KONSEP PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK IDENTITAS DIRI REMAJA DALAM PERSPEKTIF TEORI IDENTITAS ERIKSON (Studi Kritis di SMK Negeri 2 Malang)

(1)

KONSEP PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK IDENTITAS DIRI REMAJA DALAM PERSPEKTIF TEORI IDENTITAS ERIKSON

(Studi Kritis di SMK Negeri 2 Malang)

Tesis

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Sains Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

Diajukan oleh Eviatun Khaeriah

NIM 08820003

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011


(2)

Lembar Persetujuan

KONSEP PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK IDENTITAS DIRI REMAJA DALAM PERSPEKTIF TEORI IDENTITAS ERIKSON

(Studi Kritis di SMK Negeri 2 Malang)

Yang diajukan oleh: Eviatun Khaeriah

Nim: 08820003

Telah disetujui Tanggal, ………..

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Arief Budi Wurianto, M. Si. Dra. Siti Suminarti. F, M. Si. Psi

Direktur Ketua Program Studi Program PascaSarjana Magister Psikologi


(3)

(4)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Eviatun Khaeriah

Nim : 08820003

Program Studi : Magister Sains Psikologi Pendidikan Dan Perkembangan

Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa : 1. Tesis dengan judul :

KONSEP PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK IDENTITAS DIRI REMAJA DALAM PERSPEKTIF TEORI IDENTITAS ERIKSON (Studi Kritis di SMK Negeri 2 Malang)

Adalah hasil karya saya dan dalam naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, baik sebagian ataupun keseluruhan, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

2. Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia TESIS ini DIGUGURKAN dan GELAR AKADEMIK YANG TELAH SAYA PEROLEH DIBATALKAN, serta diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

3. Tesis ini dapat dijadikan sumber pustaka yang merupakan HAK BEBAS ROYALTY NON EKSKLUSIF.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Malang, 18 Agustus 2011 Yang menyatakan


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah atas karunia, nikmat, hidayah dan Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Konsep Pengembangan Pendidikan Karakter Sebagai Pembentuk identitas Diri Remaja Dalam Perspektif Teori Identitas Erikson (Studi Kritis Di SMK Negeri 2 Malang)” dengan baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karena adanya bantuan, dukungan dan bimbingan dari banyak pihak yang dengan tulus meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, maka tesis ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Muhadjir Effendy, M. Ap, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang. 2. Dr. Latipun, M. Kes, selaku Direktur Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah

Malang yang selalu mengingatkan dan memotivasi peneliti untuk segera menyelesaikan studi.

3. Drs. Tulus Winarsunu, M. Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi yang telah memberikan banyak masukan kepada peneliti untuk melanjutkan studi.

4. Yudi Suharsono,S. Psi.M.Si.Psi, selaku ketua program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang yang sangat kooperatif dan selalu memotivasi peneliti. 5. Dr. Arief Budi Wurianto, M. Si, selaku pembimbing I, yang dengan kesabarannya

telah berkenan membimbing dan memberikan banyak petunjuk kepada penulis dalam meyelesaikan tugas akhir ini.

6. Dra. Siti Suminarti Fasikhah, M. Si. Psi, selaku pembimbing II, yang telah banyak memberikan waktu untuk menuntun, membimbing dan memotivasi penulis dalam


(6)

menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Dr. Diah Karmiyati, M. Si. Psi, yang telah menginspirasi dan merekomendasi peneliti untuk melanjutkan studi di Magister Sains Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. 8. Dr. Rahmat Aziz, M. Si, selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan

motivasi dan masukan kepada peneliti.

9. Drs. H. Juwito, M. Si, selaku kepala sekolah SMK Negeri 2 Malang, yang telah memberikan izin dan kesempatan, sehingga penelitian ini berlangsung dengan lancar. 10.Kedua orang tuaku, Bapak dan Mama yang tiada henti melantunkan doa, memotivasi

dan membesarkan hati penulis, sehingga penelitian ini terselesaikan dengan baik. 11.Ibuku Indrawati dan Mama Eni yang banyak memberikan dukungan doa dan

perhatian sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi.

12.Suami dan anak-anakku tersayang, Ayah Taufiq, Mas Thariq, Mba Thiya yang dengan penuh keikhlasan dan kesabaran senantiasa menguatkan hati penulis dengan doa dan kasih sayang, ayah yang telah memberikan semangat, dukungan dan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi, sehingga penulis mampu meraih mimpi dan harapan untuk terus belajar dan berkarya.

13.Teman – teman konselor SMK Negeri 2 Malang, yang telah memberikan dukungan dan kemudahan sehingga penelitian ini berjalan lancar. Pak Yachya, guru dan master peneliti dalam banyak hal, Mba Titik yang penuh pengertian, Pa Tatag, terima kasih atas bantuannya, Pa Arip yang tetap semangat untuk menyelesaikan studi. Bu laluk, Bu Nanik dan Bu Didjah, terima kasih atas semuanya.

14.Adik-adik PPL BK Univ. Negeri Malang dan Peer Counselor SMKN 2 Malang, terima kasih atas pengertian dan kerjasamanya selama peneliti sibuk menyiapkan tesis ini.


(7)

15.Teman – teman Magister Psikologi angkatan 2008/2009, Eva, Mewar, Fatim, Dini, Indah, Aris, Bowo, Aulia, terima kasih atas persahabatan dan kebersamaannya selama bersama mencari ilmu di kampus putih.

