Hama dan Penyakit Jambu Air (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

HAMA DAN PENYAKIT JAMBU AIR
(Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry)
DI KABUPATEN DEMAK, JAWA TENGAH

KRIDANINGTYAS PURWANDARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hama dan Penyakit
Jambu Air (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry) di Kabupaten
Demak, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Kridaningtyas Purwandari
NIM A34110009

ABSTRAK

KRIDANINGTYAS PURWANDARI. Hama dan Penyakit Jambu Air (Syzygium
samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Dibimbing oleh TITIEK SITI YULIANI dan IDHAM SAKTI HARAHAP.
Jambu air merupakan buah icon di Kabupaten Demak. Salah satu kendala
budidaya jambu air adalah serangan hama dan penyakit tanaman. Penelitian ini
bertujuan menginventarisasi hama dan penyakit utama pada tanaman jambu air di
Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
pengamatan dan koleksi, identifikasi spesimen di laboratorium, serta wawancara
petani jambu air. Pengamatan dilakukan pada empat lahan jambu air, dengan
mengambil sepuluh tanaman contoh pada setiap lahan. Setiap tanaman diambil
empat ranting contoh yang mewakili arah mata angin barat, timur, utara, dan
selatan. Wawancara petani menggunakan blangko tertulis untuk mengetahui

identitas pemilik lahan jambu air, teknik budidaya jambu air, dan menejemen
OPT yang sudah dilakukan. Hama yang ditemukan antara lain kutukebul
(Aleurodicus dispersus), ulat pemakan pucuk (Lepidoptera: Tortricidae), kumbang
penggulung
daun
(Apoderus
trinotatus),
ulat
pengorok
daun
(Lepidoptera:Gracillaridae), wereng pucuk mete (Sanurus indecora), lalat buah
(Bactrocera albistrigata), dan ulat pelipat daun (Lepidoptera: Tortricidae).
Penyakit yang ditemukan antara lain karat merah pada daun (Cephaleuros sp.),
embun jelaga (Capnodium sp.), jamur upas (Corticium salmonicolor), serta
Antraknosa (Gloeosporium sp.).
Kata kunci: Identifikasi,inventarisasi, kejadian, keparahan, kerusakan tanaman.

ABSTRACT
KRIDANINGTYAS PURWANDARI. Pests and Diseases of Water apple
(Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry) in Demak Regency,

Central Java. Supervised by TITIEK SITI YULIANI and IDHAM SAKTI
HARAHAP.
Water apple is a fruit icon of Demak Regency. Pests and diseases are major
problems in water apple cultivation. This research aims to inventory the main
pests and diseases of water apple in Demak Regency, Central Java. Research was
conducted in three steps: field observation and collection, species identification in
the laboratory, and interview water apple farmers. Field observation was
conducted in four water apple plantations in Bintoro district. Ten water apple trees
were sampled diagonally from each plantation and observation was conducted on
four twigs that were determinated based on cardinal direction: west, east, north,
and south. Interview farmer was based on questionaire specially designed to
reveal farmer’s identity, cultivation techniques, pests and diseases management in
water apple plantation. There were some pests found such as spiralling white fly
(Aleurodicus dispersus), white moth cicada (Sanurus indecora), fruit flies
(Bactrocera albistrigata), leaf-roller weevils (Apoderus trinotatus), leaf borer
(Lepidoptera: Gracillaridae), leaf folder (Lepidoptera: Tortricidae), and shoot
roller (Lepidoptera: Tortricidae). The diseases were found such as red rust
(Cephaleuros sp.), sooty mold (Capnodium sp.), pink disease (Corticium
salmonicolor), and anthracnose (Gloeosporium sp.).
Keywords: Density, identification, inventory, plant damage, severity.


HAMA DAN PENYAKIT JAMBU AIR
(Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry)
DI KABUPATEN DEMAK, JAWA TENGAH

KRIDANINGTYAS PURWANDARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hama dan Penyakit Jambu Air (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M.
Perry) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr Ir Titiek Siti Yuliani, SU dan
Dr Ir Idham Sakti Harahap, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan saran, pengarahan, serta motivasi hingga diselesaikannya skripsi ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Dadan Hindayana, MSi
selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa
pendidikan penulis di Departemen Proteksi Tanaman. Terimakasih juga penulis
sampaikan kepada Dr Ir R Yayi Munara Kusumah, MSi selaku dosen penguji
tamu, seluruh staff pengajar Departemen Proteksi Tanaman atas ilmu dan
motivasi yang telah diberikan, serta seluruh civitas akademik Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas pertanian, dan Institut Pertanian Bogor atas bantuan
serta fasilitas yang diberikan kepada penulis.
Terimakasih penulis ucapkan kepada orang tua (Drs Enang Basuki dan
Mulyantini, Spd) yang telah memberikan fasilitas, motivasi, do’a dan kasih
sayangnya. Kepada adik penulis (Desinta Kridaningrum dan Mia Bangun

Kridaningsih) yang selalu memberikan dukungan serta perhatian, kepada keluarga
besar penulis terutama keluarga Pakde Mulyoko dan keluarga Bulek Tri Arini,
terimakasih atas fasilitas dan bantuan yang telah diberikan. Ucapan terimakasih
kepada seluruh sahabat Proteksi Tanaman 48, IKAMADE, Faisal Aji Wibowo,
Slamet, Iis, Widya, Anik, Yeni, Iyun, Pebe, Ani, Trini, Novi, Nova, Upi, Dede,
Suci, Cicik, Sri, Gicem dan Anggota laboratorium mikologi serta laboratorium
taksonomi serangga atas bantuan, dukungan serta do’a yang diberikan. Ucapan
terimakasih juga penulis ucapkan kepada petani jambu air, Mbah Sudar, Pak Pri,
Pak Sarmadi, Pak Sunarto, dan Pak Munadhirin, serta pihak-pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, namun belum disebutkan.
Mohon maaf penulis sampaikan atas segala kekurangan pada skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi petani jambu air khususnya di
Demak dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
Bogor, 16 Juni 2015
Kridaningtyas Purwandari

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Penentuan Lahan Pengamatan dan Tanaman Contoh
Pengamatan Lapangan Hama dan Penyakit
Wawancara Petani Jambu Air
Identifikasi Hama dan Penyakit
Prosedur Analisa Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lahan Pertanaman Jambu Air
dan Teknik Budidaya
Hama Jambu Air yang Ditemukan
Penyakit Jambu Air yang Ditemukan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

