Sifat Kelistrikan Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vr.) dan Kayu Puspa (Schima wallichii Korth.)

1

SIFAT KELISTRIKAN
KAYU PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vr.)
DAN KAYU PUSPA (Schima wallichii Korth.)

INDRA SAPUTRA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

2

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Sifat Kelistrikan
Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vr.) dan Kayu Puspa (Schima wallichii

Korth.)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014
Indra Saputra
NIM E24090072

4

ABSTRAK
INDRA SAPUTRA. Sifat Kelistrikan Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh et de
Vr.) dan Kayu Puspa (Schima wallichii Korth.). Dibimbing oleh IMAM
WAHYUDI dan IRZAMAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat kelistrikan kayu pinus (P.
merkusii) yang mewakili kayu daun jarum dan kayu puspa (S. wallichii) yang

mewakili kayu daun lebar pada selang frekuensi 103 hingga 106 Hz. Sifat
kelistrikan yang diteliti terdiri dari impedansi, konduktansi, konduktivitas,
kapasitansi, konstanta dielektrik, induktansi dan resistansi. Sampel uji yang
digunakan berasal dari bagian pangkal, tengah dan ujung batang; sedangkan arah
pengujian dilakukan pada bidang lintang (arah longitudinal), radial dan tangensial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada frekuensi 103-106 Hz, sifat-sifat
kelistrikan yang diteliti dipengaruhi oleh jenis kayu, lokasi sampel uji dalam
batang dan bidang (arah) pengujian. Pengaruh jenis kayu lebih dominan
dibandingkan dengan pengaruh lokasi sampel mau pun bidang pengujian.
Semakin tinggi nilai impedansi, resistansi dan/atau induktansinya, maka nilai
konduktansi, konduktivitas, kapasitansi, dan konstanta dielektriknya akan semakin
kecil; dan begitu pula sebaliknya. Secara umum dapat dikatakan bahwa kayu
puspa lebih mudah dialiri oleh aliran listrik dibandingkan kayu pinus. Pada
frekuensi 106 Hz, kayu pinus dan puspa dapat dikatakan lebih bersifat
semikonduktor.
Kata kunci: pinus, Pinus merkusii, puspa, Schima wallichii, sifat kelistrikan
ABSTRACT
INDRA SAPUTRA. Electrical properties of Pine (Pinus merkusii Jungh et de Vr.)
and Puspa (Schima wallichii Korth.) Wood. Supervised by IMAM WAHYUDI
and IRZAMAN.

Electrical properties of wood such as impedance, conductance, conductivy,
capasitance, dielectric constant, inductance and resistance of pine (P. merkusii)
and puspa (S. wallichii) at the frequency of 103 to 106 Hz have been studied.
Wood samples were from basal, middle and top portions of a single stem of each
species, while all measurement was conducted on longitudinal, radial and
tangential directions. Results showed that at the frequency of 103 to 106 Hz,
electrical properties were significantly influenced by wood species, sample
location and direction of measurement. Effect of species was more significant.
The higher of impedance, resistance and/or inductance resulted in the smaller of
conductance, conductivity, capacitance and dielectric constant. In general, puspa
wood is more conductive to electricity than pine wood. Both pine and puspa
woods are considered as a semiconductor material at the frequency of 106 Hz.
Keywords: pine, Pinus merkusii, puspa, Schima wallichii, electrical properties

5

SIFAT KELISTRIKAN
KAYU PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vr.)
DAN KAYU PUSPA (Schima wallichii Korth.)


INDRA SAPUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

6

7

Judul Skripsi

: Sifat Kelistrikan Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh et de

Vr.) dan Kayu Puspa (Schima wallichii Korth.)

Nama Mahasiswa

: Indra Saputra

NRP

: E24090072

Disetujui oleh:

(Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS)
Pembimbing I

(Dr Ir Irzaman, MSi)
Pembimbing II

Diketahui oleh:


Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

8

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya, serta tak lupa shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan
pengikutnya hingga akhir zaman. Penelitian yang berjudul “Sifat Kelistrikan Kayu
Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vr.) dan Kayu Puspa (Schima wallichii
Korth.)” ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini difokuskan kepada salah satu sifat fisis kayu yaitu
sifat yang terkait dengan kelistrikannya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar Bapak Gaffar
Saleh dan Ibu Siti Nurjanah yang telah memberikan semangat, Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. dan

Bapak Dr. Ir. Irzaman, MSi. atas bantuan dan bimbingan dalam mengerjakan
skripsi ini. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada teman-teman Fahutan
46 khususnya THH 46, THH 43, THH 44, THH 45, sahabat dan semua pihak
yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi seluruh pihak.

Bogor, November 2014

Indra Saputra

9

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1

TINJAUAN PUSTAKA
Kayu Pinus
Kayu Puspa
Tahanan Listrik
Sifat Dielektrik

2
2

2
2
3

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan Data

4
4
4
4
4
6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air

Kerapatan
Berat Jenis (BJ)
Impedansi
Konduktansi dan Konduktivitas
Kapasitansi dan Konstanta Dielektrik
Induktansi
Resistansi

6
6
7
7
8
9
13
15
17

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran

20
20
20

DAFTAR PUSTAKA

20

RIWAYAT HIDUP

28

10

DAFTAR TABEL
1. Nilai konstanta dielektrik pada beberapa media

4

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hubungan antara kadar air dan logaritma ketahanan listrik
Pembagian batang dan pengambilan contoh uji
Hasil rata-rata KA kayu pinus dan puspa
Hasil rata-rata BJ kayu pinus dan puspa
Hasil rata-rata kerapatan kayu pinus dan puspa
Pengaruh jenis kayu terhadap nilai impedansi pada masing-masing
frekuensi
7. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai impedansi (Ω) pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Pinus
8. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai impedansi (Ω) pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Puspa
9. Pengaruh jenis kayu terhadap nilai konduktansi pada masing-masing
frekuensi
10. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai konduktansi (S) pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Pinus
11. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai konduktansi (S) pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Puspa
12. Pengaruh jenis kayu terhadap nilai konduktivitas listrik pada masingmasing frekuensi
13. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai konduktivitas (S cm-1) pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Pinus
14. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai konduktivitas (S cm-1) pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Puspa
15. Hubungan antara konduktivitas listrik terhadap resivitas suatu bahan
16. Pengaruh jenis kayu terhadap nilai kapasitansi pada masing-masing
frekuensi
17. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai kapasitansi (F) pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Pinus
18. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai kapasitansi (F) pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Puspa
19. Pengaruh jenis kayu terhadap nilai konstanta dielektrik pada masingmasing frekuensi
20. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai konstanta dielektrik pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Pinus
21. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai konstanta dielektrik pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Puspa
22. Pengaruh jenis kayu terhadap nilai induktansi pada masing-masing
frekuensi

3
5
6
7
7
8
9
9
10
10
11
11
12
12
12
13
14
14
15
15
15
16

11

23. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai induktansi (H) pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Pinus
24. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai induktansi (H) pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Puspa
25. Pengaruh jenis kayu terhadap nilai induktansi pada masing-masing
frekuensi
26. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai resistansi (Ω) pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Pinus
27. Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai resistansi (Ω) pada frekuensi 103-106 Hz. pada kayu Puspa

