Efektifitas Umpan Rayap Berbahan Aktif Hexaflumuron 0.5% dengan Medium Serbuk Gergaji Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vries)

EFEKTIFITAS UMPAN RAYAP BERBAHAN AKTIF HEXAFLUMURON 0.5%
DENGAN MEDIUM SERBUK GERGAJI KAYU PINUS
(Pinus merkusii Jungh et de Vries)

MUHAMMAD MAHATHIR

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektifitas Umpan
Rayap Berbahan Aktif Hexaflumuron 0.5% dengan Medium Serbuk Gergaji Kayu
Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vries) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Muhammad Mahathir
NIM E24080092

ABSTRAK
MUHAMMAD MAHATHIR Efektifitas Umpan Rayap Berbahan Aktif
Hexaflumuron 0.5% dengan Medium Serbuk Gergaji Kayu Pinus (Pinus merkusii
Jungh et de Vries). Dibimbing oleh DODI NANDIKA dan ARINANA
Rayap merupakan serangga yang paling banyak menyebabkan kerusakan
pada kayu dan bangunan di Indonesia. Kerusakan yang ditimbulkannya bukan saja
terjadi pada bangunan gedung sederhana, tetapi juga pada bangunan bertingkat
tinggi. Salah satu metode pengendalian rayap yang relatif ramah lingkungan
adalah metode pengumpanan (baiting). Bahan aktif yang paling banyak digunakan
sebagai umpan rayap adalah hexaflumuron (benzoylphenyl urea). Namun
demikian ketermakanan (palatability) senyawa tersebut oleh rayap tanah C.
curvignathus masih perlu ditingkatkan. Suatu penelitian telah dilakukan untuk
mengetahui ketermakanan dan efikasi umpan berbahan aktif hexaflumuron yang
diperkaya dengan serbuk gergaji kayu pinus terhadap rayap tanah C. curvignathus

dengan metode JIS K 1571: 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketermakanan umpan tertinggi terjadi pada formulasi umpan kontrol (100%
serbuk gergaji kayu pinus) yaitu dengan kehilangan berat umpan mencapai
26.21%, sedangkan ketermakanan formulasi umpan terendah terjadi pada
formulasi umpan yang mengandung 2.25 gr hexaflumuron + 0.75 gram serbuk
gergaji kayu pinus yang kehilangan beratnya hanya 7.35%. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa hexaflumuron yang diperkaya dengan serbuk kayu pinus
mampu mengeliminasi koloni rayap setelah tiga minggu pengumpanan.
Kata kunci : Coptotermes curvignathus, hexaflumuron, ketermakanan, mortalitas,
pengumpanan.

ABSTRACT
MUHAMMAD MAHATHIR Effectiveness of Hexaflumuron 0.5% Mixed with
Pine-wood (Pinus merkusii) Sawdust as Termites Bait adviced by DODI
NANDIKA and ARINANA
Termites are known as the most important wood-destroying insects in
Indonesia. The damage not only occurs in low-cost buildings but also in high-rise
buildings. One of common methods that used to control these structural pestis
baiting system. The most commonly active ingredient used as termite bait is
hexaflumuron (benzoylphenyl urea). However, palatability of the compounds by

subterrean termite Captotermes curvignathus (Ispotera: Rhinoternitidae) still
needs to be improved. A laboratory study was conducted to determine the
palatability and efficacy of hexaflumuron bait mixed with pine sawdust on
subterranean termite C. curvignathus according to JIS K 1571: 2004. The results
show that all bait formulations containing hexaflumuron were very effective to
eliminate subterranean termite C. curvignathus (causing 100% mortality). There
was no significant difference palatability of formulations containing
hexaflumuron. However the palatability of bait formulation without hexaflumuron
was higher than the other formulations.
Keywords : Baiting, Coptotermes curvignathus, hexaflumuron, mortality,
palatability.

