Pengaruh pemberian pakan tepung dan minyak Ikan Lele, serta Probiotik E. faecium IS-27526 terhadap profil darah Macaca fascicularis betina usia tua

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TEPUNG DAN MINYAK
IKAN LELE, SERTA PROBIOTIK E. faecium IS-27526
TERHADAP PROFIL DARAH Macaca fascicularis
BETINA USIA TUA

NOVIA AKMALIYAH HARJANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul pengaruh pemberian
pakan tepung dan minyak ikan lele, serta probiotik E. faecium IS-27526 terhadap
profil darah Macaca fascicularis betina usia tua adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Novia Akmaliyah Harjani
NIM. I14100062

ABSTRAK
NOVIA AKMALIYAH HARJANI. Pengaruh Pemberian Pakan Tepung dan
Minyak Ikan Lele, serta Probiotik E. faecium IS-27526 terhadap Profil Darah
Macaca fascicularis Betina Usia Tua. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pemberian pakan tepung
ikan lele, minyak ikan lele, serta probiotik E. faecium IS-27526 terhadap profil
darah monyet ekor panjang (MEP) betina usia tua. Desain penelitian yang
digunakan adalah experimental study selama 90 hari. Contoh dalam penelitian ini
berjumlah 9 ekor MEP yang telah mengalami masa adaptasi selama 45 hari.
Peneliti membagi contoh ke dalam tiga perlakuan, yaitu kelompok tepung ikan
lele (A1), kelompok tepung ikan lele + probiotik (A2), dan kelompok tepung ikan
lele + probiotik + minyak ikan (A3). Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata (p0.05) antara perlakuan terhadap perubahan nilai MCV, MCH, MCHC,

leukosit, dan trombosit. Lama intervensi dan interaksi perlakuan dengan lama
intervensi juga tidak berpengaruh nyata terhadap profil darah monyet ekor
panjang.
Kata kunci: profil darah, tepung ikan lele, minyak ikan lele, probiotik, Macaca
fascicularis

ABSTRACT
NOVIA AKMALIYAH HARJANI. Effect of Catfish Flour, Catfist Oil, and
Probiotic E. faecium IS-27526 Based Feed on Blood Profile of Aged Female
Long-tailed Monkeys. Supervised by CLARA M. KUSHARTO.
The aim of this study was to analyze the effect of catfish flour, catfish oil,
and probiotic E. faecium IS-27526 based on blood profile of aged female longtailed monkeys. Experimental design was applied for this study. Feeding trial was
conducted in 90 days. Nine monkeys had been conditined on 45 days before this
study begun and they were divided into 3 groups of treatment: catfish flour (A1),
catfish flour + probiotic (A2), and catfish flour + probiotic + catfish oil (A3). The
statistical analysis using ANOVA test showed that significant difference exist
(p0.05) were observed between
treatment to the change level of MCV, MCH, MCHC, leukocytes, and
thrombocytes. The result also showed that the duration of intervention and
intervention treatment vs duration of intervention had no significant difference on

blood profile of the samples.
Keywords: blood profile, catfish flour, catfish oil, probiotic, Macaca fascicularis

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TEPUNG DAN MINYAK
IKAN LELE, SERTA PROBIOTIK E. faecium IS-27526
TERHADAP PROFIL DARAH Macaca fascicularis
BETINA USIA TUA

NOVIA AKMALIYAH HARJANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Pengaruh pemberian pakan tepung dan minyak ikan lele, serta
probiotik E. faecium IS-27526 terhadap profil darah Macaca
fascicularis betina usia tua.
Nama
: Novia Akmaliyah Harjani
NIM
: I14100062

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penelitian dan penulisan naskah skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan di Pusat Studi Satwa Primata Institut
Pertanian Bogor (PSSP-IPB) ini adalah tentang pengaruh intervensi produk
tepung ikan lele terhadap profil darah Macaca fascicularis betina usia tua, dengan
judul pengaruh pemberian pakan tepung dan minyak ikan lele, serta probiotik E.
faecium IS-27526 terhadap profil darah Macaca fascicularis betina usia tua.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof Dr drh Clara M. Kusharto, M Sc selaku komisi pembimbing yang
senantiasa memberi bimbingan, arahan, masukan, dan saran yang
membangun kepada penulis.
2. Dr Rimbawan dan Dr Berry Juliandi, S Si, M Si selaku dosen penguji luar
komisi yang telah memberikan saran dan penyempurnaan penyusunan naskah
skripsi ini.
3. Program Hibah Kompetensi (HIKOM) DIKTI yang telah memberi sponsor
pelaksanaan penelitian sebagian bagian dari penelitian utama dengan
judul: ”Makanan fungsional kaya protein, mineral, dan minyak by-product
tepung ikan lele sebagai nutritious dan emergency food untuk lansia”.
4. PT Bimana Indomedical dan PT Carmelitha Lestari atas bantuan dalam
sarana dan prasarana penelitian.
5. Kedua orangtua, Ayah Sarjono dan Ibu Anik Sunarni, abang Aditya Tirta
Pratama, serta keluarga yang selalu mendoakan, memberikan dukungan dan
selalu memberikan semangat penulis selama menyelesaikan penelitian.
6. Marlita Jayanti yang berjuang bersama-sama, saling memberikan dukungan
dan motivasi untuk menyelesaikan penelitian ini.
7. Teman-teman Keluarga besar Gizi Masyarakat 47 (April, Lidya, Tina, Icha,
Rotua, Emir, Ifdal, Nizaf, Kaka) yang telah memberikan bantuan dan

motivasi selama penulis melangsungan studi di Departemen Gizi Masyarakat
IPB.
8. Temen-temen A12 Messanger, Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indonesia
(Septian, Gati, Feni, Desy Prima, Desy Dwi, Nandika, Dini, Hanum, Ari,
Aji, Nicol, Tiwi, Siska, Faishal), ILMAGI IPB, A3/280 (Indah, Laras, Icha
Prima), Pondok Al-hikmah (Windita, Deti).
9. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik serta saran dari pembaca yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Semoga penelitian ini dapat
memberikan manfaat.
Bogor, Agustus 2014
Novia Akmaliyah Harjani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN


viii
viii
viii
1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Hipotesis


3

Manfaat Penelitian

3

METODE

4

Desain, Waktu dan Tempat

4

Bahan dan Alat

4

Materi


4

Pemeriksaan Darah

7

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan

9
9

Penelitian Utama

10


Sel Darah Merah (Eritrosit)

12

Sel Darah Putih (Leukosit)

20

Platelet (Trombosit)

21

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22


Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

312

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Hasil analisis proksimat kandungan gizi pakan monkey chow
Komposisi pakan perlakuan
Hasil analisis proksimat kandungan gizi pakan perlakuan
Rata-rata dan presentasi konsumsi pakan selama intervensi
Nilai profil darah awal monyet ekor panjang
Rata-rata nilai profil darah monyet ekor panjang selama perlakuan
Rata-rata perubahan kadar eritrosit monyet ekor panjang
Rata-rata perubahan kadar hemoglobin monyet ekor panjang
Rata-rata perubahan kadar hematokrit monyet ekor panjang
Rata-rata perubahan kadar MCV monyet ekor panjang
Rata-rata perubahan kadar MCH monyet ekor panjang
Rata-rata perubahan kadar MCHC monyet ekor panjang
Rata-rata perubahan kadar leukosit monyet ekor panjang
Rata-rata perubahan kadar trombosit monyet ekor panjang