16
17
18
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Hasil Sifat Fisis
2. Data Hasil Sifat Kelistrikan

23
23

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu merupakan salah satu hasil hutan utama karena banyak digunakan
sebagai bahan baku untuk berbagai produk yang dibutuhkan. Pada umumnya kayu
yang selama ini digunakan berasal dari berbagai jenis dengan berbagai macam
sifat. Keragaman sifat kayu bahkan juga dapat dijumpai dalam satu batang pohon
yang sama. Oleh karena itu sebelum digunakan baik untuk bahan baku bangunan,
panel-panel maupun untuk mebel dan furnitur, seyogyanya sifat-sifat kayu
tersebut sudah diketahui terlebih dahulu.
Brown et al. (1952); Panshin dan de Zeeuw (1980) mengemukakan bahwa
kayu bersifat higroskopis yang menyebabkan kayu dapat menyerap (adsoprsi) dan
melepaskan (desoprsi) air untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungannya. Kemampuan adsorpsi dan desorpsi kayu berakibat pada
ketidakstabilan dimensi kayu karena selalu dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban
udara di sekitarnya. Menurut Tsoumis (1991); Bowyer et al. (2003), besarnya KA
kayu yang baru ditebang bervariasi antara 30-300% bergantung pada jenis pohon,
letak kayu dalam batang (arah vertikal dan horizontal) serta musim (salju, semi,
panas dan gugur). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kandungan air dalam kayu yang
diletakkan di udara terbuka akan dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara
sekitarnya.
Terkait dengan sifat kayu terhadap arus listrik (sifat kelistrikan kayu),
terdapat dua sifat penting yang harus diperhatikan, yaitu tahanan listrik dan
dielektriknya (Tsoumis 1991). Tahanan listrik merupakan sifat yang
menggambarkan kemampuan kayu untuk menghantarkan listrik, sedangkan
dielektrik kayu merupakan kemudahan kayu untuk dilewati aliran listrik terutama
jika berada dalam medan listrik. Menurut Irzaman et al. (2011), pada tingkat
frekuensi tertentu beberapa jenis kayu tidak lagi bersifat isolator namun berubah
menjadi semikonduktor. Perubahan tersebut mengakibatkan kayu dapat
menyimpan muatan listrik. Hal ini akan memperluas penggunaan kayu karena
tidak lagi sebatas sebagai bahan baku konstruksi ataupun perabotan akan tetapi
dapat juga digunakan untuk memproduksi chip yang dapat menyimpan muatan
listrik. Pembuatan chip dari kayu akan meningkatkan efisiensi penggunaan kayu
dimana kayu-kayu yang berukuran kecil yang selama ini dibuang dapat
dimanfaatkan. Mengingat penelitian sifat kelistrikan kayu-kayu Indonesia masih
sangat terbatas, maka penelitian ini dilakukan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mempelajari sifat kelistrikan kayu
pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vr.) yang mewakili kayu daun jarum dan puspa
(Schima wallichii Korth.) yang mewakili kayu daun lebar.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vr.)
Pinus (P. Merkusii) merupakan salah satu anggota famili Pinaceae.
Kayunya banyak digunakan oleh industri perkayuan ataupun oleh masyarakat
sebagai bahan baku untuk pulp dan kertas atau pun untuk beraneka macam
furnitur indoor dan produk lainnya. Warna kayu bagian terasnya coklat hingga
kuning muda dengan batas antara kayu akhir dan kayu awal yang kurang tegas.
Kayu yang mengandung damar berwarna coklat atau coklat tua. Kayu pinus
secara umum tergolong Kelas Awet IV (kurang awet), dengan daya tahan
terhadap rayap kayu kering termasuk Kelas V (tidak tahan). Berat jenis (BJ) kayu
antara 0.40-0.75 atau masuk dalam Kelas Kuat III (Martawijaya et al. 2005).
Puspa (Schima wallichii Korth.)
Puspa (S. Wallichii) merupakan salah satu anggota famili Theaceae.
Kayunya cocok untuk tiang dan balok bangunan perumahan dan jembatan, tetapi
kurang baik untuk dijadikan papan karena mudah berubah bentuk. Kayu puspa
juga dapat dipakai sebagai bahan baku pembuatan lantai, mebel, perkapalan dan
bantalan rel kereta api. Warna bagian terasnya coklat kemerahan atau coklat
kelabu, sedangkan bagian gubalnya meski lebih muda namun sulit dibedakan dari
bagian terasnya. Kayu puspa secara umum masuk Kelas Awet III. Daya tahannya
terhadap rayap kayu kering termasuk Kelas II, sedangkan terhadap jamur pelapuk
termasuk Kelas III-IV. BJ kayu antara 0.45-0.92 atau masuk dalam Kelas Kuat II
(Martawijaya et al. 2005).
Sifat-Sifat Kayu terhadap Listrik
Sifat listrik yang paling penting pada kayu atau material lain yang bukan
konduktor adalah konduktivitas, konstanta dielektrik dan faktor kekuatan
dielektrik. Konduktivitas listrik akan menentukan aliran listrik yang dapat
mengalir dalam kayu ketika kayu ditempatkan di bawah medan listrik.
Konduktivitas listrik adalah kebalikan dari tahanan listrik. Konstanta dielektrik
menentukan jumlah energi listrik potensial yang dapat diinduksi atau disimpan
ketika material itu ditempatkan pada medan listrik, sedangkan faktor kekuatan
akan menentukan fraksi yang mampu menyimpan energi listrik. Energi tersebut
akan dilepaskan sebagai panas ketika material mengalami polarisasi dan siklus
depolarisasi lengkap. Sebagai contoh penerapan sifat kelistrikan kayu pada
industri pengolahan kayu adalah saat mengeringkan kayu, penggunaan kempa
panas saat merekat kayu dan juga terkait dengan penggunaan peralatan kerja.
Moisture meter digital juga dibuat dengan mempertimbangkan hubungan antara
sifat tahanan listrik dan kadar air kayu (Tipler 2001).
Tahanan listrik
Tahanan listrik merupakan kemampuan suatu bahan untuk menahan
jalannya arus listrik. Satuannya adalah ohm (Ω). Tahanan listrik berbanding
terbalik dengan konduktivitas listrik. Tahanan listrik spesifik atau resistivitas

3

merupakan tahanan listrik suatu konduktor menurut luas area melintang atau
satuan panjangnya yang dinyatakan dalam satuan Ω-meter atau Ω-centimeter
(Tsoumis 1991).
Nilai tahanan listrik spesifik berbeda untuk setiap bahan, dan digunakan
dalam membedakan kemampuan suatu bahan untuk menghantar listrik. Nilai
tahanan listrik spesifik yang besar menunjukkan bahwa material merupakan
konduktor yang buruk. Sebaliknya, konduktivitas listrik spesifik menggambarkan
seberapa baik suatu bahan dapat menghantarkan listrik. Kedua nilai tersebut
memiliki nilai yang berbanding terbalik.
Menurut Tsoumis (1991), ketahanan listrik kayu dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu:
1. Jenis kayu, khususnya kandungan ion logam, mineral (abu) dan zat ekstraktif
yang ada di dinding sel.
2. Struktur kayu. Dibandingkan bidang axialnya, tahanan listrik bidang
transversal mencapai 2-8 kali pada softwood dan 2.5-8 kali pada hardwood.
3. Kerapatan kayu
4. Temperatur
5. Kadar air. Tahanan listrik pada kayu yang ber KA 0-30% akan berkurang
sampai dengan lebih dari sejuta kali. Pada KA kayu 30% hingga kadar air
maksimal, tahanan listrik berkurang hanya 50 kali (Gambar 1).