16.Pihak-pihak yang telah banyak membantu, namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan yang berlipat atas segala bantuan yang telah diberikaan kepada penulis. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi dunia pendidikan dan bagi pihak-pihak yang memerlukan. Wassalamu’alaikum, Wr.Wb.

Malang, 18 Agustus 2011

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

HALAMAN PERNYATAAN iv

KATA PENGANTAR v

LEMBAR MOTO vi

LEMBAR PERSEMBAHAN vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

INTISARI xii

ABSTRACT xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Tujuan 8

1. Tujuan Umum 8

2. Tujuan Khusus 8

D. Manfaat Penelitian 8

1. Manfaat Teoritik 8


(9)

E. Penegasan Istilah 9

1. Identitas Diri 9

2. Krisis Identitas 10

3. Pendidikan Karakter 10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Karakter 12

1. Pengertian Pendidikan Karakter 12

2. Nilai-nilai Dalam Pendidikan Karakter 19

3. Pendidikan Karakter di Sekolah 22

4. Pendidikan Karakter Sebagai Pembentuk Identitas Diri Remaja 24

5. Tujuan Pendidikan Karakter 25

B. Konsep Domain afeksi dalam Pembelajaran 27

C. Konsep Identitas Diri 29

1. Pengertian Diri dan identitas 29

2. Pendapat Erikson Tentang Identitas 31

3. Masa Remaja Sebagai Masa Krisis identitas 35

4. Faktor-faktor Penting dalam Pembentukan Identitas 38

D. Konsep Remaja 39

1. Pengertian Remaja 39

2. Perkembangan Remaja Menurut Erikson 40

E. Kajian Penelitian Terdahulu 46

F. Landasan Teori 48

1. Teori Psikososial Erikson 48


(10)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian 52

B. Metode 52

C. Lokasi dan Subyek Penelitian 53

1. Lokasi Penelitian 53

2. Subyek Penelitian 54

D. Data dan Sumber Data 56

1. Data 56

2. Sumber Data 57

3. Teknik Pengumpulan Data 58

a. Wawancara 59

b. Observasi 61

c. Dokumentasi 62

d. Foto 63

e. FGD 64

E. Teknik Pengolahan Data 66

1. Reduksi Data 66

2. Penyajian Data 67

3. Analisis 67

F. Teknik Keabsahan Data 68

1. Perpanjangan Keikutsertaan 70

2. Ketekunana/keajegan Pengamatan 71

3. Triangulasi 71

4. Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi 72


(11)

6. Pengecekan Anggota 73

7. Uraian Rinci 73

8. Auditing 73

G. Tahapan Penelitian 74

1. Tahap Pra-Lapangan 75

2. Tahap Pekerjaan Lapangan 76

3. Tahap Analisis Data 77

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Diskripsi Lokasi Penelitian 78

1. Sejarah Singkat SMKN 2 Malang 78

2. Profil SMKN 2 Malang 80

3. Diskripsi Subyek Penelitian 86

B. Kondisi Obyektif Identitas Diri Remaja 90

1. Kondisi Obyektif Identitas Diri Remaja di Malang 90

2. Kondisi Obyektif Identitas Diri dan Karakter

Remaja SMKN 2 Malang 91

a. Identitas Diri Remaja 91

b. Karakter Remaja 101

c. Latar Belakang Keluarga Subyek 103

d. Pendapat Guru Dan Konselor Tentang Identitas Diri Dan Karakter

Siswa SMK 2 Malang 103

e. Identitas Diri Dan Karakter Siswa Menurut Orang Tua 108

C. Konsep Pendidikan Karakter di SMKN 2 Malang 110

1. Konsep yang Sudah Dikembangkan 110


(12)

D. Pembahasan 126

E. Temuan Penelitian 130

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan 135

B. Saran 137

DAFTAR PUSTAKA 140


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Rekomendasi 143

Lampiran 2 : Foto 144

Foto Kegiatan Paskibra 144

Foto Kegiatan Jum’at Pagi di Sekolah 144 Foto Siswa Yang Tidak Disiplin (2) 145 Foto Kegiatan Siswa Saat Ujian Sekolah (2) 146

Foto Akitifitas Siswa di Kantin 147

Foto Siswa di Kelas 147

Foto FGD (2) 148

Lampiran 3: Pedoman Observasi dan Wawancara 150


(14)

Daftar Tabel

Tabel 1: Daftar Responden Siswa

Tabel 2: Metodologi Ppengumpulan Data Tabel 3: Daftar Informan dan Target Data Tabel 4: Daftar Foto

Tabel 6: Kriteria dan Teknik Pemeriksaan

Tabel 7: Data Jumlah Kelas dan Siswa SMKN 2 Malang Tabel 8: Data Jenis Kelamin

Tabel 9 :Temuan Penelitian Tentang Identity Confution (Isolasi) Tabel 10: Temuan Penelitian Identitas Confution Meleburkan Diri Tabel 11: Temuan Penelitian Identitas Optimal

Tabel 12: Status Identitas Subyek

Tabel 13: Hasil Penelitian Karrakter Remaja Tabel 14: Latar belakang keluarga Subyek


(15)

Gambar 1: Rumah Karakter

Gambar 2: Ilustrasi Pendidikan Karakter Sebaggai Pembentuk Identitas Diri Remaja Gambar 3: Teknik Pengumpulan Data