EFEKTIFITAS UMPAN RAYAP BERBAHAN AKTIF
HEXAFLUMURON 0.5% DENGAN MEDIUM SERBUK GERGAJI
KAYU PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vries)

MUHAMMAD MAHATHIR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Efektifitas Umpan Rayap Berbahan Aktif Hexaflumuron 0.5%
dengan Medium Serbuk Gergaji Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh
et de Vries)
Nama
: Muhammad Mahathir
NIM
: E24080092

Disetujui oleh


Prof Dr Ir Dodi Nandika, MS
Pembimbing I

Arinana, SHut MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
sejak bulan Januari hingga dengan bulan Juni 2014 dengan judul Efiktifitas
Umpan Rayap Berbahan Aktif Hexaflumuron 0.5% dengan Medium Serbuk
Gergaji Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vries). Terima kasih penulis
ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Dodi Nandika, MS dan Ibu Arinana, SHut Msi
yang telah bertindak sebagai pembimbing selama pelaksanaan penelitian dan

penulisan skripsi ini. Disamping itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis
sampaikan kepada Pak Atin dan Pak Anhari di laboratorium. Ungkapan terima
kasih tak lupa penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Fakultas
Kehutanan angkatan 45, mahasiswa Hasil Hutan angkatan 45, rekan-rekan
paguyuban di Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan, dan rekan-rekan mahasiswa
di Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bogor yang telah memberikan dukungan
dan semangat dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Muhammad Mahathir

DAFTAR ISI
ABSTRAK

ii

LEMBAR PENGESAHAN


iv

PRAKATA

v

DAFTAR ISI

vi

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE


2

Waktu dan Tempat

2

Bahan dan Alat

2

Prosedur Penelitian

2

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN


5

Palatabiilitas Umpan

5

Mortalitas Rayap

7

SIMPULAN DAN SARAN

8

Simpulan

8

Saran


8

DAFTAR PUSTAKA

8

LAMPIRAN

10

RIWAYAT HIDUP

12

DAFTAR TABEL
1. Perbandingan berat serbuk hexaflumuron dan serbuk gergaji kayu pinus
3
2. Hasil uji lanjut Duncan kehilangan berat formulasi umpan oleh rayap tanah 10
3. Hasil uji lanjut Duncan mortalitas rayap
11

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.

Serbuk hexaflumuron
Formulasi umpan hexaflumoron yang diperkaya dengan serbuk kayu pinus
Media pengujian
Kasta pekerja (A) dan (B) kasta prajurit rayap tanah C. curvignathus
Formulasi umpan kontrol setelah tiga minggu pemaparan terhadap rayap
tanah C. curvignathus
6. Kehilangan berat masing-masing formulasi umpan setelah tiga minggu
pengumpanan terhadap rayap tanah
7. Mortalitas rayap C. curvignathus setelah pemaparan dengan formulasi
umpan selama tiga minggu pemaparan