5
6
9
10
11
12
13
14
16
17
18
19
20
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Alat Analisis Darah merek Nihon Kohden, Celltac
Diagram Alir Prosedur Penelitian
Grafik Kadar Eritrosit Monyet Ekor Panjang Selama Perlakuan
Grafik Kadar Hemoglobin Monyet Ekor Panjang Selama Perlakuan
Grafik Kadar Hematokrit Monyet Ekor Panjang Selama Perlakuan
Grafik MCV Monyet Ekor Panjang Selama Perlakuan
Grafik MCH Monyet Ekor Panjang Selama Perlakuan
Grafik MCHC Monyet Ekor Panjang Selama Perlakuan
Grafik Kadar Leukosit Monyet Ekor Panjang Selama Perlakuan
Grafik Kadar Trombosit Monyet Ekor Panjang Selama Perlakuan

7
8
12
14
15
17
18
19
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Gambar Kandang Monyet Ekor Panjang
Gambar Pakan Perlakuan
Gambar Proses Pengambilan Darah pada Monyet Ekor Panjang
Hasil uji sidik ragam 2 arah (univariate ANOVA) perubahan kadar
eritrosit monyet ekor panjang
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan terhadap perubahan kadar eritrosit
monyet ekor panjang
Hasil uji sidik ragam 2 arah (univariate ANOVA) perubahan kadar
hemoglobin monyet ekor panjang
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan terhadap perubahan kadar
hemoglobin monyet ekor panjang
Hasil uji sidik ragam 2 arah (univariate ANOVA) perubahan kadar
hematokrit monyet ekor panjang

27
27
27
28
28
28
28
29

9 Hasil uji lanjut Duncan perlakuan terhadap perubahan kadar hematokrit
monyet ekor panjang
10 Hasil uji sidik ragam 2 arah (univariate ANOVA) perubahan kadar
MCV monyet ekor panjang
11 Hasil uji sidik ragam 2 arah (univariate ANOVA) perubahan kadar
MCH monyet ekor panjang
12 Hasil uji sidik ragam 2 arah (univariate ANOVA) perubahan kadar
MCHC monyet ekor panjang
13 Hasil uji sidik ragam 2 arah (univariate ANOVA) perubahan kadar
leukosit monyet ekor panjang
14 Hasil uji sidik ragam 2 arah (univariate ANOVA) perubahan kadar
trombosit monyet ekor panjang
15 Animal care and use committee No. P.01-13-IR

29
29
29
30
30
30
31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat
menjadi rapuh disertai dengan menurunnya semua sistem fisiologis dan
meningkatnya resiko penyakit dan kematian (Darmono 1999). Menurut UU No.13
Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, yang dimaksud dengan kelompok
lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun atau lebih. Prevalensi
lansia di Indonesia terus meningkat, yaitu sebesar 20.5 juta (9%) penduduk
Indonesia dan diproyeksikan akan menjadi 11.3% atau sebesar 28.8 juta jiwa pada
tahun 2020 (Wirakusumah 2000).
Lansia sangat rentan terhadap berbagai jenis penyakit akibat daya tahan
tubuhnya yang melemah. Salah satu masalah kesehatan yang sering dialami lansia
yaitu anemia. Anemia terjadi ketika tidak cukupnya sel darah merah yang sehat
dalam tubuh (Ulfa 2012). Kondisi ini dapat dideteksi ketika ada angka
hemoglobin dalam darah dibawah normal yang sesuai dengan jenis kelamin.
Batasan anemia yang telah ditetapkan WHO yaitu untuk wanita apabila
konsentrasi hemoglobinnya di bawah 12 gr/dl dan untuk pria apabila konsentrasi
hemoglobinnya di bawah 13 gr/dl (Kyriazi 2011). Ada beberapa mekanisme untuk
terjadinya anemia, yaitu: kehilangan darah, menurunnya umur hidup sel darah
merah (eritrosit), kelainan pada pembentukan sel darah merah (eritrosit),
berkumpul dan dihancurkannya eritrosit di dalam limpa yang membesar, dan
meningkatnya volume plasma.
Prevalensi anemia pada pria lanjut usia adalah 6-30%, sedangkan pada
wanita lanjut usia adalah 10-12%. Akan tetapi, prevalensi tersebut meningkat
secara signifikan setelah usia 75 tahun. Pada lansia penderita anemia, berbagai
penyakit penyerta lebih mudah timbul dan penyembuhannya akan semakin lama.
Prevalensi dan akumulasi penyakit kronik yang meningkat pada lansia, sering
memberikan gejala yang mengaburkan sehingga anemia seringkali tidak mendapat
perhatian (Bakta 2006).
Menurut hasil studi NHANES III (National Health and Nutrition
Examination Study), terdapat 3 penyebab utama anemia pada usia lanjut, yaitu
defisiensi gizi/kehilangan darah, inflamasi/penyakit kronik, dan anemia yang tidak
dapat dijelaskan (unexplained) (Prasetyo 2008). Proses menua akan berjalan
searah dengan menurunnya kapasitas fungsional yang membuat lansia sulit untuk
memelihara kestabilan status fisik. Lansia secara progresif akan kehilangan
daya tahan terhadap infeksi dan akan makin banyak distorsi metabolik dan
struktural yang juga akan menimbulkan gangguan terhadap sistem homopoeisis
(Darmono 1999).
Meilianingsih (2010) mengatakan bahwa lansia memerlukan kecukupan
makanan, khususnya sayur, lauk, pauk, dan buah untuk mencegah dan mengatasi
anemia. Menurut Khomsan (2004), pangan hewani merupakan sumber gizi yang
dapat diandalkan untuk mendukung perbaikan gizi masyarakat, termasuk pada
lansia. Pangan hewani memiliki kandungan asam amino esensial yang lengkap,
mengandung zat besi heme yang mudah diserap, dan mempunyai nilai cerna
protein yang tinggi. Ikan sebagai bahan pangan hewani memiliki beberapa