Gambar 4: Komponen Dalam Analisis Data(Interactive Model) Gambar 5 : Uji Keabsahan Data Dalam Penelitian Kualitatif


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Rumah Karakter 24

Gambar 2 : Ilustrasi Pendidikan Karakter Sebagai Pembentuk Identitas 25

Gambar 3 : Teknik Pengumpulan Data 58

Gambar 4 : Komponen Dalam Analisis Data (Interactive Model) 68 Gambar 5 : Uji Keabsahan Data Dalam Penelitian Kualitatif 69 Gambar 6 : Konsep Pengembangan Pendidikan Karakter 119


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, A.G. (2007). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta: Arga

Arismantoro. (2008). Character Building. Yogyakarta: Tiara Wacana

Aziz, H.A. (2011). Pendidikan Karakter Berpusat Pada Hati.Jakarta: al Mawardi Prima

Badan Pendidikan Nasional. (2009). Himpunan Perundang-Udangan Republik Indonesia Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Media Purana

Budiningsih, A.(2008). Belajar dan Pembelajaran.Jakarta:Rineka Cipta Bungin, B. (2008a). Analisis Data Penelitian Kualitatif.Jakarta: Rajawali Pers

…………., (2008b). Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada Chaplin, J.P. (2009). Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: Rajawali Pers

Crain, W. (2007). Teori Perkembangan ( Konsep dan Aplikasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Elmubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta

Eny, P., & Purwati. (2008) Character Building: the Influence of Values Education on The Emotional Quotient of Children. Jurnal Penelitian Humaniora Vol 9, No. 1

Erikson, (1989) Identitas Dan Siklus Hidup Manusia. Jakarta: Gramedia

Erikson, (1994). Identity Youth And Crisis.New York L:W. W. Norton & Company, Inc Erikson, (2010) Childhood and Society. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Fitroh, S.F. (2009) Profil Remaja Street Punk (Ditinjau Dari Latar Belakang Remaja Menjadi Street Punk Dan Kecenderungan Kepribadian Remaja Street Punk)(Skripsi). diakses 11 Mei 2011 dari http://skripsi.umm.ac.id/files/disk 1/313/jiptummpp-gdl-s1-2009-sitifadjri-15621-pendahul-pdf.

Galloway, R. (2004). The Effects of Pro-active Character Education on the Management of Student Behaviour Perceptions of Year 4-8 Teachers in a Full Primary School.

diakses 9 September 2010 dari http://cornerstonevalues.org/pdf/Perceptions.pdf. 2004.


(18)

Hall, C., & Lindzey, G. (1993). Teori – teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisisus Hidayatullah, F. (2010). Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta:

Yuma Pustaka

Jess & Gregory J. Feist. (2010). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika

Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2010). Rencana Induk Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa.

Koesoema, D. (2007). Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo

Koesoema, D. (2010). Mengembangkan Kultur Akademis Bagi Pembentukan Karakter Bangsa,

makalah dipresentasikan dalam “ Konferensi Nasional & Workshop Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia” oleh Program Studi Psikologi Universitas Negeri Malang dan Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia, 16-17 Oktober 2010

Mappiare, A. (2009). Dasar-dasar Metodologi Riset Kualitatif Untuk Ilmu Sosial dan Profesi.

Malang: Jenggala Pustaka Utama

Megawangi, R. (2008). Character Parenting Space. Bandung:Mizan

Megawangi, R. (2010). Strategi Dan Implementasi Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter (Indonesia Heritage Foundation), makalah dipresentasikan dalam “ Konferensi Nasional & Workshop Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia” oleh Program Studi Psikologi Universitas Negeri Malang dan Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia, 16-17 Oktober 2010

Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya Munir, A. (2010). Pendidikan Karakter.Yoogyakarta: Pedagogia

Ninin, K. M. (2007). Proses Pencarian Identitas Diri Remaja Muallaf. Skripsi Program studi Psikologi Fakultas Kedokteran tidak dipublikasikan, Universitas Diponegoro Semarang

Noviyanti, I. (2011). Keefektifan Bibliokonseling Untuk Mengembangkan Kesadaran Akan Kejujuran siswa SMP, makalah penelitian dipresentasikan dalam “ Seminar dan Lokakarya Teknik Dan Strategi Bimbingan Dan Konseling Untuk Pendidikan Karakter” oleh Himpunan Sarjana Bimbingan dan Konseling Indonesia dan Universitas Negeri Malang, 15-18 Juni

Nuh, M. (2010). 1 Maret-April. Merekonstruksi Sistem Pendidikan Holistik Berbasis Keindonesiaan, A Road to Pendidikan Berbasis Karakter. Cerdas, hlm 15.


