Strategi Pengembangan Kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat Di Kabupaten Bogor
STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PROGRAM
PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
(Studi UPT Puskesmas Cirimekar Kecamatan Cibinong)
TEUKU IQBAL MIZA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi
Pengembangan Kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Kabupaten
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,
Oktober 2015
Teuku Iqbal Miza
NIM H252124045
RINGKASAN
TEUKU IQBAL MIZA. Strategi Pengembangan Kelembagaan Program
Perbaikan Gizi Masyarakat di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh LALA M.
KOLOPAKING dan DEDI BUDIMAN HAKIM.
Pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah berupaya melakukan
program-program dalam menanggulangi masalah gizi buruk-kurang. Setiap
daerah diharapkan mencapai indikator-indikator yang telah ditentukan baik dalam
Standar Pelayanan Minimal, Indikator Pembangunan Daerah, dan Millenium
Development Goals.
Gizi buruk-kurang merupakan masalah yang dihadapi oleh pemerintah baik
tingkat pusat maupun daerah. Kasus gizi buruk-kurang di Indonesia diharapkan
dapat turun sesuai dengan kesepakatan MDG’s yang jumlahnya dibawah 15%
pada tahun 2015. Indonesia telah mampu menurunkan prevelensi balita gizi buruk
pada tahun 2013 sebesar 5,7 persen namun untuk kasus gizi kurang naik 0,9
persen.
Kekurangan gizi dapat menyebabkan kematian dan penyakit infeksi serta
berdampak pada perkembangan intelektual, produktivitas dan tumbuh kembang
anak. Hal ini akan berdampak pada kualitas SDM dimasa mendatang.
Permasalahan gizi buruk-kurang dipengaruhi oleh bermacam hal seperti masalah
ekonomi, keadaan sosial, tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat.
Kemajuan perekonomian suatu wilayah tidak berdampak secara nyata
dengan tingkat kesejahteraan. Kecamatan Cibinong sebagai wilayah yang masuk
dalam laju pertumbuhan ekonomi tertinggi ketiga dan sebagai pusat pemerintahan
Kabupaten Bogor mengalami peningkatan jumlah kasus gizi buruk dan termasuk
yang tertinggi.
Pemerintah Kabupaten Bogor telah menjalankan kebijakan-kebijakan pusat
dan berupaya dalam mencapai indikator-indikator tersebut. Dalam upaya
penanggulangan gizi buruk-kurang peran stakeholder sangat penting. Dengan
adanya UKBM dapat membantu tugas pemerintah dalam menjalankan program
perbaikan gizi masyarakat yang bertujuan melakukan pencegahan dan
penanggulangan gizi buruk-kurang. Penelitian ini bertujuan untuk : 1)
Menganalisis implementasi kebijakan Perbaikan Gizi masyarakat. 2) Menganalisis
dan mengidentifikasikan pelaksanaan program Perbaikan Gizi Masyarakat.
3) Merumuskan strategi penguatan kelembagaan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat. Pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan
kuesioner selanjutnya dilakukan analisis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa : 1) masalah gizi buruk-kurang dapat
dilakukan pencegahan dengan melakukan penyuluhan, membuka konsultasi dan
pemeriksaan baik pada kegiatan di puskesmas maupun posyandu. Untuk
penanggulangan gizi buruk-kurang pemerintah bekerjasama dengan masyarakat
atau kelompok masyarakat. 2) Peran puskesmas dalam menjaring informasi dari
kader posyandu bertujuan untuk mendektesi kasus gizi buruk-kurang. Petugas
kesehatan juga aktif mendatangi keluarga yang mengalami masalah gizi serta
melakukan pemantauan kondisi atau perkembangannya. 3) Usaha dalam mencapai
indikator SPM, perlu adanya kerjasama yang sinergi lintas SKPD dalam
perbaikan gizi masyarakat
Stretegi menyusun kebijakan peraturan daerah, menggerakan kelompok
masyarakat, meningkatkan jumlah anggaran untuk fasilitas dan pelayanan,
meningkatkan kegiatan penyuluhan lintas sektor, bekerjasama dengan kelompok
masyarakat dan perguruan tinggi, mengambil langkah kebijakan yang
mengarahkan masyarakat untuk mengikuti program keluarga berencana,
meningkatkan peran masyarakat, kader posyandu dan para relawan, dan
meningkatkan alokasi anggaran program perbaikan gizi. Dalam menjalankan
strategi disusun program-program untuk mencapai tujuan pemerintah daerah
yaitu : 1) program penanggulangan gizi masyarakat, program permberdayaan
usaha kesehatan bersama masyarakat, program peningkatan fasilitas dan
pelayanan gizi masyarakat, program penyuluhan kesehatan dan gizi masyarakat
lintas SKPD, program peningkatan kapasitas kader dan kerjasama antar lembaga,
program keluarga berencana, program promosi kesehatan dan gizi ibu, bayi dan
anak, dan program pencegahan dan penanggulangan gizi buruk-kurang.
