Substitusi Bungkil kedelai dengan Tepung Jangkrik pada Ransum Domba Jantan Muda terhadap Gambaran Hematologi dan Metabolit Darah.
1
SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG JANGKRIK PADA
RANSUM DOMBA JANTAN MUDA TERHADAP GAMBARAN
HEMATOLOGI DAN METABOLIT DARAH
IIP SUKRILLAH
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Substitusi Bungkil
kedelai dengan Tepung jangkrik pada Ransum Domba Jantan Muda terhadap
Gambaran Hematologi dan Metabolit Darah adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Iip Sukrillah
NIM D24110024
ABSTRAK
IIP SUKRILLAH. Substitusi Bungkil kedelai dengan Tepung Jangkrik pada Ransum
Domba Jantan Muda terhadap Gambaran Hematologi dan Metabolit Darah. Dibimbing
oleh DEWI APRI ASTUTI dan LILIS KHOTIJAH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh substitusi bungkil kedelai
dengan tepung jangkrik terhadap konsumsi nutrien, gambaran hematologi dan metabolit
darah domba jantan muda. Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba jantan muda
dengan umur 2-4 bulan dan bobot badan 10.36±1.62 kg dengan 3 perlakuan dan 4
kelompok sebagai ulangan. Perlakuan terdiri dari R1: konsentrat mengandung bungkil
kedelai, R2: konsentrat mengandung bungkil kedelai dan tepung jangkrik, R3: konsentrat
mengandung tepung jangkrik, semua perlakuan diberi 40% rumput Brachiaria
humidicola dan 60% konsentrat. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dan analisis ragam (ANOVA) dengan parameter yang diamati meliputi konsumsi
nutrien (konsumsi bahan kering, konsumsi protein, konsumsi serat, konsumsi BETN dan
konsumsi karbohidrat), hematologi darah (hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit,
diferensiasi leukosit) dan metabolit darah (glukosa dan protein darah). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi bahan
kering ransum, kadar hemoglobin, jumlah eritrosit, jumlah leukosit, diferensiasi leukosit
dan glukosa darah. Perlakuan memberikan pengaruh terhadap nilai hematokrit darah dan
kadar protein darah. Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan kadar glukosa
didalam darah membentuk persamaan Y = 0.0054X2 – 2.38X + 318.5 dan hubungan
antara konsumsi protein dengan kadar protein didalam darah mengikuti persamaan yaitu
Y = 0.016X2 – 1.802X + 56.032. Disimpulkan bahwa tepung jangkrik dapat
menggantikan bungkil kedelai sebagai sumber protein domba jantan muda tanpa
mempengaruhi palatabilitas dan status kesehatan.
Kata kunci : tepung jangkrik, domba jantan muda, metabolit darah
ABSTRACT
IIP SUKRILLAH. Subtitution Soybean Meal with Crickets Meal as a Source Protein
Ration of Growing Lamb on Ration to Hematology and Blood Metabolite. Supervised by
DEWI APRI ASTUTI and LILIS KHOTIJAH.
The aim of this study was to evaluate the effect of subtitution of soybean meal
by cricket meal on nutrient consumption, hematology and blood metabolites of growing
lamb. This study used complete randomized block design, with 3 treatments and 4
replications. Twelve growing lamb in 2-4 month of age and average of body weight
10.36±1.62 kg, were divided into R1: concentrate containing soybean meal, R2:
concentrate containing soybean meal and cricket meal, R3: concentrate containing cricket
meal and all animals fed 40% of Brachiaria humidicola and 60% concentrate. Data were
analyzed using ANOVA with parameters: nutrient consumption, hematology
(hemoglobin, hematocrit, eritrosito, leukosit and differensial leukosit) and blood glucose
and protein. The relationship between the consumption of carbohydrates with blood
glucose levels following the equation Y = 0.0054X2 – 2.38X + 318.5 and the relationship
between the protein consumption with blood protein of following equation Y = 0.016X2
– 1.802X + 56.032. The results showed that the treatments did not significant affect on
nutrient consumption, hemoglobin, erythrocyte, leukocytes, leukocyte differentiation and
glucose. It was concluded that soybean meal can be substituted by crickets meal for
growing lamb without any problem with palatability and health status.
Keywords: crickets meal, growing lamb, blood metabolites
SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG JANGKRIK PADA
RANSUM DOMBA JANTAN MUDA TERHADAP GAMBARAN
HEMATOLOGI DAN METABOLIT DARAH
IIP SUKRILLAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
3
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Substitusi Bungkil kedelai dengan Tepung jangkrik sebagai
Sumber Protein Ransum Domba Jantan Muda terhadap Gambaran Hematologi
dan Metabolit Darah”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan
dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi
informasi tentang gambaran hematologi dan metabolit darah domba jantan muda
yang diberikan alternatif ransum sumber protein hewani berupa tepung jangkrik
sebagai pengganti bungkil kedelai.
Latar belakang penelitian ini adalah tingginya harga bungkil kedelai dan
tingginya impor bungkil kedelai dari negara lain menjadi kendala bagi peternak
domba, sehingga diperlukan alternatif bahan sumber protein lain yang memiliki
kualitas sama. Bahan pakan alternatif sumber protein yang dapat digunakan yaitu
tepung jangkrik yang merupakan limbah dari induk jangkrik afkir, memiliki
kandungan protein yang sama dengan bungkil kedelai. Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi pengaruh substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik
terhadap konsumsi nutrien, gambaran hematologi dan metabolit darah domba
jantan muda.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dimasa yang akan
datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.
Bogor, Agustus 2015
Iip Sukrillah
3
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
METODE
Alat
Bahan
Lokasi dan Waktu
Prosedur
Pembuatan Tepung Jangkrik
Pemeliharaan Ternak
Pengukuran Konsumsi Ransum
Pengambilan Sampel Darah
Analisis Hematologi dan Metabolit Darah
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
1
3
3
3
4
4
4
5
5
5
5
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Hematologi Darah
Metabolit Darah
Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Kadar Glukosa Darah
Hubungan Konsumsi Protein dengan Kadar Protein Darah
8
8
10
13
14
15
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
16
16
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
22
UCAPAN TERIMA KASIH
22
DAFTAR TABEL
1
2
2
3
4
5
6
Komposisi bahan pakan penelitian
Analisis proksimat bahan pakan penelitian
Kandungan nutrient ransum perlakuan
Konsumsi bahan kering, protein, serat, BETN dan karbohidrat
Kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit
Presentase differensiasi leukosit dan rasio neutrofil dan limfosit
Kadar glukosa darah dan protein darah domba jantan muda
3
4
4
8
10
12
13
DAFTAR GAMBAR
1 Kamar hitung counting chamber
2 Grafik hubungan konsumsi karbohidrat dengan kadar glukosa darah
3 Grafik hubungan konsumsi protein dengan kadar protein darah
6
14
16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering
2 Hasil analisis ragam konsumsi protein kasar
3 Hasil analisis ragam konsumsi serat kasar
4 Hasil analisis ragam konsumsi BETN
5 Hasil analisis ragam konsumsi karbohidrat
6 Hasil analisis ragam kadar hemoglobin darah
7 Hasil analisis ragam nilai hematokrit darah
8 Uji Duncan test nilai hematokrit darah
9 Hasil analisis ragam jumlah eritrosit darah
10 Hasil analisis ragam jumlah leukosit darah
11 Hasil analisis ragam kadar glukosa darah
12 Hasil analisis ragam kadar protein darah
13 Uji Duncan test kadar protein darah
12 Hasil analisis ragam kadar protein darah
19
19
19
19
20
20
20
20
20
21
21
21
21
21
1
PENDAHULUAN
Domba merupakan ternak ruminansia yang berpotensi tinggi untuk
dikembangbiakan. Domba memiliki sifat prolifik dengan rata-rata kelahiran 1.77
ekor per induk dalam satu kali kelahiran (Inounu 1996). Sifat prolifik tersebut
mengakibatkan populasi ternak domba di Indonesia selalu mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Tahun 2010 populasi ternak domba mencapai 10 725 ekor dan
mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 15 715 ekor (Badan Pusat
Statistik 2014). Meningkatnya populasi ternak domba di Indonesia mengakibatkan
tingginya permintaan pakan. Direktorat Pakan Ternak Nasional (2011)
menyatakan sebesar 100 000 ton bahan kering konsentrat dan 7.5 juta ton bahan
kering pakan hijauan diperlukan oleh ternak domba. Meningkatnya populasi
ternak nasional dan tingginya kebutuhan pakan nasional tidak disertai dengan
meningkatnya produksi daging nasional, hal ini diduga dikarenakan kualitas
pakan yang relatif rendah. Direktorat Jendral Peternakan (2014) menyatakan
produksi daging domba nasional pada tahun 2009 hanya sebesar 2 204.9 ton.