1
1

2
2
3
3
3
3
3
4
5
5
6
6
8
15
19
19
19

DAFTAR TABEL
1. Penentuan nilai numerik tingkat serangan hama berdasarkan

Holliday and Mowat (1963) dengan modifikasi
2. Penentuan nilai numerik tingkat serangan penyakit
berdasarkan Suwandi (2003)dengan modifikasi
3. Kondisi umum empat lahan pertanaman jambu air di wilayah
Kabupaten Demak, Jawa Tengah
4. Teknik pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
di empat lahan jambu air berdasarkan hasil wawancara
5. Keberadaan hama di empat lahan pertanaman jambu air di
Kabupaten Demak, Jawa Tengah
6. Tingkat kerusakan akibat hama utama diempat lahan jambu air
7. Keberadaan penyakit di empat lahan pertanaman jambu air di
Kabupaten Demak, Jawa Tengah

4
5
6
7
8
8
15


DAFTAR GAMBAR

1. Pola diagonal pengambilan contoh tanaman di lapangan
2. Hama kutukebul (A.dispersus)
3. Luas serangan dan tingkat kerusakan hama A.dispersus selama
empat minggu
4. Hama ulat pemakan pucuk
5. Luas serangan dan tingkat kerusakan ulat pemakan pucuk selama
empat minggu
6. Hama kumbang penggulung daun (A.trinotatus)
7. Luas serangan dan tingkat kerusakan A. trinotatus selama empat
minggu
8. Hama ulat pengorok daun
9. Luas serangan dan tingkat kerusakan ulat pengorok daun selama
empat minggu
10. Hama wereng pucuk mete (S.indecora)
11. Hama lalat buah (B.albistrigata)
12. Hama ulat pelipat daun
13. Penyakit karat merah (Cephaleuros sp.)

14. Kejadian dan keparahan penyakit karat merah (Cephaleuros sp.)
selama empat minggu
15. Penyakit embun jelaga (Capnodium sp.)
16. Penyakit jamur upas (C. salmonicolor) pada ranting
17.Penyakit antraknosa (Gloeosporium sp.)

3
9
9
10
10
11
11
12
12
13
13
14
16
16
16
17
18

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jambu air (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry)
merupakan buah tropika yang masuk ke dalam famili Myrtaceae. Tanaman jambu
air banyak dibudidayakan di India dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Tanaman jambu air merupakan tanaman tahunan yang memliki tinggi mencapai 310 meter. Tekstur daging buah jambu air tebal. Daging buah berwarna putih atau
merah muda, renyah dengan struktur seperti “spons”. Rasa buah manis atau asam
dan biasa dikonsumsi secara langsung atau sebagai salad (Morton 1987).
Kandungan gizi jambu air cukup tinggi. Di dalam 100 g jambu air terkandung
protein 0.6 g, karbohidrat 11.8 g, kalsium 7.5 mg, fosfor 9.0 mg, besi 1.1 S.I.,
vitamin C 5.0 mg, air 87.0 gram dan kalori 46 kkal (Karmini et al. 2004).
Jambu air merupakan icon Kabupaten Demak menggantikan buah
belimbing yang produksinya semakin sedikit. Varietas yang ditanaman adalah
jambu air Citra dan jambu air Merah Delima. Jambu air Merah Delima dinyatakan
sebagai varietas unggul hortikultura Kabupaten Demak berdasarkan Keputusan
Menteri Pertanian RI Nomor 521/ Kpts/ SR.120/ 12/ 2005. Sebagian besar
tanaman jambu air hanya ditanam di pekarangan rumah sebagai konsumsi
keluarga.
Produksi jambu air di Indonesia dari tahun 2008 sampai tahun 2012
mengalami fluktuasi. Pada Tahun 2008, produksi jambu air di Indonesia mencapai
111 495 ton. Penurunan produksi terjadi pada tahun 2009 dengan hasil 104 885
ton dan 85 973 ton pada tahun 2010. Hasil produksi meningkat kembali pada
tahun 2011 dan 2012 mencapai 103 156 ton dan 104 392 ton (BPS 2013).
Kabupaten Demak merupakan produsen jambu air terbesar di Jawa Tengah,
dengan produksi mencapai 81 707 kuintal. Kabupaten Demak menghasilkan
45.97% dari total 177 740 kuintal produksi jambu air di Jawa Tengah (BPS 2014).
Hasil produksi jambu air di Demak pada tahun 2013 tersebut mengalami
penurunan sebesar 7 241 kuintal dari tahun 2012 (BPS 2013).
Kendala petani dalam budidaya jambu air adalah serangan hama dan
penyakit tanaman, serta keadaan cuaca yang fluktuatif. Hama dan penyakit
menyerang seluruh bagian tanaman jambu air. Pengetahuan yang rendah
mengenai jenis hama dan penyakit jambu air mengakibatan petani melakukan
pengendalian yang kurang tepat.
Informasi mengenai hama dan penyakit tanaman pada jambu air masih
terbatas. Identifikasi hama dan penyakit merupakan tahap awal untuk mengetahui
penyebab kerusakan pada tanaman. Setelah diketahui jenis hama dan penyakit
jambu air, diharapkan dapat dilakukan pengendalian dengan teknik yang lebih
tepat agar serangan hama dan penyakit menurun sehingga produksi jambu air
akan semakin meningkat.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menginventarisasi hama dan penyakit jambu air.
Menghitung luas serangan dan tingkat kerusakan akibat hama utama, serta
menghitung kejadian dan keparahan penyakit utama di empat lahan jambu air di
wilayah Kabupaten Demak.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hama
dan penyakit pada tanaman jambu air di Kabupaten Demak, sehingga dapat
dilakukan pengendalian yang tepat.

5

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada pertanaman jambu air milik petani di Desa
Tempuran, Desa Betokan, dan Desa Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten
Demak. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Taksonomi dan
Biosistematika Serangga serta Museum Serangga. Identifikasi penyakit dilakukan
di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan
April 2015.

Alat dan Bahan
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain: tanaman jambu air,
alkohol 70 %, dan air. Alat-alat yang digunakan antara lain: alat tulis, kamera,
kantong plastik, kertas koran, botol koleksi, mikroskop coumpound, mikroskop
stereo, kaca objek dan penutup, blanko pengamatan lapang, serta buku kunci
identifikasi.

Penentuan Lahan Pengamatan dan Tanaman Contoh
Pengamatan dilakukan pada empat lahan jambu air monokultur yang
memiliki jumlah tanaman antara 42-97 pohon. Tanaman contoh diamati sebanyak
10 tanaman di setiap lahan, dengan metode pengambilan tanaman contoh secara
diagonal. Pada setiap tanaman diambil 4 ranting pada bagian tengah tanaman.
Ranting yang diambil mewakili arah mata angin: utara, selatan, barat, dan timur.
Sehingga dalam satu lahan diperoleh 40 ranting pengamatan.

Gambar 1 Pola diagonal pengambilan contoh tanaman di lapang.