Kata kunci :
Gizi buruk-kurang, pencegahan dan penanggulangan, UBKM,
strategi penguatan kelembagaan program perbaikan gizi
masyarakat
SUMMARY
IQBAL TEUKU MIZA. Strategy of Institutional Strengthening for
Community Nutrition Improvement Programs in Bogor. Supervised by LALA
M. KOLOPAKING and DEDI BUDIMAN HAKIM.
The Government through the Ministry of Health has made effort in carrying
out programs to deal with the problem of malnutrition. Each region is expected to
reach the indicators already set up in terms of in Minimum Service Standards,
Indicators of Regional Development, and the Millennium Development Goals.
Malnutrition is a problem faced by both the central and local governments.
Cases of malnutrition in Indonesia are expected to decline in accordance with the
agreement in MDG's, namely below 15% by 2015. Indonesia was able to reduce
the prevalence of undernourishment among children aged below five years in
2013 to 5.7 percent, but cases of poor nutrition rose by 0.9 percent.
Nutritional deficiency can cause death and infectious diseases as well as
intellectual development, productivity and development of the child. This will
have an impact on the quality of human resources in the future. Problems of
malnutrition is influenced by various factors such as economic, social, educational
aspects and community awareness.
The economic progress of a region do not affect significantly the level of
welfare. Cibinong Ddistrict as the region included in the third-highest rate of
economic growth and as the center of Bogor regency administration has
experienced an increase in malnutrition cases, and it is considered the highest.
Bogor Regency government has carried out the central policies and made
effort to achieve these indicators. In dealing with malnutrition, the role of
stakeholders is very important. With the presence of UKBM, the government can
be assisted with the community nutrition improvement programs aimed at the
prevention and eradication of malnutrition.
This study aimed to: 1) analyze the implementation of the Community
Nutrition Improvementpolicies , 2) analyze and identify the implementated
programs of Community Nutrition Improvement, 3) formulate a strategy of
institutional strengthening for the Community Nutrition Improvement Program.
Data were collected by observation, interview and questionnaire, followed by an
analysis.
The results showed that 1) the problem of malnutrition could be prevented
by conducting extension, opening consultation and health examination at both
Puskesmas (Community Health Centers) and Posyandu (Integrated Service
Center). In dealing with malnutrition, the government collaborated with the
community or community groups. 2) The role of Puskesmas in getting
information from the Posyandu cadres is aimed to detect malnutrition cases.
Health workers also actively visited families having problems of nutrition and
monitored their condition or development. 3) the efforts in achieving the SPM
indicators need synergic cooperation across SKPD in improving community
nutrition.
Stretegies include formulating local regulatory policies, mobilizing
community, increasing the budget for facilities and services, improving cross-
sector extension activities, collaborating with community groups and universities,
taking actions that encourage people to follow family planning programs,
enhancing the role of community, Posyandu cadres and volunteers, and increasing
the allocated budget for the nutrition improvement programs. In carrying out the
strategies, some programs are created to achieve the goals of local governments,
namely: 1) community nutrition programs, health empowerment program with
community, improvement of facilities and community nutrition services, health
and community nutrition extension programs across SKPD, cadre capacity
building and cooperation among institutions, family planning programs, health
and nutrition promotion program for mothers, infants and children, and
malnutrition prevention and control program
Keywords: malnutrition, prevention and control, UBKM, strategy of institutional
strengthening for community nutrition improvement programbitor.
Supervised by ELLY SURADIKUSUMAH and IRMA HERAWATI
SUPARTO.
Eugenia polyantha known as salam in Indonesia is widely used as herbal
medicinal plant to treat various diseases, including diabetes. The objectives of this
research are to obtain the active fraction of ethanolic salam leaves extract, which
is inhibitory against -amylase activity, and to identify phytochemical
constituents of the fractions. Crude ethanolic extract fractionated by liquid-liquid
extraction gave 3 fractions, namely n-hexane, ethyl acetate, and water fractions.
All fractions showed inhibitory activity against -amylase and water fraction
showed the highest activity with the inhibition of 22.52%. Subsequent
fractionation of the water fraction using silica gel column chromatography with
gradient elution produced 4 fractions. All fractions showed inhibitory activity
against -amylase; fraction 2 showed the highest activity with the inhibition of
57.57%. Phytochemical screening showed that alkaloids, flavonoids, and saponins
were the chemical constituents of the active fraction.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Mauris ultrices
tellus vel risus tempus non consequat massa sollicitudin. Pellentesque habitant
morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas. Proin eget
interdum velit. Vestibulum quis justo eu arcu elementum bibendum. Proin
venenatis eleifend fermentum. Vivamus ullamcorper dictum quam non mollis.
Morbi cursus dolor ut tellus faucibus rutrum. Duis nibh nibh, psum purus tristique
risus, id aliquam libero nunc non neque. Praesent vel massa purus, sed gravida
ligula.
Etiam vel suscipit erat. Aliquam erat volutpat. Pellentesque habitant morbi
tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas. Sed vulputate
neque sit amet nibh gravida scelerisque. Nam mattis euismod facilisis. Ut sit amet
nunc sem, vel imperdiet risus. Pellentesque iaculis tempus nunc accumsan
porttitor. Sed eget odio nec enim ornare feugiat. Quisque viverra sapien a felis
molestie dictum. Donec malesuada porttitor sagittis. In hac habitasse platea
dictumst. Morbi at justo at tellus tincidunt volutpat sed vel enim.