Rendahnya produksi daging domba nasional diduga dikarenakan oleh
manajemen pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan domba dan
pemberian pakan sumber protein belum termanfaatkan secara optimal. Pakan
sumber protein sangat diperlukan oleh domba untuk pertumbuhan dan
pembentukan daging. NRC (2007) menyatakan domba dengan umur 4 bulan,
bobot badan 20 kg dan pertambahan bobot badan harian 100 g ekor-1 hari-1
memerlukan protein 13.33% dan energi 52.63% dalam bentuk TDN. Kearl (1982)
menyatakan untuk meningkatkan pertambahan bobot badan harian domba sekitar
100 g ekor-1 hari-1, diperlukan asupan protein sekitar 95 g ekor-1 hari-1. Pakan
sumber protein dapat berasal dari protein nabati dan protein hewani. Bungkil
kedelai adalah salah satu contoh pakan sumber protein nabati yang sering
digunakan oleh peternak domba. Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum
domba tumbuh sangat diperlukan, hal ini terkait dengan kandungan protein
bungkil kedelai yang sangat tinggi sebesar 49% (NRC 2006). Dendi (2012)
melaporkan penggunaan bungkil kedelai sebanyak 15% di dalam ransum lebih
efisien dalam meningkatkan performa induk domba dan anak domba lepas sapih,
namun tingginya harga bungkil kedelai menjadi kendala bagi peternak domba,
dimana sebagian besar bungkil kedelai masih merupakan hasil impor dari negara
lain, oleh karena itu perlu penggunaan alternatif bahan pakan inkonvensional
sumber protein lain seperti jangkrik, pupa dan belalang.
Jangkrik mempunyai potensi untuk dijadikan bahan pakan ternak. Potensi
tersebut dilihat dari ketersediaan jangkrik yang selalu mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Tahun 2008 jumlah produksi jangkrik mencapai 3.5 juta ekor dan
tahun 2009 meningkat menjadi 5 juta ekor, kemudian meningkat kembali pada
tahun 2010 menjadi 7.92 juta ekor (Direktorat Jendral Peternakan 2010). Seiring
dengan meningkatnya jumlah produksi jangkrik maka jumlah induk jangkrik afkir
akan mengalami peningkatan. Agus (2011) menyatakan bahwa sekitar 35.5%
jumlah populasi jangkrik di peternakan merupakan induk jangkrik afkir yang akan
menjadi limbah peternakan jangkrik. Limbah induk jangkrik afkir dapat diolah
menjadi tepung jangkrik, sehingga dapat digunakan sebagai pakan alternatif
inkonvensional. Penggunaan tepung jangkrik sudah sering diaplikasikan pada
2
jenis ternak unggas dan ikan, namun belum diuji cobakan pada ternak ruminansia.
Pengkajian mengenai penggunaan tepung jangkrik pada ternak ruminansia seperti
domba lepas sapih perlu dilakukan. Secara kualitas nutrisi tepung jangkrik
memiliki kadar protein yang tinggi yaitu 48.84%, selain protein yang tinggi
tepung jangkrik juga mengandung serat sebesar 1.02%, lemak sebesar 24.41%,
kalsium 0.71%, phospor 0.30% dan energi 4 610 kkal kg-1 (Sinaga et al. 2010).
Kadar protein yang tinggi pada tepung jangkrik sangat diperlukan oleh domba
lepas sapih untuk proses pertumbuhan, dikarenakan domba lepas sapih belum
mampu memanfaatkan sumber serat dan NPN (non protein nitrogen) secara
maksimal. Penggunaan tepung jangkrik pada ransum ternak perlu dibatasi, hal ini
terkait dengan tingginya kandungan kitin pada tepung jangkrik. Wang et al.
(2005) menyatakan dalam 100 gram tepung jangkrik mengandung protein sebesar
58.30% dan kitin sebesar 8.70%. Kandungan kitin didalam tepung jangkrik yang
dapat mempengaruhi kecernaan dan secara tidak langsung dapat berpengaruh
terhadap gambaran darah dan nutrien darah.
Darah yang tersusun atas benda darah dan cairan darah yang memiliki
fungsi sebagai pembawa nutrien, pembawa oksigen, sistem pertahanan dan
pembekuan serta penggumpalan darah, dapat mengalami perubahan yang
disebabkan oleh konsumsi ransum, kandungan nutrisi ransum dan kecarnaan
ransum (Frandson 1992). Penggunaan pakan sumber protein tinggi berupa bungkil
kedelai dan tepung jangkrik di dalam ransum dapat memberikan pengaruh
terhadap gambaran hematologi darah terutama terhadap kadar hemoglobin darah.
Protein yang tinggi pada bungkil kedelai dan tepung jangkrik dapat meningkatkan
kadar hemoglobin darah (Dellmann dan Brown 1989), namun tingginya protein di
dalam ransum dapat menurunkan nilai hematokrit darah, hal ini terkait dengan
metabolisme protein yang memerlukan air untuk memecah ikatan peptida dengan
asam amino, sehingga konsumsi air meningkat (Frandson 1992). Konsumsi air
yang meningkat akan mengakibatkan darah menjadi lebih cair (Sonjaya 2012).
Selain sumber protein tinggi, tepung jangkrik yang diguakan didalam ransum
memiliki kandungan kitin sebesar 8.70%. Kitin yang terkadung pada tepung
jangkrik dapat membentuk antigen dan memicu terbentuknya antibodi, hal ini
akan berdampak pada peningkatan jumlah leukosit darah (Mathius dan Sinurat
2001), namun kandungan kitin pada tepung jangkrik dapat menurunkan kecernan
ransum (Suryaningsih dan Parakkasi 2006). Kecernaan ransum yang menurun
akan mengakibatkan menurunnya nutrien darah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh substitusi bungkil
kedelai dengan tepung jangkrik dalam ransum domba jantan muda terhadap
konsumsi nutrien, nilai hematologi dan metabolit darah.
3
METODE
Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang individu
domba yang dilengkapi tempat makan dan air minum, timbangan domba dan
timbangan digital kapasitas 500 gram, tabung EDTA, haemocytometer, timbangan
pakan kapasitas 3 kg, seperangkat pipet pengencer butir darah merah dan butir
darah putih, tabung sahli, sentrifuge, object glas, cover glass dan mikroskop
Olympus CX 31, syringe, tabung heparin, tabung efendorf, vortex dan
spektrofotometer merk Genesys 10S UV-VIS.
Bahan
Ternak Percobaan
Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba lokal jantan muda, dengan
umur 2-4 bulan dan rataan bobot badan 10.36±1.62 kg.
Bahan Analisis Darah
Bahan yang digunakan untuk analisis darah yaitu larutan Turk, larutan
Hayem, larutan Gymsa, HCl, dan aquadest, larutan KIT glukosa dengan nomer
katalog 112191, larutan KIT protein dengan nomer katalog 118000, larutan
standar dan blanko merk Rajawali Nusindo.
Ransum Penelitian
Pakan yang diberikan pada domba lokal jantan muda yaitu rumput
Brachiaria humicola dan konsentrat dengan ratio 40:60. Konsentrat tersusun dari
lakto A, bungkil kedelai dan tepung jangkrik. Konsentrat diberikan pada pagi hari
pukul 07:00 WIB dan rumput Brachiaria humicola diberikan pada siang hari
pukul 13:00 WIB. Pemberian air minum secara ad libitum. Komposisi bahan
makanan ransum penelitian untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1.
Analisis proksimat bahan pakan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada
Tabel 2. Kandungan nutrien ransum perlakuan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 1 Komposisi bahan pakan penelitian
Bahan
Rumput Brachiaria humidicola
Konsentrat terdiri atas:
Lakto A
Bungkil kedelai
Tepung jangkrik
Ransum Penelitian
R1
R2
R3
------------------------------%-----------------------40
40
40
60
60
60
45
45
45
15
7.5
0
0
7.5
15
Keterangan : R1 = ransum mengandung bungkil kedelai ; R2 = ransum mengandung bungkil kedelai dan
tepung jangkrik ; R3 = ransum mengandung tepung jangkrik.
4
Tabel 2. Analisis proksimat bahan pakan penelitian
Proksimat
Bahan pakan
Brachiaria
Lakto A
Tepung
humidicola
jangkrik
Bahan kering (%)
21.57
84.10
85.61
Abu (%)
8.02
14.99
5.21
Protein kasar (%)
9.74
10.76
57.07
Lemak kasar (%)
2.18
2.54
13.13
Serat kasar (%)
32.60
18.60
10.27
BETN (%)
47.47
37.21
14.31
TDN (%)
58.72
59.19
92.93
Kalsium (%)
0.21
0.90
0.71
Phospor (%)
0.17
0.25
0.30
Bungkil
kedelai
88.10
7.00
49.00
1.60
6.00
36.40
84.00
0.38
0.71
Keterangan: BETN= Bahan ekstrak tanpa nitrogen ; TDN= Total Digestible Nutrien.