(19)

Purwandari, E., dan Purwati. (2008). Character Building:Pengaruh Pendidikan Nilai terhadap Kecerdasan Emosi Anak. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol 9. No. 1, 13-31

Santrock, J. W. (2003). Adolescence, Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Semiawan, R.S. (2010). Peran Pendidikan Dalam Pembangunan Karakter Bangsa, makalah dipresentasikan dalam “ Konferensi Nasional & Workshop Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia” oleh Program Studi Psikologi Universitas Negeri Malang dan Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia, 16-17 Oktober 2010

Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Susanti, R. H. (2011). Keefektifan Bibliokonseling Untuk Menumbuhkan Empati, makalah penelitian dipresentasikan dalam “ Seminar dan Lokakarya Teknik Dan Strategi Bimbingan Dan Konseling Untuk Pendidikan Karakter” oleh Himpunan Sarjana Bimbingan dan Konseling Indonesia dan Universitas Negeri Malang, 15-18 Juni Sulhan, N. (2010). Pendidikan Berbasis Karakter. Surabaya:PT JePe Press Media Utama (Jawa

Pos Grup)

Yusuf. S. & Nurikhsan. J. (2008). Teori Kepribadian. Bandung: Rosda Karya


(20)

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Krisis multi dimensi (sosial, ekonomi, politik, hukum, moral dan budaya) yang melanda negara Indonesia, pada dasarnya berasal dari krisis identitas yang bersumber dari ketidakjelasan jati diri sebagai pribadi dan bangsa. Krisis identitas dalam psikologi berkaitan erat dengan tidak jelasnya nilai-nilai yang penting dan berharga sebagai pedoman kehidupan. Tantangan terberat yang dihadapi bangsa Indonesia dalam era globalisasi masa depan adalah dalam hal mempertahankan nilai-nilai kebudayaan nasional, yang merupakan identitas diri sebagai bangsa. Untuk menghadapi globalisasi tersebut, masyarakat indonesia perlu memiliki kesadaran normatif dasar yang tinggi.

Naisbit (1990) menekankan pentingnya pendidikan nilai bagi pendidikan masa depan. Sejalan dengan tujuan pendidikan, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 UU RI no 20 tahun 2003, dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pada pasal ini, 5 dari 8 potensi peserta didik yang ingin dikembangkan lebih dekat dengan karakter. Dalam rangka pendidikan masa depan, anak perlu diarahkan untuk mencapai optimalisasi proses belajar, yang secara psikologis proses belajar optimal memerlukan perkembangan domain intelektual, kognitif, motivasi dan sosio afektif.


(22)

Mendiknas Mohammad Nuh, mendeklarasikan secara nasional pentingnya pendidikan berbasis karakter pada tanggal 2 Mei 2010, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Cerdas, edisi 05/ 2010). Dengan demikian, pendidikan berbasis karakter diharapkan dapat membentuk identitas diri siswa, yang pada akhirnya dengan membangun etika, karakter, akhlak, dan budaya siswa (dalam hal ini remaja) akan terlahir generasi penerus yang memiliki identitas diri yang mencerminkan karakter bangsa Indonesia.

UNESCO merekomendasikan pembaharuan pendidikan dan pembelajaran pada lima konsep paradigma pembelajaran dan pendidikan, yaitu Learning to know yang artinya peserta didik dimotivasi sehingga timbul kebutuhan dari dirinya sendiri untuk memperoleh informasi, keterampilan hidup, dan sikap tertentu. Learning to do yaitu peserta didik dilatih untuk aktif-positif, Learning to live together dalam arti peserta didik diajarkan cooperatif learning, kerjasama dan bersama-sama. Learning to be yakni dihayati dan dikembangkan untuk memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan throghout life yang bermakna pembelajaran tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu, pendidikan dan pembelajaran berlangsung seumur hidup, pendidikan berorientasi pada proses dan bukan pada hasil atau produk.

Pendidikaan dan pembelajaran yang bersifat aktif-positif dan berdasarkan pada minat dan kebutuhan siswa sangat penting untuk memperoleh kemajuan baik dalam bidang intelektual, emosi atau perasaan (EQ), afeksi maupun keterampilan yang berguna untuk hidup praktis, sehinggga pendidikan yang diperjuangkan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi pribadi-pribadi yang cerdas, terampil, sekaligus memiliki watak dan nilai moral yang luhur, humanis serta memiliki identitas diri yang jelas.

Persoalan krisis identitas yang terjadi pada diri remaja dalam hubungan antar manusia merupakan persoalan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia zaman ini. Remaja


(23)

mengalami masa krisis dalam pencarian jati dirinya, yakni suatu masalah yang berkaitan dengan tugas perkembangan yang harus dilalui remaja. Keberhasilan menghadapi krisis akan meningkatkan rasa percaya diri dan mampu mewujudkan jati diri (self identity) dan sebaliknya jika tidak berhasil menghadapi krisis maka remaja akan mengalami kebingungan identitas (identity confution). Kebingungan identitas ini akan menimbulkan banyak permasalahan dalam diri remaja, seperti perasaan tidak mampu, rendah diri, pesimis dan tidak percaya diri. Akibat dari kebimbangannya, remaja mengalami suatu kegoncangan yang berakibat pada timbulnya penarikan diri individu, remaja mengisolasi dirinya dari teman sebaya dan keluarga atau meleburkan diri dengan dunia teman sebayanya dan kehilangan identitas dirinya.

Remaja yang tidak berhasil menyelesaikan krisis identitasnya akan mengalami banyak persoalan negatif yang berakibat pada diri remaja dan orang-orang di sekitarnya. Fenomena yang banyak terjadi pada remaja saat ini, adalah mengimitasi gaya dan perilaku orang lain sebagai model yang ditiru remaja walau pun bertolak belakang dengan gaya dan perilaku remaja tersebut sebelumnya. Permasalahan lain yang ditimbulkan dari kebingungan remaja akan jati dirinya adalah remaja telah kehilangan identitas dirinya. Remaja tumbuh menjadi individu tanpa karakter dan kepribadian yang mencerminkan identitas diri sejatinya.