2
keunggulan dibandingkan sumber protein lainnya (Adawyah 2007). Ngadiarti et
al. (2013) menyatakan ikan lele sebagai produk perikanan unggulan Indonesia
yang perlu didukung dan dikembangkan. Tetapi ikan ini mudah rusak karena
kandungan airnya yang tinggi (80%). Oleh karena itu diperlukan pengolahan yang
sesuai untuk menambah nilainya.
Tepung ikan merupakan salah satu produk hasil olahan ikan. Saat ini
penggunaan tepung ikan belum dilakukan secara maksimal. Pembuatan tepung
ikan berbahan dasar ikan lele dapat menjadi alternatif bahan pangan. Hal ini yang
mendorong dilakukan modifikasi formula makanan bergizi diperkaya tepung dan
minyak ikan lele, serta probiotik. Tepung lele telah terbukti dapat membantu
meningkatkan status gizi dan kesehatan balita rawan gizi (Kusharto et al. 2008;
Adi 2010). Proses pengolahan ikan lele menghasilkan limbah berupa cairan yang
mengandung rendemen minyak. Hasil pemurnian dan karakterisasi menunjukkan
bahwa minyak ikan lele mempunyai kandungan lemak esensial yang cukup tinggi
yaitu 17.79% asam lemak linoleat (C18:2) (omega 6) dan 1,21% asam lemak
linolenat (C18:3) (omega 3) (Srimiati 2011). Asam lemak esensial yang
terkandung dalam biskuit ikan lele tersebut teruji mempunyai efek anti inflamasi
dan anti aterosklerosis (Nugraha 2013). Penambahan probiotik ditujukan untuk
meningkatkan status gizi lansia, kesehatan saluran pencernaan, dan respon imun
hormonal. Probiotik dapat bertahan hidup dalam saluran cerna, mampu menempel
pada epitel usus, kolonisasi mikroba yang menguntungkan dalam saluran cerna,
mencegah perkembangan bakteri patogen sehingga teruji secara klinis
menguntungkan bagi kesehatan (Salminen et al. 2004).
Pengembangan formula makanan fungsional berbasis tepung dan minyak
ikan lele, serta probiotik diusulkan untuk mengoptimalkan hasil penelitian
sebelumnya dan membantu menyediakan makanan bergizi siap santap untuk
memenuhi kecukupan gizi pada lansia. Selain itu melihat pengaruh makanan
fungsional tersebut terhadap kadar profil darah pada lansia untuk mencegah
terjadinya anemia. Penelitian ini menggunakan uji pre-klinis pada hewan uji, yaitu
monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) (MEP), karena primata ini memiliki
banyak kemiripan dengan manusia baik dalam hal anatomi maupun fisiologi
(Roth et al. 2004).

Perumusan Masalah
Lansia mengalami penurunan sistem fisiologis dalam tubuhnya. Penurunan
sistem fisiologis ini salah satunya berhubungan dengan menurunnya kemampuan
mencerna vitamin B12, vitamin D, dan kalsium, menurunnya produksi asam
lambung, enzim-enzim pencernaan, dan air liur (saliva), serta kemampuan
menyerap dan mencerna zat gizi (Russell 2000), sehingga pada lansia sering
mengalami anemia. Meningkatnya insidensi anemia dihubungkan dengan
bertambahnya usia telah menimbulkan spekulasi bahwa penurunan hemoglobin
kemungkinan merupakan konsekuensi dari pertambahan usia. Tetapi kebanyakan
lansia mempunyai jumlah sel darah merah, hemoglobin dan hematokrit yang
normal, sedangkan lansia yang menderita anemia memiliki kadar hemoglobin 15  (3-1) (n-1) > 15
(3-1) (n-1) > 15  2n > 15+2 = 17
n=9
Seharusnya jumlah sampel setiap kelompok adalah 9 ekor sehingga jumlah
keseluruhan hewan coba 27 ekor. Akan tetapi yang dilakukan pada penelitian
hanya sepertiga dari jumlah seharusnya yaitu 3 ekor tiap kelompok (9 ekor jumlah
keseluruhan) sehingga dikategorikan pilot study.
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 9 ekor MEP dewasa
berjenis kelamin betina usia tua (ditentukan berdasarkan dentisi) hasil
penangkaran Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat-Institut Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB) dengan bobot

5
badan berkisar antara 2–4 kg. Hewan coba telah diovariektomi untuk
menghentikan fase bulanan MEP guna mensimulasi menopause pada manusia.
Seluruh MEP yang digunakan bebas dari penyakit tuberkulosis (TBC) dan simian
retrovirus (SRV). Perlakuan yang melibatkan hewan percobaan dilakukan
berdasarkan peraturan yang telah ditentukan oleh Animal Care and Use Commitee
(ACUC) yaitu Komisi Kesejahteraan Hewan Percobaan dari Pusat Studi Satwa
Primata-IPB (PSSP-IPB) dengan nomor P01.13-IR.
Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang individu stainless steel (squeeze
back cage) untuk mempermudah dalam pemeliharaan dan pengendalian dengan
ukuran 0.6 x 0.6 x 0.9 m. Hewan dikandangkan dalam kandang yang ditempatkan
pada posisi agar antar individu dapat berinteraksi secara audiovisual (Choliq et al.
2013). Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum
berupa mangkuk yang terbuat dari logam anti karat. Air minum disediakan secara
ad libitum. Pakan yang diberikan sebelum perlakuan berupa pakan komersil
(monkey chow) berbentuk pakan padat, kering dan agak keras dengan kandungan
gizi pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1 Hasil analisis proksimat kandungan gizi pakan monkey chow
No
Zat Gizi
Kandungan
1
2
3
4
5

Kadar Air (%)
Lemak (%)
Protein kasar (%)
Serat Kasar (%)
Energi (Kal/kg)

4.9
27.2
5.2
438.6

*Sumber: Sari (2009)

Perlakuan terhadap hewan coba
Penelitian ini fokus pada penggunaan produk pangan fungsional dari tepung
dan minyak ikan lele dan probiotik pada MEP. Parameter yang diamati adalah
profil darah monyet meliputi sel darah merah (eritrosit), hemoglobin, hematokrit,
Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH),
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC), sel darah putih
(leukosit), dan platelet (trombosit). Tahap ini terdiri dari tiga bagian, yaitu masa
persiapan bahan intervensi, masa adaptasi dan masa perlakuan.
a. Persiapan bahan intervensi
Pakan yang digunakan adalah modifikasi formula biskuit yang diperkaya
tepung ikan lele dan isolat protein formula terbaik hasil formulasi Kusharto et al.
(2012). Masing-masing perlakuan ditambahkan tepung kuning telur 0.1% untuk
membuat pakan menjadi pakan aterogenik (Rifqi 2014). Aterogenik merupakan
zat yang dapat merangsang terbentuknya aterosklerosis untuk memicu kondisi
tidak normal pada profil lipid, karena pada penelitian utama juga melihat
pengaruh perlakuan terhadap profil lipid. Selain itu, penambahan tepung kuning
telur dapat memperbaiki palatabilitas sehingga meningkatkan konsumsi pakan
(Suparto et al. 2010).

