Pengaruh pemberian pakan tepung dan minyak Ikan Lele serta probiotik E. faecium is-27526 terhadap karakteristik antropometri Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) betina usia tua

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TEPUNG DAN MINYAK
IKAN LELE SERTA PROBIOTIK E. faecium IS-27526
TERHADAP KARAKTERISTIK ANTROPOMETRI MONYET
EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) BETINA USIA TUA

MARLITA JAYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian
Pakan Tepung dan Minyak Ikan Lele serta Probiotik E. faecium IS-27526
terhadap Karakteristik Antropometri Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Betina Usia Tua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Marlita Jayanti
NIM I14100043

ABSTRAK
MARLITA JAYANTI. Pengaruh Pemberian Pakan Tepung dan Minyak Ikan Lele
serta Probiotik E. faecium IS-27526 terhadap Karakteristik Antropometri Monyet
Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Betina Usia Tua. Dibimbing oleh CLARA M.
KUSHARTO
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pakan tepung, minyak
ikan lele serta probiotik terhadap karakteristik antropometri monyet ekor panjang
betina usia tua. Sebelum dilakukan intervensi, diperlukan waktu 45 hari untuk
masa adaptasi. Penelitian ini merupakan experimental study selama 90 hari.
Sembilan Monyet Ekor Panjang secara acak dibagi dalam tiga perlakuan. Pakan
tepung ikan lele (A1), pakan tepung ikan lele + probiotik (A2), dan kelompok
pakan ikan lele + probiotik + minyak ikan lele (A3). Analisis statistika
menggunakan uji ANOVA. Penelitian menunjukan bahwa, efek perlakuan, lama

intervensi, dan interaksi perlakuan vs lama intervensi, tidak berpengaruh nyata
terhadap perubahan berat badan dan lingkar perut. Efek perlakuan berpengaruh
nyata (p 15+2 = 17
n=9

4

Berdasarkan rumus di atas, jumlah sampel setiap kelompok adalah 9 ekor,
sehingga total sampel berjumlah 27 ekor. Penelitian dikatakan pilot study karena
setiap kelompok perlakuanhanya menggunakan 3 ekor monyet (unit percobaan)
yaitu 1/3 dari jumlah seharusnya.
Kandang
Kandang merupakan tempat pemeliharaan hewan coba. Kandang dibuat per
individu hewan coba dengan konstruksi yang kuat untuk mencegah kerusakan dari
hewan coba. Oleh karena itu jenis bahan kandang dari stainless steel yang kuat
dan tinggi yang berukuran 0,6 x 0,6 x 0,9 m. Gambar 1 berikut menggambarkan
kandang individu pada hewan coba.

Gambar 1 kandang individu
Setiap kandang dilengkapi kebutuhan hewan coba seperti tempat pakan dan

tempat air minum di dalam mangkuk anti karat dan air minum disediakan ad
libitum, ditempatkan pada ruang tertutup dan bersih serta dilengkapi dengan
lampu, keran air, selang air, alat kebersihan dan house fan.
Alur Penelitian
Penelitian ini menggunakan hewan coba yaitu 9 ekor monyet ekor panjang
betina usia tua dengan berat badan 2-4 kg, hasil penangkaran Pusat Studi Satwa
Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat-Institut
Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB). Semua perlakuan yang melibatkan hewan
percobaan dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditentukan dan disetujui
Komisi Kesejahteraan Hewan Laboratorium PSSP IPB (ACUC) dengan nomor
P.01.13-IR.
Tahapan penelitian terdiri dari masa persiapan bahan intervensi, masa
adaptasi dan masa perlakuan. Persiapan bahan intevensi yaitu pembuatan pakan
untuk hewan coba. Pakan kontrol untuk hewan coba merupakan formula terpilih
dari penelitian Kusharto et al. (2012). Komposisi pakan terdiri dari gula, telur,
tepung kepala, tepung badan, tepung kedelai, tepung terigu,tepung ubi jalar, BOS
(Butter Oil Substitute), penambahan tepung kuning telur 0,1%, penambahan
probiotik pada pakan A2 dan penambahan probiotik dan minyak ikan lele pada
pakan A3. Menurut Astuti et al.(2010) penambahan tepung kuning telur dapat
memperbaiki palatabilitas sehingga meningkatkan konsumsi pakan.


5

Tahap persiapan pada penelitian utama adalah memberikan waktu masa
adaptasi hewan coba selama 45 hari. Sebelumnya hewan telah diovariektomi, agar
hewan sudah tidak mendapatkan siklus bulanan/tidak produktif. Hewan di
karantina dengan kandang individu dengan posisi kandang yang berdekatan agar
antar individu berinteraksi secara audiovisual.
Pakan awal pada saat adaptasi hewan coba diberi Monkey chow. Monkey
chow adalah pakan komersil yang padat, kering dan agak keras dengan kandungan
energi dan protein yang tinggi sebanyak 50-80 g/hari. Setelah adaptasi kandang
selama 30 hari, pakan dikombinasi dengan pakan intervensi selama 15 hari.
Tahap masa perlakuan, monyet dibagi dalam tiga kelompok. Pakan
diberikan dalam bentuk pelet sebanyak 100 gram/hari diberikan dua kali untuk
pagi dan siang. Pertimbangan jumlah pakan yang diberikan sesuai kebutuhan
energi monyet ekor panjang 120 Kalori/kg BB (Bennet et al. 1996).
Pengukuran hewan coba dilakukan pada 4 titik, yaitu 0 hari, 30 hari, 60 hari
dan 90 hari oleh dokter hewan dan paramedis yang ahli dibidangnya. Pengukuran
dilakukan pada pagi hari setelah hewan teranastesi. Timbangan digital untuk
mengukur berat badan dengan ketelitian 0.1 kg. Jangka sorong untuk mengukur

panjang badan dan tinggi lutut dengan ketelitian 0.01 cm. Mikrometer untuk
mengukur tebal lipatan kulit perut dengan ketelitian 0.01 mm. Meteran untuk
mengukur lingkar perut dan panjang depa dengan ketelitian 0.1 cm. Gambar 2
berikut merupakan diagram alir prosedur penelitian.
9 ekor Macaca fascicularis
adaptasi kandang dan pakan 45 hari