Gambar 1 Hubungan antara KA dan nilai logaritma ketahanan listrik.
Sifat dielektrik pada kayu
Dielektrik kayu menandakan sifat konduktor buruk bagi aliran listrik,
terutama jika berada dalam medan listrik. Kayu bersifat dielektrik apabila dalam
keadaan kering tanur atau mengandung sedikit air. Sifat dielektrik suatu bahan
meliputi konstanta dielektrik dan faktor kekuatan. Sifat-sifat tersebut sangat
penting misalnya dalam proses perekatan kayu serta pada pembuatan alat
pengukur nilai kadar air (moisture meter).
Konstanta dielektrik yang disebut juga permeabilitas listrik merupakan
ukuran insulasi suatu bahan dalam hubungannya dengan lintasan arus listrik
berfrekuensi tinggi (Tsoumis 1991). Konstanta dielektrik dipengaruhi oleh
kerapatan dan KA kayu serta temperatur. Semakin tinggi kerapatan kayu maka
semakin besar nilai konstanta dielektriknya. Konstanta dielektrik kayu juga akan
meningkat seiring dengan peningkatan KA kayu dan temperatur. Konstanta
dielektrik dari beberapa bahan ditunjukkan pada Tabel 1.

4

Tabel 1. Nilai konstanta dielektrik beberapa media
Media
Ruang hampa
Cairan atau zat padat lain
Air
Kayu kering

Konstanta Dielektrik
1
>1
81
2-3

Sumber: Tipler (2001)

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dimulai dari bulan November 2013 hingga Juni 2014.
Pelaksanakannya di dua laboratorium, yaitu Laboratorium Sifat Dasar Kayu,
Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB dan Laboratorium Fisika, Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah kayu pinus dan kayu puspa yang
berasal dari tegakan hutan tanaman di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).
Masing-masing jenis kayu diwakili oleh sebatang pohon sehat yang berumur
sekitar 37 tahun (tahun tanam 1976).
Peralatan yang digunakan terdiri dari alat tulis, cutter, timbangan elektrik,
oven, desikator, caliper, 3532-50 LCR HiTESTER (Hioki), plat, dan kamera
digital.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksaan penelitian terdiri dari empat tahap yang meliputi pembagian
batang, persiapan dan pembuatan contoh uji, pengujian sifat fisis dan pengujian
sifat kelistrikan kayu. Pengujian sifat fisis kayu yang terdiri dari kadar air (KA),
kerapatan (ρ) dan berat jenis (BJ) kayu dilakukan untuk mengetahui variasi sifat
fisis yang ada. Sifat kelistrikan yang diteliti terdiri dari impedansi, konduktansi,
konduktivitas listrik, kapasitansi, konstanta dielektrik, induktansi dan resistensi.
Pembagian batang
Setiap pohon dibagi menjadi tiga bagian untuk mendapatkan sampel yang
mewakili bagian pangkal (ketinggian 1.3 m), tengah (setengah tinggi batang bebas
cabang) dan ujung batang. Dari masing-masing bagian batang diambil satu disk
setebal 15 cm (Gambar 2).
Persiapan dan pembuatan contoh uji
Dari masing-masing disk berketebalan 15 cm diambil tiga unit sampel
yang mewakili bagian dekat empulur (a), sebelah dalam (b) dan yang dekat kulit
(c). Khusus untuk pengujian sifat kelistrikan kayu, kayu dari bagian empulur

5

digunakan untuk pengujian pada bidang lintangnya (arah longitudinal), bagian
dalam untuk bidang radial, dan bagian yang dekat kulit untuk bidang tangensial.

U
15 cm

T
a

b

c

½H
P
1.30 m

Gambar 2 Pembagian batang. P = pangkal, T = tengah, U = ujung batang; H =
tinggi bebas cabang, a = dekat empulur, b = sebelah dalam, dan c =
dekat kulit.
Pengujian sifat fisis kayu
Pengukuran sifat fisis yang terdiri dari KA kayu kondisi segar (fresh cut)
serta ρ dan BJ kayu dilakukan mengikuti prosedur standar ASTM D 5142 – 02.
Pengujian dilakukan dengan metode gravimetri. Nilai-nilai KA, ρ, dan BJ kayu
dihitung dengan persamaan:
( BA  BKT )
KA (%) =
x100
BKT
ρ (g/cm3) =

BJ

=

BA
VA

( BKT / VA)
air

Keterangan:
BA
= Berat contoh uji kondisi segar (g)
BKT = Berat contoh uji kering tanur (g)
VA
= Volume contoh uji kondisi segar (cm3)

6

Pengujian sifat kelistrikan kayu
Pengujian sifat kelistrikan kayu dilakukan di dalam ruangan dengan suhu
26-27oC. Besar frekuensi yang ditetapkan adalah 103, 104, 105 dan 106 Hz.
Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: contoh uji berukuran (1.9 x 1 x
0.5) cm3 dikeringkan dalam oven bersuhu (103±2)oC hingga konstan. Contoh uji
lalu dipasangkan pada plat penghubung berukuran (2 x 1 x 0.5) cm3 sebagaimana
Irzaman et al. (2011). Plat kemudian disambungkan dengan kabel lalu
dihubungkan dengan 3532-50 LCR HiTESTER (Hioki). Data pengukuran
langsung terbaca pada monitor.
Pengolahan Data
Data yang dihasilkan kemudian dihitung nilai rata-rata lalu diuji-bedakan
menggunakan sebaran t-student pada selang kepercayaan 95% dan uji lanjut
Duncan Multiple Range Test untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis, lokasi
contoh uji dalam batang dan bidang pengujian terhadap sifat-sifat yang diteliti.
Pengolahan data dilakukan dengan Microsoft Excel 2010.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Rata-rata nilai KA kedua jenis kayu kondisi segar yang diteliti bervariasi
mulai 58.41%-123.20% (Gambar 3). Rata-rata KA kayu pinus (86.69%)
sebanding dengan rata-rata KA kayu puspa (82.25%). Pada pinus dan puspa, KA
kayu tertinggi terdapat pada bagian ujung batang, sedangkan KA terendahnya
terdapat pada bagian pangkal. Hal ini sejalan dengan Bowyer et al. (2003) yang
menyatakan bahwa KA di bagian ujung batang selalu lebih tinggi dari bagian
tengah dan pangkal batang karena didominasi oleh sel-sel yang masih hidup. Hasil
analisis sidik ragamnya memperlihatkan bahwa KA tidak dipengaruhi oleh jenis
kayu, tetapi dipengaruhi oleh lokasi sampel uji dalam batang.