Pengamatan Lapangan Hama dan Penyakit
Pengamatan dilakukan pada bagian daun, ranting, buah, dan bunga
sebanyak 4 kali dengan interval waktu 1 minggu. Pengamatan dilakukan terhadap
keberadaan hama dan penyakit, serta gejala yang ditimbulkannya. Hama dan
penyakit yang ditemukan di lapangan serta bagian tanaman yang bergejala
dimasukkan ke dalam botol koleksi atau plastik untuk selanjutnya dibawa ke

4
laboratorium. Pengambilan bagian tanaman yang terinveksi penyakit diambil pada
pengamatan terakhir agar spesimen tidak rusak.
Pengamatan Hama
Pengamatan hama tanaman jambu air dilakukan dengan cara mengamati
secara langsung dengan memperhatikan jenis hama, gejala serangan, luas
serangan dan tingkat kerusakan. Pengamatan luas serangan dan tingkat kerusakan
hanya dilakukan terhadap hama utama yang menyerang empat lahan pegamatan.
Luas serangan hama dihitung menggunakan rumus:
Luas Serangan =

n
N

× 100%

n = jumlah sampel yang terserang
N = jumlah sampel yang diamati
Tingkat kerusakan dihitung menggunakan rumus:
Tingkat Kerusakan =

∑(ni .vi )
N.V

× 100%

ni = jumlah sampel yang terserang dalam kategori ke-i
vi = nilai numerik dari kategori
N = jumlah sampel yang diamati setiap tanaman
V = nilai numerik dari kategori tertinggi
Tabel 1 Penentuan nilai numerik tingkat kerusakan berdasarkan Holliday and
Mowat (1963) dengan modifikasi
Luas serangan (%)
Nilai numerik
Keterangan
0
0
Tidak ada serangan
0 75
6
Sangat berat
Pengamatan Penyakit
Pengamatan gejala penyakit akibat serangan penyakit dilakukan secara
langsung dengan memperhatikan patogen penyebab penyakit, gejala inveksi,
kejadian dan keparan penyakit. Perhitungan kejadian dan keparahan penyakit
hanya dilakukan pada penyakit utama yang menyerang empat lahan pengamatan.
Kejadian penyakit dihitung menggunakan rumus:
Kejadian Penyakit =
n = jumlah sampel yang terserang
N = jumlah sampel yang diamati

n
N

× 100%

5
Keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus:
Keparahan Penyakit =

∑(ni .vi )
N.V

X100%

ni = jumlah sampel terinveksi dalam kategori ke-i
vi = nilai numerik dari kategori
N = jumlah sampel yang diamati setiap tanaman
V = nilai kategori serangan tertinggi
Tabel 2 Penentuan nilai numerik keparahan penyakit berdasarkan Suwandi (2003)
dengan modifikasi
Luas serangan (%)
Nilai numerik
Keterangan
0
0
Tidak ada serangan
0 < x ≤ 10
1
Sangat ringan
10 < x ≤ 25
2
Ringan
25 < x ≤ 50
3
Sedang
50 < x ≤ 75
4
Berat
x > 75
5
Sangat berat

Wawancara Petani Jambu Air
Wawancara dilakukan terhadap petani pemilik lahan jambu air yang
digunakan untuk penelitian. Wawancara menggunakan media blangko tertulis
yang berisi pertanyaan mengenai identitas pemilik lahan, status kepemilikan
lahan, cara budidaya jambu air, serta hama dan penyakit penting menurut petani
yang menyerang di lahan tersebut.
Identifikasi Hama dan Penyakit
Pengamatan hama yang sudah imago dilakukan dengan mengamati bagian
morfologi menggunakan mikroskop stereo. Serangga yang ditemukan pada fase
pradewasa, dipelihara sampai fase imago. Identifikasi hama dilakukan dengan
menggunakan kunci identifikasi Borror et al. (1996) dan Kalshoven (1981).
Identifikasi spesies lalat buah menggunakan Siwi et al. (2006).
Pengamatan penyakit dilakukan terhadap sampel bagian tanaman yang
bergejala sakit. Identifikasi cendawan penyebab penyakit menggunakan
mikroskop compound di Laboratorium Mikologi. Identifikasi penyakit
berdasarkan Barnett dan Hunter (1998).
Prosedur Analisis Data
Data primer yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan disajikan
dalam Microsoft Excel 2007. Pengolahan data menggunakan program SAS untuk
Windows versi 9.1 dengan menggunakan metode rancangan acak kelompok
(RAK) dan uji lanjut Duncan pada taraf 0.05.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lahan Pertanaman Jambu Air dan Teknik Budidaya
Desa Tempuran, Bintoro, dan Betokan merupakan sentra produksi jambu air
di Kecamatan Demak, Kabuapten Demak. Wilayah tiga desa tersebut berada di
dataran rendah dengan ketinggian 3 mdpl. Pengamatan dilakukan diempat lahan
yang secara umum memiliki kondisi lingkungan dan teknik budidaya sama.
Kondisi sekitar lahan pengamatan antara lain adalah pertanaman jambu air (kebun
polikultur), tanah lapang, dan perumahan warga.
Tabel 3 Kondisi umum empat lahan pertanaman jambu air di wilayah Kabupaten
Demak, Jawa Tengah
Informasi lahan
Lokasi Desa
Jumlah tanaman
jambu air (pohon)
Varietas
Umur tanaman
(tahun)
Jarak tanam (m x m)
Kondisi lahan
Aplikasi pemupukan

Lahan
A
Tempuran
80

B
Bintoro
56

C
Betokan
42

D
Betokan
97

Citra

Citra

Citra

12

9

6-8

Citra, Merah
Delima
>10

6x7

8x8

7x7

5x6

Terawat

Terawat

Terawat

Pupuk
kandang,
NPK, KCL,
TSP

Pupuk
kandang,
NPK, KCL,
TSP

Kurang
terawat
Pupuk
kandang,
NPK, KCL,
TSP

Pupuk
kandang dan
Urea

Petani memperoleh bibit jambu air pertama dari Deptan Kabupaten Demak
(lahan A dan lahan D) dan membeli dari produsen bibit (lahan B dan lahan D).
Perbanyakan tanaman menggunakan cangkok yang berasal dari tanaman induk
sebelumnya. Bibit hasil cangkok ditanam terlebih dahulu di dalam plastik polybag
berisi tanah selama 2 bulan untuk proses adaptasi dan pertumbuhan perakaran.
Hal tersebut dikarenakan bibit hasil cangkok tidak memiliki akar tunggang,
sehingga tidak cukup kuat apabila langsung ditanam di lahan.
Varietas yang ditanam di empat lahan tersebut adalah varietas Citra,
sedangkan untuk varietas Merah Delima hanya di tanam pada lahan D. Buah
jambu air varietas Citra rata-rata memiliki ukuran lebih besar jika dibandingkan
dengan jambu air Merah Delima. Bentuk buah jambu air Citra lebih panjang dan
terdapat lekukan di bagian tengah buah.
Pemangkasan batang jambu air dilakukan setiap satu tahun sekali agar
pohon jambu air tidak tumbuh terlalu tinggi. Petani memanfaatkan pertumbuhan
cabang yang melebar, sehingga lebih mudah dalam pemanenan buah. Oleh karena