Tabel 3 Kandungan nutrien ransum perlakuan
Perlakuan
Zat makanan
Abu
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
BETN
Kalsium
Phospor
TDN
R1
R2
R3
-------------------------------------%BK----------------------------------12.28
12.38
12.28
17.00
16.77
17.27
2.47
3.19
3.99
23.89
24.47
24.79
44.36
43.19
41.67
0.55
0.58
0.60
0.29
0.26
0.23
62.72
62.77
63.35
Keterangan: BETN= Bahan ekstrak tanpa nitrogen ; TDN= Total Digestible Nutrien ; R1 = ransum
mengandung bungkil kedelai ; R2 = ransum mengandung bungkil kedelai dan tepung jangkrik ; R3
= ransum mengandung tepung jangkrik.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai Maret 2015,
bertempatan di Laboratorium lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja serta
Laboratorium analisis nutrisi ternak daging dan kerja, Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertamian Bogor.
Prosedur
Pembuatan Tepung Jangkrik
Tepung jangkrik diambil dari limbah peternakan jangkrik di kota Bekasi
yang merupakan induk jangkrik afkir yang telah bertelur selama 4-5 kali dan
mengalami penurunan jumlah produksi telur hingga 50%-60%. Limbah jangkrik
dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3-5 hari hingga bobot keringnya
konstan. Limbah jangkrik yang sudah kering digiling menggunakan blender
hingga berbentuk tepung (Bayu et al. 2010).
5
Pemeliharaan Ternak
Domba jantan muda dipelihara dalam kandang individu selama 60 hari dan
diberikan pakan sesuai kebutuhan yaitu 3% bobot badan. Pemberian pakan sesuai
menejemen yang sudah ada yaitu pemberian konsentrat pada pagi hari pukul
07:00 dan pemberian rumput pada siang hari pukul 13:00. Air minum diberikan
secara ad libitum.
Pengukuran Konsumsi Ransum
Pengukuran konsumsi ransum (g-1e-1h-1) dilakukan dengan menimbang
ransum yang diberikan pada ternak dan dikurangi dengan penimbang sisa ransum
yang tidak dikonsumsi ternak. Perhitungan konsumsi ransum meliputi perhitungan
konsumsi bahan kering dan konsumsi nutrien (protein kasar, serat kasar, BETN
dan karbohidrat). Konsumsi karbohidrat dihitung dari penjumlahan konsumsi
serat kasar dengan konsumsi BETN.
Rumus :
Konsumsi segar
= ∑ pemberian - ∑ sisa pakan
-1 -1
Konsumsi bahan kering (g e h )
= konsumsi segar x BK ransum
-1 -1
Konsumsi nutrien (g e h )
= ∑ konsumsi BK x nutrien ransum (%)
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir penelitian dan pada pagi
hari setelah 2 jam pemberian pakan. Pengambilan darah dilakukan dari vena
jugularis menggunakan syring sebanyak kurang lebih 5 mL dan dimasukan ke
dalam vaccum tube yang berisi anti koagulan EDTA, kemudian dibawa ke
laboratorium untuk dilakukan analisis darah meliputi analisis hematologi
(hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit dan differensiasi leukosit) dan analisis
metabolit darah (Glukosa dan Protein darah).
Analisis Hematologi dan Metabolit Darah
Hemoglobin Darah. Kadar hemoglobin darah diukur menggunakan Metode
Sahli. Larutan HCl 0.1 N diteteskan sebanyak 0.1 mL ke dalam tabung Sahli.
Sampel darah dihisap dan dimasukan kedalam tabung Sahli sebanyak 2 µl
menggunakan pipet hemoglobin. Campuran larutan didalam tabung diaduk hingga
rata dan didiamkan selama 3 menit. Aquadest ditambahkan sedikit demi sedikit
seiring dengan dilakukannya pengadukan. Ketika warna larutan sesuai dengan
standar warna pada hemoglobinometer penambahan aquadest dihentikan. Kadar
hemoglobin darah dapat dilihat pada garis tabung (g/%) (Sastradipradja dan
Hartini 1989).
Hematokrit Darah. Nilai hematokrit darah ditentukan dengan menggunakan
metode mikrohematokrit. Darah dimasukan kedalam pipa mikrokapiler dengan
cara memasukan ujung pipa mikrokapiler kedalam darah. Darah dibiarkan masuk
secara permiable hingga 2/3 bagian pipa. Pipa mikroapiler disumbat dengan
menggunakan penyumbat (creastoseal) secara perlahan dan dilakukan sentrifugasi
dengan microcentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1500 ppm. Nilai
hematokrit ditentukan dengan mengukur presentase volume sel darah merah yang
6
mengendap terhadap total darah dengan menggunakan alat baca microcapillary
hematokrit reader (Sastradipradja dan Hartini 1989).
Jumlah Etitrosit dan Leukosit Darah. Jumlah eritrosit darah diamati dengan
cara menghisap sampel darah menggunakan aspirator atau pipet eritrosit sampai
tanda tera 0.5 dan ditambahkan larutan Hayem yang dihisap hingga tanda 101.
Pipet eritrosit yang telah berisi sampel darah dan larutan hayem di homogenkan
dengan membuat angka 8, setelah homogen diteteskan pada Counting chambers
yang sudah tertutup cover glass dan diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 40 kali. Perhitungan eritrosit darah dilakukan pada 5 kotak dari total
25 kotak kecil yang berada di tengah counting chambers. Lima kotak yang
dihitung berada dibagian pojok kanan atas, pojok kiri atas, pojok kanan bawah,
pojok kiri bawah dan bagian tengah (Gambar 1). Perhitungan jumlah eritrosit (per
mm3) dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh eritrosit yang telah dihitung
pada masing-masing kotak kecil dan dikalikan dengan 104 (Sastradipradja dan
Hartini 1989).
Jumlah leukosit darah dilakukan dengan cara menghisap sampel darah
menggunakan pipet leukosit sampai tanda tera 0.5 dan ditambahkan larutan
pengencer Turk yang dihisap hingga tanda 11. Pipet leukosit yang telah berisi
sampel darah dan larutan pengencer Turk dihomogenkan dengan membuat angka
8, setelah homogen diteteskan pada Counting chambers yang sudah tertutup cover
glass dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 kali. Perhitungan
jumlah leukosit dilakukan pada 16 kotak kecil yang terdapat didalam 4 buah kotak
besar. Posisi kotak berada di bagian pojok kanan atas, bagian pojok kiri atas,
bagian pojok kiri bawah dan bagian pojok kanan bawah (Gambar 1). Jumlah
leukosit (per mm3) dihitung dengan cara menjumlahkan leukosit yang terhitung
pada masing-masing kotak dan dikalikan dengan 50 (Sastradipradja dan Hartini
1989).
Gambar 1 Kamar hitung counting chamber
Analisis Metabolit Darah. Pengukuran metabolit darah dilakukan menggunakan
plasma darah yang diperoleh dari darah segar yang telah disentrifuge dengan
waktu 15 menit dan kecepatan 1500 rpm. Metabolit darah yang diukur meliputi
kadar glukosa darah dan kadar protein darah. Kadar glukosa darah diukur dengan
menggunakan teknik enzimatik yang menggunakan KIT. Kadar glukosa darah
menggunakan KIT dengan nomer katalog 112191. Sampel plasma darah sebanyak
10µl ditambahkan dengan 1000µl reagen KIT glukosa 112191. Larutan blanko
menggunakan 10µl aquades ditambahkan 1000µl reagen KIT. Larutan standar
7
menggunakan 10µl larutan standar dan 1000µl reagen KIT. Masing-masing dari
ketiga larutan diatas dimasukan dalam tabung reaksi yang berbeda dan
dihomogenkan menggunakan Vortex. Diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20250C. Larutan sampel, blanko, dan standar dimasukan dalam spektrofotometer
untuk dilihat nilai absornamsinya dengan panjang gelombang 500 nm untuk
glukosa. Nilai absorbansi dimasukan kedalam rumus kadar glukosa darah sebagai
berikut.
Rumus :
Perhitungan kadar glukosa darah (mg dL-1) = 100 x
ΔA sampel
ΔA sampel
Kadar protein darah dianalisis menggunakan KIT dengan nomer katalog
118000. Sampel plasma darah sebanyak 10µl ditambahkan dengan 1000µl reagen
KIT protein 118000. Larutan blanko menggunakan 10µl aquades ditambahkan
1000µl reagen KIT protein. Larutan standar menggunakan 10µl larutan standar
dan 1000µl reagen KIT protein. Masing-masing dari ketiga larutan diatas
dimasukan dalam tabung reaksi yang berbeda dan dihomogenkan menggunakan
Vortex. Diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-250C. Larutan sampel, blanko,
dan standar dimasukan dalam spektrofotometer untuk dilihat nilai absornamsinya
dengan panjang gelombang 546 nm untuk kadar protein darah. Nilai absorbansi
dimasukan kedalam rumus kadar protein darah sebagai berikut.