6
Pada komposisi pakan juga dilakukan penambahan tepung ubi jalar untuk
meningkatkan kandungan serat dalam pakan yang diberikan. Ambarsari et al.
(2009) menyatakan bahwa kadar serat tepung ubi jalar Indonesia mencapai 3.93%.
Ubi jalar juga mengandung senyawa stakiosa dan rafinosa yang berperan sebagai
prebiotik karena tahan terhadap hidrolisis, difermentasi oleh mikrobiota usus, dan
menstimulus pertumbuhan probiotik (Nugraha 2013). Minyak ikan lele diberikan
sebagai substitusi terhadap butter. Berikut komposisi pakan perlakuan pada
Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Komposisi pakan perlakuan
Jenis Bahan
Gula
Telur
Tepung Kepala Ikan Lele
Tepung Badan Ikan Lele
Tepung Kedelai
Tepung Terigu
Tepung Ubi Jalar
Butter (BOS)
Minyak Ikan Lele
Tepung kuning telur*
Probiotik

Jumlah bahan (gram)
Pakan A1

Pakan A2

Pakan A3

125
50
25
50
75
75
150
0.1%
-

125
50
7.5
17.5
50
75
75
150
0.1%
8
10 cfu/g

125
50
7.5
17.5
50
75
75
75
75
0.1%
8
10 cfu/g

Keterangan : * persentase terhadap jumlah pakan total
Sumber
: Kusharto et al. (2012)

b. Masa adaptasi
Tahap persiapan pada penelitian utama adalah menyiapkan hewan coba. Hal
yang pertama dilakukan adalah mengkarantina hewan untuk memberikan waktu
adaptasi kandang selama 30 hari. Selain adaptasi kandang, juga dilakukan
adaptasi pakan selama 15 hari, dimana pakan monkey chow dikombinasikan
dengan pakan perlakuan dengan perbandingan pakan perlakuan dengan pakan
monkey chow 25:75, 50:50, dan 100:0. Adaptasi kandang dan adaptasi pakan
bertujuan untuk menghindari terjadinya stres pada hewan coba. Pada H-0 setelah
adaptasi, dilakukan pengambilan data dasar yang meliputi kadar eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, MCV, MCH, MCHC, leukosit, dan trombosit.
c.

Masa perlakuan
Pada masa perlakuan, ketiga kelompok hewan akan diberi pakan yang
berbeda. Kelompok pertama diberikan pakan tepung ikan lele (pakan standar).
Kelompok kedua akan diberikan pakan standar dengan probiotik. Kelompok
ketiga diberikan pakan standar yang ditambah dengan minyak ikan lele dan
probiotik.
A1 = pakan standar
A2 = pakan standar + probiotik
A3 = pakan standar + probiotik + minyak lele

7
Pakan diberikan dalam bentuk pelet sebanyak 100 gram/hari diberikan dua
kali sehari pada pagi dan siang hari. Pertimbangan jumlah pakan yang diberikan
sesuai kebutuhan energi MEP yaitu sebesar 120 kkal/kg BB (Bennet et al. 1996).
Selain mendapat pakan di atas, MEP juga mendapat pakan tambahan berupa buahbuahan selain pisang karena pisang mengandung inulin, dan untuk menarik minat
monyet mengkonsumsi pakan formulasi maka dilakukan pengkayaan lingkungan
(environmental enrichment) dengan cara diberi tambahan buah jeruk, apel dan
jambu biji sebanyak satu buah perhari.
Pemeriksaan Darah
Pengambilan contoh darah dan analisis darah dilakukan selama empat kali,
yaitu pada hari ke-0, 30, 60, dan 90 hari penelitian. Sebelum darah diambil,
monyet dibius terlebih dahulu dengan ketamin 10 mg/kg secara intramusculer
(Fortman et al. 2001). Darah diambil di daerah vena femoralis menggunakan
syringe 5 ml dan dimasukan ke dalam tabung vakum yang berisi antikoagulan
EDTA. Bahan yang digunakan dalam pengambilan darah yaitu ketamin 10 mg/kg
dan alkohol swap. Bahan yang digunakan dalam analisis darah adalah contoh
darah. Alat yang digunakan adalah syringe 5 ml, tabung vacum dengan larutan
EDTA (merk vacuette purple tube), kotak pendingin, dan alat analisis darah
dengan prinsip volumetric impendance (merek Nihon Kohden, Celltac) dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Alat Analisis Darah merek Nihon Kohden, Celltac
Perhitungan jumlah sel darah merah (×106/µl), konsentrasi hemoglobin
(g/dl), nilai hematokrit (%), sel darah putih (×106/ml), dan trombosit (×103)
dilakukan dengan alat analisis darah secara bersamaan. Sampel darah dari tabung
vacuette purple tube diuji satu per satu. Hasil dari pembacaan akan tampil pada
layar dan tersimpan di memory alat. Nilai MCV, MCH, dan MCHC dihitung
dengan menggunakan rumus menurut McGill Virtual Lab (2009):
MCV (fl)
=
Hematokrit (%) x 10
.
Jumlah sel darah merah (ml)
MCH (ρg)
=
Hemoglobin (g/dl) x 10
.
Jumlah sel darah merah (ml)
MCHC (g/dl) = Hemoglobin (g/dl) x 100
Hematokrit (%)

8
Karakteristik Contoh Monyet Ekor Panjang
(Macaca fascicularis) :
- Betina usia tua
- Berat badan 2 - 4 kg
- Diovariektomi
- Bebas dari penyakit TBC dan SRV

- adaptasi kandang 30 hari
- adaptasi pakan 10 hari
- baseline (titik 0) analisis profil darah
- penelitian pendahuluan

Tepung ikan lele
dengan isolat protein
kedelai dan tepung
ubi jalar

Tepung ikan lele
dengan isolat protein
kedelai dan tepung
ubi jalar + E.
Faecium IS-27526

Antropometri, Profil
Lipid, CRP

Profil darah

Tepung ikan lele
dengan isolat protein
kedelai dan tepung
ubi jalar + E.
Faecium IS-27526 +
minyak ikan lele

Keterangan:
: Variabel yang akan diukur
: Variabel yang tidak akan diukur
: Hubungan yang diteliti
: Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 2 Diagram Alir Prosedur Penelitian

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Faktorial
(RAF) dengan faktor pengacak kelompok perlakuan dan lama waktu intervensi.
Model matematis dari rancangan ini adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + Ai+ Bj + ABij + єijk

9
Keterangan:
Yijk : Pengamatan Faktor A taraf ke-i , Faktor B taraf ke-j dan Ulangan ke-k
µ
: Rataan Umum
Ai
: Pengaruh Faktor A pada taraf ke-i
Bj
: Pengaruh Faktor B pada taraf ke-j
ABij : Interaksi antara Faktor A dengan Faktor B
Analisis Data
Data diolah dan dianalisis menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan
Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for Windows. Tahapan
pengolahan data dimulai dari proses entry dan analisis. Pengaruh perlakuan
terhadap profil darah MEP dianalisis dengan uji statistik menggunakan Analysis of
Variance (ANOVA) dengan uji lanjut Duncan. Analisis statistik dilakukan pada
masing-masing parameter pengamatan, yaitu eritrosit, hemoglobin, hematokrit,
MCV, MCH, MCHC, leukosit, dan trombosit.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan
Pakan yang diberikan pada penelitian ini adalah modifikasi formula tepung
ikan lele, probiotik, dan minyak ikan lele. Berikut hasil analisis proksimat
kandungan gizi pakan perlakuan pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3 Hasil analisis proksimat kandungan gizi pakan perlakuan
No
1
2
3
4
5
6
7

Kandungan
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Lemak (%)
Protein (%)
Karbohidrat (%)
Serat Kasar (%)
Energi (Kal/kg)

Pakan A1

Pakan A2

Pakan A3

13.3
1.2
21.6
17.8
50.9
2.9
406.0

12.5
1.7
22.7
19.0
51.1
3.2
424.1

19.6
2.1
27.2
19.2
55.1
3.7
435.9

Keterangan: Jumlah % dalam berat basah. Hasil analisis proksimat Laboratorium Terpadu Institut
Pertanian Bogor 2013.