7

itu, dibutuhkan jarak tanam yang cukup luas untuk menanam jambu air. Ashari
(2006) menjelaskan jarak tanam ideal untuk menanam jambu air adalah 5-7 m.
Jenis pupuk yang diaplikasikan antara lain pupuk NPK, KCL, dan TSP
(lahan A,B, dan C), pupuk kandang (semua lahan) serta pupuk Urea (lahan D).
Dosis pemberian pupuk kandang di empat lahan tersebut sama, yaitu antara 100150 kg/pohon yang diaplikasikan pada musim kemarau. Pupuk kandang
bermanfaat untuk menambah bahan organik dalam tanah, memperbaiki struktur
tanah, meningkatkan daya ikat air, serta dapat memacu aktivitas mikroorganisme
(Kartikawati 2012). Dosis pemberian pupuk NPK, KCL, dan TSP (lahan A, B,
dan C) ±1 kg/pohon yang diaplikasikan setiap 4 bulan, sedangkan dosis
pemberian pupuk Urea (lahan D) adalah 2 kg/pohon dengan waktu aplikasi setiap
15 hari.
Masalah utama yang dialami petani dalam budidaya jambu air adalah
serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Teknik pengendalian OPT yang
dilakukan oleh empat petani jambu air secara umum hampir sama. Waktu aplikasi
pestisida biasanya dilakukan pada pagi hari.
Tabel 4 Teknik pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) di empat
lahan jambu air berdasarkan hasil wawancara
Pengendalian
Lahan
OPT
A
B
C
D
Kimia,
kultur
Kimia,
kultur
Kimia,
Kimia,
Teknik
teknis,
teknis,
mekanis
mekanis
Pengendalian
mekanis
mekanis
hama dan
penyakit
Teknik
Manual
Manual
Manual
Manual,
pengendalian
Kimia
gulma
Jenis pestisida
Insektisida,
Insektisida,
Insektisida,
Insektisida,
yang
fungisida
fungisida
fungisida
fungisida,
digunakan
herbisida
Frekuensi
Saat muncul
Saat muncul
>3 bulan
7 hari
aplikasi
pucuk daun
pucuk daun
(tidak
(insektisida
pestisida
menentu)
dan
fungisida)
1 tahun
(herbisida)
Waktu
Pagi
Pagi
Pagi
Pagi
penyemprotan
pestisida
Insektisida yang digunakan antara lain mengandung bahan aktif karbosulfan
11 g/l, tiodicarb 75%, dan sipermetrin 50 g/l yang bekerja sebagai racun kontak
dan racun lambung. Fungisida yang digunakan mengandung bahan aktif metil
tiofanat 70% yang bekerja secara sisteemik. Keberadaan gulma di empat lahan
jambu air hanya sedikit. Pengendalian dilakukan hanya jika terdapat gulma di area
pertanaman dengan cara mencabut (manual). Penggunakan herbisida pernah
dilakukan pada lahan D, namun tidak rutin.

8

Hama Jambu Air yang Ditemukan
Hama yang ditemukan pada lahan penelitian antara lain kutukebul
(Aleurodicus dispersus), wereng pucuk mete (Sanurus indecora), lalat buah
(Bactrocera albistrigata), ulat pelipat daun (Lepidoptera: Tortricidae), ulat
pemakan pucuk (Lepidoptera: Tortricidae), kumbang penggulung daun (Apoderus
trinotatus), dan ulat pengorok daun (Lepidoptera: Gracillaridae). Keberadaan
hama di empat lahan penelitian disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Keberadaan hama di empat lahan pertanaman jambu air di wilayah
Kabupaten Demak, Jawa Tengah
Hama

Ordo

Famili

Bagian
tanaman yang
terserang

Lahan

A B C D
   
Daun
Ranting muda,  - - pucuk,daun,
bunga
 - - 
Buah
   Daun

A. dispersus
S.indecora

Hemiptera
Hemiptera

Aleyrodidae
Flatidae

B. albistrigata
Ulat pelipat
daun
A. trinotatus

Diptera
Lepidoptera

Tephritidae
Tortricidae

Coleoptera

Attelabidae

Daun

   

Ulat Pengorok
daun
Ulat pemakan
pucuk

Lepidoptera

Gracillaridae

   

Lepidoptera

Tortricidae

Daun muda
dan daun tua
Pucuk

   

Keanekaragaman hama tertinggi yaitu pada lahan A. Pertanaman di lahan A
sedang mengalami masa pembungaan dan muncul pucuk. Hal tersebut
memungkinkan adanya serangan hama wereng pucuk mete, dimana hama tersebut
tidak ditemukan pada tiga lahan lainnya. Hama utama yang ditemukan diempat
lahan pertanaman jambu air antara lain A.dispersus, ulat pemakan pucuk,
A.trinotatus, dan ulat pengorok daun.
Tabel 6 Tingkat kerusakan akibat hama utama diempat lahan jambu air
Hama
Lahan
A
B
C
D
A. dispersus
21.56b
28.75a
6.67c
25.73ab
Ulat pemakan pucuk
27.39a
31.98a
28.65a
1.77b
A. trinotatus
9.79a
12.08a
13.85a
8.54a
Ulat pengorok daun
66.46b
81.46a
66.87b
37.40c
a

Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
uji Duncan pada α = 0.05.

9

Kondisi lahan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan
akibat hama A.dispersus, ulat pengorok daun, dan ulat pemakan pucuk, namun
tidak berpengaruh nyata terhadap serangan hama A.trinotatus. Tingkat kerusakan
tertinggi diakibatkan oleh ulat pengorok daun. Ulat pengorok daun menyerang
semua fase daun mulai dari pucuk, daun muda, dan daun tua sehingga tingkat
kerusakannya tinggi.
Tingkat kerusakan A.dispersus tertinggi yaitu pada lahan B. Lahan B
dikelilingi oleh lahan jambu air pada semua sisi, sehingga kelembaban lahan B
lebih tinggi dibandingkan dengan Lahan A, C, dan D yang dikelilingi rumah
warga, tanah lapang, dan jalan. Tingkat kerusakan akibat hama ulat pucuk di
Lahan D berbeda nyata dengan lahan A, B, dan C. Hal tersebut dikarenakan
tanaman di lahan D tidak berada dalam fase pemucukan.
Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae)
Kutukebul (A. dispersus) disebut juga spiralling whitefly karena perilaku
imago yang meletakkan telur membentuk pola spiral (Gambar 2a). Imago
berwarna putih dan memiliki sayap (Gambar 2b). Imago dan nimfa menyelimuti
permukaan bawah daun dengan lapisan lilin yang disekresikan, menghisap
karbohidrat dan nutrisi di dalam floem (Kalshoven 1981). Populasi yang tinggi
mengakibatkan daun keriting (daun muda), mengering, kemudian rontok
(Marwoto dan Inayati 2011). Secara tidak langsung keberadaan A. dispersus
menyebabkan munculnya cendawan embun jelaga (Gambar 2c) .