Pakan kontrol (A1)

Pakan kontrol + E.
faecium IS-2726

Pakan kontrol+ E. faecium
IS-27526 + minyak ikan lele

Pengukuran karakteristik
antropometri di titik (0, 30, 60, 90) hari

Gambar 2 Diagram Alir Prosedur Penelitian
Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok Faktorial (RAF) dengan faktor pengacak kelompok perlakuan dan lama
waktu intervensi. Model matematis dari rancangan ini adalah sebagai berikut:

6

Yijk = µ + Ai+ Bj + ABij +ρ+єijk
Keterangan:
Yijk
: Pengamatan Faktor A taraf ke-i , Faktor B taraf ke-j dan Ulangan
ke-k
µ
: Rataan Umum
Ai
: Pengaruh Faktor A pada taraf ke-i
Bj
: Pengaruh Faktor B pada taraf ke-j
Abij
: Interaksi antara Faktor A dengan Faktor B

ρk
: Pengaruh ulangan ke K
Analisis Data
Data karakteristik yang diamati dianalisis dengan uji statistik menggunakan
Analysis of Variance (ANOVA). Analisis statistik dilakukan pada masing-masing
parameter pengamatan, yaitu berat badan, panjang badan, lingkar perut, tebal
lipatan kulit perut, tinggi lutut, serta panjang depa. Jika terdapat hubungan dan
berpengaruh nyata, maka akan di lanjutkan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Monyet ekor panjang (MEP) merupakan hewan omnivora atau pemakan
segala macam makanan. Pakan kontrol (A1) merupakan pakan dengan komposisi
formula terpilih dari penelitian Kusharto et al (2012). Tabel 1 berikut merupakan
tabel komposisi pakan untuk ketiga jenis perlakuan.
Tabel 1 Komposisi pakan perlakuan
Jenis Bahan
Gula
Telur

Pakan A1

125
50

Jumlah bahan (gram)
Pakan A2
125
50

Pakan A3
125
50

Tepung Kepala

-

7.5

7.5


Tepung Badan

25

17.5

17.5

Tepung Kedelai

50

50

50

Tepung Terigu

75


75

75

Tepung Ubi Jalar

75

75

75

Butter (BOS)

150

150

75


-

-

75

0,1%

0,1%

0,1%

Minyak Ikan Lele
Tepung kuning telur
Probiotik

8

10 cfu/g

108 cfu/g

7

Pakan yang telah dikondisikan, diberikan pada ketiga kelompok perlakuan
memiliki kandungan energi yang relatif sama (420-450 kkal). Semua kelompok
mendapatkan jenis pakan yang sama. Komposisi pakan yaitu gula, telur, tepung
kepala, tepung badan, tepung kedelai, tepung terigu, tepung ubi jalar, BOS, namun
terdapat penambahan probiotik E. faecium IS-27526 pada kelompok A2 dan
penambahan probiotik E. faecium IS-27526 dan minyak ikan lele pada kelompok
A3. Selain itu, MEP juga diberikan tambahan buah-buahan sebagai penunjang
asupan harian. Jenis pakan cenderung dapat mempengaruhi asupan MEP. Tabel 2
berikut merupakan tabel persentase konsumsi pakan selama intervensi pada MEP
betina usia tua.
Tabel 2 Persentase konsumsi pakan selama intervensi pada MEP betina usia tua

A1
A2
A3

Berat pakan yang
diberikan (gram)
100
100
100

Persentase konsumsi(%)
90.91
85.75
89.18

Ket: (A1) Kontrol, (A2) Kontrol +probiotik, (A3) Kontrol + probiotik + minyak ikan lele.

Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa berat pakan yang diberikan
pada tiap MEP sama, yaitu 100 gram. Persentasi urutan konsumsi dari yang
terbesar yaitu kelompok A1, A3,dan A2. Daya terima konsumsi MEP dapat
dikatakan cukup baik karena konsumsi MEP > 80%. Menurut Bennet et al.
(1996), faktor yang dapat mempengaruhi daya terima primata terhadap makanan
adalah jenis nutrisi, palatabilitas, bentuk dan jenis bahan.
Pengamatan Berat Badan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Pengukuran berat badan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian
0.1kg. Pengukuran berat badan diperlukan sebagai indikator kesehatan dan
kesejahteraan hewan selama masa intervensi (Fortman et al. 2002). Perlakuan
intervensi pakan menyebabkan terjadinya perubahan berat badan pada MEP. Gambar
3 berikut menggambarkan grafik berat badan MEP selama masa intervensi.