Rumus :
Perhitungan kadar protein darah (g dL-1)
ΔA sampel
=8x
ΔA sampel
Keterangan:
ΔA = Absorbansi
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK),
dengan bobot badan sebagai kelompok. Model matematik rancangan adalah
sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993):
Yij = μ + τi +βj + εij
Keterangan:
Yij
μ
τi
βj
εij
= Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
= Rataan umum pengamatan
= Pengaruh pemberian ransum (i = 1, 2, 3)
= Pengaruh kelompok ke-j
= Pengaruh galat ransum ke-i dan ulangan ke-j (j = 1, 2, 3,)
Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan
konsentrat yang digunakan adalah sebagai berikut:
R1
= konsentrat mengandung bungkil kedelai
R2
= konsentrat mengandung bungkil kedelai dan tepung jangkrik
R3
= konsentrat mengandung tepung jangkrik
Semua perlakuan mendapatkan 40% rumput Brahiaria humidicola.
8
Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam
(Analyses of Variance, ANOVA) dan bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji
Duncan. Data konsumsi karbohidrat dan protein dengan gambaran metabolit darah
(glukosa dan protein darah) dinyatakan sebagai kolerasi regresi pola kuadratik
dengan persamaan sebagai berikut:
y = ax2+ bx + c.
Keterangan:
y = titik potong sumbu x
x = titik potong sumbu y
a = koefisien dari x2
b = koefisien dari x
c = konstanta
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu konsumsi bahan kering,
konsumsi protein kasar, konsumsi serat kasar, konsumsi BETN, konsumsi
karbohidrat, hematologi darah (kadar hemoglobin, nilai hematokrit, eritrosit,
leukosit, differensiasi leukosit), glukosa dan protein darah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Berdasarkan hasil uji statistik, perbedaan penggunaan jenis pakan sumber
protein nabati dan hewani ke dalam ransum tidak memberikan perbedaan nyata
terhadap konsumsi nutrien (konsumsi bahan kering, konsumsi protein, konsumsi
serat, konsumsi BETN dan konsumsi karbohidrat). Tabel 4 menunjukkan
konsumsi bahan kering, protein kasar, serat kasar, BETN dan karbohidrat domba.
Tabel 4 Konsumsi bahan kering, protein, serat, BETN dan karbohidrat
Parameter
Perlakuan
R1
R2
R3
-1 -1
Konsumsi (g e h )
Bahan kering
383.53±8.64
368.90±45.55
338.52±45.45
Protein kasar
64.98±1.80
57.99±9.05
56.52±9.92
Serat kasar
91.63±2.06
83.92±11.27
90.27±11.15
BETN
170.14±3.83
141.09±18.94
159.29±19.67
Karbohidrat
261.76±5.90
225.01±30.21
249.56±30.81
Keterangan : BETN= Bahan ekstrak tanpa nitrogen ; R1 = ransum mengandung bungkil kedelai ; R2 =
ransum mengandung bungkil kedelai dan tepung jangkrik ; R3 = ransum mengandung tepung
jangkrik.
Kearl (1982) menyatakan domba muda dengan bobot badan 10 kg PBBH
100 g e-1 h-1 membutuhkan konsumsi bahan kering 300 g e-1 h-1 atau 3.0% bobot
badan. Gayuh (2009) melaporkan bahwa konsumsi bahan kering domba umur 3
9
bulan dan bobot 10±3.4 kg dengan perlakuan pemanfaatan protein pada domba
lokal jantan dengan bobot badan dan aras pemberian pakan yang berbeda yaitu
373.75 g e-1 h-1 sampai 422.35 g e-1 h-1. Konsumsi bahan kering domba penelitian
lebih tinggi dari pernyataan Kearl (1982) dan sesuai dengan penelitian Gayuh
(2009). Konsumsi bahan kering pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata
menunjukkan penggunaan sumber protein tepung jangkrik sebanyak 7.5% dan
15% didalam ransum mempunyai palatabilitas yang sama dengan penggunaan
sumber protein bungkil kedelai sebanyak 7.5% dan 15% didalam ransum yang
tidak mempengaruhi konsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1999)
yang menyatakan tingkat konsumsi bahan kering ternak dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu palatabilitas ternak, breed, bobot badan, stres, umur, tingkat
kecernaan pakan, kualitas pakan.
Konsumsi protein yang tidak berbeda nyata didasari oleh kandungan
protein ransum yang tidak jauh berbeda dan konsumsi bahan kering yang tidak
berbeda nyata. Kandungan protein ransum penelitian yaitu 17.00%, 16.77% dan
17.27% untuk perlakuan R1, R2 dan R3. Kearl (1982) menyatakan domba dengan
umur 3 bulan dan bobot badan 10 kg dan PBBH 100 g e-1 h-1 membutuhkan
konsumsi protein kasar 31.67 g e-1 h-1. Diny (2011) melaporkan konsumsi protein
kasar domba dengan bobot 9-14 yang diberi perlakuan pakan konsentrat dan
limbah tauge yaitu 67.91 g e-1 h-1 sampai 76.98 g e-1 h-1. Konsumsi protein kasar
domba yang digunakan dalam penelitian lebih tinggi dibandingkan pernyataan
Kearl (1982), namun lebih rendah dari penelitian Diny (2011). Rendahnya
konsumsi protein kasar domba penelitian dibandingkan dengan penelitian Diny
(2011) disebabkan oleh perbedaan penggunaan hijauan dan jenis konsentrat.
Diny (2011) melaporkan konsumsi serat kasar domba dengan bobot 9-14
yang diberi perlakuan pakan konsentrat dan limbah tauge yaitu 87.43 g e-1 h-1
sampai 303.55 g-1 e-1 h-1. Konsumsi serat kasar hasil penelitian lebih rendah
dibandingkan dengan hasil penelitian Diny (2011), hal ini disebabkan oleh
perbedaan penggunaan hijauan sebagai sumber serat. Konsumsi serat kasar yang
tidak berbeda nyata pada penelitian terkait dengan konsumsi bahan kering yang
juga tidak berbeda nyata.
Perbedaan penggunaan sumber protein ke dalam ransum tidak
mempengaruhi konsumsi BETN, hal ini terkait dengan konsumsi bahan kering
juga yang tidak berpengaruh. Diny (2011) melaporkan konsumsi BETN domba
muda dengan bobot 9-14 yang diberi perlakuan pakan konsentrat dan limbah
tauge yaitu sebesar 202.31 g e-1 h-1 sampai 344.94 g e-1 h-1. Konsumsi BETN
domba hasil penelitian lebih rendah dari konsumsi BETN domba hasil penelitian
Diny (2011). Rendahnya konsumsi BETN domba penelitian dibandingkan dengan
penelitian Diny (2011) dikarenakan oleh perbedaan konsumsi bahan kering dan
kandungan BETN ransum. Konsumsi bahan kering domba penelitian Diny (2011)
berkisar 516.9 g e-1 h-1 sampai 881.3 g e-1 h-1 dengan kandungan BETN 39.14%.
Konsumsi karbohidrat yang merupakan penjumlahan dari konsumsi serat
kasar dan BETN tidak memiliki perbedaan nyata artinya perbedaan penggunaan
sumber protein ke dalam ransum tidak mempengaruhi konsumsi karbohidrat. Diny
(2011) melaporkan domba muda dengan bobot 9-14 yang diberi perlakuan pakan
konsentrat dan limbah tauge yaitu sebesar 289.74 g e-1 h-1 sampai 648.49 g e-1 h-1.
Konsumsi karbohidrat domba yang digunakan dalam penelitian lebih rendah
dibandingkan konsumsi karbohidrat domba hasil penelitian Diny (2011).
10
Rendahnya konsumsi karbohidrat domba yang digunakan dalam penelitian
dibandingkan dengan penelitian Diny (2011) disebabkan oleh Perbedaan
konsumsi bahan kering kadar serat ransum dan kadar BETN ransum. Konsumsi
bahan kering domba penelitian Diny (2011) berkisar 516.9 g e-1 h-1 sampai 881.3
g e-1 h-1 dengan kandungan BETN 39.14%.dan kadar serat 33.18%.
Hematologi Darah
Hasil analisis statistik menunjukkan penggunaan sumber protein berupa
bungkil kedelai dan tepung jangkrik didalam ransum tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap kadar hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit darah.