2
3
4
4
6
6

DAFTAR LAMPIRAN
1. Konsumsi empat formulasi umpan berbahan aktif hexaflumoron oleh rayap
tanah C. curvignathus setelah tiga minggu pengumpanan
10
2. Uji analisis sidik ragam kehilangan berat termitisida hexaflumuron 0.5%
10
3. Mortalitas rayap tanah (C. Curvignathus) setelah tiga minggu pengumpanan
oleh empat formulasi umpan berbahan aktif hexaflumoron
11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di wilayah tropika, termasuk Indonesia, rayap (Insecta : Isoptera) merupakan
serangga yang paling banyak menyebabkan kerusakan pada kayu dan bangunan
gedung. Di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) misalnya,
frekuensi serangan rayap pada bangunan rumah tinggal mencapai 42.83% (Rudi dan
Nandika 1999). Rahmawati (1996) melaporkan bahwa kerugian ekonomis akibat
serangan serangga tersebut pada bangunan rumah di Indonesia diduga pada tahun
2000 mencapai Rp. 1.46 trilyun.
Nandika dkk (2003) menyatakan bahwa rayap tanah khususnya Coptotermes
curvignathus Holmgren (Isoptera : Rhinotermitidae) merupakan spesies rayap perusak
bangunan yang paling penting di Indonesia. Spesies rayap tersebut bukan saja tinggi
frekuensi serangannya, tetapi juga tinggi intensitas serangannya. Lebih dari pada itu
spesies rayap tersebut juga mampu menyerang bangunan gedung bertingkat tinggi.
Rilatupa (2007) melaporkan bahwa rayap tanah C. curvignathus ditemukan menyerang
dinding dan plafon bangunan di lantai 33 Apartemen Taman Rasuna, Kuningan,
Jakarta. Sementara itu Rahma (2012) melaporkan bahwa sebagian besar kerusakan
yang terjadi pada bangunan sekolah dasar di Kota Bogor adalah retak pada dinding,
disusul oleh lapuk dan keropos akibat serangan rayap. Pada bangunan sekolah dasar di
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, rayap juga merupakan faktor biologis
perusak bangunan yang paling mengganggu (Sulaiman 2005).
Salah satu metode pengendalian rayap yang tergolong mutakhir dan relatif
ramah lingkungan adalah metode pengumpanan (baiting). Bahan aktif yang digunakan
dalam formulasi umpan rayap antara lain hexaflumuron (benzoylphenyl urea). Di
Amerika Serikat formulasi umpan rayap berbahan aktif hexaflumuron telah mendapat
izin (registered) dari EPA (Environment Protection Agency) pada tahun 1994. Bahan
aktif tersebut mempunyai daya racun rendah terhadap mamalia, beraroma tidak
menyengat (tidak berbau), bereaksi secara lambat dan tidak menyebabkan iritasi yang
berat (Su 1994). Namun demikian tingkat ketermakanan hexaflumoron tersebut belum
optimal dan masih perlu ditingkatkan. Sementara itu kayu pinus (Pinus merkusii)
merupakan jenis kayu yang disukai oleh rayap (Nandika, komunikasi pribadi 2013).
Pinus juga merupakan jenis kayu endemik yang pasokannya cukup tersedia. Arinana et
al (2011) mengatakan bahwa serbuk kayu pinus lebih disukai dibanding serpihan
pinus dan pulp, dimana persentase kehilangan beratnya mencapai 65.6 %.
Apabila umpan rayap yang digunakan di Indonesia diimpor dari luar negeri
dalam bentuk formulasi, harganya akan sangat mahal. Sementara itu harga impor
bahan aktif termasuk hexaflumuron pasti lebih murah sehingga lebih kompetitif dalam
penerapannya. Disamping itu pembuatan formulasi umpan di dalam negeri dapat
mendorong pertumbuhan industri dan penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian untuk mendukung pembuatan formulasi umpan berbahan aktif
hexaflumuron di dalam negeri dengan medium (carrier) yang mudah diperoleh dan
disukai oleh spesies rayap endemik Indonesia, termasuk kayu pinus.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas formulasi umpan rayap
berbahan aktif Hexaflumuron dengan medium serbuk gergaji kayu pinus terhadap
rayap tanah C. curvignathus.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi landasan ilmiah untuk
mengembangkan formulasi umpan dengan medium serbuk kayu pinus Pinus merkusii
Jung et de Vries dalam mengeliminasi koloni rayap tanah C. curvignathus.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2014,
bertempat di Laboratorium Rayap, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu serbuk hexaflumuron
berukuran 30 mesh, serbuk kayu pinus berukuran 30 mesh, air destilata, tepung
tapioka, dan rayap tanah C. curvignathus. Adapun alat yang digunakan adalah tabung
akrilik (diameter 8 cm, tinggi 6.1 cm), sendok pengaduk, timbangan elektrik, cetakan
umpan, kasa plastic, tissue dan plastic box.
Prosedur Penelitian
1. Pengadaan hexaflumuron
Hexaflumuron yang digunakan pada penelitian diperoleh dari DowAgroScience
USA, dan yang disalurkan melalui kantor DowAgroScience Jakarta ( Gambar 1).