Berat Badan
3,60
3,50
3,40
3,30
3,20
3,10
3,00

0 Hari

30 Hari

60 Hari

90 Hari

A1

3,10

3,46

3,52

3,57

A2

3,13

3,33

3,34

3,31

A3

3,11

3,29

3,38

3,41

Gambar 3 Grafik berat badan MEP selama masa intervensi

8

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa berat badan MEP antar
perlakuan, antar lama intervensi dan interaksi perlakuan dengan lama intervensi
tidak berbeda nyata (p>0.05). Rata-rata berat badan monyet pada awal penelitian
berkisar antara 3.10 kg – 3.13 kg dan diakhir pengamatan cenderung mengalami
peningkatan dengan kisaran 3.31 kg – 3.57 kg. Agar perubahan berat badan lebih
terlihat dari masing-masing perlakuan, setiap berat badan titik pengukuran
dikurang berat badan awal pengukuran (baseline). Tabel 3 berikut merupakan
tabel perubahan berat badan MEP selama masa intervensi.
Tabel 3 Perubahan berat badan selama masa intervensi
Δ 30

Perlakuan
A1
A2
A3
Rata-rata
p value

0.36±0.2
0.20±0.4
0.18±0.1
0.25±0.1

Δ 60
0.41±0.4
0.21±0.5
0.26±0.1
0.30±0.1

Δ 90

p value

Rata-rata

0.47±0.5
0.18±0.5
0.29±0.2
0.31±0.2

a

0.41±0.1
0.20±0.0a
0.24±0.1a
0.29±0.0
0.152

0.821
0.985

Ket: (A1) Kontrol, (A2) Kontrol+probiotik, (A3) Kontrol + probiotik + minyak ikan lele.

Hasil analisa sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perubahan berat
badan MEP antar perlakuan, antar lama intervensi dan interaksi perlakuan dengan
lama intervensi tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian
Rieuwpassa (2005), bahwa pertambahan berat badan, panjang badan, status gizi
balita memiliki hasil tidak signifikan pada pemberian biskuit ikan teri dengan
krim probiotik E.faecium IS- 27526. Berat badan MEP cenderung meningkat/
menstabilkan berat badan, walaupun hasil sidik ragam tidak berbeda nyata
(p>0.05). Menurut Fortman (2002), peningkatan berat badan merupakan sifat
alamiah pada hewan coba. MEP betina usia tua yang memiliki peningkatan berat
badan yang cenderung tinggi tidak dapat dikatakan lebih baik, karena berat badan
yang tinggi berkaitan dengan resiko obesitas.
Penurunan rata-rata perubahan berat badan terjadi pada merupakan pada
kelompok pangan A2. Hal ini karena pakan yang dikonsumsi oleh hewan coba
cenderung menurun (85.75%). Konsumsi MEP pada kelompok A2 relatif lebih
sedikit dibandingkan dengan kelompok A1 (90.91%) dan KelompokA3 (89.18%).
Hal ini dapat dikatakan bahwa perubahan berat badan berbanding lurus dengan
persentase asupan MEP. Penambahan tepung kuning telur pada formula pakan
MEP diduga dapat meningkatkan ketertarikan MEP pada pakan. Menurut Suparto
et al. (2010) penambahan tepung kuning telur sebagai pakan tinggi lemak dapat
memperbaiki palatabilitas sehingga meningkatkan konsumsi pakan dan bobot
badan. Sejalan degan penelitian Oktarina (2009) pakan dengan penambahan
kuning telur (lemak ±19.62%) lebih berpotensi meningkatkan berat badan
dibanding pakan monkey chow (lemak 5.55%).
Pengamatan
fascicularis)

Panjang

Badan

Monyet

Ekor

Panjang

(Macaca

Panjang badan merupakan salah satu komponen untuk mengetahui status
gizi seseorang Panjang badan MEP diukur dari kepala hingga tulang ekor dengan
menggunakan jangka sorong ketelitian 0.01 cm. Supriatna dan Wahyono (2000)

9

menyatakan bahwa monyet ekor panjang memiliki panjang tubuh berkisar antara
38.5 cm - 66. 8 cm. Gambar 4 berikut menggambarkan grafik panjang badan MEP
selama masa intervensi.

Panjang Badan
42,00
41,00
40,00
39,00
38,00
37,00

0 Hari

30 Hari

60 Hari

90 Hari

A1

37,67

39,27

40,40

41,07

A2

38,17

39,00

39,67

39,83

A3

38,83

39,33

39,67

40,00

Gambar 4 Grafik panjang badan MEP selama masa intervensi
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa panjang badan MEP antar
perlakuan, antar lama intervensi, serta interaksi perlakuan dengan lama intervensi
tidak berbeda nyata (p>0.05), namun pemberian perlakuan cenderung
meningkatkan panjang badan pada tiga kelompok perlakuan. Rata-rata panjang
badan MEP pada awal penelitian berkisar antara 37.67 cm – 38.83 cm dan diakhir
pengamatan cenderung mengalami peningkatan dengan kisaran 39.83 cm – 41.07
cm.
Peningkatan panjang badan pada MEP usia tua bukan karena pertumbuhan
massa tulang namun diduga efek penyerapan kalsium untuk memadatkan tulang
sehingga, kondisi tulang menjadi optimal dan menurunkan resiko pengeroposan
tulang MEP. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (1984), proses
penghancuran dan perombakan semakin dominan sejalan dengan bertambahnya
usia sehingga menyebabkan tingginya angka pengkroposan tulang. Oleh karena
itu, kalsium dibutuhkan meskipun mencapai usia lanjut. Agar perubahan panjang
badan lebih terlihat dari masing-masing perlakuan, setiap panjang badan titik
pengukuran dikurang panjang badan awal pengukuran (baseline). Tabel 4 berikut
merupakan tabel perubahan panjang badan MEP selama masa intervensi.
Tabel 4 Perubahan panjang badan selama masa intervensi
Perlakuan
A1
A2
A3
Rata-rata
p value