Penggunaan sumber protein berupa bungkil kedelai dan tepung jangkrik
berpengaruh nyata (P
SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG JANGKRIK PADA
RANSUM DOMBA JANTAN MUDA TERHADAP GAMBARAN
HEMATOLOGI DAN METABOLIT DARAH
IIP SUKRILLAH
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Substitusi Bungkil
kedelai dengan Tepung jangkrik pada Ransum Domba Jantan Muda terhadap
Gambaran Hematologi dan Metabolit Darah adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Iip Sukrillah
NIM D24110024
ABSTRAK
IIP SUKRILLAH. Substitusi Bungkil kedelai dengan Tepung Jangkrik pada Ransum
Domba Jantan Muda terhadap Gambaran Hematologi dan Metabolit Darah. Dibimbing
oleh DEWI APRI ASTUTI dan LILIS KHOTIJAH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh substitusi bungkil kedelai
dengan tepung jangkrik terhadap konsumsi nutrien, gambaran hematologi dan metabolit
darah domba jantan muda. Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba jantan muda
dengan umur 2-4 bulan dan bobot badan 10.36±1.62 kg dengan 3 perlakuan dan 4
kelompok sebagai ulangan. Perlakuan terdiri dari R1: konsentrat mengandung bungkil
kedelai, R2: konsentrat mengandung bungkil kedelai dan tepung jangkrik, R3: konsentrat
mengandung tepung jangkrik, semua perlakuan diberi 40% rumput Brachiaria
humidicola dan 60% konsentrat. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dan analisis ragam (ANOVA) dengan parameter yang diamati meliputi konsumsi
nutrien (konsumsi bahan kering, konsumsi protein, konsumsi serat, konsumsi BETN dan
konsumsi karbohidrat), hematologi darah (hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit,
diferensiasi leukosit) dan metabolit darah (glukosa dan protein darah). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi bahan
kering ransum, kadar hemoglobin, jumlah eritrosit, jumlah leukosit, diferensiasi leukosit
dan glukosa darah. Perlakuan memberikan pengaruh terhadap nilai hematokrit darah dan
kadar protein darah. Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan kadar glukosa
didalam darah membentuk persamaan Y = 0.0054X2 – 2.38X + 318.5 dan hubungan
antara konsumsi protein dengan kadar protein didalam darah mengikuti persamaan yaitu
Y = 0.016X2 – 1.802X + 56.032. Disimpulkan bahwa tepung jangkrik dapat
menggantikan bungkil kedelai sebagai sumber protein domba jantan muda tanpa
mempengaruhi palatabilitas dan status kesehatan.
Kata kunci : tepung jangkrik, domba jantan muda, metabolit darah
ABSTRACT
IIP SUKRILLAH. Subtitution Soybean Meal with Crickets Meal as a Source Protein
Ration of Growing Lamb on Ration to Hematology and Blood Metabolite. Supervised by
DEWI APRI ASTUTI and LILIS KHOTIJAH.
The aim of this study was to evaluate the effect of subtitution of soybean meal
by cricket meal on nutrient consumption, hematology and blood metabolites of growing
lamb. This study used complete randomized block design, with 3 treatments and 4
replications. Twelve growing lamb in 2-4 month of age and average of body weight
10.36±1.62 kg, were divided into R1: concentrate containing soybean meal, R2:
concentrate containing soybean meal and cricket meal, R3: concentrate containing cricket
meal and all animals fed 40% of Brachiaria humidicola and 60% concentrate. Data were
analyzed using ANOVA with parameters: nutrient consumption, hematology
(hemoglobin, hematocrit, eritrosito, leukosit and differensial leukosit) and blood glucose
and protein. The relationship between the consumption of carbohydrates with blood
glucose levels following the equation Y = 0.0054X2 – 2.38X + 318.5 and the relationship
between the protein consumption with blood protein of following equation Y = 0.016X2
– 1.802X + 56.032. The results showed that the treatments did not significant affect on
nutrient consumption, hemoglobin, erythrocyte, leukocytes, leukocyte differentiation and
glucose. It was concluded that soybean meal can be substituted by crickets meal for
growing lamb without any problem with palatability and health status.
Keywords: crickets meal, growing lamb, blood metabolites
SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG JANGKRIK PADA
RANSUM DOMBA JANTAN MUDA TERHADAP GAMBARAN
HEMATOLOGI DAN METABOLIT DARAH
IIP SUKRILLAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
3
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Substitusi Bungkil kedelai dengan Tepung jangkrik sebagai
Sumber Protein Ransum Domba Jantan Muda terhadap Gambaran Hematologi
dan Metabolit Darah”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan
dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi
informasi tentang gambaran hematologi dan metabolit darah domba jantan muda
yang diberikan alternatif ransum sumber protein hewani berupa tepung jangkrik
sebagai pengganti bungkil kedelai.
Latar belakang penelitian ini adalah tingginya harga bungkil kedelai dan
tingginya impor bungkil kedelai dari negara lain menjadi kendala bagi peternak
domba, sehingga diperlukan alternatif bahan sumber protein lain yang memiliki
kualitas sama. Bahan pakan alternatif sumber protein yang dapat digunakan yaitu
tepung jangkrik yang merupakan limbah dari induk jangkrik afkir, memiliki
kandungan protein yang sama dengan bungkil kedelai. Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi pengaruh substitusi bungkil kedelai dengan tepung jangkrik
terhadap konsumsi nutrien, gambaran hematologi dan metabolit darah domba
jantan muda.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dimasa yang akan
datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.
Bogor, Agustus 2015
Iip Sukrillah
3
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
METODE
Alat
Bahan
Lokasi dan Waktu
Prosedur
Pembuatan Tepung Jangkrik
Pemeliharaan Ternak
Pengukuran Konsumsi Ransum
Pengambilan Sampel Darah
Analisis Hematologi dan Metabolit Darah
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
1
3
3
3
4
4
4
5
5
5
5
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Hematologi Darah
Metabolit Darah
Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Kadar Glukosa Darah
Hubungan Konsumsi Protein dengan Kadar Protein Darah
8
8
10
13
14
15
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
16
16
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
22
UCAPAN TERIMA KASIH
22
DAFTAR TABEL
1
2
2
3
4
5
6
Komposisi bahan pakan penelitian
Analisis proksimat bahan pakan penelitian
Kandungan nutrient ransum perlakuan
Konsumsi bahan kering, protein, serat, BETN dan karbohidrat
Kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit
Presentase differensiasi leukosit dan rasio neutrofil dan limfosit
Kadar glukosa darah dan protein darah domba jantan muda
3
4
4
8
10
12
13
DAFTAR GAMBAR
1 Kamar hitung counting chamber
2 Grafik hubungan konsumsi karbohidrat dengan kadar glukosa darah
3 Grafik hubungan konsumsi protein dengan kadar protein darah
6
14
16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering
2 Hasil analisis ragam konsumsi protein kasar
3 Hasil analisis ragam konsumsi serat kasar
4 Hasil analisis ragam konsumsi BETN
5 Hasil analisis ragam konsumsi karbohidrat
6 Hasil analisis ragam kadar hemoglobin darah
7 Hasil analisis ragam nilai hematokrit darah
8 Uji Duncan test nilai hematokrit darah
9 Hasil analisis ragam jumlah eritrosit darah
10 Hasil analisis ragam jumlah leukosit darah
11 Hasil analisis ragam kadar glukosa darah
12 Hasil analisis ragam kadar protein darah
13 Uji Duncan test kadar protein darah
12 Hasil analisis ragam kadar protein darah
19
19
19
19
20
20
20
20
20
21
21
21
21
21
1
PENDAHULUAN
Domba merupakan ternak ruminansia yang berpotensi tinggi untuk
dikembangbiakan. Domba memiliki sifat prolifik dengan rata-rata kelahiran 1.77
ekor per induk dalam satu kali kelahiran (Inounu 1996). Sifat prolifik tersebut
mengakibatkan populasi ternak domba di Indonesia selalu mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Tahun 2010 populasi ternak domba mencapai 10 725 ekor dan
mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 15 715 ekor (Badan Pusat
Statistik 2014). Meningkatnya populasi ternak domba di Indonesia mengakibatkan
tingginya permintaan pakan. Direktorat Pakan Ternak Nasional (2011)
menyatakan sebesar 100 000 ton bahan kering konsentrat dan 7.5 juta ton bahan
kering pakan hijauan diperlukan oleh ternak domba. Meningkatnya populasi
ternak nasional dan tingginya kebutuhan pakan nasional tidak disertai dengan
meningkatnya produksi daging nasional, hal ini diduga dikarenakan kualitas
pakan yang relatif rendah. Direktorat Jendral Peternakan (2014) menyatakan
produksi daging domba nasional pada tahun 2009 hanya sebesar 2 204.9 ton.