Gambar 3 Rata-rata KA kayu pinus dan puspa

7

Kerapatan (ρ)

Rata-rata nilai kerapatan kedua jenis kayu yang diteliti bervariasi mulai
0.74-1.07 g cm-3 (Gambar 4). Rata-rata kerapatan kayu pinus (0.84 g cm-3) lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata kerapatan kayu puspa (1.03 g cm-3). Hal ini
sejalan dengan Martawijaya et al. (2005) yang menyatakan bahwa kerapatan kayu
puspa lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan kayu pinus. Hal ini diperkuat
oleh hasil analisis sidik ragamnya dimana kerapatan kayu dipengaruhi oleh jenis
kayu dan bukan oleh perbedaan lokasi sampel uji dalam batang.

Gambar 4 Rata-rata kerapatan kayu pinus dan puspa.
Berat Jenis
Rata-rata nilai BJ kayu kedua jenis kayu yang diteliti disajikan pada
Gambar 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BJ kayu pinus berkisar antara
0.43-0.47 dengan rataan sebesar 0.46, sedangkan BJ kayu puspa berkisar antara
0.52-0.61 dengan rataan sebesar 0.57. Nilai BJ kayu yang diperoleh masuk dalam
selang sebagaimana Martawijaya et al. (2005) dimana BJ kayu pinus berkisar
0.40-0.75, sedangkan BJ kayu puspa sebesar 0.45-0.92.

Gambar 5 Rata-rata BJ kayu pinus dan puspa.

8

Sama halnya dengan kerapatan kayu, hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa BJ kayu dipengaruhi oleh jenis kayu, tetapi tidak
dipengaruhi oleh lokasi kayu dalam batang.
Impedansi
Impedansi merupakan hambatan total pada rangkaian arus bolak-balik,
atau tingkat resistansi suatu benda terhadap arus listrik bolak-balik. Jika nilai
impedansinya besar maka benda dikatakan bersifat isolator; sebaliknya jika
impedansinya kecil maka benda tersebut bersifat konduktor. Impedansi
dipengaruhi oleh besarnya frekuensi, resistansi dan kapasitansi (Tipler 2001).
Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa pada frekuensi 103-104 Hz
impedansi kayu pinus lebih tinggi dibandingkan impedansi kayu puspa. Pada
frekuensi yang lebih tinggi (105 dan 106 Hz), kedua jenis kayu memiliki
impedansi yang relatif sama (Gambar 6). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pada frekuensi 103-104 Hz, kayu pinus lebih bersifat isolator dibandingkan
kayu puspa. Perbedaan ini berhubungan dengan perbedaan nilai BJ kayu. Semakin
tinggi BJ kayu, maka nilai impedansinya akan semakin rendah. Hal ini didukung
oleh hasil analisis sidik ragamnya yang menunjukkan bahwa interaksi ketiga
variabel yang diteliti (jenis kayu, lokasi sampel uji dalam batang dan bidang
pengujian) berpengaruh nyata terhadap nilai impedansi. Secara umum dapat
dikatakan bahwa nilai impedansi akan semakin besar dengan semakin rendahnya
frekuensi.

Gambar 6 Pengaruh jenis kayu terhadap nilai impedansi pada masing-masing
frekuensi.
Pengaruh bagian batang dan pengaruh bidang pengujian terhadap nilai
impedansi untuk masing-masing jenis kayu pada seluruh frekuensi disajikan pada
Gambar 7 dan 8. Dari kedua gambar tersebut diketahui bahwa untuk kayu pinus
bagian batang tidak berpengaruh terhadap nilai impedansi pada frekuensi 105-106
Hz, namun pada frekuensi 103-104 Hz nilai impedansi bagian tengah batang lebih
rendah dibandingkan nilai impedansi bagian pangkal dan ujung batang. Pengaruh
bidang pengujian tidak nyata. Untuk kayu puspa pengaruh bagian batang dan
bidang pengujian bervariasi menurut frekuensi. Pada frekuensi 106 Hz tidak ada

9

pengaruh kedua perlakuan, namun pada frekuensi 104-105 Hz nilai impedansi
bagian tengah dan pangkal lebih rendah dibandingkan dengan bagian ujung;
begitu pula nilai impedansi bidang radial dan lintang dibandingkan dengan bagian
tangensialnya. Pada frekuensi 103 Hz nilai impedansi bagian pangkal lebih rendah
dibandingkan dengan yang di bagian ujung dan bagian tengah batang; begitu pula
nilai impedansi bidang radial dan lintang dibandingkan dengan bagian
tangensialnya.

Gambar 7 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai impedansi (Ω) pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Pinus.

Gambar 8 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai impedansi (Ω) pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Puspa.
Konduktansi dan Konduktivitas Listrik
Konduktansi merupakan kemudahan suatu bahan untuk dilalui listrik,
sedangkan konduktivitas listrik menunjukkan jumlah aliran listrik yang dapat
mengalir dalam kayu ketika kayu ditempatkan di bawah medan listrik. Menurut
Tipler (2001), konduktansi listrik bergantung pada kerapatan bahan, kuat medan
listrik yang diberikan dan temperatur dari bahan dielektrik tersebut.
Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa pada frekuensi 103-106 Hz
konduktansi kayu puspa secara umum lebih tinggi dibandingkan nilai konduktansi

10

kayu pinus, kecuali pada frekuensi 105 Hz (Gambar 9). Hal ini menunjukkan
bahwa kayu puspa lebih mudah untuk dialiri arus listrik. Perbedaan ini
berhubungan dengan perbedaan nilai BJ kayu. Semakin tinggi BJ kayu, maka nilai
konduktansinya akan semakin tinggi. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis
sidik ragamnya yang menunjukkan bahwa interaksi ketiga variabel yang
ditetapkan berpengaruh nyata terhadap nilai konduktansi. Secara umum semakin
tinggi frekuensi maka nilai konduktansi akan semakin besar pula.

Gambar 9 Pengaruh jenis kayu terhadap nilai konduktansi pada masing-masing
frekuensi.
Pengaruh bagian batang dan bidang pengujian terhadap nilai konduktansi
untuk masing-masing jenis kayu pada seluruh frekuensi disajikan pada Gambar 10
dan 11. Dari kedua gambar tersebut diketahui bahwa untuk kayu pinus bagian
batang dan bidang pengujian tidak berpengaruh terhadap nilai konduktansi pada
frekuensi 103 dan 105 Hz, namun berpengaruh pada frekuensi 104 dan 106 Hz
dimana nilai konduktansi bagian pangkal batang lebih rendah dibandingkan
bagian tengah dan ujung batang; begitu pula dengan nilai konduktansi bidang
lintang dibandingkan dengan bidang radial dan tangensialnya.

Gambar 10 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai konduktansi (S) pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Pinus.