Δ 30
0.16±1.4
0.83±0.8
0.50±0.9
0.98±0.6

Δ 60
2.73±1.6
1.50±1.3
0.83±1.4
1.69±1.0

Δ 90
3.40±0.9
1.67±1.2
1.17±1.3
0.31±1.2

Rata-rata
2.58±0.9a
1.33±0.4b
0.83±0.3b
1.58±0.6
0.01

p value

0.09
0.87

Ket: (A1) Kontrol, (A2) Kontrol+probiotik, (A3) Kontrol + probiotik + minyak ikan lele.

10

Hasil analisa sidik ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perubahan
panjang badan MEP antar perlakuan berbeda nyata (p0.5). Hasil
uji lanjut Duncan menunjukan bahwa, kelompok pakan A1 berbeda nyata dengan
kelompok pakan A2 dan A3, sedangkan kelompok pakan A2 tidak berbeda nyata
dengan kelompok pakan kelompok A3.
Komposisi tepung badan pakan A1 sebanyak 25 gram, sedangkan komposisi
tepung badan pakan A2 dan A3 sebanyak 17.5 gram dan tepung kepala sebanyak
7.5 gram. Tulang merupakan komponen kepala ikan. Proses pembentukan tulang
membutuhkan kalsium. Zat gizi yang berpengaruh dalam pembentukan tulang
bukan hanya kalsium, namun protein sangat berpengaruh dalam penyusun tulang.
Menurut Baron (2006), Senyawa organik utama penyusun tulang adalah protein,
dan protein utama penyusun tulang adalah kolagen tipe I yang merupakan 90-95%
bahan organik utama.
Perubahan panjang badan MEP kelompok pakan A1 lebih besar dibanding
kelompok pakan A2 dan A3. Hal ini diduga karena tepung badan ikan lele
memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan kepala ikan lele. Hal ini
sejalan dengan penelitian Mervina et al.(2012), hasil analisis kadar protein tepung
badan ikan lebih besar daripada tepung kepala ikan. Perbedaan ini dikarenakan
badan ikan mengandung lebih banyak daging ikan. Apabila protein yang di
butuhkan tidak tercukupi, maka proses penyerapan kalsium pada tulang kurang
optimal. Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa, jika terdapat hambatan dalam
pembentukan matriks organik, maka akan ada hambatan juga dalam proses
kalsifikasi tulang sehingga terjadi penurunan kadar mineral tulang, diantaranya
kalsium dan fosfor tulang (Kimura M et al.2004).
Perbedaan pakan kelompok A2 adalah komponen pakan ditambah probiotik
E.faecium IS 27526. Probiotik dapat dikaitkan dengan fisiologis pencernaan
dalam tubuh. Penggunaan probiotik dalam pakan dapat meningkatkan daya cerna
sehingga zat-zat pakan lebih banyak diserap oleh tubuh untuk pertumbuhan dan
menunjang proses-proses fisiologis dalam tubuh (Barrow 1992). Penambahan
probiotik tidak memiliki hubungan yang nyata (p>0.05) dengan panjang badan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Rieuwpassa (2005), bahwa pertambahan berat
badan, tinggi badan, status gizi balita memiliki hasil tidak signifikan pada
pemberian Biskuit ikan teri dengan krim probiotik E.faecium IS- 27526.
Pakan kelompok A3 ditambah dengan probiotik E.faecium IS 27526 dan
minyak ikan lele. Kaban & Daniel (2005) menjelaskan bahwa minyak ikan yang
berasal dari ikan lele dapat dijadikan sebagai sumber asam lemak omega 6
(linolenat). Asam lemak bermanfaat untuk lansia. Asam lemak linoleat berperan
dalam pemeliharaan kesehatan jantung, pengaturan metabolisme kolesterol,
menurunkan tekanan darah, menghambat lipogenesis hepatik (Pudjiadi 1997).
Komposisi asam lemak pada miyak ikan lele adalah MUFA > PUFA >SFA
(Ngadiarti et al. 2013). Minyak ikan lele Minyak cenderung berkaitan dengan
profil lipid dibanding dengan pertumbuhan panjang badan MEP. Hal ini sejalan
dengan penelitian Rifqi (2014) bahwa penambahan minyak ikan nampak secara
nyata pengaruhnya setelah pemberian 2 bulan terhadap profil lipid dalam
menurunkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol pada MEP yang diberi
pakan aterogenik.

11

Pengamatan Lingkar Perut Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Lingkar perut merupakan salah indikator untuk mengetahi timbunan lemak
pada rongga perut. Pengukuran lingkar perut menggunakan meteran dengan
ketelitian 0.1 cm. Gambar 5 berikut merupakan gambar grafik lingkar perut MEP
selama masa intervensi.