Keywords: alkaloids, -amylase, Eugenia polyantha, flavonoids, saponins, lorem,
ipsum
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PPENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
DI KABUPATEN BOGOR
(Studi UPT Puskesmas Cirimekar Kecamatan Cibinong)
TEUKU IQBAL MIZA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji luar komisi pada Ujian Tugas Akhir : Ir. Said Rusli, MA
Judul Tesis
Nama
NIM
: Strategi Penguatan Kelembagaan
Masyarakat Di Kabupaten Bogor
: Teuku Iqbal Miza
: H252124045
Program
Perbaikan
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS.
Ketua
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec
Tanggal Ujian: 12 Oktober 2015
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Lulus:
Gizi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
disusun. Kajian penelitian yang dilaksanakan adalah “Strategi Penguatan
Kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Kabupaten Bogor”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Lala
M. Kolopaking, MS dan Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, Mec. selaku
pembimbing, atas bimbingan, saran dan masukan kepada penulis selama
penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Pemerintah Kabupaten Bogor dalam hal ini Dinas Kesehatan,
Kepala Puskesmas dan Tenaga Kesehatan UPT Cirimekar, Camat serta para
Kader Posyandu di wilayah Cibinong. Terima kasih penulis sampaikan
kepada tenaga pengajar dan sekretariat MPD IPB. Serta ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada orang tua, istri, keluarga dan sahabat atas
segala motivasi, dukungan dan doa kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, November 2015
Teuku Iqbal Miza
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pendahuluan
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2. Tinjauan Pustaka
Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
Status Gizi
Peran Kelembagaan Puskesmas dan Posyandu
Aspek Kesehatan Masyarakat Pada Gizi Kurang
Kebijakan Perbaikan Gizi di Indonesia
Strategi Pengembangan Organisasi
Penelitian Terdahulu
3. Metode Penelitian
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengambilan Sampel
Metode Analisis Data
4 Kondisi Umum Wilayah
Kondisi Fisik Wilayah Administrasi Pemerintahan
Sarana Kesehatan Kabupaten Bogor
Kondisi Demografi
Kondisi Perekonomian
Kondisi Sosial, Pendidikan dan IPM
5 Hasil dan Pembahasan
Analisis Mapping Puskesmas
Analisis Mapping Sumber Daya Manusia
Pencapaian MDG’s Terhadap Kasus Gizi-Buruk di Kabupaten
Bogor
Pencapaian Indikator SPM
Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat
6. Perumusan Strategi dan Program
Analisis Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal
Perumusan Strategi berdasarkan Analisis SWOT
Program Penguatan Kelembagaan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat
7. Simpulan dan Saran
Simpulan
Saran
i
ii
iii
1
1
3
4
4
4
4
5
6
10
11
11
12
13
13
14
15
15
16
18
18
19
21
22
23
26
26
28
31
34
35
38
40
40
42
46
50
50
51
Daftar Pustaka
Lampiran
Riwayat Hidup
51
53
61
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian
Daftar Responden dan Informan
Nilai persepsi, nilai interval, nilai interval konversi IKM,
mutu dan kinerja
Jumlah Rumah Sakit, Tempat Tidur dan Jumlah
TT/100.000 Penduduk Di Kabupaten Bogor Tahun 20082013
Jumlah Kunjungan Rawat Inap dan Rawat Jalan RS
Tahun 2009-2013
Indikator Kependudukan Kabupaten Bogor
Statistik Industri Kabupaten Bogor
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor
Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Bogor Tahun 20112013
Indikator Pendidikan Kabupaten Bogor Tahun 2011-2013
Indeks Pembangunan Manusia
Jumlah Kunjungan Rawat Inap dan Rawat Jalan
Puskesmas
Tahun 2009-2013
Perkembangan Posyandu di Kabupaten Bogor Tahun
2011-2013
Jumlah Tenaga Medis Sarana Kesehatan di Kecamatan
Cibinong Tahun 2013
Pencapaian Indikator MDG’s Kabupaten Bogor
Status Gizi Balita Kecamatan Cibinong
Pencapaian Indikator SPM Kabupaten Bogor Tahun
2012-2013
Jumlah Bayi Yang diberi ASI Eksklusif
Karakteristik Responden
Distribusi persepsi responden berdasarkan pekerjaan
utama kepala keluarga
Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)
Matriks EFE (External Factor Evaluation)
Strategi, program dan kegiatan penguatan kelembagaan
program perbaikan gizi masyarakat
15
16
17
19
20
21
22
23
23
24
25
26
27
31
32
32
34
38
39
39
41
42
50
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Produk Domestik
Regional Bruto perkapita kecamatan
Model Konseptual UNICEF
Proporsi rumah tangga yang mengetahui keberadaan
posyandu menurut provinsi
Proporsi kelahiran yang melakukan pemeriksaan
kehamilan menurut tenaga dan tempat mendapat pelayanan
ANC
Kecenderung frekuensi pemantauan pertumbuhan anak
umur 6-59 bulan dalam enam bulan terakhir.
Kerangka pemikiran penelitian Analisis Implementasi
Program Peningkatan Gizi Masyarakat.