Berdasarkan analisa terhadap fenomena yang terjadi pada remaja, diperlukan upaya untuk membantu remaja dalam menghadapi masa krisis identitas yang dialaminya. Sehingga remaja yang tengah mengalami identity confution akan berhasil menyelesaikan krisis identitasnya. Keberhasilan menghadapi krisis akan meningkatkan dan mengembangkan kepercayaan dirinya sehingga jati diri remaja (self identity) terbentuk. Pendidikan karakter dikembangkan untuk membantu remaja dalam membentuk identitas dirinya. Melalui pendidikan akan dihasilkan anak didik yang kelak menjadi manusia


(24)

pendukung norma, kaidah, dan nilai yang terinternalisasi dan dipersonifikasikan dalam tingkah laku setiap individu yang berkepribadian. Pendidikan karakter di sekolah diharapkan mampu membentuk sistem nilai yang dimiliki dan dihayati oleh siswa selanjutnya diwujudkan secara konsisten dalam perilaku, dan terbentuklah watak, identitas diri serta kepribadian siswa.

Krisis identitas remaja yang terjadi, semakin hari semakin mengkhawatirkan, menjadi momok bagi orang tua dan juga para pendidik di sekolah. Remaja berada pada masa yang disebut oleh Stanley Hall (1904) sebagai masa badai dan tekanan (storm and stress), identitas diri remaja mengalami krisis, yang oleh Erikson (dalam Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 1993) disebut sebagai masa crisis identity, remaja tidak mengerti bagaimana mereka harus menempatkan dirinya sebagai seorang anak, pelajar atau siswa, sebagai teman dan anggota masyarakat. Remaja menjelma menjadi sosok yang asing bagi diri dan keluarganya serta bingung akan jati dirinya sendiri sehingga mudah sekali terpengaruh teman. Remaja seringkali menganut faham dan memilih peran yang salah dalam pergaulan. Kenyataan yang tampak adalah kemampuan remaja dalam memilih peran dan menempatkan diri sesuai aturan yang berlaku sangatlah minim, sehingga tidak terbentuk kepribadian remaja yang berkarakter.

Globalisasi yang terjadi telah menghadirkan implikasi-implikasi negatif bagi anak-anak bangsa. Semakin mudahnya informasi dan teknologi melahirkan budaya instan terhadap masyarakat luas, terlebih remaja yang merindukan kebebasan, mengharapkan segala sesuatu dengan cepat dan mudah. Kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh alat teknologi ini ternyata berpengaruh besar terhadap perilaku, pola hidup, pandangan dan falsafah hidup serta nilai-nilai dan identitas diri remaja. Budaya instan telah merasuki segala bidang kehidupan para remaja dewasa ini, seperti gaya hidup atau life style yang suka meniru (mengimitasi) tingkah laku artis dalam dan luar negeri yang hedonis, urakan


(25)

dan seronok, namun mereka menyebutnya sebagai “gaul” dan “funky”. Pergaulan remaja cenderung lebih bebas, begitu pula masalah kriminalitas remaja mulai dari tawuran, miras, hingga narkoba semakin meningkat. Persoalan tersebut merupakan cermin bahwa remaja sedang mengalami krisis identitas, dimana remaja tidak mengetahui siapakah saya, apakah yang ada pada diri saya, apa yang akan saya lakukan dengan hidup saya , apakah yang berbeda dengan diri saya dan bagaimanakah caranya saya melakukan sesuatu sendiri?.Remaja bingung untuk mendapatkan solusi dari pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep identitas tersebut. Erikson( dalam Gunarsa S. D, 1991)).

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian – bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak. Dalam Rencana Induk (Grand Design) Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa Kementrian Pendidikan RI disebutkan ada 3 aspek pembentuk karakter luhur, yaitu : a) agama, pancasila, UUD 1945 dan UU Sisdiknas, b) teori pendidikan, psikologi, nilai dan sosial budaya, c) pengalaman terbaik dan praktik nyata. Kesepakatan nasional pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibacakan pada akhir sarasehan tanggal 14 Januari 2010 memuat : a) pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh, b) pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara koprehensif sebagai proses pembudayaan, oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh, c) pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orang tua, oleh karena itu pelaksanaan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut, d) dalam rangka merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa


(26)

diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.(Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2008).

Pendidikan karakter yang diharapkan dapat membentuk identitas diri siswa tidak semudah yang dibayangkan, perlu kajian dan analisa yang mendalam sehingga transfer nilai melalui pendidikan karakter dapat diterima dan mengenai sasaran. Perlu ada analisa mengapa Pendidikan Moral Pancasila yang kemudian berganti nama menjadi Pendidikan Kewarganegaraan belum memberikan kontribusi yang pasti pada terbentuknya karakter dan kepribadian yang mencerminkan identitas diri dari anak didik. Pernyataan yang diajukan oleh Doni Koesoema (2007) tentang pendidikan karakter di Indonesia yang mengalami kemunduran karena telah kehilangan visi serta konsentrasi pendidikan lebih pada program jangka pendek, dan pendidik banyak dibebani tugas-tugas administratif perlu dicermati karena peningkatan peran penting pendidikan karakter yang memiliki tujuan jangka panjang tidak dilalaikan sehingga hasilnya secara langsung dapat dirasakan. Menurut Megawangi (2010) dalam Konferensi Nasional Assosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia dan Workshop Peran Pendidikan Dalam Pembangunan Karakter Bangsa, untuk menjadikan manusia yang cinta damai, jujur, bertanggung jawab menjaga lingkungan dan kualitas akhlak lainnya, adalah dengan menciptakan manusia-manusia indonesia yang batinnya hidup. Yaitu yang mampu memilih mana yang baik dan benar, mampu mengontrol dorongan-dorongan nafsu ketamakan, berfikir kritis, kreatif, beretos kerja tinggi, dan selalu berinisiatif untuk melakukan kebaikan dan berusaha untuk semakin lebih baik setiap harinya.Membangun manusia yang batinnya hidup mutlak diperlukan, sebagai fondasi penting bagi terbentuknya manusia-manusia yang berkarakter mulia.