Lingkar Perut
55,00
50,00
45,00
40,00
35,00
30,00
25,00

0 Hari

30 Hari

60 Hari

90 Hari

A1

26,50

31,50

32,83

52,50

A2

28,17

30,00

30,83

30,67

A3

27,67

31,90

29,83

30,67

Gambar 5 Grafik lingkar perut MEP selama masa intervensi
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa lingkar perut MEP antar
perlakuan, antar lama intervensi, serta interaksi perlakuan dengan lama intervensi
tidak berbeda nyata (p>0.05) namun, perlakuan pakan cenderung meningkatkan
lingkar perut monyet ekor panjang selama penelitian. Pada awal perlakuan lingkar
perut MEP 26.50 cm – 28.17 cm, namun pada akhir pengukuran lingkar perut
MEP antara 30.67 cm -52.50 cm. Agar perubahan berat badan lebih terlihat dari
masing-masing perlakuan, setiap titik pengukuran lingkar perut dikurang
pengukuran awal (baseline). Tabel 5 berikut merupakan tabel perubahan lingkar
perut MEP selama masa intervensi.
Tabel 5 Perubahan lingkar perut MEP selama masa intervensi
Perlakuan
A1
A2
A3
Rata-rata
p value

Δ 30
5.00±3.3
1.83±1.9
4.23±5.5
3.69±1.7

Δ 60
6.33±4.6
2.67±6.0
2.17±0.3
3.72±2.3

Δ 90
26.0±37.0
2.50±4.0
3.00±1.3
10.50±13.4

p value

Rata-rata
12.44±11.8
2.33±0.4a
3.13±1.0 a
5.97±3.9
0.19

a

0.42
0.48

Ket: (A1) Kontrol, (A2) Kontrol+probiotik, (A3) Kontrol + probiotik + minyak ikan lele.

Hasil analisa sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perubahan
lingkar perut MEP antar perlakuan, antar lama intervensi, serta interaksi perlakuan
dengan lama intervensi tidak berbeda nyata (p>0.05), namun terdapat peningkatan
ukuran lingkar perut MEP. Perubahan lingkar perut diawal pengamatan MEP 1.83
cm – 5 cm dan pada akhir pengukuran mengalami peningkatan lingkar perut MEP
menjadi 2.5 cm – 26 cm. Meningkatnya ukuran lingkar perut mempunyai

12

hubungan erat dengan meningkatkan resiko terjadinya resiko sindrom metabolik
pada manusia. Jika lingkar pinggang lebih dari 90 cm pada pria dan lebih dari 80
cm pada wanita dapat meningkatkan resiko terjadinya sindrom metabolik pada
manusia, namun kriteria lingkar pinggang MEP terhadap resiko terjadinya
sindrom metabolik belum ada (Oktarina 2010).
Peningkatan lingkar perut cederung tinggi pada pakan A1. Hal ini diduga
konsumsi kelompok pakan A1 paling tinggi (90.91%). Terdapat peningkatan
paling tinggi pada kelompok pakan A1 di titik 90 hari, hal ini dikarenakan
terdapat peningkatan lingkar perut salah satu MEP hingga 59 cm. Peningkatan
lingkar perut pada salah satu MEP di duga salah satu MEP dalam keadaan tingkat
stress yang tinggi sehingga metabolisme melambat.
Pengamatan pada kelompok pakan A2, lingkar perut MEP cenderung
mengalami peningkatan lingkar perut yang kecil. Hal ini diduga pakan yang
dikonsumsi oleh MEP cenderung menurun (85,75), selain itu terdapat peranan
prebiotik dan probiotik dalam pakan. Prebiotik alami dalam pakan yaitu ubi jalar.
Probiotik penting sekali karena sebagai pakan mikroba di dalam usus sehingga
pencernaan akan menjadi sehat. Kombinasi probiotik dan prebiotik diyakini akan
bersifat sinergistik yang positif. Prebiotik akan membantu probiotik melewati
saluran pencernaan bagian atas. Dengan demikian, dengan cepat probiotik akan
meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan didalam kolon (Silalahi
2006).
Pengamatan Tebal Lipatan Kulit Perut Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis)
Pengukuran tebal lipatan kulit perut MEP menggunakan mikrometer.
Pengukuran tebal lipatan kulit perut merupakan salah satu cara menentukan
presentasi lemak pada tubuh. Lemak tubuh merupakan penyusun komposisi tubuh
yang merupakan salah satu indikator yang bisa digunakan untuk memantau
keadaan gizi melalui kadar lemak dalam tubuh (Nurachmah 2001). Pada MEP
gemuk, timbunan lemak di daerah perut dapat dilihat dari adanya lipatan kulit
yang menggantung bila MEP tersebut berdiri atau berjalan.Timbunan tersebut
juga dapat dilihat jelas bila MEP dalam keadaan duduk. Gambar 6 berikut
merupakan gambar grafik tebal lipatan kulit perut MEP selama masa intervensi.

Tebal lipatan Kulit Perut
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00

0 Hari

30 Hari

60 Hari

90 Hari

A1

4,33

5,00

5,67

6,33

A2

4,67

4,33

4,33

5,00

A3

3,67

5,00

5,33

4,33

Gambar 6 Grafik tebal lipatan kulit perut MEP selama masa intervensi

13

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tebal lipatan kulit MEP antar
perlakuan, antar lama intervensi serta interaksi perlakuan dengan lama intervensi
tidak berbeda nyata (p>0.05). Rata-rata tebal lipatan kulit MEP pada awal
penelitian berkisar antara 3.67 mm – 4.67 mm dan diakhir pengamatan cenderung
mengalami peningkatan dengan kisaran 4.33 mm – 6.33 mm. Peningkatan tebal
lipatan kulit perut untuk mengetahui adanya penimbunan lemak didaerah
abdomen (Oktarina 2010). Tebal lipatan kulit pada pakan kelompok A1 cenderung
naik, sedangkan pakan kelompok A2 dan A3 berfluktuasi namun, pada akhir
pengamatan cenderung naik dibanding pada awal pengamatan. Agar perubahan
tebal lipatan kulit perut lebih terlihat dari masing-masing perlakuan, Setiap tebal
lipatan kulit perut titik pengamatan di kurang awal pengukuran (baseline). Tabel 6
berikut merupakan tabel perubahan tebal lipatan kulit perut MEP selama masa
intervensi.
Tabel 6 Perubahan tebal lipatan kulit perut MEP selama masa intervensi
Perlakuan
A1
A2
A3
Rata-rata
p value