11

Untuk kayu puspa pengaruh bagian batang dan bidang pengujian
bervariasi. Pada frekuensi 103 dan 105 Hz nilai konduktansi tidak dipengaruhi
oleh bagian batang, namun pada frekuensi 104 Hz nilai konduktansi bagian
pangkal lebih rendah dibandingkan dengan bagian tengah dan ujung; sedangkan
pada frekuensi 106 Hz nilai konduktansi bagian pangkal lebih tinggi kemudian
diikuti yang di bagian tengah dan yang paling rendah terdapat di bagian ujung
batang. Pengaruh bidang pengujian nyata pada frekuensi 103-105 Hz, sedangkan
pada frekuensi 106 Hz, nilai konduktansi tidak dipengaruhi oleh bidang pengujian.

Gambar 11 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai konduktansi (S) pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Puspa.
Hasil pengukuran konduktivitas juga memperlihatkan kecenderungan yang
sama (Gambar 12-14). Hal ini selain berhubungan dengan perbedaan nilai BJ
kayu, juga disebabkan karena nilai konduktivitas merupakan turunan dari nilai
konduktansi. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi frekuensi maka
nilai konduktivitas (dan juga konduktansi) akan semakin bertambah akibat
meningkatnya laju pergerakan muatan dan ion-ion dalam kayu.

Gambar 12 Pengaruh jenis kayu terhadap nilai konduktivitas pada masing-masing
frekuensi.

12

Gambar 13 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai konduktivitas pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Pinus.

Gambar 14 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai konduktivitas pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Puspa.
Menurut Sze (1981), suatu material dikatakan bersifat semikonduktor
apabila nilai konduktivitasnya antara 10-8-103 S cm-1 (Gambar 15). Dengan nilai
konduktivitas sebesar 2.08x10-7 S cm-1 (pinus) dan 3.22x10-7 S cm-1 (puspa),
maka dapat dikatakan bahwa kedua jenis kayu yang diteliti bersifat
semikonduktor pada frekuensi ke 106 Hz.

Gambar 15 Hubungan antara konduktivitas terhadap resivitas suatu bahan

13

Kapasitansi dan Konstata Dielektrik
Kapasitansi merupakan suatu ukuran kapasitas penyimpanan muatan
berdasarkan perbedaan potensial tertentu. Satuan dari kapasitansi adalah Coulomb
per volt, yang sering disebut juga sebagai farad (F). Nilai kapasitansi tidak
bergantung pada muatan atau tegangan, melainkan dipengaruhi oleh faktor
geometri dan sifat bahan dielektriknya. Konstanta dielektrik merupakan turunan
dari kapasitansi, yaitu nilai kapasitansi dibandingkan dengan tetapan pada ruang
hampa (Tipler 2001). Menurut Tsoumis (1991), konstanta dielektrik disebut juga
permeabilitas listrik yaitu ukuran insulasi suatu bahan dalam hubungannya dengan
lintasan arus listrik berfrekuensi tinggi.
Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa pada frekuensi 103-104 Hz
kapasitansi kayu puspa lebih tinggi dibandingkan kapasitansi kayu pinus (lebih
bersifat konduktor); namun pada frekuensi yang lebih tinggi (105 dan 106 Hz),
kedua jenis kayu memiliki nilai yang relatif sama (Gambar 16). Hal ini didukung
oleh hasil analisis sidik ragamnya yang menunjukkan bahwa interaksi ketiga
variabel yang ditetapkan berpengaruh nyata terhadap nilai kapasitansi. Perbedaan
ini juga berhubungan dengan perbedaan nilai kerapatan kayu. Semakin tinggi
kerapatan kayu, maka kapasitansinya akan semakin tinggi. Secara umum, nilai
kapasitansi akan menurun seiring dengan penambahan frekuensi. Hal ini sesuai
dengan penelitian Irzaman et al. (2011).

Gambar 16 Pengaruh jenis kayu terhadap nilai kapasitansi pada masing-masing
frekuensi.
Pengaruh bagian batang dan pengaruh bidang pengujian terhadap nilai
kapasitansi pada kedua jenis kayu yang diteliti berfluktuasi untuk seluruh
frekuensi (Gambar 17 dan 18). Pada kayu pinus bagian ujung batang memiliki
nilai kapasitansi yang lebih tinggi dibandingkan bagian tengah dan pangkal batang
untuk frekuensi 103 dan 104 Hz, akan tetapi pada 105-106 Hz menunjukkan hasil
yang bertolak belakang dimana kapasitansi bagian pangkal lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian tengah dan ujung batang. Pada kayu puspa bagian
pangkal batang memiliki nilai kapasitansi yang lebih tinggi dibandingkan bagian
tengah dan ujung batang untuk frekuensi 103 Hz. Pada frekuensi 104 Hz, bagian
ujung batang memiliki nilai kapasitansi yang lebih tinggi dibandingkan bagian
tengah dan pangkal batang. Pada frekuensi 105-106 Hz, tidak terdapat pengaruh
bagian batang terhadap nilai kapasitansi pada kayu puspa.

14

Gambar 17 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai kapasitansi (F) pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Pinus.

Gambar 18 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai kapasitansi (F) pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Puspa.
Untuk kayu pinus, bidang lintang memiliki nilai kapasitansi yang lebih
tinggi dibandingkan bidang tangensial dan radial pada frekuensi 103 Hz,
sedangkan pada frekuensi 104-106 Hz bidang tangensial yang lebih tinggi. Untuk
kayu puspa, bidang radial memiliki nilai kapasitansi yang lebih tinggi
dibandingkan bidang lintang dan tangensial pada frekuensi 103 Hz, sedangkan
pada frekuensi 104 Hz bidang radialnya yang lebih tinggi. Untuk frekuensi 105-106
Hz tidak tampak pengaruh perbedaan bidang pengujian terhadap nilai kapasitansi.
Dari Gambar 16-18 diketahui bahwa terdapat penyimpangan nilai
kapasitansi terutama pada frekuensi 104 Hz dimana nilai kapasitansi pada
frekuensi 104 Hz tersebut meningkat secara drastis. Menurut Irzaman et al.
(2011), nilai kapasitansi akan berkurang seiring dengan meningkatnya frekuensi.
Penyimpangan ini perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui faktor penyebabnya.
Gambar 19-21 menyajikan hasil pengukuran nilai konstanta dielektrik
kedua jenis kayu yang diteliti. Hasil yang diperoleh sama dengan hasil pengujian
nilai kapasitansinya. Hal ini disebabkan karena konstanta dielektrik merupakan
turunan dari nilai kapasitansinya.

15

Gambar 19 Pengaruh jenis kayu terhadap nilai konstanta dielektrik pada masingmasing frekuensi.

Gambar 20 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai konstanta dielektrik pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Pinus.