Gambar 1 Serbuk hexaflumuron

3
2. Pembuatan Formulasi Umpan Berbahan Aktif Hexaflumuron
Untuk membuat formulasi umpan serbuk hexaflumuron dan serbuk kayu pinus
(kadar air 10-12%) masing-masing berukuran 30 mesh dicampur pada empat
perbandingan berat (w/w) yang berbeda (Tabel 1).
Tabel 1 Perbandingan berat serbuk hexaflumuron dan serbuk gergaji kayu pinus
Formulasi umpan
1
2
3
4 (kontrol)

Hexaflumuron
(gr)
3
2.25
0.75
0

Pinus
(gr)
0
0.75
2.25
3

Untuk percampuran tersebut digunakan perekat tapioka (diencerkan dalam air
dengan perbandingan 5 gram tapioka dalam 50 mililiter air) per formulasi umpan.
Campuran tersebut kemudian dicetak menggunakan mesin pencetak pelet sehingga
terbentuk formulasi umpan berbentuk pelet berdiameter 17 milimeter dan tebal 15
milimeter (Gambar 2). Selanjutnya campuran tersebut dioven selama 48 jam dengan
suhu 60 ± 2 ºC kemudian ditimbang.

15 mm

Gambar 2 Formulasi umpan hexaflumoron yang telah diperkaya dengan serbuk
kayu pinus
3. Penyiapan Media Pengujian
Media pengujian adalah tabung akrilik berdiameter 8 cm dengan tinggi 6 cm
yang bagian dasarnya terbuat dari bahan penambal gigi (dental cement) setebal 1 cm.
Di bagian tengah permukaan dental cement tersebut diletakkan kasa plastik (4 mesh)
berukuran 3×3 cm setebal 1 mm sebagai alas umpan. Media pengujian diletakkan
diatas lembaran kertas tissue basah sebagai sumber kelembaban bagi rayap (Gambar
3).

4

Gambar 3 Media pengujian
4. Aplikasi Umpan
Masing-masing formulasi umpan diletakan di atas kasa plastik di dasar media
pengujian. Ke dalam tabung tersebut dimasukkan 165 ekor rayap tanah C. curvignathus
terdiri dari 150 ekor rayap pekerja dan 15 ekor rayap prajurit (Gambar 4). Seluruh
tabung yang telah berisi umpan dan rayap disimpan dalam kamar gelap selama tiga
minggu. Setiap perlakuan mendapat tiga ulangan. Selama pengujian kelembaban kertas
tissue di dasar media pengujian tetap dijaga dengan menambahkan air pada tissue dan
rayap yang mati segera dikeluarkan dari media pengujian. Setelah tiga minggu media
pengujian dibongkar dan dilakukan penghitungan palatabilitas formulasi umpan dan
mortalitas rayap C. curvignathus. Setiap formulasi umpan dicuci dan dioven selama 48
jam dengan suhu 60 ± 2 ºC, kemudian ditimbang beratnya.

(a)
(b)
Gambar 4 Kasta pekerja (a) dan kasta prajurit (b) rayap tanah C. Curvignatus
(perbesaran 10x)

5
5. Pengamatan dan pengumpulan data
a. Palatabilitas formulasi umpan
Kehilangan berat umpan dihitung dengan formula sebagai berikut:
��ℎ��





(%) =

dimana :
W1 = Berat umpan mula-mula (gram)
W2= Berat umpan setelah pengujian (gram)

�1 − �2
� 100%
�1

b. Mortalitas rayap
Mortalitas rayap pada masing-masing media pengujian dihitung dengan
menggunakan formula sebagai berikut :
��

(%) =

150

� 100%

dimana :
N = Jumlah rayap yang mati pada akhir masa pemaparan
150 = Jumlah rayap pekerja pada awal pengujian
Analisis data
Data yang diperoleh (mortalitas rayap dan kehilangan berat umpan) dianalisis
dengan Sidik Ragam (Analysis of Variance) SPSS 16.0 dengan taraf uji 5% dan 1%
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dengan pola rancangan
acak lengkap (RAL).
HASIL DAN PEMBAHASAN
PalatabilitasUmpan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa palatabilitas umpan berbasis hexaflumuron
yang diperkaya dengan serbuk kayu pinus (formulasi 2 dan formulasi 3) oleh rayap C.
curvignathus masing-masing 7.35% dan 7.60%. Sementara itu palatabilitas umpan
berbasis hexaflumuron tanpa campuran serbuk kayu pinus (formulasi 1) adalah
11.33%. Sedangkan palatabilitas umpan kontrol (formulasi 4, tanpa hexaflumuron)
mencapai 26.33% (Gambar 6). Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa
formulasi berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat umpan. Selanjutnya
berdasarkan uji Duncan palatabilitas formulasi yang mengandung hexaflumuron
tidak berbeda nyata (p < 0.05). Namun demikian palatabilitas ketiga formulasi
umpan tersebut berbeda nyata dengan formulasi umpan control (formulasi 4, tanpa
hexaflumuron). Dengan perkataan lain penambahan hexaflumuron kurang disukai
oleh rayap C. curvignathus dibandingkan dengan serbuk kayu pinus. Hal ini dapat
dimengerti mengingat kayu pinus merupakan jenis kayu yang tergolong kelas awet
IV (tidak awet) yang secara alami disukai oleh rayap tanah, khususnya C.
curvignathus. Komposisi elemen kayu pinus terdii dari karbon (50%), hydrogen
(6%), nitrogen (0.04 – 0.10%) dan unsur lain dalam bentuk abu (0.20 – 0.50%).
Komposisi kayu terdiri dari fraksi karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa) yang juga

6
dinamakan holoselulosa dimana senyawa tersebut merupakan makanan utama rayap
(Padlinurjaji 1995).
Walaupun kisaran palatabilitas formulasi umpan yang mengandung
hexaflumuron (formulasi 1, formulasi 2 dan formulasi 3) hanya 7.35%- 11.33%,
namun mortalitas rayap C. curvignathus yang diakibatkannya mencapai 100%.
Dengan perkataan lain ketiga formulasi umpan tersebut keamapuhannya dalam
mengeliminasi rayap C. curvignathus relatif sama.

Gambar 5 Formulasi umpan setelah tiga minggu pengumpanan terhadap rayap
tanah C. curvignathus (perbesaran 10x)
Karl dan Michael (2005) mengungkapkan bahwa keampuhan hexaflumuron
kurang bergantung pada dosis, tapi lebih tergantung pada waktu pengumpanan. Hal ini
berbeda dengan termitisida konvensional seperti organofosfat atau piretroid. Menurut
Diba (1999) seberapapun banyaknya hexaflumuron yang dikonsumsi oleh rayap, efek
racunnya tidak akan muncul sampai rayap mengalami ganti kulit.
30

3 gr hexaflumoron + 0 gr
serbuk kayu pinus

Kehilangan Berat (%)

25

2.25 gr hexaflumoron + 0.75
gr serbuk kayu pinus

20
15

0.75 gr hexaflumoron + 2.25
gr serbuk kayu pinus

10
5

0 gr hexaflumoron + 3 gr
serbuk kayu pinus

0

Formulasi Umpan

Gambar 6 Kehilangan berat masing-masing formulasi umpan setelah tiga minggu
pengumpanan terhadap terhadap rayap C. curvignathus.

7
Mortalitas Rayap
Hasil penelitian menunjukkan mortalitas rayap C. curvignathus yang
mengkonsumsi formulasi umpan yang mengandung hexaflumuron (formulasi 1,
formulasi 2 dan formulasi 3) menyebabkan kematian pada rayap sebesar 100%.
Dipihak lain mortalitas rayap C. curvignathus yang mengkonsumsi formulasi
umpan kontrol (serbuk kayu pinus) hanya 84.22% (Gambar 7).
100

3 gr hexaflumoron + 0 gr
serbuk kayu pinus
Mortalitas ( % )

75

2.25 gr hexaflumoron +
0.75 gr serbuk kayu pinus
50

0.75 gr hexaflumoron +
2.25 gr serbuk kayu pinus

25

0

0 gr hexaflumoron + 3 gr
serbuk kayu pinus
Formulasi Umpan

Gambar 7 Mortalitas rayap tanah C. curvignathus setelah tiga minggu
pemaparan terhadap formulasi umpan
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa formulasi umpan
berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap tanah C. curvignathus. Selanjutnya
berdasarkan uji Duncan diketahui bahwa mortalitas rayap tanah C. curvignathus
akibat pemaparan formulasi umpan yang mengandung hexaflumuron tidak
berbeda nyata (p