000. Pengamatan pertumbuhan bakteri asam laktat pada media dilakukan dengan membuat media pertumbuhan dasar tanpa sumber karbon Tabel 8.