Matriks SWOT
Presentase Jenis Rumah Sakit di Kabupaten Bogor
Persentase penduduk 15 tahun keatas yang bekerja
menurut lapangan usaha di Kabupaten Bogor tahun 20122013
Persentase penduduk 15 tahun keatas menurut jenis
kelamin dan ijazah yang dimiliki di Kabupaten Bogor
Tahun 2013
Persentase penduduk miskin Kabupaten Bogor
Tahun 2002-2012
Formasi Tenaga Kesehatan, hasil analisis dan perekrutan
CPNS dan PTT
Presentase belanja pegawai dalam APBD Kabupaten
Bogor tahun 2009-2013
Total Skor Evaluasi Faktor Internal
Matriks Analisis SWOT dan Perumusan Alternatif Strategi
2
6
8
9
10
14
18
19
23
24
25
29
29
42
43
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
6.
7.
Pedoman Wawancara Mendalam
Kuesioner responden masyarakat
Kuesioner narasumber Dinas Kesehatan
Kuesioner narasumber Puskesmas
Alokasi Anggaran Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Terhadap Total Anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor Tahun 2008-2013
Nilai IKM
Penentuan Bobot Internal
Penentuan Bobot Eksternal
53
55
57
58
59
59
60
60
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan gizi buruk dan terhambatnya pertumbuhan anak menjadi
permasalahan di Indonesia. Berdasarkan data Unicef (2012) bahwa 1 dari 3 anak
balita Indonesia terhambat pertumbuhannya. Untuk mendukung inisiatif tersebut
telah dilakukan gerakan sadar gizi dan mendukung pengembangan regulasi
tentang pemberian ASI eksklusif. Selain itu dalam kesepakatan global Millenium
Development Goals (MDGs), setiap negara secara bertahap diharuskan mampu
mengurangi balita gizi buruk-kurang sebesar 15% pada tahun 2015 (Bappenas,
2011).
Berdasarkan data WHO (2007), balita yang mengalami kekurangan gizi
selain dapat menyebabkan kematian juga dapat mudah terkena penyakit infeksi.
Di negara berkembang balita kurang gizi yang meninggal karena infeksi mencapai
53%. Kekurangan gizi pada balita juga berdampak pada pertumbuhan,
perkembangan intelektual dan produktivitas. Depkes RI (2005) menyebutkan
kekurangan gizi berdampak pada pertumbuhan, perkembangan intelektual dan
produktivitas. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek
dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh
pada rendahnya tingkat kecerdasan, karena tumbuh kembang otak 80 persen
terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun.
Keadaan gizi buruk merupakan ancaman bagi upaya peningkatan kualitas
generasi penerus bangsa, karena kurang energi protein erat kaitannya dengan
gagal tumbuh kembang anak balita termasuk rendahnya tingkat kecerdasan
(Mursalim dalam Mustafa dkk, 2013). Penanganan pangan dan gizi menjadi
agenda nasional, hal ini terkait langsung dengan status kesehatan masyarakat. Hal
yang ingin dicapai adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan
daya saing sumber daya manusia dan daya saing bangsa
Secara bertahap Indonesia telah mampu menurunkan prevalensi balita gizi
buruk 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen tahun 2010, dan 5,7 persen tahun 2013.
Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9 persen dari 2007 dan 2013.
Untuk mencapai sasaran MDGs tahun 2015, maka prevelensi gizi buruk secara
nasional setidaknya harus diturunkan sebesar 4,1% dalam periode 2013 sampai
2015 (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan Data Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013 jumlah
balita gizi buruk pada tahun 2013 sebanyak 3.013 balita atau 0,69 persen. Jumlah
kasus balita gizi buruk terendah berada di Kecamatan Leuwisadeng dan Cigudeg,
sedangkan jumlah kasus balita gizi buruk tertinggi adalah Kecamatan Cibinong.
Sedangkan untuk gizi kurang mencapai 27.006 balita atau 6,21 persen dari total
435.024 balita yang ditimbang.
Data PDRB Kecamatan di Kabupaten Bogor pada tahun 2014 menunjukan
bahwa wilayah Cibinong termasuk dalam kuadran pertama, artinya bahwa posisi
ideal yang menggambarkan kinerja perekonomian dan kemakmuran masyarakat di
tiap kecamatan relatif makmur dibandingkan dengan kecamatan lain. Berikut
gambar 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto
perkapita kecamatan.
2
Sumber : BPS Kabupaten Bogor Tahun 2014
Permasalahan gizi buruk-kurang dipengaruhi oleh kondisi perekonomian,
sosial, tingkat pendidikan dan pola asuh. Kemajuan perekonomian suatu wilayah
tidak serta merta membawa dampak positif bagi tingkat kesejahteraan
masyarakatnya. Permasalahan gizi buruk terjadi di daerah perkotaan khususnya
wilayah Cibinong yang merupakan pusat Pemerintahan Kabupaten Bogor. Pada
tahun 2013 kasus gizi buruk sebanyak 249 balita dan menduduki urutan pertama
di Kabupaten Bogor meningkat dibandingkan tahun 2012 yang hanya 210 balita.
Untuk gizi kurang pada tahun 2013 mencapai mencapai 1.206 balita menurun
dibandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai 1.451 balita.
Pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan terkait dengan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) pada tahun 2008 di bidang kesehatan yang merupakan
implementasi dari UU No. 36/2009 tentang Kesehatan. SPM ini
penyelenggaraanya diserahkan kepada daerah kabupaten/kota, sesuai dengan asas
desentralisasi yang diamanatkan dalam UU No. 32/2004 junto UU No. 23/2014.
Dalam pelaksanaan program-program pembangunan, SPM bidang kesehatan
menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan pemerintah kabupaten/kota.
Penaggulangan gizi buruk dan kurang dilakukan melalui program perbaikan
gizi masyarakat. Dalam menjalankan program tersebut membutuhkan
kelembagaan yang efektif mulai dari Dinas Kesehatan, UPT Puskesmas, Usaha
Kesehatan Bersama Masyarakat (UKBM) salah satunya kegiatan Posyandu
3
maupun Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang turut terlibat dalam
penanggulangan gizi buruk-kurang.
Puskesmas sebagai salah satu kelembagaan dalam program perbaikan gizi
masyarakat memiliki peranan penting. Sebagai lembaga kesehatan yang dekat
dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan baik berupa penyuluhan
maupun penanganan masalah gizi buruk-kurang. Puskesmas juga berperanan
dalam melakukan pembinaan dan penyuluhan kepada kader posyandu dalam
melaksanakan kegiatan posyandu. Data Dinas Kesehatan tahun 2013 menunjukan
dari 4.729 posyandu hanya 1300 atau 27,5 persen yang termasuk posyandu Aktif.
Selain itu terkait dengan tenaga gizi dari 101 puskesmas hanya terdapat 42 orang
yang merupakan tenaga gizi.
Berdasarkan data Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban Akhir Masa
Jabatan Bupati Bogor tahun 2008-2013, anggaran Program Perbaikan Gizi
Masyarakat mengalami penurunan yang sigifikan pada tahun 2010 dibandingkan
dengan tahun 2009 yang berjumlah Rp. 6.361.771.072,-. Sedangkan pada tahun
2011 jumlah anggaran Rp. 3.462.346.000,- dan merupakan jumlah anggaran yang
terendah dibandingkan dengan tahun 2010, 2012 dan 2013.
Dari uraian tersebut menjadi menarik untuk dikaji upaya penanggulangan
gizi buruk-kurang pada balita yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Bogor
melalui Program Perbaikan Gizi Masyarakat. Mengingat bahwa masalah gizi
buruk-kurang merupakan salah satu permasalahan dalam pembangunan, maka
pertanyaanya adalah bagaimana strategi penguatan kelembagaan program
Perbaikan Gizi masyarakat.
Perumusan Masalah
Pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat dilaksanakan oleh
pemerintah daerah melalui dinas kesehatan dan puskesmas serta melibatkan peran
masyarakat dalam kegiatan UKBM. Tujuan yang ingin dicapai dari program
tersebut adalah untuk menurunkan serta penanggulangan jumlah kasus gizi
buruk-kurang sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dalam SPM, IPD dan
MDG’s. Sehingga perlu dikaji bagaimana peran dan pencapaian pemerintah
daerah saat ini dalam penanggulangan gizi buruk-kurang ?
Pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat sangat bergantung pada
efektifitas kelembagaan yang terlibat di dalamnya maupun dukungan lintas sektor.
Sebagai salah satu peran kunci keberhasilan program ini adalah kelembagaan
puskesmas dalam melakukan penyuluhan, penanganan maupun pembinaan
posyandu sebagai wadah UKBM. Sehingga perlu dikaji bagaimana pelaksanaan
program yang dijalankan oleh puskesmas dalam penanggulangan kasus gizi
buruk-kurang ?
Keberhasilan program sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor,
sehingga dalam hal ini perlu melibatkan peran stakeholder agar pencapaian
program dapat maksimal. Perumusan strategi merupakan proses penyusunan
langkah kedepan dengan membangun visi dan misi daerah, menetapkan tujuan
strategis dan perencanaan keuangan daerah, sehingga perlu dikaji faktor-faktor
strategis yang mempengaruhi keberhasilan program perbaikan gizi masyarakat
baik internal maupun eksternal dan strategi yang perlu diterapkan dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan kasus gizi buruk-kurang di Kabupaten Bogor ?
4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
peneliti menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah :
1.
Menganalisis implementasi kebijakan Perbaikan Gizi masyarakat.
2.
Menganalisis dan mengidentifikasikan pelaksanaan program Perbaikan Gizi
Masyarakat.
3.
Merumuskan strategi penguatan kelembagaan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat.
Manfaat Penelitian
1.
2.
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk :
Memberikan informasi berdasar pada hasil kajian secara akademis kepada
Pemerintah Kabupaten Bogor mengenai penguatan kelembagaan program
perbaikan gizi masyarakat dalam penanggulangan masalah gizi burukkurang.