Tepung ikan lele memiliki nilai gizi yang tinggi terutama kandungan
proteinnya yang kaya akan asam amino esensial, terutama lisin dan metionin,
selain itu tepung ikan lele juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki
kandungan serat yang rendah (Departemen Perdagangan 1982 dalam Mervina
2009). Probiotik yang digunakan adalah E. faecium IS-27526. Probiotik ini telah
teruji mampu meningkatkan bakteri asam laktat (Surono 2004), serta dapat
memperbaiki status intoleransi laktosa dan mencegah diare (Collado et al. 2007).
Penggunaan probiotik dalam ransum dapat meningkatkan daya cerna sehingga
zat-zat pakan lebih banyak diserap oleh tubuh untuk pertumbuhan (Barrow 1992).
Mekanisme kerja bakteri probiotik dibutuhkan dalam memecah protein menjadi

10
senyawa sederhana seperti asam amino, sehingga kebutuhan akan protein dalam
pembentukan sel-sel darah dapat terpenuhi (Ali et al. 2013).
Minyak ikan yang berasal dari air tawar (ikan lele, gabus, dan mas) dapat
dijadikan sebagai sumber asam lemak omega 6 (Srimiati 2011). Zat gizi utama
yang terkandung dalam minyak ini adalah asam lemak tidak jenuh yang sebagian
besar berupa asam lemak linoleat (Pudjiadi 1997). Strategi yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan asam lemak esensial adalah dengan mengonsumsi
minimal 2 ikan setiap minggu (Gebauer et al. 2006).
Ketiga pakan formulasi yang diberikan memiliki kandungan gizi yang tidak
jauh berbeda. Pakan A3 yang ditambahkan probiotik dan minyak ikan lele
memiliki kadar air, kandungan lemak dan energi yang lebih tinggi dibandingkan
pakan lainnya. Sementara kandungan protein pakan yang diberikan tidak jauh
berbeda, padahal pakan A1 lebih banyak tepung badan ikan daripada pakan A2
dan A3 yang ditambahkan tepung kepala ikan. Hal ini diduga disebabkan karena
pada bagian kepala ikan yang digunakan untuk pembuatan tepung, daging dalam
jumlah kecil yang menempel pada kepala tidak dipisahkan, sehingga kandungan
proteinnya tidak jauh berbeda. Mervina et al. (2012) menyatakan bahwa kadar
protein tepung badan ikan sebesar 63.83% bk, sedangkan kadar protein tepung
kepala ikan sebesar 56.04% bk.
Hewan coba mengkonsumsi pakan formulasi selama tiga bulan, tetapi
konsumsi pakan MEP selama intervensi menunjukkan respon yang berbeda-beda.
Hal ini dikarenakan jenis pakan dan daya terima MEP terhadap pakan yang
diberikan selama intervensi. Tabel 4 di bawah ini menggambarkan rata-rata dan
persentase konsumsi pakan selama intervensi.
Tabel 4 Rata-rata dan presentasi konsumsi pakan selama intervensi
Perlakuan

Berat pakan
(gram)

Rata-rata
konsumsi (gram)

Presentasi
konsumsi(%)

A1
A2
A3

100
100
100

90.9 ± 0.3
85.7 ± 0.4
89.2 ± 0.4

90.9
85.7
89.2

Keterangan: A1 = Pakan standar; A2 = Pakan standar + probiotik; A3 = Pakan standar + probiotik
+ minyak ikan lele

Rata-rata konsumsi MEP terhadap ketiga jenis pakan cukup baik, karena
mencapai lebih dari 80%. Konsumsi tertinggi pada pakan A1 (90.9%), sedangkan
konsumsi terendah pada pakan A2 (85.7%). Perbedaan rata-rata konsumsi
dipengaruhi oleh daya terima MEP terhadap pakan yang diberikan. Menurut
Bennet et al. (1996), faktor yang dapat mempengaruhi daya terima primata
terhadap makanan adalah jenis nutrisi, palatabilitas, bentuk, dan bahan makanan.

Penelitian Utama
Darah merupakan cairan (90%) yang terdapat dalam tubuh, yang berfungsi
untuk menyerap dan membawa nutrien yang dibutuhkan untuk metabolisme
jaringan, membuang sisa hasil metabolisme jaringan yang tidak diperlukan,

11
mempertahankan tubuh terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme, serta
memelihara keseimbangan asam basa (Mccanca et al. 2010).
Darah akan menghasilkan dua fraksi yang berpisah apabila disentrifusi yaitu
fraksi padatan yang disebut butir-butir darah dan fraksi cairan (plasma). Harper et
al. (1979) menyatakan bahwa butir darah dapat digolongkan menjadi 3 komponen
penting yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Tabel 5 di bawah ini merupakan
kondisi profil darah awal sebelum perlakuan terhadap MEP.
Tabel 5 Nilai profil darah awal monyet ekor panjang
Parameter (Satuan)

A1

A2

A3

Nilai
Rata-rata

Nilai
Normal*

Eritrosit (× 106/µl)
Hemoglobin (g/dl)
Hematokrit (%)
MCV (fl)
MCH (pg)
MCHC (g/dl)
Leukosit(× 106/ml)
Trombosit (× 103)

3.4±1.2
9.1±2.9
23.8±8.8
69.1±1.9
26.9±3.5
39.0±5.7
7.6±4.1
239±109

4.4±0.8
12.0±2.5
30.5±5.7
69.1±0.7
27.3±2.2
39.4±3.1
4.4±2.3
238±16

4.4±0.4
11.4±0.6
30.1±3.0
68.5±0.5
26.1±1.1
38.1±1.9
5.1±1.8
243±56

4.1±0.6
10.9±1.5
28.1±3.8
68.9±0.3
26.8±0.6
38.8±0.7
5.7±1.7
240±2

5.3-6.3
11.0-12.4
33.1-37.5
59.0-66.0
19.0-21.0
32.0-35.0
6.1-12.5
300-512

Keterangan: A1 = Pakan standar; A2 = Pakan standar + probiotik; A3 = Pakan standar + probiotik
+ minyak ikan lele
*sumber : Fortman et al. 2001