Rendahnya produksi daging domba nasional diduga dikarenakan oleh
manajemen pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan domba dan
pemberian pakan sumber protein belum termanfaatkan secara optimal. Pakan
sumber protein sangat diperlukan oleh domba untuk pertumbuhan dan
pembentukan daging. NRC (2007) menyatakan domba dengan umur 4 bulan,
bobot badan 20 kg dan pertambahan bobot badan harian 100 g ekor-1 hari-1
memerlukan protein 13.33% dan energi 52.63% dalam bentuk TDN. Kearl (1982)
menyatakan untuk meningkatkan pertambahan bobot badan harian domba sekitar
100 g ekor-1 hari-1, diperlukan asupan protein sekitar 95 g ekor-1 hari-1. Pakan
sumber protein dapat berasal dari protein nabati dan protein hewani. Bungkil
kedelai adalah salah satu contoh pakan sumber protein nabati yang sering
digunakan oleh peternak domba. Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum
domba tumbuh sangat diperlukan, hal ini terkait dengan kandungan protein
bungkil kedelai yang sangat tinggi sebesar 49% (NRC 2006). Dendi (2012)
melaporkan penggunaan bungkil kedelai sebanyak 15% di dalam ransum lebih
efisien dalam meningkatkan performa induk domba dan anak domba lepas sapih,
namun tingginya harga bungkil kedelai menjadi kendala bagi peternak domba,
dimana sebagian besar bungkil kedelai masih merupakan hasil impor dari negara
lain, oleh karena itu perlu penggunaan alternatif bahan pakan inkonvensional
sumber protein lain seperti jangkrik, pupa dan belalang.
Jangkrik mempunyai potensi untuk dijadikan bahan pakan ternak. Potensi
tersebut dilihat dari ketersediaan jangkrik yang selalu mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Tahun 2008 jumlah produksi jangkrik mencapai 3.5 juta ekor dan
tahun 2009 meningkat menjadi 5 juta ekor, kemudian meningkat kembali pada
tahun 2010 menjadi 7.92 juta ekor (Direktorat Jendral Peternakan 2010). Seiring
dengan meningkatnya jumlah produksi jangkrik maka jumlah induk jangkrik afkir
akan mengalami peningkatan. Agus (2011) menyatakan bahwa sekitar 35.5%
jumlah populasi jangkrik di peternakan merupakan induk jangkrik afkir yang akan
menjadi limbah peternakan jangkrik. Limbah induk jangkrik afkir dapat diolah
menjadi tepung jangkrik, sehingga dapat digunakan sebagai pakan alternatif
inkonvensional. Penggunaan tepung jangkrik sudah sering diaplikasikan pada
2
jenis ternak unggas dan ikan, namun belum diuji cobakan pada ternak ruminansia.
Pengkajian mengenai penggunaan tepung jangkrik pada ternak ruminansia seperti
domba lepas sapih perlu dilakukan. Secara kualitas nutrisi tepung jangkrik
memiliki kadar protein yang tinggi yaitu 48.84%, selain protein yang tinggi
tepung jangkrik juga mengandung serat sebesar 1.02%, lemak sebesar 24.41%,
kalsium 0.71%, phospor 0.30% dan energi 4 610 kkal kg-1 (Sinaga et al. 2010).
Kadar protein yang tinggi pada tepung jangkrik sangat diperlukan oleh domba
lepas sapih untuk proses pertumbuhan, dikarenakan domba lepas sapih belum
mampu memanfaatkan sumber serat dan NPN (non protein nitrogen) secara
maksimal. Penggunaan tepung jangkrik pada ransum ternak perlu dibatasi, hal ini
terkait dengan tingginya kandungan kitin pada tepung jangkrik. Wang et al.
(2005) menyatakan dalam 100 gram tepung jangkrik mengandung protein sebesar
58.30% dan kitin sebesar 8.70%. Kandungan kitin didalam tepung jangkrik yang
dapat mempengaruhi kecernaan dan secara tidak langsung dapat berpengaruh
terhadap gambaran darah dan nutrien darah.
Darah yang tersusun atas benda darah dan cairan darah yang memiliki
fungsi sebagai pembawa nutrien, pembawa oksigen, sistem pertahanan dan
pembekuan serta penggumpalan darah, dapat mengalami perubahan yang
disebabkan oleh konsumsi ransum, kandungan nutrisi ransum dan kecarnaan
ransum (Frandson 1992). Penggunaan pakan sumber protein tinggi berupa bungkil
kedelai dan tepung jangkrik di dalam ransum dapat memberikan pengaruh
terhadap gambaran hematologi darah terutama terhadap kadar hemoglobin darah.
Protein yang tinggi pada bungkil kedelai dan tepung jangkrik dapat meningkatkan
kadar hemoglobin darah (Dellmann dan Brown 1989), namun tingginya protein di
dalam ransum dapat menurunkan nilai hematokrit darah, hal ini terkait dengan
metabolisme protein yang memerlukan air untuk memecah ikatan peptida dengan
asam amino, sehingga konsumsi air meningkat (Frandson 1992). Konsumsi air
yang meningkat akan mengakibatkan darah menjadi lebih cair (Sonjaya 2012).
Selain sumber protein tinggi, tepung jangkrik yang diguakan didalam ransum
memiliki kandungan kitin sebesar 8.70%. Kitin yang terkadung pada tepung
jangkrik dapat membentuk antigen dan memicu terbentuknya antibodi, hal ini
akan berdampak pada peningkatan jumlah leukosit darah (Mathius dan Sinurat
2001), namun kandungan kitin pada tepung jangkrik dapat menurunkan kecernan
ransum (Suryaningsih dan Parakkasi 2006). Kecernaan ransum yang menurun
akan mengakibatkan menurunnya nutrien darah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh substitusi bungkil
kedelai dengan tepung jangkrik dalam ransum domba jantan muda terhadap
konsumsi nutrien, nilai hematologi dan metabolit darah.
3
METODE
Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang individu
domba yang dilengkapi tempat makan dan air minum, timbangan domba dan
timbangan digital kapasitas 500 gram, tabung EDTA, haemocytometer, timbangan
pakan kapasitas 3 kg, seperangkat pipet pengencer butir darah merah dan butir
darah putih, tabung sahli, sentrifuge, object glas, cover glass dan mikroskop
Olympus CX 31, syringe, tabung heparin, tabung efendorf, vortex dan
spektrofotometer merk Genesys 10S UV-VIS.
Bahan
Ternak Percobaan
Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba lokal jantan muda, dengan
umur 2-4 bulan dan rataan bobot badan 10.36±1.62 kg.
Bahan Analisis Darah
Bahan yang digunakan untuk analisis darah yaitu larutan Turk, larutan
Hayem, larutan Gymsa, HCl, dan aquadest, larutan KIT glukosa dengan nomer
katalog 112191, larutan KIT protein dengan nomer katalog 118000, larutan
standar dan blanko merk Rajawali Nusindo.
Ransum Penelitian
Pakan yang diberikan pada domba lokal jantan muda yaitu rumput
Brachiaria humicola dan konsentrat dengan ratio 40:60. Konsentrat tersusun dari
lakto A, bungkil kedelai dan tepung jangkrik. Konsentrat diberikan pada pagi hari
pukul 07:00 WIB dan rumput Brachiaria humicola diberikan pada siang hari
pukul 13:00 WIB. Pemberian air minum secara ad libitum. Komposisi bahan
makanan ransum penelitian untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1.
Analisis proksimat bahan pakan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada
Tabel 2. Kandungan nutrien ransum perlakuan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 1 Komposisi bahan pakan penelitian
Bahan
Rumput Brachiaria humidicola
Konsentrat terdiri atas:
Lakto A
Bungkil kedelai
Tepung jangkrik
Ransum Penelitian
R1
R2
R3
------------------------------%-----------------------40
40
40
60
60
60
45
45
45
15
7.5
0
0
7.5
15
Keterangan : R1 = ransum mengandung bungkil kedelai ; R2 = ransum mengandung bungkil kedelai dan
tepung jangkrik ; R3 = ransum mengandung tepung jangkrik.
4
Tabel 2. Analisis proksimat bahan pakan penelitian
Proksimat
Bahan pakan
Brachiaria
Lakto A
Tepung
humidicola
jangkrik
Bahan kering (%)
21.57
84.10
85.61
Abu (%)
8.02
14.99
5.21
Protein kasar (%)
9.74
10.76
57.07
Lemak kasar (%)
2.18
2.54
13.13
Serat kasar (%)
32.60
18.60
10.27
BETN (%)
47.47
37.21
14.31
TDN (%)
58.72
59.19
92.93
Kalsium (%)
0.21
0.90
0.71
Phospor (%)
0.17
0.25
0.30
Bungkil
kedelai
88.10
7.00
49.00
1.60
6.00
36.40
84.00
0.38
0.71
Keterangan: BETN= Bahan ekstrak tanpa nitrogen ; TDN= Total Digestible Nutrien.