Δ 30
0.67±1.2
0.33±0.6
1.33±0.6
0.56±0.8

Δ 60
1.33±2.5
0.33±0.6
1.67±0.6
0.89±1.1

Δ 90
2.00±2.6
0.33±1.5
0.67±1.5
1.00±0.9

Rata-rata

p value

a

1.33±0.7
0.11±0.4b
1.22±0.5a
0.81±0.2
0.04

0.73
0.62

Ket: (A1) Kontrol, (A2) Kontrol+probiotik, (A3) Kontrol + probiotik + minyak ikan lele.

Hasil analisa sidik ragam pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perubahan tebal
lipatan kulit perut MEP antar perlakuan berbeda nyata (p0.05). Hasil uji lanjut Duncan menunjukan
bahwa, kelompok pakan A1 dan kelompok pakan A3 tidak berbeda nyata,
sedangkan kelompok pakan A2 berbeda nyata lebih rendah dengan kelompok
pakan A1 dan A3. Berdasarkan Hasil analisis proksimat Laboratorium Terpadu
Institut Pertanian Bogor 2013, kandungan lemak yang paling tinggi A3 sebesar
27,16%, dan konsumsi kelompok pakan tertinggi yaitu 90.91% pada kelompok
pakan A1 sehingga asupan lemak pada kelompok A1 lebih tinggi dibanding
kelompok pakan A2.
Perut atau bagian dari abdomen merupakan salah satu tempat deposit lemak
pada tubuh. Keberadaan lemak yang berlebih dilipatan kulit perut berhubungan
erat dengan lingkar pinggang dan lingkar pinggul. Monyet ekor panjang memiliki
kemiripan pola obesitas dengan manusia yang ditunjukkan dengan adanya
penimbunan lemak di sekitar perut (Putra et al. 2006). Perubahan tebal lipatan
kulit perut MEP pada kelompok pakan A2 cenderung menurun dan stabil. Hal ini
sesuai penelitian Sarwono et al.(2012) bahwa aktivitas probiotik dalam saluran
pencernaan turut mempengaruhi berkurangnya pembentukan lemak abdominal.
Menurut Santoso et al. (1995) bahwa pemberian probiotik dapat menurunkan
trigliserida, karena probiotik secara efektif dapat menurunkan aktivitas asetil KoA

14

karboksilase yaitu enzim yang berperan dalam laju sintesis asam lemak. AbuElheiga et al. (1995) menyatakan bahwa malonil KoA yang dihasilkan oleh asetil
KoA karboksilase merupakan kunci metabolit dalam mengatur sintesis asam
lemak dan oksidasi yang dapat dipengaruhi oleh perubahan pola makan serta
aktivitas usus.
Pengamatan Tinggi Lutut Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Pengukuran tinggi lutut MEP menggunakan jangka sorong dengan ketelitian
0.01 cm. Pengukuran tinggi pada lansia tidaklah mudah,dan salah satu
pengukurannya adalah dengan mengukur tinggi lutut. Hal ini menjadi alasan
dilakukannya pengukuran tinggi lutut pada MEP. Berbeda dengan tinggi badan,
tinggi lutut hanya sedikit mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya
usia. Tinggi lutut tidak mempengaruhi panjang dari beberapa tulang panjang,
seperti lengan dan kaki. Oleh karena itu, panjang lutut dan panjang lengan
digunakan sebagai indikator dalam pengukuran tinggi badan pada lansia (Pinni R
et al.2001). Gambar 7 berikut merupakan gambar perubahan grafik tinggi lutut
MEP selama masa intervensi.

Tinggi Lutut
15,50
15,30
15,10
14,90
14,70
14,50

0 Hari

30 Hari

60 Hari

90 Hari

A1

14,50

15,07

15,33

15,50

A2

15,17

15,30

15,00

15,00

A3

15,00

15,00

15,00

15,00

Gambar 7 Grafik tinggi lutut MEP selama masa intervensi
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tinggi lutut MEP antar
perlakuan, antar lama intervensi serta interaksi perlakuan dengan lama intervensi
tidak berbeda nyata (p>0.05). Rata-rata tinggi lutut MEP pada awal penelitian
berkisar antara 14.5 cm -15.7 cm dan diakhir pengamatan cenderung mengalami
peningkatan dengan kisaran 15.0 cm - 15.5 cm. Perlakuan awal kelompok A1
memiliki rata-rata tinggi lutut MEP terkecil, namun diakhir pengamatan memiliki
rata-rata MEP tertinggi. Kelompok A2 memiliki tinggi lutut terbesar, namun
diakhir pengamatan mengalami penurunan tinggi lutut, serta ukuran tinggi lutut
yang stabil pada kelompok A3. Agar perubahan tinggi lutut lebih terlihat dari
masing-masing perlakuan, setiap tinggi lutut titik pengukuran dikurang panjang
lutut awal pengukuran (baseline). Tabel 7 berikut merupakan tabel perubahan
tinggi lutut MEP selama masa intervensi.