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa hewan coba yang akan diberi pakan A1
memiliki nilai eritrosit, hemoglobin, hematokrit, MCH, dan MCHC yang lebih
rendah dibandingkan MEP yang akan diberi pakan A2 dan A3. Profil darah MEP
ini menunjukkan bahwa hewan coba mengalami anemia yang ditandai dengan
nilai hemoglobin dan hematokrit di bawah nilai normal. Secara umum nilai
hemoglobin dan hematokrit digunakan untuk memantau derajat anemia
(Kemenkes 2011). Hewan coba yang akan diberi pakan A2 dan A3 memiliki
status normal, karena nilai hemoglobin MEP berada pada nilai normal.
Jika melihat nilai leukosit MEP sebelum perlakuan, diketahui bahwa MEP
yang akan diberi pakan A1 memiliki nilai yang normal, sedangkan MEP yang
akan diberi pakan A2 dan A3 memiliki nilai yang lebih rendah. Hal ini
mengindikasikan hewan coba mengalami infeksi virus. Nilai leukosit yang rendah
juga dapat disebabkan karena hewan coba mengalami stres (Kemenkes 2011).
Nilai trombosit MEP berada di bawah nilai normal mengindikasikan terjadi
trombositopenia. Hal ini berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura
(ITP), anemia hemolitik, aplastik, dan pernisiosa (Kemenkes 2011).
Profil darah pada hewan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
umur, jenis kelamin, bangsa, penyakit, temperatur lingkungan, keadaan geografis,
dan kegiatan fisik. Selain itu, profil darah juga dipengaruhi oleh pakan yang
diberikan. Proses pembentukan darah (homopoeisis) memerlukan zat seperti besi,
mangan, kobalt, vitamin, dan asam amino. Berikut merupakan rata-rata nilai profil
darah MEP dengan tiga perlakuan pada Tabel 6 di bawah ini.

12
Tabel 6 Rata-rata nilai profil darah monyet ekor panjang selama perlakuan
Parameter (Satuan)
Eritrosit (× 106/µl)
Hemoglobin (g/dl)
Hematokrit (%)
MCV (fl)
MCH (pg)
MCHC (g/dl)
Leukosit(× 106/ml)
Trombosit (× 103)

A1

A2

3.8±0.9
10.8±1.9
26.4±6.2
68.8±1.0
28.5±3.1
41.5±4.8
8.4±3.3
228±57

A3

4.2±0.7
11.9±1.8
29.3±4.9
68.8±0.6
28.0±2.0
40.7±3.0
5.8±1.7
243±60

Nilai Ratarata

4.5±0.3
12.1±0.7
30.6±2.3
68.3±0.4
27.0±1.3
39.6±1.9
7.2±2.3
269±37

4.2±0.3
11.6±0.7
28.7±2.1
68.6±0.3
27.9±0.8
40.6±1.0
7.1±1.3
247±20

Keterangan: A1 = Pakan standar; A2 = Pakan standar + probiotik; A3 = Pakan standar + probiotik
+ minyak ikan lele

Rata-rata nilai profil darah MEP yang diberi pakan A3 lebih tinggi pada
eritrosit, hemoglobin, hematokrit, dan trombosit dibandingkan MEP dengan pakan
A1 dan A2, sedangkan MCV, MCH, MCHC, dan leukosit MEP tertinggi pada
MEP dengan pakan A1. Apabila dibandingkan dengan nilai normal, nilai profil
darah MEP masih belum sesuai pada eritrosit, hematokrit, MCV, MCH, MCHC,
dan trombosit. Hal ini diduga disebabkan karena nilai profil darah MEP pada awal
intervensi belum menunjukkan nilai yang optimal pada ketiga jenis perlakuan.

Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel darah merah atau eritrosit merupakan jenis sel darah paling umum,
berbentuk lempengan bikonkaf dan terpulas merah muda dengan pewarna eosin
(Eroschenko 2000). Eritrosit dibentuk di dalam sumsum tulang dengan jangka
hidup normal eritrosit pada hewan adalah 115-120 hari. Sel darah merah tua akan
hancur dalam limpa, sumsum tulang, dan hati (Mitruka & Rawnsley 2001).
Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, keadaan gizi, masa laktasi,
kehamilan, temperatur lingkungan dan ketinggian (Mccance et al. 2010).
Kadar (x 106/µl)

5,00
4,50
4,00
3,50
3,00

0 hari

30 hari

60 hari

90 hari

A1

3,43

4,30

3,77

3,81

A2

4,40

4,30

4,30

3,99

A3

4,40

4,66

4,51

4,34

Keterangan: A1= Pakan standar; A2 = Pakan standar + probiotik; A3 = Pakan standar + probiotik
+ minyak ikan lele

Gambar 3 Grafik Kadar Eritrosit Monyet Ekor Panjang Selama Perlakuan

13
Jumlah rata-rata eritrosit monyet ekor panjang yang diberi pakan perlakuan
sebesar 4.2±0.5(x106/µl). Nilai ini menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda
dengan penelitian Soma et al. (2011) yang menyatakan bahwa kadar eritrosit
monyet ekor panjang betina antara 3.9±0.5(x106/µl), tetapi hal ini berbeda dengan
Fortman et al. (2001) yang menyatakan bahwa nilai normal eritrosit pada monyet
ekor panjang adalah 5.3-6.3(x106/µl).
Tabel 7 Rata-rata perubahan kadar eritrosit monyet ekor panjang
Perlakuan
A1
A2
A3
Rata-rata
p value

∆ 30 hari
0.87±0.8
-0.11±0.1
0.26±0.2
0.34±0.5

∆ 60 hari
0.34±0.5
-0.10±0.3
0.12±0.2
0.12±0.2

∆ 90 hari
0.38±0.7
-0.42±0.2
-0.06±0.1
-0.03±0.4

Rata-rata

p value

a

0.53±0.3
-0.21±0.2b
0.11±0.2b
0.14±0.1
.004

.081
.170

Keterangan: A1 = Pakan standar; A2 = Pakan standar + probiotik; A3 = Pakan standar + probiotik
+ minyak ikan lele

Berdasarkan Tabel 7 di atas diketahui bahwa rata-rata perubahan eritrosit
bulan pertama sebesar 0.34±0.5 (×106/µl) dan mengalami penurunan pada bulan
kedua dan ketiga. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perubahan kadar
eritrosit MEP berbeda nyata (p0.05) terhadap lama intervensi, baik pada bulan pertama, kedua, maupun
ketiga, serta tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap interaksi perlakuan dengan
lama intervensi. Pemberian pakan A1 dan A3 menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan nilai eritrosit pada titik 30 hari dan menurun di titik 60 dan 90 hari,
sedangkan pemberian pakan A2 menunjukkan terjadi penurunan kadar eritrosit
pada titik 30, 60, dan penurunan terbesar terjadi pada titik 90 hari. Perubahan nilai
eritrosit pada MEP didasarkan pada pencapaian nilai optimum, sehingga
pemberian perlakuan bertujuan untuk mencapai nilai optimum pada kadar
eritrosit. Bukan semata-mata hanya meningkatkan nilai eritrosit dalam darah.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perubahan nilai eritrosit MEP
perlakuan pakan A1 berbeda nyata dengan perlakuan pakan A2 dan A3. Pakan
standar (A1) meningkatkan kadar eritrosit dalam darah, sedangkan pakan A2 dan
A3, peningkatan kadar eritrosit dalam darah cenderung lebih sedikit. Hal ini
berbeda dengan penelitian Ali et al. (2013) yang menyatakan bahwa pemberian
probiotik dalam pakan tambahan dapat menguntungkan bagi ternak, dimana
probiotik menyeimbangkan mikroflora usus, meningkatkan ketersediaan nutrient
ternak, meningkatkan imun tubuh dan dapat memperbaiki profil darah (jumlah
eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit).
Pembentukan eritrosit memerlukan dua faktor, yaitu faktor ekstrinsik yang
ditemukan dalam daging, ragi, hati, dedak, telur, dan susu, serta faktor intrinsik
yang dihasilkan oleh mukosa lambung, dan mukosa duodenum. Sitokin, faktor
pertumbuhan, hormon, interaksi sel stroma dengan sumsum tulang dan elemen,
seperti zat besi (Fe), folat, dan vitamin B12 juga berperan dalam mekanisme proses
pembentukan eritrosit (Kyriazi 2011). Harper et al. (1979) menyatakan bahwa
kegagalan pembentukan eritrosit disebabkan oleh kekurangan besi dan protein
dalam makanan.