Menjadi bahan perumusan kebijakan strategis yang menyeluruh bagi
Pemerintah Kabupaten Bogor dan menjadi bahan referensi bagi penelitian
selanjutnya dalam rangka menambah khazanah akademis, sehingga berguna
untuk pengembangan ilmu terutama strategi penguatan kelembagaan
program perbaikan gizi masyarakat.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam memberikan jaminan
kesehatan kepada masyarakat sebagaimana yang di amanatkan dalam Pancasila
dan UUD pada pasal 34 ayat 3. Jaminan kesehatan yang diberikan pemerintah
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka meningkatkan
ketahanan dan daya saing bangsa. Penjelasan tentang kesehatan dalam UU No.
36/2009 menyebutkan suatu keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomi.
Kebijakan SPM didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 65/2005,
dimana ketentuan yang ada dalam SPM tersebut harus dipenuhi atau dijalankan
oleh pemerintah kabupaten/kota dalam penyedian pelayanan publik. SPM terkait
dengan hak-hak konstitusional perorangan maupun kelompok masyarakat yang
berhak mereka peroleh dan wajib disediakan pemerintah dalam wujud pemenuhan
kebutuhan pelayanan dasar.
Terkait dengan PP No. 65/2005, Kementerian Kesehatan menetapkan
Permenkes No. 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang SPM bidang kesehatan.
Didalamnya terdapat tolak ukur kinerja pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh daerah kabupaten/kota. Target dalam SPM mencapai atau
5
mendekati 100%, dimana dalam pencapaian target tersebut tidaklah mudah karena
dibutuhkan perencanaan yang matang.
Dalam SK Menkes No 282/2008 dapat diartikan bahwa SPM kesehatan
merupakan bagian integral dalam pembangunan di daerah yang memiliki
kesinambungan dan keterpaduan dengan perencanaan daerah yang tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), RKPD,
Renstra-SKPD dan Renja-SKPD. Dalam pencapaian SPM dilakukan melalui
pelaksanaan program atau kebijakan yang didalamnya terdapat kegiatan-kegiatan
yang menggunakan sumber daya untuk mencapai hasil yang terukur. Indikator
kinerja SPM adalah tolak ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan
untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian
SPM.
Status Gizi
Status gizi merupakan ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang
dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan cakupan nilai zat gizi. Status gizi
yang baik atau optimal apabila tubuh manusia memperoleh cakupan zat-zat gizi
yang digunakan secara efesien sehingga memungkinkan pertumbuhan otak,
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin,
sedangkan status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekuarangan satu atau
lebih zat-zat esensial (Almatseir,2002).
Dalam metode penilaian status gizi adalah dengan melihat masalah utama
gizi, yaitu : pertama, Kurang Energi Protein (KEP) khususnya pada anak-anak dan
ibu hamil. Kedua, obesitas pada semua kelompok umur (Hartiyanti,2007).
Sedangkan menurut Supriasa (2001), penilaian status gizi yang biasa digunakan
salah satunya adalah antropometri yakni penilaian status gizi yang dilakukan
dengan mengukur tubuh atau organ tubuh seseorang sehingga mendapatkan
gambaran keadaan status gizi seseorang. Penilaian dapat dilakukan dengan cara
pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan dan tebal
lapisan kulit.
Kajian WHO bahwa gizi buruk merupakan kelainan medis yang timbul
karena masalah sosial yang ada dirumah. Gizi buruk adalah hasil akhir gizi kronik
dan emosional yang berasal dari kurangnya pengetahuan pola asuh, kemiskinan
dan masalah keluarga yang menyebabkan anak tidak mendapatkan makanan dan
perawatan yang diperlukan (Rubiyanto, 2008).
Menurut Gibney et.al. (2009) dalam memecahkan permasalahan gizi
bertujuan untuk mempertahankan kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi lebih
dari sekedar pasokan pangan : ia mencerminkan interaksi antara apa yang kita
makan dan kebutuhan metabolik tubuh untuk mempertahankan kapasitas
fungsionalnya. Pada dasarnya penyebab langsung dan yang melatari malnutrisi
dirangkum dalam model konseptual UNICEF (United Nations Childrem’s Fund)
6
Gambar 2.
Model konseptual UNICEF
Peran Kelembagaan Puskesmas dan Posyandu
Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang berada dekat dengan
masyarakat menjadi harapan pemerintah pusat agar program-program kesehatan
yang ditetapkan dapat dijalankan. Dalam Sistem Kesehatan Nasional yang
merupakan upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung untuk
menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, maka puskesmas memiliki
peranan yang sangat strategis.
Pusat kesehatan masyarakat dalam (puskesmas) dalam kepmenkes 128
tahun 2004 adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja (Depkes RI, 2004). Puskesmas memiliki fungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat
7
pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan
pelayanan kesehatan masyarakat.
Dalam Perbaikan Gizi masyarakat, Puskesmas memiliki kegiatan yang
menunjang untuk mencapai sasaran tersebut, yakni Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga (UPGK). UPGK adalah usaha perbaikan gizi masyarakat yang
berintikan penyuluhan gizi melalui peningkatan peran masyarakat dan didukung
kegiatan yang bersifat lintas sektoral dan dilaksanakan oleh berbagai sektor terkait.
Secara rinci UPGK merupakan usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh
anggota keluarganya, dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dengan kader
yang mendapatkan bimbingan dari petugas kesehatan gizi (Depkes RI, 2000).