a

b

Gambar 2 Hama kutukebul (A. dispersus): a. telur yang diletakkan spiral;
b. imago

Waktu pengamatan (minggu)

Gambar 3 Luas serangan dan tingkat kerusakan hama A. dispersus selama empat
minggu. ( ) Lahan A, ( ) Lahan B, ( ) Lahan C, ( ) Lahan D
Luas serangan dan tingkat kerusakan akibat A. dispersus di lahan penelitian
mengalami fluktuasi. Penurunan tingkat kerusakan akibat A. dispersus disebabkan

10

oleh faktor abiotik yaitu hujan yang turun diantara minggu-minggu pengamatan.
Hujan menyebabkan A. dispersus tersapu dari permukaan daun. Sehingga
populasi hama kutu kebul menjadi menurun. Sebalikanya, pada saat tidak hujan,
suhu lingkungan naik dan kelembaban rendah menyebabkan serangan kutu kebul
meningkat (Marwoto dan inayati 2011). Luas serangan dan tingkat kerusakan
terendah terjadi pada lahan C. Kondisi lahan C dikelilingi oleh rumah warga (2
sisi), tanah lapang, dan pertanaman jambu air lain. Hal tersebut menyebabkan
kelembaban di lahan C rendah, sehingga kutukebul tidak banyak menyerang.
Ulat pemakan pucuk (Lepidoptera: Tortricidae)
Ulat pemakan pucuk merupakan salah satu hama utama pada tanaman
jambu air. Kerusakan yang terjadi mengakibatkan pucuk tidak dapat berkembang
menjadi daun sempurna. Aktivitas makan ulat menyebabkan pucuk berlubanglubang dan luasan berkurang. Sisa aktivitas makan biasanya menjadi busuk dan
kering (Gambar 4a). Pada satu pucuk kadang ditemukan beberapa ulat.
Keberadaan ulat ini ditandai dengan adanya pucuk yang melengkung akibat
jalinan benang putih yang dikeluarkannya. Benang menghubungkan sisi daun,
namun tidak sampai terlipat atau tergulung.

a

b

Gambar 4 Hama ulat pemakan pucuk: a. gejala serangan disertai larva; b. imago

Waktu pengamatan (minggu)

Gambar 5 Luas serangan dan tingkat kerusakan ulat pemakan pucuk selama
empat minggu. ( ) Lahan A, ( ) Lahan B, ( ) Lahan C, ( ) Lahan D
Luas serangan dan tingkat kerusakan di lahan D rendah. Hal tersebut
dikarenakan pertanaman jambu air pada lahan tersebut sedang tidak mengalami
fase pemucukan. Pada lahan A dan B mengalami penurunan yang signifikan pada
minggu ketiga. Penurunan luas serangan dan tingkat kerusakan diakibatkan
aplikasi insektisida pada pengamatan minggu pertama.

11

Kumbang penggulung daun (Coleoptera: Attelabidae)
Kumbang penggulung daun (A. trinotatus) menyebabkan daun jambu air
tergulung dan mengering (Gambar 6a). Gulungan daun dibentuk imago betina
berisi telur, larva, atau pupa dari A. trinotatus. Imago memakan daun
menyebabkan daun berlubang. Kumbang penggulung daun termasuk hama utama
di lahan pertanaman jambu air.

a

b

c

Gambar 6 Hama kumbang penggulung daun (A. trinotatus); a. daun tergulung;
b. uret; c. Imago
Luas serangan dan tingkat kerusakan akibat hama penggulung daun di
empat lahan penelitian selama empat minggu mengalami fluktuasi. Penyemprotan
insektisida di lahan A pada minggu pertama diduga mempengaruhi luas serangan
dan tingkat kerusakan yang menurun signifikan pada minggu ketiga. Keragaman
tingkat serangan tersebut dapat dipengaruhi berbagai faktor yaitu antara lain
keberadaan musuh alami, faktor lingkungan dan teknik budidaya tanaman.

Waktu pengamatan (minggu)

Gambar 7 Luas serangan dan tingkat kerusakan A. trinotatus selama empat
minggu. ( ) Lahan A, ( ) Lahan B, ( ) Lahan C, ( ) Lahan D
Ulat pengorok daun (Lepidoptera: Gracillaridae)
Pengorok daun jambu air mengakibatkan kerusakan pada pucuk, daun muda
dan daun tua. Permukaan daun muda yang terserang menggelembung (gambar
8a), apabila dibuka akan tampak ulat pengorok daun. Ulat memakan jaringan
dalam daun muda dan menyisakan lapisan epidermis daun. Pola korokan daun
tidak beraturan dan biasannya dimulai dari bagian tepi daun. Bekas korokan
menjadi kering saat daun sudah tua.
Selama berada dalam fase larva, ulat pengorok daun jambu air tinggal di
dalam jaringan daun. Ulat berwarna putih dengan garis cokelat di sepanjang
tubuh. Kepala berwarna cokelat dan bentuk abdomen beruas-ruas (Gambar 8b).

12

Ulat membuat lubang kecil untuk keluar dari dalam jaringan daun. Perkembangan
larva menjadi pupa berada dipermukaan daun.

a

b

c

Gambar 8 Hama ulat pengorok daun; a. gejala serangan; b. larva; c. pupa

Waktu pengamatan (minggu)

Gambar 9 Luas serangan dan tingkat kerusakan ulat pengorok daun selama
empat minggu. ( ) Lahan A, ( ) Lahan B, ( ) Lahan C, ( ) Lahan D
Luas serangan dan tingkat kerusakan akibat ulat pengorok daun sangat
tinggi. Hal tersebut dikarenakan kerusakan yang terjadi pada daun muda juga akan
berlangsung pada daun jambu air yang sudah tua. Penurunan tingkat kerusakan
terjadi selama empat minggu pengamatan, namun tidak signifikan. Aplikasi
insektisida yang disemprotkan tidak mempengaruhi tingkat serangan ulat
pengorok daun. Hal tersebut dikarenakan insektisida yang di aplikasikan
merupakan racun lambung dan racun kontak, sedangkan ulat berada di dalam
jaringan daun.
Wereng pucuk mete (Hemiptera: Flatidae)
Populasi S. indecora pada pertanaman jambu air tidak tinggi. S. indecora
menyerang tanaman jambu air di lahan A bagian daun, pucuk, bunga, serta ranting
muda. Gejala serangan ditandai adanya lilin putih yang dihasilkan nimfa
menyelimuti bagian tanaman (Gambar 10a). Lilin putih pada bunga menghalangi
proses penyerbukan (Mardiningsih 2007). Kerusakan diakibatkan tusukan stilet
berupa bintik-bintik hitam pada bagian tanaman. Nimfa dan imago berpotensi
menyebabkan kerusakan pada tanaman jambu air.