Tabel 3 Kandungan nutrien ransum perlakuan
Perlakuan
Zat makanan
Abu
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
BETN
Kalsium
Phospor
TDN
R1
R2
R3
-------------------------------------%BK----------------------------------12.28
12.38
12.28
17.00
16.77
17.27
2.47
3.19
3.99
23.89
24.47
24.79
44.36
43.19
41.67
0.55
0.58
0.60
0.29
0.26
0.23
62.72
62.77
63.35
Keterangan: BETN= Bahan ekstrak tanpa nitrogen ; TDN= Total Digestible Nutrien ; R1 = ransum
mengandung bungkil kedelai ; R2 = ransum mengandung bungkil kedelai dan tepung jangkrik ; R3
= ransum mengandung tepung jangkrik.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai Maret 2015,
bertempatan di Laboratorium lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja serta
Laboratorium analisis nutrisi ternak daging dan kerja, Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertamian Bogor.
Prosedur
Pembuatan Tepung Jangkrik
Tepung jangkrik diambil dari limbah peternakan jangkrik di kota Bekasi
yang merupakan induk jangkrik afkir yang telah bertelur selama 4-5 kali dan
mengalami penurunan jumlah produksi telur hingga 50%-60%. Limbah jangkrik
dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3-5 hari hingga bobot keringnya
konstan. Limbah jangkrik yang sudah kering digiling menggunakan blender
hingga berbentuk tepung (Bayu et al. 2010).
5
Pemeliharaan Ternak
Domba jantan muda dipelihara dalam kandang individu selama 60 hari dan
diberikan pakan sesuai kebutuhan yaitu 3% bobot badan. Pemberian pakan sesuai
menejemen yang sudah ada yaitu pemberian konsentrat pada pagi hari pukul
07:00 dan pemberian rumput pada siang hari pukul 13:00. Air minum diberikan
secara ad libitum.
Pengukuran Konsumsi Ransum
Pengukuran konsumsi ransum (g-1e-1h-1) dilakukan dengan menimbang
ransum yang diberikan pada ternak dan dikurangi dengan penimbang sisa ransum
yang tidak dikonsumsi ternak. Perhitungan konsumsi ransum meliputi perhitungan
konsumsi bahan kering dan konsumsi nutrien (protein kasar, serat kasar, BETN
dan karbohidrat). Konsumsi karbohidrat dihitung dari penjumlahan konsumsi
serat kasar dengan konsumsi BETN.
Rumus :
Konsumsi segar
= ∑ pemberian - ∑ sisa pakan
-1 -1
Konsumsi bahan kering (g e h )
= konsumsi segar x BK ransum
-1 -1
Konsumsi nutrien (g e h )
= ∑ konsumsi BK x nutrien ransum (%)
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir penelitian dan pada pagi
hari setelah 2 jam pemberian pakan. Pengambilan darah dilakukan dari vena
jugularis menggunakan syring sebanyak kurang lebih 5 mL dan dimasukan ke
dalam vaccum tube yang berisi anti koagulan EDTA, kemudian dibawa ke
laboratorium untuk dilakukan analisis darah meliputi analisis hematologi
(hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit dan differensiasi leukosit) dan analisis
metabolit darah (Glukosa dan Protein darah).
Analisis Hematologi dan Metabolit Darah
Hemoglobin Darah. Kadar hemoglobin darah diukur menggunakan Metode
Sahli. Larutan HCl 0.1 N diteteskan sebanyak 0.1 mL ke dalam tabung Sahli.
Sampel darah dihisap dan dimasukan kedalam tabung Sahli sebanyak 2 µl
menggunakan pipet hemoglobin. Campuran larutan didalam tabung diaduk hingga
rata dan didiamkan selama 3 menit. Aquadest ditambahkan sedikit demi sedikit
seiring dengan dilakukannya pengadukan. Ketika warna larutan sesuai dengan
standar warna pada hemoglobinometer penambahan aquadest dihentikan. Kadar
hemoglobin darah dapat dilihat pada garis tabung (g/%) (Sastradipradja dan
Hartini 1989).
Hematokrit Darah. Nilai hematokrit darah ditentukan dengan menggunakan
metode mikrohematokrit. Darah dimasukan kedalam pipa mikrokapiler dengan
cara memasukan ujung pipa mikrokapiler kedalam darah. Darah dibiarkan masuk
secara permiable hingga 2/3 bagian pipa. Pipa mikroapiler disumbat dengan
menggunakan penyumbat (creastoseal) secara perlahan dan dilakukan sentrifugasi
dengan microcentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1500 ppm. Nilai
hematokrit ditentukan dengan mengukur presentase volume sel darah merah yang
6
mengendap terhadap total darah dengan menggunakan alat baca microcapillary
hematokrit reader (Sastradipradja dan Hartini 1989).
Jumlah Etitrosit dan Leukosit Darah. Jumlah eritrosit darah diamati dengan
cara menghisap sampel darah menggunakan aspirator atau pipet eritrosit sampai
tanda tera 0.5 dan ditambahkan larutan Hayem yang dihisap hingga tanda 101.
Pipet eritrosit yang telah berisi sampel darah dan larutan hayem di homogenkan
dengan membuat angka 8, setelah homogen diteteskan pada Counting chambers
yang sudah tertutup cover glass dan diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 40 kali. Perhitungan eritrosit darah dilakukan pada 5 kotak dari total
25 kotak kecil yang berada di tengah counting chambers. Lima kotak yang
dihitung berada dibagian pojok kanan atas, pojok kiri atas, pojok kanan bawah,
pojok kiri bawah dan bagian tengah (Gambar 1). Perhitungan jumlah eritrosit (per
mm3) dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh eritrosit yang telah dihitung
pada masing-masing kotak kecil dan dikalikan dengan 104 (Sastradipradja dan
Hartini 1989).
Jumlah leukosit darah dilakukan dengan cara menghisap sampel darah
menggunakan pipet leukosit sampai tanda tera 0.5 dan ditambahkan larutan
pengencer Turk yang dihisap hingga tanda 11. Pipet leukosit yang telah berisi
sampel darah dan larutan pengencer Turk dihomogenkan dengan membuat angka
8, setelah homogen diteteskan pada Counting chambers yang sudah tertutup cover
glass dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 kali. Perhitungan
jumlah leukosit dilakukan pada 16 kotak kecil yang terdapat didalam 4 buah kotak
besar. Posisi kotak berada di bagian pojok kanan atas, bagian pojok kiri atas,
bagian pojok kiri bawah dan bagian pojok kanan bawah (Gambar 1). Jumlah
leukosit (per mm3) dihitung dengan cara menjumlahkan leukosit yang terhitung
pada masing-masing kotak dan dikalikan dengan 50 (Sastradipradja dan Hartini
1989).
Gambar 1 Kamar hitung counting chamber
Analisis Metabolit Darah. Pengukuran metabolit darah dilakukan menggunakan
plasma darah yang diperoleh dari darah segar yang telah disentrifuge dengan
waktu 15 menit dan kecepatan 1500 rpm. Metabolit darah yang diukur meliputi
kadar glukosa darah dan kadar protein darah. Kadar glukosa darah diukur dengan
menggunakan teknik enzimatik yang menggunakan KIT. Kadar glukosa darah
menggunakan KIT dengan nomer katalog 112191. Sampel plasma darah sebanyak
10µl ditambahkan dengan 1000µl reagen KIT glukosa 112191. Larutan blanko
menggunakan 10µl aquades ditambahkan 1000µl reagen KIT. Larutan standar
7
menggunakan 10µl larutan standar dan 1000µl reagen KIT. Masing-masing dari
ketiga larutan diatas dimasukan dalam tabung reaksi yang berbeda dan
dihomogenkan menggunakan Vortex. Diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20250C. Larutan sampel, blanko, dan standar dimasukan dalam spektrofotometer
untuk dilihat nilai absornamsinya dengan panjang gelombang 500 nm untuk
glukosa. Nilai absorbansi dimasukan kedalam rumus kadar glukosa darah sebagai
berikut.
Rumus :
Perhitungan kadar glukosa darah (mg dL-1) = 100 x
ΔA sampel
ΔA sampel
Kadar protein darah dianalisis menggunakan KIT dengan nomer katalog
118000. Sampel plasma darah sebanyak 10µl ditambahkan dengan 1000µl reagen
KIT protein 118000. Larutan blanko menggunakan 10µl aquades ditambahkan
1000µl reagen KIT protein. Larutan standar menggunakan 10µl larutan standar
dan 1000µl reagen KIT protein. Masing-masing dari ketiga larutan diatas
dimasukan dalam tabung reaksi yang berbeda dan dihomogenkan menggunakan
Vortex. Diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-250C. Larutan sampel, blanko,
dan standar dimasukan dalam spektrofotometer untuk dilihat nilai absornamsinya
dengan panjang gelombang 546 nm untuk kadar protein darah. Nilai absorbansi
dimasukan kedalam rumus kadar protein darah sebagai berikut.