Gambar 21 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai konstanta dielektrik pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu
Puspa.
Induktansi
Induktansi adalah sifat dari rangkaian elektronika yang menyebabkan
timbulnya potensial listrik secara proporsional terhadap arus yang mengalir pada
rangkaian tersebut. Sifat ini disebut juga sebagai induktansi sendiri. Apabila listrik

16

potensial dalam suatu rangkaian ditimbulkan oleh perubahan arus dari rangkaian
lain maka indusktansi yang timbul dinamakan induktansi bersama. Induktor
adalah alat untuk menyimpan energi listrik dalam bentuk medan magnetik (Tipler
2001).
Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa pada frekuensi 103-104 Hz
induktansi kayu pinus lebih tinggi dibandingkan induktansi kayu puspa. Pada
frekuensi yang lebih tinggi (105 dan 106 Hz), kedua jenis kayu memiliki
induktansi yang relatif sama (Gambar 22). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pada frekuensi 103-104 Hz, kayu pinus lebih bersifat isolator dibandingkan
kayu puspa. Perbedaan ini berhubungan dengan perbedaan nilai BJ kayu. Semakin
tinggi BJ kayu, maka nilai induktansinya akan semakin rendah. Hal ini didukung
oleh hasil analisis sidik ragamnya yang menunjukkan bahwa interaksi ketiga
variabel yang ditetapkan berpengaruh nyata terhadap nilai induktansi. Secara
umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi frekuensi maka nilai induktansi
akan semakin kecil.

Gambar 22 Pengaruh jenis kayu terhadap nilai induktansi pada masing-masing
frekuensi.
Pengaruh bagian batang dan pengaruh bidang pengujian terhadap nilai
induktansi untuk masing-masing jenis kayu pada seluruh frekuensi disajikan pada
Gambar 23 dan 24.

Gambar 23 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai induktansi (H) pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Pinus.

17

Gambar 24 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai induktansi (H) pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Puspa.
Dari kedua gambar tersebut diketahui bahwa untuk kayu pinus bagian
batang dan bidang pengujian tidak berpengaruh terhadap nilai induktansi pada
frekuensi 104-106 Hz, namun pada frekuensi 103 Hz nilai induktansi bagian ujung
batang lebih tinggi dibandingkan nilai induktansi bagian tengah dan pangkal
batang, begitu pula nilai induktansi bidang tangensial yang lebih tinggi
dibandingkan bidang lintang dan radial. Untuk kayu puspa pengaruh bagian
batang dan bidang pengujian sama halnya dengan kayu pinus. Pada frekuensi 104106 Hz nilai induktansi tidak dipengaruhi oleh bagian batang mau pun bidang
pengujiannya, namun pada frekuensi 103 Hz bagian tengah batang memiliki nilai
induktansi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian ujung dan pangkal
batang; begitu pula nilai induktansi bidang lintang dan tangensial nya yang lebih
tinggi dibandingkan dengan bagian radialnya.
Dari Gambar 22-24 terlihat bahwa nilai induktansi kayu pinus dan puspa
berkurang secara drastis bila frekuensi dinaikkan dari 103 Hz ke 106 Hz.
Penurunan nilai induktansi terjadi pada frekuensi 104 Hz. Penurunan tersebut
terjadi karena adanya kenaikan dari reaktansi induktif dari kayu. Reaktansi
induktif naik secara linier seiring dengan naiknya frekuensi, tetapi berkurang
dengan meningkatnya nilai induktansinya. Reaktansi induktif merupakan rasio
tegangan yang diberikan terhadap arus listrik.
Resistansi
Resistansi adalah sifat suatu bahan dalam menahan arus listrik. Sifat ini
kebalikan dari konduktifitas. Resistansi diukur dalam ohm (Ω). Resistansi pada
kayu biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah spesies,
struktur, kerapatan, suhu, dan kadar air. Pengaruh kadar air adalah yang terbesar
dibandingkan pengaruh faktor lainnya. Kadar air kayu yang tinggi akan
menyebabkan penurunan nilai resistensi dan meningkatkan nilai konduktivitasnya.
Resistansi berbeda dengan impedansi. Resistansi merupakan hambatan yang ada
dalam suatu bahan (internal), sedangkan impedansi merupakan hambatan total

18

dari suatu bahan (internal) dan faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berupa
reaktansi kapasitif dan reaktansi induktif (Tipler 2001).
Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa pada frekuensi 103-104 Hz
resistansi kayu pinus lebih tinggi dibandingkan resistansi kayu puspa. Pada
frekuensi yang lebih tinggi (105 dan 106 Hz), kedua jenis kayu memiliki resistansi
yang relatif sama (Gambar 25). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
interaksi ketiga variabel yang ditetapkan berpengaruh nyata terhadap nilai
resistansi. Semakin tinggi frekuensi maka nilai resistansinya akan semakin rendah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada frekuensi 103-104 Hz, kayu pinus
lebih bersifat isolator dibandingkan kayu puspa. Perbedaan ini juga berhubungan
dengan perbedaan nilai BJ kayu. Semakin tinggi BJ kayu, maka nilai resistansinya
akan semakin rendah.

Gambar 25 Pengaruh jenis kayu terhadap nilai resistansi pada masing-masing
frekuensi
Pengaruh bagian batang dan pengaruh bidang pengujian terhadap nilai
resistansi untuk masing-masing jenis kayu pada seluruh frekuensi disajikan pada
Gambar 26 dan 27.
Dari kedua gambar tersebut diketahui bahwa untuk kayu pinus bagian
batang tidak berpengaruh terhadap nilai resistansi pada frekuensi 105-106 Hz,
namun pada frekuensi 103-104 Hz nilai resistansi bagian ujung batang lebih tinggi
dibandingkan nilai resistansi bagian tengah dan pangkal batang. Untuk kayu puspa
pengaruh bagian batang dan bidang pengujian sama halnya dengan kayu pinus.
Pada frekuensi 106 Hz tidak ada pengaruh kedua perlakuan, namun pada frekuensi
103-105 Hz nilai resistansi bagian ujung batang lebih tinggi dibandingkan nilai
resistansi bagian tengah dan pangkal batang; begitu pula nilai resistansi bidang
tangensial dibandingkan dengan bidang radial dan lintangnya. Untuk kayu pinus,
resistansi bidang lintang lebih tinggi dibandingkan resistansi bidang tangensial
dan radial pad frekuensi 103 Hz, sedangkan pada frekuensi 104 Hz resistansi
bidang lintang sama dengan resistansi bidang radial dimana keduanya lebih tinggi
dibandingkan resistansi bidang tangensial. Tidak terdapat pengaruh bidang
pengujian pada frekuensi 105-106 Hz.

19

Gambar 26 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai resistansi (Ω) pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Pinus.

Gambar 27 Pengaruh lokasi sampel dalam batang dan bidang pengujian terhadap
nilai resistansi (Ω) pada frekuensi 103-106 Hz. Pada kayu Puspa.
Secara umum dikatakan bahwa nilai resistansi kayu menurun seiring
dengan meningkatnya frekuensi. Saat frekuensinya dinaikkan maka nilai
impedansi dan resistansi meningkat, sedangkan nilai reaktansinya mengalami
penurunan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sifat-sifat kelistrikan kayu yang diteliti yaitu impedansi, konduktansi,
konduktivitas, kapasitansi, konstanta dielektrik, induktansi dan resistansi secara
keseluruhan dipengaruhi oleh jenis kayu, lokasi sampel uji dalam batang dan
bidang pengujian. Pengaruh jenis kayu lebih dominan dibandingkan faktor lain.
Pengaruh lokasi sampel dan bidang pengujian bervariasi.
Kayu pinus memiliki nilai impedansi, induktansi dan resistansi yang lebih
tinggi, sedangkan kayu puspa memiliki nilai konduktansi, konduktivitas listrik,
kapasitansi dan konstanta dielektrik yang lebih tinggi. Hal ini membuktikan
bahwa kayu puspa lebih mudah dialiri aliran listrik dibandingkan kayu pinus.
Pada frekuensi 106 Hz, kayu pinus dan puspa lebih bersifat semikonduktor.