13

b

a

Gambar 10 Hama wereng pucuk mete (S. indecora): a. nimfa disertai lilin putih;
b. imago
Lalat buah (Diptera: Tephritidae)
Serangan lalat buah (B. albistrigata) dilaporkan menyebabkan kerugian
terbesar pada tanaman jambu air. Kehilangan produksi buah jambu air di lahan D
pada periode panen November-Desember 2014 mencapai 8 kuintal/ha. Kehilangan
hasil di lahan A dan B dilaporkan hampir mancapai 20% dari keseluruhan hasil
panen. Petani lahan C tidak dapat melaporkan kehilangan hasil akibat serangan
hama lalat buah dikarenakan mengalami kerontokan bunga selama setahun
terakhir, sehingga tidak panen.
Gejala awal serangan lalat buah berupa titik gelap akibat tusukan ovipositor
imago betina untuk meletakkan telur (Gambar 11a). Gejala lanjut buah menjadi
lunak dan busuk, apabila dibelah terlihat larva di dalam buah (Gambar 11b).
Busuk pada buah diakibatkan tusukan ovipositor yang kadang disertai infeksi
cendawan atau mikroorganisme (Faridah et al. 2013).

a

b

c

Gambar 11 Hama lalat buah (B. albistrigata): a. titik gelap tusukan
ovipositor; b. busuk buah disertai larva; c. imago
Pembungkusan dilakukan terhadap calon buah untuk menghindari serangan
lalat buah. Perlakuan pemberongsongan (pembungkusan calon buah) bermanfaat
untuk menghidari tusukan ovipositor lalat buah (Soesanto 2006). Pembungkusan
calon buah dengan plastik dinilai efisien untuk mengurangi kerusakan akibat lalat
buah (Faridah et al. 2013). Pemilik lahan A dan lahan B melakukan penguburan
terhadap buah-buah yang terserang lalat buah. Hasyim (2014) menjelaskan bahwa
tindakan penguburan merupakan salah satu upaya santasi yang dapat mematikan
larva. Pengendalian pupa di dalam tanah dapat dilakukan dengan pembalikkan
tanah. Tindakan ini akan menyebabkan pupa terpapar sinar matahari dan

14

selanjutnya gagal menjadi imago (Kalie 1992). Pengendalian lalat buah dapat
dilakukan dengan penggunaan perangkap berperekat. Rahayu (2011) menjelaskan
metil eugenol dan perekat beraroma dapat digunakan sebagai perangkap lalat
buah.
Ulat pelipat daun (Lepidoptera: Tortricidae)
Ulat pelipat daun ditemukan menyerang daun muda pada pertanaman jambu
air di lahan A, B, dan C. Luas serangan akibat ulat pelipat daun tidak tinggi. Ulat
memakan daun yang masih muda, sehingga daun menjadi berlubang dan
luasannya berkurang (Gambar 12a). Ulat berwarna hijau dengan kepala berwarna
hitam (gambar 12b). Ulat pelipat daun mengeluarkan benang putih dan lengket.
Benang-benang tersebut digunakan untuk merekatkan daun menjadi lipatan,
gulungan, atau menjalin daun lain. Hasil dari aktivitas tersebut digunakan untuk
tempat perkembangan ulat pelipat daun. Pupa diletakkan di dalam lipatan daun.

a

b

Gambar 12 Hama ulat pelipat daun: a. daun melipat dan sisa aktivitas makan;
b. larva

15

Penyakit Jambu Air yang Ditemukan
Penyakit yang ditemukan di empat lahan pengamatan jambu air antara lain
karat merah pada daun (Cephaleuros sp.), embun jelaga (Capnodium sp.), jamur
upas (Corticium salmonicolor), serta Antraknosa (Gloeosporium sp. ) yang
menyerang bagian buah, daun, pucuk, dan ranting. Keberadaan penyakit di empat
lahan penelitian disajikan dalam tabel 7.
Tabel 7 Keberadaan penyakit diempat lahan pertanaman jambu air di wilayah
Kabupaten Demak, Jawa Tengah
Nama Penyakit
Patogen
Bagian tanaman
Lahan
yang diserang
A B C
D
  

Karat merah
Cephaleuros sp.
Daun
Embun jelaga
Capnodium sp.
Daun yang
- 
terserang
kutukebul
Jamur upas
Corticium
Batang dan
- 
salmonicolor
ranting
 

Antraknosa
Buah, daun,
Gloeosporium sp.
pucuk, dan
ranting
Lahan B memiliki keragaman penyakit tertinggi. Hal tersebut dikarenakan
kondisi lahan B yang dikelilingi lahan jambu air pada semua sisi, sehingga
keadaan lahan B cukup lembab dan memungkinkan inokulum selalu tersedia.
Keragaman serangan penyakit paling rendah yaitu pada lahan C. Kondisi lahan C
mendapatkan sinar matahari yang cukup dan cenderung kering. Patogen
berkembang dengan baik pada lahan yang yang lembab dan suhu rendah (Agrios
2005). Kondisi lahan jambu air yang beragam menyebabkan penyakit yang
tumbuh pada lahan tersebut juga berbeda.
Karat merah
Karat merah disebabkan oleh Cephaleuros sp. Penyakit karat merah
menyerang bagian daun jambu air. Gejala yang ditunjukkan adanya bercak merah
yang menyebar pada permukaan daun (gambar 13a). Perkembangan karat merah
tidak dibatasi oleh tulang daun. Karat merah merupakan alga hijau yang bersifat
parasitik pada daun (Nelson 2008).
Kejadian dan keparahan penyakit karat merah pada lahan A, B, dan D
cenderung mengalami penurunan sampai dengan minggu ketiga pengamatan. Hal
tersebut dikarenakan pada lahan A dan lahan B sedang mengalami perkembangan
pucuk dan daun muda, sedangkan Cephaleuros sp. banyak ditemukan pada daun
tua (Semangun 2000). Pada lahan D, aplikasi fungisida dilakukan setiap minggu,
sehingga memungkinkan infeksi karat merah menjadi rendah.