15

Tabel 7 Perubahan tinggi lutut MEP selama masa intervensi
Perlakuan
A1
A2
A3
Rata-rata
p value

Δ 30
0.57±0.5
0.13±0.22
0.00±0.00
0.23±0.3

Δ 60
0.83±0.3
0.17±0.6
0.00±0.5
0.22±0.5

Δ 90
1.00±0.0
0.17±0.6
0.00±0.5
0.28±0.6

Rata-rata

p value

a

0.80±0.2
0.77±0.2b
0.00±0.0b
0.24±0.0
0.00

0.91
0.31

Ket: (A1) Kontrol, (A2) Kontrol+probiotik, (A3) Kontrol + probiotik + minyak ikan lele.

Hasil analisa sidik ragam pada Tabel 7 menunjukkan bahwa perubahan
tinggi lutut MEP antar perlakuan berbeda nyata (p0.05). Hasil uji lanjut Duncan, kelompok pakan A1
berbeda nyata dengan kelompok pakan A2 dan A3, sedangkan kelompok pakan
A2 dan A3 tidak berbeda nyata. Komposisi tepung badan pakan A1 lebih banyak
dibandingkan dengan pakan A2 dan A3, sedangkan pakan A2 dan A3 mendapat
tambahan tepung kepala ikan lele. Tepung ikan lele merupakan sumber kalsium
(Ca) dan phospor (P) (Moeljanto 1982 dalam Mervina (2009). Kebutuhan mineral
utama pembentuk tulang seperti kalsium akan meningkat sejalan dengan
berlangsungnya proses pertumbuhan tulang (Spear 2004). Pemberian tepung ikan
lele dapat meningkatkan status gizi pada balita rawan gizi. Pemberian tepung ikan
lele dapat mengoptimalkan tinggi lutut pada MEP betina usia tua.
Perubahan tinggi lutut MEP kelompok pakan A1 lebih besar dibanding
kelompok pakan A2 dan A3. Hal ini diduga karena tepung badan ikan lele
memiliki kadar protein yang lebih tinggi di bandingkan kepala ikan lele. Hal ini
sejalan dengan penelitian Mervina et al. (2012), hasil analisis kadar protein tepung
badan ikan lebih besar daripada tepung kepala ikan. Perbedaan ini dikarenakan
badan ikan mengandung lebih banyak daging ikan. Apabila protein yang
dibutuhkan tidak tercukupi, maka proses pertumbuhan tulang kurang optimal.
Kekurangan protein akan menyebabkan perubahan pada timbunan asam amino,
hal tersebut mengakibatkan hambatan reaksi sintesis protein sehingga
menimbulkan hambatan juga dalam pembentukan matriks organik tulang
(Roughead ZK dan Kunkel ME 1991; Roth G dan Calmes R 1981)
MEP kelompok A2 mengalami perubahan peningkatan titik 30 hari, lalu
mengalami penurunan tinggi lutut di titik 60 hari, kecenderungan tinggi lutut
konstan di titik 90 hari. Penurunan terjadi diduga karena penurunan masa tulang
MEP. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa salah satu perubahan fisik pada
lansia yang terjadi adalah penurunan massa tulang yang dapat merubah struktur
tulang. Keadaan dimana perubahan massa tulang melampaui 2,5 kali standar
deviasi massa tulang pada populasi yang disebut osteoporosis (Darmojo RB dan
Martono HH 1999). MEP kelompok A3 tidak ada perubahan tinggi lutut. Hal ini
sesuai pada penelitian di Santiago Cili, menunjukkan bahwa tinggi lutut pada
lansia berbagai usia cenderung konstan (Marais D et al.2007).

16

Pengamatan Panjang Depa Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Pengukuran panjang depa MEP menggunakan meteran ketelitian 0.1 cm.
Panjang depa seperti tinggi lutut berkorelasi dengan tinggi badan, panjang depa
digunakan ketika tidak dapat melakukan pengukuran tinggi badan (Gibson 2005).
Tabel 8 berikut merupakan gambar grafik panjang depa MEP selama masa
intervensi.

Panjang Depa
67,00
66,00
65,00
64,00
63,00

0 Hari

30 Hari

60 Hari

90 Hari

A1

64,67

65,17

66,67

67,00

A2

63,00

63,67

63,67

64,67

A3

64,00

64,33

65,00

65,33

Gambar 8 Gambar panjang depa MEP selama masa intervensi
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa panjang depa MEP antar
perlakuan, antar lama intervensi dan interaksi perlakuan dengan lama intervensi
tidak berbeda nyata (p>0.05). Rata-rata panjang depa MEP pada awal penelitian
berkisar antara 63.00 cm - 64.67 cm dan diakhir pengamatan cenderung
mengalami perubahan fluktasi dengan kisaran 64.67 cm - 67.00 cm. Agar
perubahan panjang depa MEP lebih terlihat dari masing-masing perlakuan, setiap
panjang depa MEP titik pengukuran dikurang panjang depa pengukuran awal
(baseline). Tabel 8 berikut merupakan tabel perubahan panjang depa MEP selama
masa intervensi.
Tabel 8 Perubahan panjang depa MEP selama masa intervensi
Perlakuan

Δ 30

Δ 60

Δ 90

Rata-rata

p value

A1
A2
A3
Rata-rata
p value

0.50±1.3
0.67±1.2
0.33±0.6
0.50±0.2b

2.00±0.5
0.67±1.2
1.00±0.0
1.22±0.7ab

2.33±0.3
1.67±1.5
1.33±0.6
1.78±0.5a

1.61±1.0
1.00±0.6
0.89±0.5
1.17±0.6
0.24

0.03
0.70

Ket: (A1) Pakan kontrol, (A2) Pakan kontrol+probiotik, (A3) Pakan kontrol + probiotik + minyak
ikan lele.