SMK Negeri 2 Malang, sebagai salah satu lembaga pendidikan formal di bawah naungan dinas pendidikan, merupakan sekolah yang memiliki salah satu misinya adalah


(27)

membentuk siswa yang berbudi pekerti luhur. Budi pekerti luhur adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter manusia indonesia yang berbudaya, bermoral serta berakhlak mulia. Sejalan dengan apa yang dicanangkan Pemerintah melalui kementrian Pendidikan Nasional bahwa pendidikan karakter sejak tahun 2010 harus sudah bisa diterapkan di seluruh jenjang pendidikan. Menyikapi program pemerintah tersebut, sekolah sebagai institusi yang bersentuhan langsung dengan siswa berupaya untuk mencari konsep pengembangan pendidikan karakter yang sesuai dengan visi dan misi sekolah. Sekolah Menengah Kejuruan adalah sekolah setingkat SMA dimana usia siswa siswi SMK Negeri 2 Malang berkisar antara 15-18 tahun atau berada pada jenjang masa remaja yang penuh dengan gejolak pencarian identitas dan eksistensi dirinya. Menurut Erikson, masa remaja disebut sebagai masa krisis identitas diri.

Fenomena yang terjadi di SMK Negeri 2 Malang yang peneliti temukan adalah banyaknya masalah remaja yang bersumber dari krisis identitas diri yang terjadi pada siswa. Remaja di SMK Negeri 2 Malang sebagian besar belum mampu menghadapi krisis identitas yang pada umumnya menurut Erikson dialami oleh remaja. Ketidakmampuan menghadapi krisis tersebut berakibat pada timbulnya masalah-masalah dalam diri siswa, baik masalah pribadi maupun sosial. Siswa mengalami kebingungan akan jati dirinya, sehingga banyak remaja yang mencoba menemukan identitas dirinya dengan bergabung dan meleburkan diri dengan kelompoknya. Sebagian remaja di SMKN 2 Malang juga memilih mengisolasi diri dan menolak orang-orang di sekitarnya. Siswa yang tidak mampu menghadapi krisis identitasnya cenderung memiliki perilaku dan sikap yang negatif, seperti membolos, terlambat, tidak mematuhi tata tertib, berbohong, mencuri, pergaulan bebas, merokok dan minuman keras serta narkoba. Karakter yang positif sebaliknya ditunjukkan oleh sebagian kecil siswa yang telah mampu mengatasi krisis identitas dirinya.


(28)

Oleh karena itu melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana kondisi obyektif identitas diri siswa dalam hal ini remaja, karena mereka berada pada masa transisi yang lebih unik dan penuh tekanan, mengapa krisis identitas dialami oleh remaja, serta konsep pendidikan karakter yang seperti apa yang dapat dikembangkan sehingga identitas diri remaja dapat terbentuk, tentunya dengan mempertimbangkan aspek psikologi perkembangan remaja yang unik, baik perkembangan fisik, kognitif, serta sosial-emosional remaja.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kondisi obyektif identitas diri dan karakter remaja di SMK Negeri Malang?.

2. Bagaimanakah konsep pendidikan karakter yang dikembangkan di SMK Negeri 2 Malang?.

3. Bagaimanakah temuan konsep yang dapat dijelaskan dalam pengembangan pendidikan karakter yang sesuai bagi remaja dan dapat membentuk identitas diri remaja?.

C.Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk menjelaskan dan mengembangkan konsep pendidikan karakter yang sesuai bagi remaja dan dapat membentuk identitas diri remaja.


(29)

a. Untuk menjelaskan kondisi obyektif identitas diri dan karakter remaja di SMK Negeri 2 Malang..

b. Untuk menjelaskan konsep pendidikan karakter yang dikembangkan di SMK Negeri 2 Malang.

c. Menemukan konsep pengembangan pendidikan karakter yang sesuai bagi remaja dan dapat membentuk identitas diri remaja.

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik

a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu dan memberikan kontribusi ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan dan perkembangan, terutama yang berhubungan dengan perkembangan identitas diri remaja dan pendidikan karakter.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan dan reverensi bagi penelitian selanjutnya dalam pengembangan konsep dan model pendidikan karakter.

2. Manfaat Praktis a. Bagi sekolah:

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan para remaja sebagai siswa dan guru sebagai pendidik serta konselor, mengenai konsep pengembangan pendidikan karakter yang dapat membentuk identitas diri remaja yang sesuai dengan masa perkembangan remaja, sehingga penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi negara dan bangsa untuk menyiapkan generasi muda yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dan generasi penerus yang memiliki karakter serta kepribadian yang unggul.


(30)

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang pendidikan karakter dan identitas diri remaja, serta menjadi acuan untuk pengembangan pendidikan karakter yang lebih ideal.