16

a

20 µm

b

Gambar 13 Penyakit karat merah (Cephaleuros sp.): a. bercak merah pada daun;
b. sporangium Cephaleuros sp.
Vxvjdh

Waktu pengamatan (minggu)

Gambar 14 Kejadian dan keparahan penyakit karat merah (Cephaleuros sp.)
selama empat minggu. ( ) Lahan A, ( ) Lahan B, ( ) Lahan C,
( ) Lahan D
Embun jelaga
Embun jelaga tumbuh pada embun madu yang di sekskresikan A.dispersus.
Koloni Capnodium sp. berwarna hitam pekat menyerupai jelaga dan menyelimuti
daun jambu air (Gambar 15a). Embun jelaga menyebabkan kerusakan secara tidak
langsung, yaitu menghalangi sinar matahari ke daun, sehingga proses fotosintesis
menjadi terhambat. Gejala yang ditimbulkan berupa klorotik pada daun.
Pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan dalam jangka panjang dapat
menurunkan vigor tanaman (Lamborn 2009). Tubuh buah berbentuk peritesium
atau piknidium.

a

b

Gambar 15 Penyakit embun jelaga (Capnodium sp.): a. gejala pada daun; b.
piknidium Capnodium sp.

17

Keberadaan embun jelaga hanya ditemukan pada lahan B. Hal tersebut
dikarenakan pengamatan dilakukan pada musim hujan. Laksono et al. (2012)
melaporkan tingkat keparahan Capnodium sp. meningkat pada musim kemarau
seiring dengan berkembangnya populasi kutukebul.
Pengendalian hama kutukebul dapat mencegah tumbuhnya embun jelaga
pada daun jambu air. Semut rang-rang dapat membantu mencegah tumbuhnya
embun jelaga di daun. Embun madu yang dihasilkan kutukebul dikonsumsi oleh
semut rang-rang, sehingga tidak tersedia media tumbuh bagi embun jelaga
(Lamborn 2009).
Jamur upas
Jamur upas (Corticium salmonicolor) menyerang pada bagian ranting
tanaman jambu air. Serangan jamur upas ditandai adanya tubuh buah cendawan
berwarna jingga (Gambar 16b). Ranting yang terserang menjadi busuk, kering dan
menyebabkan daun jambu air rontok. Jamur upas yang ditemukan pada lahan B
merupakan stadium kortisium. Ciri stadium ini adalah munculnya kerak berwarna
jingga pada permukaan ranting (Semangun 2000).
Inang jamur upas adalah tanaman-tanaman berkayu. Jamur upas menjadi
penyakit penting pada beberapa tanaman perkebunan dan hortikultura di
Indonesia. Beberapa tanaman yang diserang meliputi kopi, kakao, karet, jeruk,
dan cengkeh (Alfieri 1968).

Gambar 16 Penyakit jamur upas (C. salmonicolor) pada ranting
Antraknosa
Penyakit antraknosa pada tanaman jambu air menyerang bagian buah, daun,
pucuk, dan ranting. Antraknosa pada jambu air disebabkan oleh Gloeosporium sp.
Antraknosa menyebabkan busuk pada bagian dasar buah. Busuk berwarna hitam
membentuk pola lingkaran atau bercincin (Gambar 17a). Gejala kerusakan pada
daun dan pucuk berupa bercak coklat selanjutnya melebar menjadi hawar
(Gambar 17b). Bercak coklat biasanya dimulai dari bagian ujung atau tepi daun.
Pucuk yang terserang menjadi layu dan kemudian mati. Serangan pada ranting
menyebabkan ranting kering disertai tanda berupa miselium berwarna kelabu
yang menyelimuti ranting (Gambar 17c). Infeksi busuk buah antraknosa tidak
tinggi pada pertanaman jambu air di Demak. Hal tersebut dikarenakan suhu
lingkungan di Demak tidak sesuai untuk perkembangan antraknosa.

18

a

c

b

20 µm

d

10 µm

e

Gambar 17 Penyakit antraknosa (Gloeosporium sp.): a. busuk pantat buah;
b. hawar daun; c. gejala pada ranting; d. kumpulan konidiofor;
e. konidia

19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hama jambu air yang ditemukan pada lahan penelitian di Kabupaten Demak
antara lain kutukebul (Aleurodicus dispersus), ulat pemakan pucuk (Lepidoptera:
Tortricidae), kumbang penggulung daun (Apoderus trinotatus), ulat pengorok
daun (Lepidoptera: Gracillaridae), wereng pucuk mete (Sanurus indecora), lalat
buah (Bactrocera albistrigata), dan ulat pelipat daun (Lepidoptera: Tortricidae).
Tingkat kerusakan tertinggi diakibatkan oleh hama ulat pengorok daun sebesar
81.46% di lahan B. Penyakit jambu air yang ditemukan pada empat lahan
pengamatan adalah karat merah pada daun (Cephaleuros sp.) dengan keparahan
penyakit tertinggi pada lahan B sebesar 34.75%. Penyakit lain yang ditemukan
antara lain embun jelaga (Capnodium sp.), jamur upas (Corticium salmonicolor),
dan antraknosa (Gloeosporium sp.).

Saran
Teknik pengendalian hama dan penyakit yang perlu diperbaiki oleh petani
jambu air di Kabupaten Demak antara lain adalah teknik pengendalian lalat buah
dan frekuensi penyemprotan insektisida. Pengendalian lalat buah sebaiknya tidak
hanya dengan penguburan buah yang terserang, namun juga dengan pembalikkan
tanah. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah perkembangan larva menjadi pupa
di dalam tanah. Penggunaan perangkap (feromon dan insektisida) dianggap tidak
efektif. Hal tersebut dikarenakan waktu pemberongsongan pada area pertanaman
jambu air tidak serempak, sehingga apabila perangkap hanya digunakan pada satu
lahan saja menyebabkan kerusakan pada lahan lain yang belum masuk pada masa
pemberongsongan (masih pembungaan).
Frekuensi penyemprotan insektisida yang dilakukan oleh petani jambu air
dianggap terlalu sering. Penyemprotan insektisida kontak dapat dilakukan untuk
mengendalikan ulat pemakan pucuk. Sehingga insektisida hanya perlu
disemprotkan pada saat tanaman jambu air mengalami fase pemucukan, tidak
sepanjang tahun. Penyemprotan insektisida tidak hanya mematikan serangga
hama, manun juga mematikan beberapa jenis musuh alami. Sehingga, penelitian
selanjutnya diharapkan dapat menghitung kelimpahan hama dan musuh alami
pada tanaman jambu air. Selain itu penelitian selanjutnya diharapkan dapat
melakukan identifikasi hama dan penyakit jambu air di beberapa daerah lain.