20

Saran
Contoh uji dan jumlah jenis kayu perlu diperbanyak untuk memperkuat
hasil penelitian ini. Pengaruh perbedaan panjang serat dan besar sudut mikrofibril
terhadap sifat-sifat kelistrikan kayu juga menarik untuk dikaji.

PUSTAKA
American Society for Testing and Materials. 2002. ASTM. Standard Coal and
Coke D 5. Philadelphia.
Bowyer JL, R Shmulsky, JG Haygreen. 2003. Forest Products and Wood Science.
An Introduction. USA: The Lowa State University Press.
Brown HP, AJ Panshin, CC Forsaith. 1952. Textbook of Wood Technology: The
Physical, Mechanical, and Chemical Properties of the Commercial Woods
of the United States Volume II. New York: McGraw-Hill.
Irzaman, S Sadiyo, N Nugroho, RL Cabuy, AAA Azhim, M Zabed, N Indahsuary,
E Fajriani, A Kabe, Fakhruzy, Sucipto. 2011. Electrical Properties of
Indonesian Hardwood. International Journal of Basic & Applied Sciences
IJBAS-IJENS Vol: 11 No: 6.
Martawijaya A, I Kartasujana, YI Mandang, SA Prawira, K Kadir. 2005. Atlas
Kayu Indonesia. Jilid II. Bogor (ID): Departemen Kehutanan.
Panshin AJ and C de Zeeuw. 1980. Textbook of Wood Technology. Volume I.
McGraw-Hill Book Co. New York, USA.
Sze SM. 1981. Physics of Semiconductor Devices 2nd edn. John Wiley and Sons.
Singapore.
Tipler PA. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties,
Utilization. Van Nostrand Reinhold: New York.

21

LAMPIRAN

22

Hasil Sifat Fisis :
1. KA (%)
P

T

U

rata-rata

Puspa
Pinus

65.49
58.41

74.25
78.48

107.01
123.20

82.25
86.69

Rerata
SD

61.95
5.00

76.36
2.99

115.10
11.45

2. Kerapatan (g cm-3)
Puspa
Pinus
Rerata
SD

P
0.94
0.74
0.84
0.15

T
1.07
0.84
0.95
0.16

U
1.07
0.96
1.02
0.08

rata-rata
1.03
0.84

P

T

U

rata-rata

0.57
0.47
0.52
0.08

0.61
0.47
0.54
0.10

0.52
0.43
0.48
0.06

0.57
0.46

3. Berat Jenis (BJ)
Puspa
Pinus
Rerata
SD

Hasil Sifat Kelistrikan Kayu :
1. Impedansi (Ω)
1.1 Berdasarkan Jenis
1000
Pinus
5.34E+07
Puspa
3.46E+07