14
Proses eritropoeisis tidak dapat berlangsung jika tidak ada vitamin-vitamin,
terutama B12, asam folat, B6, riboflavin, asam pantotenat, niasin, asam askorbat,
dan vitamin E, serta zat besi untuk pembentukan hemoglobin dan tembaga sebagai
katalisator. Vitamin B12 adalah molekul utama yang dibutuhkan untuk mensekresi
protein (Mccance et al. 2010). Pakan A1 mengandung 25 gram tepung badan ikan
lele yang merupakan sumber kalsium (Ca) dan phospor (P), serta mengandung
trace element seperti seng (Zn), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) dan kobalt
(Co) (Moeljanto 1982) serta protein yang cukup untuk proses eritropoeisis.
Hemoglobin
Warna merah pada darah disebabkan karena adanya hemoglobin.
Hemoglobin dalam eritrosit merupakan besi heme yang mengandung protein
(Elliott 2008). Adanya hemoglobin membuat darah dapat mengikat oksigen dalam
bentuk oksihemoglobin (HbO2) dan karbondioksida dalam bentuk
karboksihemoglobin HbCO2. Semakin banyak jumlah molekul hemoglobin yang
terkandung dalam sel darah merah, semakin banyak oksigen yang dapat diikat
(Frandson 1986).
Kadar (g/dl)

13,00
12,00
11,00
10,00
9,00
8,00

0 hari

30 hari

60 hari

90 hari

A1

9,13

12,20

11,00

10,70

A2

12,03

12,20

11,93

11,27

A3

11,93

12,40

12,20

11,80

Keterangan: A1 = Pakan standar; A2 = Pakan standar + probiotik; A3 = Pakan standar + probiotik
+ minyak ikan lele

Gambar 4 Grafik Kadar Hemoglobin Monyet Ekor Panjang Selama Perlakuan
Hewan coba yang diberi pakan perlakuan memiliki kadar hemoglobin ratarata antara 10.8-12.1 g/dl. Hal ini sesuai dengan Fortman et al. (2001) yang
menyatakan kadar hemoglobin normal pada MEP adalah 11.0-12.4 g/dl. Sama
halnya dengan perubahan nilai eritrosit, perubahan nilai hemoglobin pada MEP
juga didasarkan pada pencapaian nilai optimum, yaitu mencapai 11.0-12.4 g/dl.
Tabel 8 Rata-rata perubahan kadar hemoglobin monyet ekor panjang
Perlakuan
A1
A2
A3
Rata-rata
p value

∆ 30 hari
3.07±2.7
0.17±0.6
0.20±0.7
1.14±1.7

∆ 60 hari
1.87±1.7
-0.10±1.0
-0.50±2.3
0.42±1.3

∆ 90 hari
1.57±2.2
-0.77±0.4
-1.07±2.5
-0.09±1.4

Rata-rata

p value

a

2.17±0.8
-0.23±0.5b
-0.46±0.6b
0.49±1.5
.011

.362
.994

Keterangan: A1 = Pakan standar; A2 = Pakan standar + probiotik; A3 = Pakan standar + probiotik
+ minyak ikan lele

15
Tabel 8 di atas menunjukkan perubahan kadar hemoglobin MEP selama tiga
bulan perlakuan. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa rata-rata perubahan
kadar hemoglobin berbanding lurus dengan perubahan kadar eritrosit. Hasil uji
sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p0.05) terhadap lama intervensi, dan interaksi perlakuan dengan
lama intervensi. Kadar hemoglobin MEP yang diberi pakan A1 mengalami
peningkatan selama tiga bulan perlakuan mencapai rata-rata 2.17 g/dl. Hal ini
sesuai dengan penelitian Gera et al. (2012) yang menyebutkan bahwa saus ikan
memiliki bioavaibilitas heme zat besi yang tinggi, dan fortifikasi Fe pada makanan
signifikan meningkatkan Hb (0.42 g/dl).
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perubahan kadar hemoglobin
perlakuan pakan A1 berbeda nyata dengan pakan A2 dan A3. Kadar hemoglobin
meningkat setelah diberi pakan A1, sedangkan pakan A2 dan A3 menurunkan
nilai kadar hemoglobin MEP. Hal ini diduga disebabkan karena MEP dengan
pakan A1 memiliki nilai hemoglobin yang belum mencapai nilai optimum pada
awal perlakuan, sedangan MEP dengan pakan A2 dan A3 sudah mencapai nilai
optimum, sehingga MEP dengan pakan A1 lebih banyak menyerap zat gizi yang
diberikan karena hewan coba mengalami kekurangan. Hal tersebutlah yang
menyebabkan zat gizi lebih banyak terserap dan peningkatan nilai hemoglobin
lebih tinggi dibandingkan pakan lain.
Kandungan zat besi dalam tepung ikan lele berperan dalam sintesis
hemoglobin, sehingga pemberian perlakuan berperan dalam meningkatkan nilai
hemoglobin dalam darah. Selain zat besi, mangan yang terkandung dalam tepung
ikan lele berperan dalam metabolisme asam amino, sedangkan kobalt merupakan
bagian yang penting dari vitamin B12 untuk membantu mencegah anemia dan
merangsang produksi eritrosit (Marliyati dan Kustiyah 2008). Peningkatan status
hemoglobin berkorelasi positif dengan peningkatan status riboflavin. Powers et al.
(2011) menyatakan bahwa defisiensi riboflavin pada hewan dapat menurunkan
penyerapan.
Hematokrit
33,00
Kadar (%)

31,00
29,00

27,00
25,00
23,00

0 hari

30 hari

60 hari

90 hari

A1

23,80

29,67

25,90

26,13

A2

30,47

29,73

29,50

27,30

A3

30,13

31,90

30,73

29,50

Keterangan: A1 = Pakan standar; A2 = Pakan standar + probiotik; A3 = Pakan standar + probiotik
+ minyak ikan lele