24

DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Phatology. Ed ke-5. San Burlington (US): Elsevier
Academic Pr.
Alfieri SA. 1968. Limb blight disease caused Corticium salmonicolor B. & BR.
Plant Pathology Circular. 71.
Ashari S. 2006. Meningkatkan keunggulan bebuahan tropis. Yogyakarta (ID):
Andi offset.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Buah-buahan dan Sayuran Tahunan
di Indonesia. [Internet] [diunduh 2014 Des 27]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby
ek=55%20¬ab=16.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jawa Tengah dalam Angka. Semarang (ID):
BPS-BAPPEDA Jateng.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jawa Tengah dalam Angka. Semarang (ID):
BPS-BAPPEDA Jateng.
Barnett H L, Hunter B B. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Paul (US):
APS Pr.
Borror DJ, Johnson NF, Triplehorn CA. 1981. Introduction to the Study of Insect.
Philadelphia (EU): Sounders College Publishing.
Faridah D. 2011. Hama dan penyakit tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) di
Kecamatan Rancabungur dan KampusIPB Darmaga Bogor[skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Faridah D, Mutaqin KH, Sartiami D. 2013. Lalat buah jambu biji (Bactrocera
carambolae (Diptera: Teprithidae). [Internet]. [diunduh 2015 Mei 10].
Tersedia pada: http://apps.cs.ipb.ac.id/ipm/ main/komoditi/detail/25
Hasyim A, Setiawati W, Liferdi L. 2014. Teknologi pengendalian hama lalat buah
pada tanaman cabai. Iptek hortikultura. (10): 20-25.
Holliday P, Mowat WP. 1963. Foot rot of Piper nigrum L. (Phytophthora
palmivora). London (UK): Commonwealth Mycological Institute.
Kalie MB.1992. Mengatasi Buah Rontok, Busuk, dan Berulat. Depok (ID):
Panebar Swadaya.
Kalshoven LGE. 1981. The Pestsof Crops In Indonesia.Vander PA, penerjemah.
Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de
Culturgewassen in Indonesië.
Karmini M, Hermana, Rozanna RA, Zulfianto NA, Ngadiarti I, Hartati B,
Bernandus, Tinexcelly. 2004. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bogor
(ID): Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor.
Kartikawati LD, Sebayang HT, Sumarni T. 2012. Pengaruh aplikasi pupuk
kandang dan tanaman sela (Crotalaria juncea L.) pada gulma dan
pertanaman jagung (Zea mays L.). Malang (ID): Universitas Brawijaya.
Laksono KD, Nasahi C, Susniahti N. 2010. Inventarisasi Penyakit pada tanaman
Jarak Pagar (Jatripha curcas L.) pada tiga Daerah di Jawa Barat. Jurnal
Agrikultura.21(1).
Lamborn AR. 2009. Black, Sooty Mold on Landscape Plants. Florida (US):
University of Florida.

23

Mardiningsih TL. 2007. Potensi cendawan Synnematium sp. untuk mengendalikan
wereng pucuk jambu mete (Sanurus indecora Jacobi). Jurnal Litbang
Pertanian. 26(4): 146-152.
Marwoto, Inayati A. 2011. Kutukebul: Hama kedelai yang pengendaliannya
kurang mendapat perhatian. Iptek Tanaman Pangan. 6(1): 87-98.
Morton J. 1987. Fruits of Warm Climates. Miami (US): Florida Flair.
Nelson SC. 2008. Cephaleuros species, the plant parasitic green algae. Plant
diease.43.
Rahayu GA. 2011. Keefektifan tiga atraktan menggunakan bola berwarna dalam
menangkap imago lalat buah pada jambu biji di Kecamatan Tanah Sareal
Kota Bogor[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Semangun H. 2000. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: UGM
Press.
Siwi SS, Hidayat P, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting
di Indonesia (Diptera: Tephritidae). Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Soesanto L. 2006. Penyakit Pascapanen. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Suwandi. 2003. Peledakan penyakit karat merah alga pada tanaman gambir
(Uncaria gambir) di Babat Tomat, Sumatera Selatan. Pest Tropical Journal.
1(1).

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 20
Desember 1993 yang merupakan putri pertama dari 3 bersaudara pasangan Drs
Enang Basuki dan Mulyantini, Spd. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Atas pada tahun 2011 di SMA N 1 Demak. Pada tahun yang sama,
penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan.
Selain aktif di bidang akademik, penulis juga aktif di bidang non-akademik.
Penulis menjadi pengurus Himpunan mahasiswa proteksi tanaman (HIMASITA)
2013-2015. Organisasi lain yang diikuti adalah organisasi daerah IKAMADE
(Ikatan mahasiswa dan alumni Demak) sebagai bendahara tahun 2012-2013.
Penulis juga aktif di beberapa kegiatan kepanitian, salah satunya menjadi ketua
divisi hubungan masyarakat dalam acara National Plant Protection Event IPB
2014. Penulis mengikuti kegiatan IPB Goes to Field di Pekalongan pada tahun
2013. Kegiatan seni yang diikuti oleh penulis adalah Klub Tari Saman
Departemen Proteksi Tanaman. Penulis memperoleh beasiswa PPA pada tahun
2013-2014. Pada tahun 2014, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah
Dasar-dasar Proteksi Tanaman dan mata kuliah Biologi Cendawan. Pada tahun
yang sama, penulis beserta tim berhasil memperoleh juara III pada LCC Plant
Protection Day tingkat Nasional di Universitas Padjajaran.

Dokumen yang terkait

PENGARUH LARUTAN SUKROSA TERHADAP DAYA SIMPAN DAN NILAI ORGANOLEPTIK BUAH JAMBU AIR (Syzygium samarangense (Blume.) Merr.& Perry.)

2 18 33

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

2 14 68

Keanekaragaman Serangga di Atas Permukaan Tanah Pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense) (Blume) Merr. & Perry) dan Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Lapangan

4 28 73

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

0 0 13

Keanekaragaman Serangga di Atas Permukaan Tanah Pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense) (Blume) Merr. & Perry) dan Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Lapangan

0 0 12

Keanekaragaman Serangga di Atas Permukaan Tanah Pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense) (Blume) Merr. & Perry) dan Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Lapangan

0 0 2

Keanekaragaman Serangga di Atas Permukaan Tanah Pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense) (Blume) Merr. & Perry) dan Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Lapangan

0 0 3

Keanekaragaman Serangga di Atas Permukaan Tanah Pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense) (Blume) Merr. & Perry) dan Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Lapangan

0 0 14

Keanekaragaman Serangga di Atas Permukaan Tanah Pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense) (Blume) Merr. & Perry) dan Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Lapangan

0 0 4

Keanekaragaman Serangga di Atas Permukaan Tanah Pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense) (Blume) Merr. & Perry) dan Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Lapangan

0 0 10