Hasil analisa sidik ragam pada Tabel 8 menunjukkan bahwa panjang depa
MEP antar lama intervensi berbeda nyata (p0.05). Rata-rata perubahan panjang depa MEP pada awal pengamatan hingga
akhir pengamatan cenderung meningkat. Pada awal pengamatan perubahan
panjang depa adalah 0.33 cm - 0.67 cm sedangkan panjang depa MEP pada akhir
pengamatan adalah 1.33 cm - 2.33 cm. Perubahan depa lebih baik digunakan
untuk mengestimasi panjang badan pria lansia karena lebih jarang mengalami
osteoporosis, namun tidak semua individu memiiki hubungan 1:1 antara panjang
depa dengan Panjang Badan (Wahlqist ML dan Widjaja L 2000).

SIMPULAN
Selama intervensi kelompok hewan coba yang diberi pakan kontrol (A1),
pakan kontrol dan penambahan probiotik (A2), pakan kontrol dan penambahan
probiotik dengan minyak ikan lele (A3) mengalami perubahan karakteristik
antropometri pada setiap hewan coba, namun tidak berhubungan yang nyata pada
perlakuan, lama intervensi dan interaksi perlakuan dan lama intervensi. Setelah
setiap titik pengukuran dibandingkan dengan baseline, perubahan panjang badan,
perubahan tinggi lutut dan perubahan tebal lipatan kulit perut memiliki hubungan
berbeda nyata dengan perlakuan. Pakan A1 merupakan pakan yang paling
berpengaruh pada panjang badan dan tinggi lutut MEP betina usia tua, sedangkan
pakan A2 cenderung membuat stabil lipatan kulit perut. Perubahan panjang depa
memiliki hubungan berbeda nyata dengan lama intervensi setelah pemberian
pakan selama 90 hari, sedangkan berat badan dan lingkar perut tidak memiliki
hubungan pada perlakuan, lama intervensi dan interaksi perlakuan dan lama
intervensi.

SARAN
Alternatif pengukuran lain seperti lingkar pinggang dan lingkar pinggul
untuk mengetahui timbunan lemak pada rongga perut.

DAFTAR PUSTAKA
Abu-Elheiga L, Jayakumar A, Baldini A, Chirala, S, Wakil S. 1995. Human
acetyl-CoA
carboxylase:
Molecular
cloning,
characterization,
chromosomal mapping, and evidence for two isoforms. Proc. Natl. Acad.
Sci. 92: 4011 – 4015.

18

Astuti D, Mansjoer, Sajuthi. 2010. Profil lipid darah pada monyet ekor panjang
(macaca fascicularis) yang diinduksi diet tinggi lemak. Bogor (ID): IPB Pr.
Baron R. 2006. Anatomy and ultrasructure of bone histogenesis, growth and
remodeling. [Internet]. [diunduh 2014 Juli 27] Tersedia pada
http://www.endotext.org.
Barrow.1992 dalam Achmad Shawaludin Ali, Ismoyowati, dan Diana Indrasanti.
2013. Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit pada berbagai
jenis itik lokal terhadap penambahan probiotik dalam ransum. J.Ilmiah
perternakan 1(3): 1001-1013.
Bennet BT, Abee CR, Henrickson R. 1996. Non human primates in biomedical
reseach: biology and management. New York (US): Academic Pr.
Collado CM, Surono IS, Meriluoto J, Salminen S. 2007. Indigenous dadih lactic
acid bacteria: cell-surface properties and

Dokumen yang terkait

Efektifitas dekontaminan Ammonium Iron (III) Hexacyanoferrate (NH4Fe[Fe(CN)6]) terhadap Cesium-137 pada Monyet ekor panjang (Mocaca Fascicularis)

0 18 75

Pengaruh Minyak Ikan Lemuru dalam Pakan terhadap Respons Vaskuler Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Hiperkolesterolemik

0 36 306

Efek Isoflafon dan Vitamin E terhadap Aterogenesis pada Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

0 29 358

Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Fermentasinya terhadap Profil Lipid dan Penanda Biologis Fungsi Kognitif Monyet Ekor Panjang Betina Usia Tua

0 17 118

Efek Isoflafon dan Vitamin E terhadap Aterogenesis pada Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

0 2 178

Performa Obesitas Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Berenergi Tinggi

0 14 72

Anatomi Skelet Tungkai Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

1 54 121

Efek Pemberian Biskuit Fungsional yang Diperkaya Tepung Ikan Lele (Clarias Gariepinus) dan Tepung Ubi Jalar (Ipomea SP) dengan Krim Probiotik Enterococcus Faecium IS-27526 Terhadap Keseimbangan Mikrobiota Fekal Tikus Spraque Dawley Betina Usia Tua

0 2 4

Pengaruh Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 dan Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) Dalam Biskuit Fungsional Yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele dan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea sp.) Terhadap Profil Mikrobiota Fekal Monyet Ekor Panjang (Macaca fasc

0 4 37

Pengaruh pemberian pakan tepung dan minyak Ikan Lele, serta Probiotik E. faecium IS-27526 terhadap profil darah Macaca fascicularis betina usia tua

0 7 48