Tujuan kegiatan UPGK diantaranya adalah ; 1) setiap balita naik berat
badannya setiap bulan (tubuh kembang) yang ditandai dengan diberi cukup
makanan sehat dan tidak sakit serta semakin bertambah umur maka makin
bertambah berat dan tinggi serta bertambah kepandaian dan keterampilannya, 2)
tidak ada balita penderita kekurangan energi dan protein (KEP), 3) tidak ada ibu
hamil menderita kekurangan darah, 4) tidak ada bayi lahir kekurangan kretin atau
gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), 5) tidak ada penderita kekurangan
vitamin A (KVA), 6) tidak ada lagi wanita usia subur (WUS) menderita
kekurangan energi kronis (KEK).
Sedangkan pada lingkup yang lebih kecil untuk mencapai sasaran dalam
mendukung perbaikan gizi keluarga maka setidaknya ada beberapa hal yang
menjadi perhatian, yakni :
a. Setiap ibu hamil memeriksakan diri secara teratur kepada dukun terlatih, bidan
desa atau petugas puskesmas.
b. Setiap ibu hamil makan 1-2 piring hidangan bergizi lebih banyak dari biasanya
(saat tidak hamil).
c. Setiap ibu hamil minum 1 tablet tambah darah setiap harinya.
d. Setiap wanita subur (WUS) minum 2 kapsul yodium setiap tahun.
e. Setiap ibu hamil mendapat 2 kali imunisasi Tetanus Toxoid.
f. Setiap ibu nifas minum 1 kali kapsul vitamin A 200.000 SI (warnah merah).
g. Semua bayi 0-4 bulan diberi hanya ASI Eksklusif. Semua anak diatas 4 bulan
disusui sampai usia 2 tahun dan mendapat makanan pendamping ASI. Setiap
ibu yang menyusui makan 1-2 piring hidangan bergizi lebih banyak dari
biasanya.
h. Setiap ibu menimbangkan balitanya setiap bulan.
i. Setiap anak umur 0-12 bulan memperoleh imunisasi lengkap.
j. Setiap bayi 6-12 bulan memperoleh kapsul vitamin A 1 kali dosis 100.000 SI
(warna biru), sirup besi ½ sendok takar/hari berturut-turut selama 60 hari.
Setiap anak 1-5 tahun memperoleh vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)
selama 6 bulan, sirup besi ½ sendok takar/hari berturut-turut selama 60 hari.
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah salah satu bentuk upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat yang diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat. Fungsinya adalah untuk memberdayakan masyarakat dan
memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat guna menurunkan tingkat
kematian ibu dan bayi. Posyandu merupakan perpanjangan tangan puskesmas
dalam memberikan pelayanan maupun pemantauan kesehatan yang dilaksanakan
secara terpadu.
8
Terkait dengan kegiatan UPGK, posyandu merupakan sebagai salah satu
wahana kegiatan yang efektif dan efesien. Posyandu merupakan pelayanan
terpadu KB kesehatan, yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh
masyarakat, dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan. Partisipasi
masyarakat dibangun dalam rangka meningkatkan efektivitas dan pemerataan
kegiatan.
Di posyandu diperkenalkan berbagai inovasi yang berkenaan dengan
pemeliharaan kesehatan dan keadaan gizi balita, ibu hamil dan menyusui. Adapun
kegiatannya adalah penimbangan anak balita, pemberian paket pertolongan gizi
(yang berisi vitamin A, zat besi dan oralit), pemberian makanan tambahan,
imunisasi, pemeriksaan ibu hamil, pelayanan KB dan penyuluhan gizi.
Posyandu mengalami pasang surut dalam perjalanannya, perubahan sistem
pemerintahan menjadi desentralisasi mengakibatkan kegiatan posyandu sangat
bergantung pada kemampuan dan komitmen pemerintahan daerah. Program
revitalisasi posyandu dilakukan pada tahun 2001, yang bertujuan dapat
meningkatkan fungsi kerja dan kinerja posyandu sehingga dapat mengurangi
dampak krisis ekonomi terhadap status gizi dan kesehatan ibu dan anak.
Kemudian pada tahun 2007 dikeluarkan Peraturan Menteri tentang Peodman
Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembina Posyandu. Dimana
pembinaan penyelenggaraan/pengelolaan posyandu harus dibantu oleh kelompok
kerja (pokja) yang berada pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan
kecamatan. Penyelenggaraan posyandu dilakukan oleh kader yang merupakan
anggota masyarakat yang dipilih, bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk
melakukan kegiatan posyandu (Depdagri, 2007).
Berdasarkan hasil survei nasional tahun 2013 menunjukan bahwa selain
puskesmas, posyandu merupakan sarana kesehatan yang penting bagi masyarakat.
Berdasarkan data Riskesdas (2013) sebanyak 65,2% masyarakat mengetahui
keberadaan posyandu.
Sumber : Riskesdas 2013
Gambar 3.
Proporsi rumah tangga yang mengetahui keberadaaan posyandu
menurut provinsi.