E.Penegasan Istilah

Penelitian tentang konsep pengembangan pendidikan karakter sebagai pembentuk identitas diri remaja dalam perspektif psikologi perkembangan Erikson dibatasi dalam penegasan istilah untuk menghindari adanya mispersepsi.

1. Identitas Diri

Identitas dapat diartikan sebagai suatu inti pribadi yang tetap ada, walaupun mengalami perubahan bertahap dengan penambahan umur dan perubahan lingkungan. Identitas merupakani cara hidup tertentu yang sudah dibentuk pada masa-masa sebelumnya dan menentukan peran sosial manakah yang harus dijalankan. Identitas adalah suatu hasil yang diperolehnya pada masa remaja, akan tetapi tetap masih akan mengalami perubahan dan pembaharuan. Identitas dialami sebagai persesuaian peranan sosial yang pada azasnya mengalami perubahan.

Dari beberapa keterangan mengenai identitas dapat disimpulkan bahwa identitas merupakan suatu persatuan yang terbentuk dari azas-azas, cara hidup, pandangan-pandangan yang menentukan cara hidup selanjutnya. Persatuan ini merupakan inti pada seseorang yang menentukan cara meninjau diri sendiri dalam pergaulan dan tinjauannya ke luar dirinya.

2. Krisis Identitas

Menurut Erik Erikson, krisis berarti menunjukkan bahwa dirinya sedang berusaha mencari jati diri. Yang dimaksud dengan krisis (crisis) ialah suatu masalah yang berkaitan dengan tugas perkembangan yang harus dilalui individu, termasuk remaja. Keberhasilan menghadapi krisis akan meningkatkan dan mengembangkan


(31)

kepercayaan dirinya, berarti mampu mewujudkan jati dirinya (self identity) sehingga ia merasa siap untuk menghadapi tugas perkembangan berikutnya dengan baik, dan sebaliknya, individu yang gagal dalam menghadapi suatu krisis cenderung akan memiliki kebingungan identitas (identity confution). Orang yang memiliki kebingungan ini ditandai dengan adanya perasaan tidak mampu, tidak berdaya, penurunan harga diri, tidak percaya diri, akibatnya ia pesimis menghadapi masa depannya.

3. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan sebuah bantuan sosial agar individu itu dapat bertumbuh dalam menghayati kebebasannya saat hidup bersama dengan orang lain dalam dunia. Pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan. Pendidikan karakter oleh Arismantoro (2008) diartikan sebagai the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development. Hal ini berarti, guna mendukung perkembangan karakter peserta didik, seluruh komponen di sekolah harus dilibatkan. Sudrajat (2010) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan salah, namun juga menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga anak menjadi paham (domain kognitif), tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik, lalu dapat melakukannya (domain psikomotor).


(32)

Pendidikan karakter merupakan dinamika pengembangan kemampuan yang berkesinambungan dalam diri manusia untuk mengadakan internalisasi nilai sehingga menghasilkan disposisi aktif dan stabil dalam diri individu. Dinamika ini membuat pertumbuhan individu menjadi semakin utuh. Unsur-unsur ini menjadi dimensi yang menjiwai proses formasi setiap individu.


(1)

membentuk siswa yang berbudi pekerti luhur. Budi pekerti luhur adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter manusia indonesia yang berbudaya, bermoral serta berakhlak mulia. Sejalan dengan apa yang dicanangkan Pemerintah melalui kementrian Pendidikan Nasional bahwa pendidikan karakter sejak tahun 2010 harus sudah bisa diterapkan di seluruh jenjang pendidikan. Menyikapi program pemerintah tersebut, sekolah sebagai institusi yang bersentuhan langsung dengan siswa berupaya untuk mencari konsep pengembangan pendidikan karakter yang sesuai dengan visi dan misi sekolah. Sekolah Menengah Kejuruan adalah sekolah setingkat SMA dimana usia siswa siswi SMK Negeri 2 Malang berkisar antara 15-18 tahun atau berada pada jenjang masa remaja yang penuh dengan gejolak pencarian identitas dan eksistensi dirinya. Menurut Erikson, masa remaja disebut sebagai masa krisis identitas diri.

Fenomena yang terjadi di SMK Negeri 2 Malang yang peneliti temukan adalah banyaknya masalah remaja yang bersumber dari krisis identitas diri yang terjadi pada siswa. Remaja di SMK Negeri 2 Malang sebagian besar belum mampu menghadapi krisis identitas yang pada umumnya menurut Erikson dialami oleh remaja. Ketidakmampuan menghadapi krisis tersebut berakibat pada timbulnya masalah-masalah dalam diri siswa, baik masalah pribadi maupun sosial. Siswa mengalami kebingungan akan jati dirinya, sehingga banyak remaja yang mencoba menemukan identitas dirinya dengan bergabung dan meleburkan diri dengan kelompoknya. Sebagian remaja di SMKN 2 Malang juga memilih mengisolasi diri dan menolak orang-orang di sekitarnya. Siswa yang tidak mampu menghadapi krisis identitasnya cenderung memiliki perilaku dan sikap yang negatif, seperti membolos, terlambat, tidak mematuhi tata tertib, berbohong, mencuri, pergaulan bebas, merokok dan minuman keras serta narkoba. Karakter yang positif sebaliknya ditunjukkan oleh sebagian kecil siswa yang telah mampu mengatasi krisis identitas dirinya.