Rumus :
Perhitungan kadar protein darah (g dL-1)
ΔA sampel
=8x
ΔA sampel
Keterangan:
ΔA = Absorbansi
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK),
dengan bobot badan sebagai kelompok. Model matematik rancangan adalah
sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993):
Yij = μ + τi +βj + εij
Keterangan:
Yij
μ
τi
βj
εij
= Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
= Rataan umum pengamatan
= Pengaruh pemberian ransum (i = 1, 2, 3)
= Pengaruh kelompok ke-j
= Pengaruh galat ransum ke-i dan ulangan ke-j (j = 1, 2, 3,)
Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan
konsentrat yang digunakan adalah sebagai berikut:
R1
= konsentrat mengandung bungkil kedelai
R2
= konsentrat mengandung bungkil kedelai dan tepung jangkrik
R3
= konsentrat mengandung tepung jangkrik
Semua perlakuan mendapatkan 40% rumput Brahiaria humidicola.
8
Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam
(Analyses of Variance, ANOVA) dan bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji
Duncan. Data konsumsi karbohidrat dan protein dengan gambaran metabolit darah
(glukosa dan protein darah) dinyatakan sebagai kolerasi regresi pola kuadratik
dengan persamaan sebagai berikut:
y = ax2+ bx + c.
Keterangan:
y = titik potong sumbu x
x = titik potong sumbu y
a = koefisien dari x2
b = koefisien dari x
c = konstanta
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu konsumsi bahan kering,
konsumsi protein kasar, konsumsi serat kasar, konsumsi BETN, konsumsi
karbohidrat, hematologi darah (kadar hemoglobin, nilai hematokrit, eritrosit,
leukosit, differensiasi leukosit), glukosa dan protein darah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Berdasarkan hasil uji statistik, perbedaan penggunaan jenis pakan sumber
protein nabati dan hewani ke dalam ransum tidak memberikan perbedaan nyata
terhadap konsumsi nutrien (konsumsi bahan kering, konsumsi protein, konsumsi
serat, konsumsi BETN dan konsumsi karbohidrat). Tabel 4 menunjukkan
konsumsi bahan kering, protein kasar, serat kasar, BETN dan karbohidrat domba.
Tabel 4 Konsumsi bahan kering, protein, serat, BETN dan karbohidrat
Parameter
Perlakuan
R1
R2
R3
-1 -1
Konsumsi (g e h )
Bahan kering
383.53±8.64
368.90±45.55
338.52±45.45
Protein kasar
64.98±1.80
57.99±9.05
56.52±9.92
Serat kasar
91.63±2.06
83.92±11.27
90.27±11.15
BETN
170.14±3.83
141.09±18.94
159.29±19.67
Karbohidrat
261.76±5.90
225.01±30.21
249.56±30.81
Keterangan : BETN= Bahan ekstrak tanpa nitrogen ; R1 = ransum mengandung bungkil kedelai ; R2 =
ransum mengandung bungkil kedelai dan tepung jangkrik ; R3 = ransum mengandung tepung
jangkrik.
Kearl (1982) menyatakan domba muda dengan bobot badan 10 kg PBBH
100 g e-1 h-1 membutuhkan konsumsi bahan kering 300 g e-1 h-1 atau 3.0% bobot
badan. Gayuh (2009) melaporkan bahwa konsumsi bahan kering domba umur 3
9
bulan dan bobot 10±3.4 kg dengan perlakuan pemanfaatan protein pada domba
lokal jantan dengan bobot badan dan aras pemberian pakan yang berbeda yaitu
373.75 g e-1 h-1 sampai 422.35 g e-1 h-1. Konsumsi bahan kering domba penelitian
lebih tinggi dari pernyataan Kearl (1982) dan sesuai dengan penelitian Gayuh
(2009). Konsumsi bahan kering pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata
menunjukkan penggunaan sumber protein tepung jangkrik sebanyak 7.5% dan
15% didalam ransum mempunyai palatabilitas yang sama dengan penggunaan
sumber protein bungkil kedelai sebanyak 7.5% dan 15% didalam ransum yang
tidak mempengaruhi konsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1999)
yang menyatakan tingkat konsumsi bahan kering ternak dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu palatabilitas ternak, breed, bobot badan, stres, umur, tingkat
kecernaan pakan, kualitas pakan.
Konsumsi protein yang tidak berbeda nyata didasari oleh kandungan
protein ransum yang tidak jauh berbeda dan konsumsi bahan kering yang tidak
berbeda nyata. Kandungan protein ransum penelitian yaitu 17.00%, 16.77% dan
17.27% untuk perlakuan R1, R2 dan R3. Kearl (1982) menyatakan domba dengan
umur 3 bulan dan bobot badan 10 kg dan PBBH 100 g e-1 h-1 membutuhkan
konsumsi protein kasar 31.67 g e-1 h-1. Diny (2011) melaporkan konsumsi protein
kasar domba dengan bobot 9-14 yang diberi perlakuan pakan konsentrat dan
limbah tauge yaitu 67.91 g e-1 h-1 sampai 76.98 g e-1 h-1. Konsumsi protein kasar
domba yang digunakan dalam penelitian lebih tinggi dibandingkan pernyataan
Kearl (1982), namun lebih rendah dari penelitian Diny (2011). Rendahnya
konsumsi protein kasar domba penelitian dibandingkan dengan penelitian Diny
(2011) disebabkan oleh perbedaan penggunaan hijauan dan jenis konsentrat.
Diny (2011) melaporkan konsumsi serat kasar domba dengan bobot 9-14
yang diberi perlakuan pakan konsentrat dan limbah tauge yaitu 87.43 g e-1 h-1
sampai 303.55 g-1 e-1 h-1. Konsumsi serat kasar hasil penelitian lebih rendah
dibandingkan dengan hasil penelitian Diny (2011), hal ini disebabkan oleh
perbedaan penggunaan hijauan sebagai sumber serat. Konsumsi serat kasar yang
tidak berbeda nyata pada penelitian terkait dengan konsumsi bahan kering yang
juga tidak berbeda nyata.
Perbedaan penggunaan sumber protein ke dalam ransum tidak
mempengaruhi konsumsi BETN, hal ini terkait dengan konsumsi bahan kering
juga yang tidak berpengaruh. Diny (2011) melaporkan konsumsi BETN domba
muda dengan bobot 9-14 yang diberi perlakuan pakan konsentrat dan limbah
tauge yaitu sebesar 202.31 g e-1 h-1 sampai 344.94 g e-1 h-1. Konsumsi BETN
domba hasil penelitian lebih rendah dari konsumsi BETN domba hasil penelitian
Diny (2011). Rendahnya konsumsi BETN domba penelitian dibandingkan dengan
penelitian Diny (2011) dikarenakan oleh perbedaan konsumsi bahan kering dan
kandungan BETN ransum. Konsumsi bahan kering domba penelitian Diny (2011)
berkisar 516.9 g e-1 h-1 sampai 881.3 g e-1 h-1 dengan kandungan BETN 39.14%.
Konsumsi karbohidrat yang merupakan penjumlahan dari konsumsi serat
kasar dan BETN tidak memiliki perbedaan nyata artinya perbedaan penggunaan
sumber protein ke dalam ransum tidak mempengaruhi konsumsi karbohidrat. Diny
(2011) melaporkan domba muda dengan bobot 9-14 yang diberi perlakuan pakan
konsentrat dan limbah tauge yaitu sebesar 289.74 g e-1 h-1 sampai 648.49 g e-1 h-1.
Konsumsi karbohidrat domba yang digunakan dalam penelitian lebih rendah
dibandingkan konsumsi karbohidrat domba hasil penelitian Diny (2011).
10
Rendahnya konsumsi karbohidrat domba yang digunakan dalam penelitian
dibandingkan dengan penelitian Diny (2011) disebabkan oleh Perbedaan
konsumsi bahan kering kadar serat ransum dan kadar BETN ransum. Konsumsi
bahan kering domba penelitian Diny (2011) berkisar 516.9 g e-1 h-1 sampai 881.3
g e-1 h-1 dengan kandungan BETN 39.14%.dan kadar serat 33.18%.
Hematologi Darah
Hasil analisis statistik menunjukkan penggunaan sumber protein berupa
bungkil kedelai dan tepung jangkrik didalam ransum tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap kadar hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit darah.
Penggunaan sumber protein berupa bungkil kedelai dan tepung jangkrik
berpengaruh nyata (P