Gambar 5 Grafik Kadar Hematokrit Monyet Ekor Panjang Selama Perlakuan

16
Menurut Wijayakusuma dan Sikar (1986), hematokrit adalah persentase sel
darah merah dalam 100 ml darah. Pada hewan normal nilai hematokrit sebanding
dengan jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin. Kebanyakan hewan
mempunyai nilai hematokrit antara 38-48% dengan rataan 40%. Pada hewan
percobaan, nilai Hematokrit berkisar antara 26.4-30.6%. Hal ini masih dibawah
nilai normal menurut Soma et al. (2011) yang menyatakan kadar hematokrit MEP
betina dewasa sebesar 32.1±4.1%. Hematokrit abnormal menunjukkan adanya
masalah pada sirkulasi darah merah (Tortora dan Anagnostakos 1990).
Tabel 9 Rata-rata perubahan kadar hematokrit monyet ekor panjang
Perlakuan
A1
A2
A3
Rata-rata
p value

∆ 30 hari
5.87±5.5
-0.73±0.8
1.77±1.9
2.30±3.3

∆ 60 hari
2.10±3.2
-0.97±2.0
0.60±1.7
0.58±1.5

∆ 90 hari
2.33±4.8
-3.17±0.9
-0.63±0.9
-0.49±2.8

Rata-rata

p value

a

3.43±2.1
-1.62±1.3b
0.58±1.2ab
0.80±2.5
.006

.150
.866

Keterangan: A1 = Pakan standar; A2 = Pakan standar + probiotik; A3 = Pakan standar + probiotik
+ minyak ikan lele

Hasil uji sidik ragam menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p0.05). Rata-rata kadar hematokrit MEP setelah satu
bulan perlakuan mengalami peningkatan sebesar 2.30±3.3% dan cenderung
mengalami penurunan pada bulan berikutnya. Perubahan kadar hematokrit ini
berbanding lurus dengan kadar eritrosit, yaitu pemberian pakan A1 dan A3
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai hematokrit pada titik 30 hari dan
menurun di titik 60 dan 90 hari, sedangkan pemberian pakan A2 menunjukkan
terjadi penurunan kadar hematokrit pada titik 30, 60, dan penurunan terbesar
terjadi pada titik 90 hari.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pakan A1 berbeda nyata
dengan pakan A2, namun tidak berbeda nyata dengan pakan A3. Pakan A1
meningkatkan kadar hematokrit MEP, sedangkan pakan A2 cenderung
menurunkan kadar hematokrit MEP. Hal ini diduga disebabkan karena MEP
dengan pakan A2 sudah memiliki kadar hematokrit yang cukup baik, sehingga
asupan makanan yang diberikan tidak terlalu menunjukkan perubahan. Selain itu
diduga disebabkan karena status hidrasi MEP baik, sehingga tidak meningkatkan
nilai hematokrit. Baldy (1995) menyatakan bahwa hematokrit juga berfungsi
untuk menilai status dehidrasi tubuh. Kondisi dehidrasi karena kekurangan cairan,
penurunan pasokan cairan, redistribusi dari plasma ke jaringan akibat cidera akan
meningkatkan nilai hematokrit.
Mean Corpuscular Volume
Parameter fisiologis sel darah merah dapat diketahui melalui perhitungan
rataan ukuran Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular
Hemoglobin (MCH), dan Mean Cospuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)
(Dharmawan 2002). MCV menunjukkan ukuran (volume) rata-rata dari satu sel
darah merah.

17
69,30

Kadar (fl)

69,00
68,70
68,40
68,10
67,80

0 hari

30 hari

60 hari

90 hari

A1

69,07

68,97

68,63

68,57

A2

69,10

69,10

68,57

68,47

A3

68,53

68,47

68,07

67,97

Keterangan: A1 = Pakan standar; A2 = Pakan standar + probiotik; A3 = Pakan standar + probiotik
+ minyak ikan lele

Gambar 6 Grafik MCV Monyet Ekor Panjang Selama Perlakuan
Gambar 6 menunjukkan bahwa ukuran rata-rata sel darah merah pada MEP
adalah 68.6±0.3fl, hal ini lebih dari ukuran normal menurut Fortman et al. (2001)
yang menyatakan bahwa nilai MCV pada MEP adalah 59.0-66.0 fl. Nilai MCV
akan naik bila ukuran sel darah merah lebih besar dari ukuran normal
(macrocytic), contohnya pada anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12
(AACC 2009).
Tabel 10 Rata-rata perubahan kadar MCV monyet ekor panjang
Perlakuan

∆ 30 hari

∆ 60 hari

∆ 90 hari

Rata-rata

p value

A1
A2
A3
Rata-rata
p value

-0.10±1.7
0.00±0.3
-0.07±0.9
-0.06±0.1

-0.43±1.3
-0.53±0.5
-0.47±0.7
-0.48±0.1

-0.50±1.2
-0.63±0.5
-0.57±0.5
-0.57±0.1

-0.34±0.2a
-0.39±0.3a
-0.37±0.3a

Dokumen yang terkait

Gambaran Darah Macaca Fascicularis Betina Dewasa Sebelum Dan Sesudah Masa Penampungan Di Tempat Eksportir

0 3 55

Pengaruh Minyak Ikan Lemuru dalam Pakan terhadap Respons Vaskuler Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Hiperkolesterolemik

0 36 306

Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Fermentasinya terhadap Profil Lipid dan Penanda Biologis Fungsi Kognitif Monyet Ekor Panjang Betina Usia Tua

0 17 118

Pengaruh Minyak Ikan Lemuru dalam Pakan terhadap Respons Vaskuler Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Hiperkolesterolemik

0 4 148

Efek Pemberian Biskuit Fungsional yang Diperkaya Tepung Ikan Lele (Clarias Gariepinus) dan Tepung Ubi Jalar (Ipomea SP) dengan Krim Probiotik Enterococcus Faecium IS-27526 Terhadap Keseimbangan Mikrobiota Fekal Tikus Spraque Dawley Betina Usia Tua

0 2 4

Pengaruh Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 dan Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) Dalam Biskuit Fungsional Yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele dan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea sp.) Terhadap Profil Mikrobiota Fekal Monyet Ekor Panjang (Macaca fasc

0 4 37

Pengaruh pemberian pakan tepung dan minyak Ikan Lele serta probiotik E. faecium is-27526 terhadap karakteristik antropometri Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) betina usia tua

0 3 36

Pengaruh Pemberian Biskuit Lele (Clarias Gariepinus) Dengan Krim Probiotik Enterococcus Faecium Is-27526 Terhadap Profil Lipid Dan Berat Badan Wanita Lansia.

0 10 80

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG IKAN GABUS (Channa striata) DALAM PAKAN KOMERSIL TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN JUMLAH SEL DARAH MERAH IKAN LELE (Clarias Sp).

0 1 2

Deskripsi Paten "Lactobacillus Plantarum Strain IS-10506 dan Strain IS-20506, Enterococcus Faecium IS-27526 Asal Dadih Bersifat Probiotik" - Binus e-Thesis

0 0 32