(2)

Oleh karena itu melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana kondisi obyektif identitas diri siswa dalam hal ini remaja, karena mereka berada pada masa transisi yang lebih unik dan penuh tekanan, mengapa krisis identitas dialami oleh remaja, serta konsep pendidikan karakter yang seperti apa yang dapat dikembangkan sehingga identitas diri remaja dapat terbentuk, tentunya dengan mempertimbangkan aspek psikologi perkembangan remaja yang unik, baik perkembangan fisik, kognitif, serta sosial-emosional remaja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kondisi obyektif identitas diri dan karakter remaja di SMK Negeri Malang?.

2. Bagaimanakah konsep pendidikan karakter yang dikembangkan di SMK Negeri 2 Malang?.

3. Bagaimanakah temuan konsep yang dapat dijelaskan dalam pengembangan pendidikan karakter yang sesuai bagi remaja dan dapat membentuk identitas diri remaja?.

C. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk menjelaskan dan mengembangkan konsep pendidikan karakter yang sesuai bagi remaja dan dapat membentuk identitas diri remaja.


(3)

a. Untuk menjelaskan kondisi obyektif identitas diri dan karakter remaja di SMK Negeri 2 Malang..

b. Untuk menjelaskan konsep pendidikan karakter yang dikembangkan di SMK Negeri 2 Malang.

c. Menemukan konsep pengembangan pendidikan karakter yang sesuai bagi remaja dan dapat membentuk identitas diri remaja.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik

a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu dan memberikan kontribusi ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan dan perkembangan, terutama yang berhubungan dengan perkembangan identitas diri remaja dan pendidikan karakter.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan dan reverensi bagi penelitian selanjutnya dalam pengembangan konsep dan model pendidikan karakter.

2. Manfaat Praktis a. Bagi sekolah:

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan para remaja sebagai siswa dan guru sebagai pendidik serta konselor, mengenai konsep pengembangan pendidikan karakter yang dapat membentuk identitas diri remaja yang sesuai dengan masa perkembangan remaja, sehingga penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi negara dan bangsa untuk menyiapkan generasi muda yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dan generasi penerus yang memiliki karakter serta kepribadian yang unggul.


(4)

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang pendidikan karakter dan identitas diri remaja, serta menjadi acuan untuk pengembangan pendidikan karakter yang lebih ideal.

E. Penegasan Istilah

Penelitian tentang konsep pengembangan pendidikan karakter sebagai pembentuk identitas diri remaja dalam perspektif psikologi perkembangan Erikson dibatasi dalam penegasan istilah untuk menghindari adanya mispersepsi.

1. Identitas Diri

Identitas dapat diartikan sebagai suatu inti pribadi yang tetap ada, walaupun mengalami perubahan bertahap dengan penambahan umur dan perubahan lingkungan. Identitas merupakani cara hidup tertentu yang sudah dibentuk pada masa-masa sebelumnya dan menentukan peran sosial manakah yang harus dijalankan. Identitas adalah suatu hasil yang diperolehnya pada masa remaja, akan tetapi tetap masih akan mengalami perubahan dan pembaharuan. Identitas dialami sebagai persesuaian peranan sosial yang pada azasnya mengalami perubahan.

Dari beberapa keterangan mengenai identitas dapat disimpulkan bahwa identitas merupakan suatu persatuan yang terbentuk dari azas-azas, cara hidup, pandangan-pandangan yang menentukan cara hidup selanjutnya. Persatuan ini merupakan inti pada seseorang yang menentukan cara meninjau diri sendiri dalam pergaulan dan tinjauannya ke luar dirinya.

2. Krisis Identitas

Menurut Erik Erikson, krisis berarti menunjukkan bahwa dirinya sedang berusaha mencari jati diri. Yang dimaksud dengan krisis (crisis) ialah suatu masalah yang berkaitan dengan tugas perkembangan yang harus dilalui individu, termasuk remaja. Keberhasilan menghadapi krisis akan meningkatkan dan mengembangkan


(5)

kepercayaan dirinya, berarti mampu mewujudkan jati dirinya (self identity) sehingga ia merasa siap untuk menghadapi tugas perkembangan berikutnya dengan baik, dan sebaliknya, individu yang gagal dalam menghadapi suatu krisis cenderung akan memiliki kebingungan identitas (identity confution). Orang yang memiliki kebingungan ini ditandai dengan adanya perasaan tidak mampu, tidak berdaya, penurunan harga diri, tidak percaya diri, akibatnya ia pesimis menghadapi masa depannya.

3. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan sebuah bantuan sosial agar individu itu dapat bertumbuh dalam menghayati kebebasannya saat hidup bersama dengan orang lain dalam dunia. Pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan. Pendidikan karakter oleh Arismantoro (2008) diartikan sebagai the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development. Hal ini berarti, guna mendukung perkembangan karakter peserta didik, seluruh komponen di sekolah harus dilibatkan. Sudrajat (2010) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan salah, namun juga menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga anak menjadi paham (domain kognitif), tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik, lalu dapat melakukannya (domain psikomotor).


(6)

Pendidikan karakter merupakan dinamika pengembangan kemampuan yang berkesinambungan dalam diri manusia untuk mengadakan internalisasi nilai sehingga menghasilkan disposisi aktif dan stabil dalam diri individu. Dinamika ini membuat pertumbuhan individu menjadi semakin utuh. Unsur-unsur ini menjadi dimensi yang menjiwai proses formasi setiap individu.