10000
6.59E+06
4.37E+06

100000
6.14E+05
1.29E+06

1000000
6.41E+04
1.71E+05

1.2 Berdasarkan Lokasi Sampel dalam Batang

Pinus

Puspa

1000

10000

100000

1000000

Pangkal

5.69E+07

5.01E+06

6.03E+05

5.21E+04

Tengah

4.33E+07

5.16E+06

6.06E+05

7.07E+04

Ujung

5.99E+07

9.61E+06

6.32E+05

6.94E+04

1000

10000

100000

1000000

Pangkal

2.44E+07

3.70E+06

5.62E+05

6.27E+04

Tengah

4.08E+07

2.86E+06

5.44E+05

6.25E+04

Ujung

3.86E+07

6.54E+06

2.77E+06

3.89E+05

23

1.3 Berdasarkan Bidang Pengujian

Pinus

Puspa

1000

10000

100000

1000000

Lintang

5.65E+07

7.28E+06

6.03E+05

6.74E+04

Radial

5.15E+07

7.93E+06

7.28E+05

6.53E+04

Tangensial

5.22E+07

4.56E+06

5.10E+05

5.95E+04

Lintang
Radial
Tangensial

1000
3.75E+07
2.07E+07
4.56E+07

10000
3.56E+06
2.65E+06
6.90E+06

100000
5.68E+05
5.28E+05
2.78E+06

1000000
6.58E+04
6.16E+04
3.86E+05

2. Konduktansi (S)
2.1 Berdasarkan Jenis
Pinus
Puspa

1000

10000

100000

1000000

1.04E-08
2.95E-08

1.03E-07
1.69E-07

9.76E-08
6.82E-08

8.12E-07
1.13E-06

2.2 Berdasarkan Lokasi Sampel dalam Batang
Pinus

Puspa

Pangkal
Tengah
Ujung

1000
1.25E-08
9.44E-09
9.44E-09

10000
5.46E-08
1.26E-07
1.27E-07

100000
1.46E-07
8.50E-08
6.15E-08

1000000
6.26E-07
1.07E-06
7.35E-07

Pangkal
Tengah
Ujung

1000
5.31E-08
1.41E-08
2.14E-08

10000
9.10E-08
2.40E-07
1.77E-07

100000
5.96E-08
6.70E-08
7.80E-08

1000000
1.86E-06
1.09E-06
4.26E-07

2.3 Berdasarkan Bidang Pengujian
Pinus

Lintang
Radial
Tangensial

1000
9.65E-09
8.87E-09
1.28E-08

10000
4.80E-08
1.34E-07
1.26E-07

100000
6.54E-08
7.32E-08
1.54E-07

1000000
4.17E-07
9.44E-07
1.07E-06

Puspa

Lintang
Radial
Tangensial

1000
9.66E-09
7.03E-08
8.64E-09

10000
1.25E-07
2.71E-07
1.12E-07

100000
2.95E-08
1.09E-07
6.56E-08

1000000
1.02E-06
1.17E-06
1.19E-06

24

3. Konduktivitas Listrik (S cm-1)
3.1 Berdasarkan Jenis
1000

10000

100000

1000000

Pinus

2.56964E-09

2.61E-08

2.42E-08

2.08E-07

Puspa

9.72154E-09

4.65E-08

1.84E-08

3.22E-07

3.2 Berdasarkan Lokasi Sampel Batang

Pinus

Puspa

1000

10000

100000

1000000

Pangkal

2.56964E-09

2.61E-08

2.42E-08

2.08E-07

Tengah

2.31236E-09

3.28E-08

2.15E-08

2.95E-07

Ujung

2.3253E-09

3.3E-08

1.59E-08

1.83E-07

Pangkal
Tengah
Ujung

1000
2.09849E-08
3.07851E-09
5.10124E-09

10000
3.65E-08
5.83E-08
4.47E-08

100000
2.01E-08
1.56E-08
1.95E-08

1000000
5.81E-07
2.69E-07
1.17E-07

3.3 Berdasarkan Bidang Pengujian

Pinus

Puspa

Lintang
Radial
Tangensial

1000
2.21566E-09
2.10635E-09
3.38691E-09

10000
1.08E-08
3.24E-08
3.52E-08

100000
1.41E-08
1.76E-08
4.09E-08

1000000
9.45E-08
2.25E-07
3.04E-07

Lintang
Radial
Tangensial

1000
2.5799E-09
2.42347E-08
2.35005E-09

10000
3.41E-08
7.21E-08
3.32E-08

100000
8.09E-09
2.94E-08
1.77E-08

1000000
2.71E-07
3.74E-07
3.21E-07

25

4. Kapasitansi (F)
4.1 Berdasarkan Jenis
1000

10000

100000

1000000

Pinus

5.13E-12

6.27E-12

2.72E-12

2.75E-12

Puspa

1.79E-11

3.32E-11

2.62E-12

2.27E-12

4.2 Berdasarkan Lokasi Sampel Batang

Pinus

Puspa

1000

10000

100000

1000000

Pangkal

4.47E-12

5.81E-12

3.00E-12

3.69E-12

Tengah

4.40E-12

6.80E-12

2.63E-12

2.27E-12

Ujung

7.72E-12

7.88E-12

2.60E-12

2.29E-12

1000

10000

100000

1000000

Pangkal

2.42E-11

5.74E-12

2.84E-12

2.58E-12

Tengah

1.93E-11

2.54E-11

2.94E-12

2.57E-12

Ujung

1.02E-11

6.84E-11

2.06E-12

1.65E-12

1000
6.77E-12
3.66E-12
4.96E-12

10000
6.02E-12
5.87E-12
6.92E-12

100000
2.64E-12
2.02E-12
3.49E-12

1000000
2.36E-12
2.80E-12
3.10E-12

1000

10000

100000

1000000

Lintang

5.60E-12

6.87E-11

2.81E-12

2.45E-12

Radial

4.32E-11

1.42E-11

3.03E-12

2.60E-12

Tangensial

4.79E-12

1.66E-11

2.01E-12

1.76E-12

4.3 Berdasarkan Bidang Pengujian

Pinus

Puspa

Lintang
Radial
Tangensial

5. Konstanta Dielektrik
5.1 Berdasarkan Jenis
Pinus
Puspa

1000
14.18982
59.69277

10000
17.58971
103.1169

100000
7.495401
7.988387

1000000
7.561682
6.97677

26

5.2 Berdasarkan Lokasi Sampel Batang

Pinus

Puspa

Pangkal
Tengah
Ujung

Pangkal
Tengah
Ujung

1000
12.19426
12.09805
18.27715

10000
15.06828
19.7944
17.90646

100000
7.972904
7.353507
7.159793

1000000
9.879805
6.319277
6.485964

1000

10000

100000

1000000

107.1203
44.0598
27.89819

22.73247
74.51977
212.0983

9.925823
8.285078
5.754261

9.053309
7.249496
4.627505

5.3 Berdasarkan Bidang Pengujian

Pinus

Puspa

1000
0.179054
0.098922
0.147719

10000
0.152347
0.160205
0.215139

100000
0.065229
0.054374
0.105259

1000000
0.058429
0.075337
0.093084

1000

10000

100000

1000000

Lintang

0.170571

2.141673

0.084258

0.073382

Radial

1.473921

0.399796

0.093922

0.081856

Tangensial

0.146291

0.552036

0.061471

0.054066

Lintang
Radial
Tangensial

6. Induktansi (H)
6.1 Berdasarkan Jenis
1000

10000

100000

1000000

Pinus

5856.644

46.171

1.08022

0.009927

Puspa

3945.456

51.85749

1.981322

0.022852

6.2 Berdasarkan Lokasi Sampel Batang

Pinus

Puspa

Pangkal
Tengah
Ujung

1000
5856.644
5947.6
6552.333

10000
46.171
42.43067
51.64467

100000
1.08022
0.963273
1.004243

1000000
0.009927
0.011186
0.01103

Pangkal
Tengah
Ujung

1000
3408.167
4600.167
3828.033

10000
57.94333
18.95037
78.67877

100000
0.894473
0.865267
4.184227

1000000
0.009912
0.009931
0.048713

27

6.3 Berdasarkan Bidang Pengujian

Pinus

Puspa

Lintang
radial
tangensial

1000
6095.433
4174.5
7300

10000
46.33267
53.25133
38.929

100000
0.95906
1.47154
0.81006

1000000
0.010721
0.009652
0.009407

Lintang
radial
tangensial

1000
5541.733
775.0333
5519.6

10000
38.6521
23.173
93.74737

100000
0.903003
0.838383
4.20258

1000000
0.010439
0.009773
0.048342

7. Resistansi (Ω)
7.1 Berdasarkan Jenis
Pinus
Puspa

1000
2.01E+07
1.95E+07

10000
4.30E+06
1.77E+06

100000
3.38E+04
2.86E+05

1000000
3.76E+03
7.86E+04

7.2 Berdasarkan Bidang Pengujian

Pinus

Puspa

1000
7.17E+06
2.03E+07
3.28E+07

10000
4.35E+05
3.70E+06
8.76E+06

100000
4.62E+04
3.14E+04
2.39E+04

1000000
1.97E+03
5.75E+03
3.55E+03

1000

10000

100000

1000000

1.00E+07
2.03E+07
2.81E+07

4.23E+05
2.10E+06
2.80E+06

1.92E+04
1.93E+04
8.19E+05

7.15E+03
4.02E+03
2.24E+05

1000

10000

100000

1000000

Lintang

2.75E+07

5.25E+06

2.37E+04

1.92E+03

radial
tangensial

9.49E+06
2.32E+07

4.51E+06
3.13E+06

4.42E+04
3.35E+04

3.91E+03
5.45E+03

Lintang
radial
tangensial

1000
1.33E+07
1.98E+07
2.52E+07

10000
1.43E+06
2.03E+06
1.86E+06

100000
1.00E+04
3.06E+04
8.17E+05

1000000
3.92E+03
4.25E+03
2.27E+05

Pangkal
Tengah
Ujung

Pangkal
Tengah
Ujung

7.3 Berdasarkan Bidang Pengujian

Pinus

Puspa

28

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 1990. Penulis
merupakan anak ke empat dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Gaffar
Saleh dan Ibu Siti Nurjanah. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Darul
Ma’arif Jakarta dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Program
Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa penulis telah mengikuti kegiatan praktek
lapang yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2011 di
Gunung Sawal dan Pangandaran, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, dan PGT Sindangwangi pada tahun 2012, serta Praktek Kerja Lapang
(PKL) di PT. Kutai Timber Indonesia, Probolinggo pada tahun 2013.
Selain aktif mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif dalam organisasi di
kampus (BEM KM pada tahun 2010/2011, MAX dan C