Namun apabila dilihat dari sisi tenaga kesehatan yang kompeten memberi
pelayanan pemeriksaan kesehatan ibu hamil adalah dokter kebidanan dan
9
kandungan, dokter umum, bidan dan perawat. Fasilitas kesehatan disediakan
untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil dari rumah sakit
hingga posyandu. Bidan merupakan tenaga kesehatan yang memiliki peran 87,8%
dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil dan fasilitas kesehatan yang
banyak dimanfaatkan ibu hamil adalah praktek bidan (52,5%), Puskesmas/Pustu
(16,6%) dan Posyandu (10%).
Bidan,
87.8
[CATEGOR
Y NAME]
16,6
[CATEGOR
Y NAME]
3,5
[CATEGOR
Y NAME]
4,3
Praktek
Bidan 52,5
[CATEG
ORY
NAME][
VALUE]
Perawat,
0.4
Dok.
umum,
0.7
[CATEGOR
Y NAME]
[CATEGOR
[CATEGOR
0,6
Y NAME] Y NAME]
6,5
[VALUE]
[CATEGOR
Y NAME]
[VALUE]
Sumber : Riskesdas 2013
Gambar 4.
Proporsi kelahiran yang melakukan pemeriksaan kehamilan
menurut tenaga dan tempat mendapat pelayanan ANC.
Untuk pemantauan pertumbuhan balita sangat penting dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya gangguan pertumbuhan (growth faltering) sejak
dini. Untuk mengetahui hal tersebut, maka pemantauan balita setiap bulan sangat
diperlukan. Pemantauan perkembangan balita dapat dilakukan diberbagai tempat
seperti posyandu, polindes, puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan yang lain.
Pada Riskesdas 2013, informasi tentang pemantauan pertumbuhan anak diperoleh
dari frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir.
Idealnya dalam enam bulan anak balita ditimbang enam kali.
50
45.4
44.6
40
34.3
29.1
30
25.5
21.1
20
10
0
> 4 kali
1 - 3 kali
Tahun 2007
Tidak pernah
Tahun 2013
Sumber : Riskesdas 2013
Gambar 5.
Kecenderung frekuensi pemantauan pertumbuhan anak umur 6-59
bulan dalam enam bulan terakhir
10
Grafik diatas menunjukan kecenderungan frekuensi pemantauan
pertumbuhan anak umur 6-59 bulan dalam enam bulan terakhir pada tahun 2007
dan 2013. Dari gambar tersebut terlihat bahwa frekuensi penimbangan > 4 kali
sedikit menurun pada tahun 2013 (44,6%) dibanding tahun 2007 (45,4%). Anak
umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir
meningkat dari 25,5% (2007) menjadi 34,3% (2013).
Aspek Kesehatan Masyarakat Pada Gizi Kurang
Keadaan gizi kurang umumnya ditemukan hampir setiap kelompok
masyarakat. Anak-anak dalam masa pertumbuhan menghadapi resiko terbesar
yang mengalami resiko gizi kurang, namun hal itu dapat terjadi juga terhadap
orang dewasa. Hal ini diantaranya disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan
nutrisi normal atau hilangnya nutrisi tersebut dalam jumlah besar dibandingkan
dengan yang didapatnya.
Keadaan gizi kurang dalam konteks kesehatan masyarakat biasanya
menggunakan kriteria antropometri yang berhubungan dengan jumlah
makronutrien yang ada dalam makanan : protein dan energi. Menurut Gibney et al.
(2008) Definisi kekurangan gizi digambarkan suatu keadaan berat badan kurang
(underweight) dimana situasi seseorang yang berat badannya lebih rendah
daripada berat adekuat menurut usianya.
Terdapat dua sindrom klinis gizi kurang yang parah atau kekurangan
energi protein, yaitu maramus dan kwashiorkor. Maramus ditandai dengan
pelisutan tubuh yang ekstrim; tubuh penderita maramus tampak hanya tulang dan
kulit. Penderita maramus akan membatasi aktivitas fisiknya dan memiliki laju
metabolisme serta pergantian protein yang menurun dalam rangka menghemat
nutrien. Penderita meramus juga lebih rentan terhadap infeksi sehingga memiliki
kemungkinan besar meninggal dunia atau mengalami disabilitas. Sedangkan
kwashiorkor merupakan kumpulan klinis gejala edema dan gizi kurang, yang
sering terlihat pada anak usia dibawah usia 5 tahun. Penderita kwashorkor disertai
dengan iritabilitas (keadaan rewel), anoreksia serta ulserasi pada kulit (Gibney et
al : 2008).
Dalam aspek sosial dan perilaku yang terkait dengan gizi kurang juga
dapat dilihat dari frekuensi pemberian ASI yang tidak cukup dan menjadi faktor
resiko terjadinya difisiensi makronutrien dan mikronutrien. Umumnya pada masa
sekarang terlihat dengan banyaknya ibu yang bergantung pada susu formula
sebagai pengganti ASI, meskipun demikian tidak setiap orang mampu beli susu
sehingga berdampak pada keadaan gizi bayi. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan angka mortalitas yang tinggi akibat sebagian besar penyakit yang
terjadi pada masa kanak-kanak.
Faktor ketersediaan pangan di keluarga khususnya pangan bayi 0-6 bulan
(ASI Eksklusif) dan 6-23 bulan (MP-ASI) dan pangan yang bergizi seimbang
khususnya bagi ibu hamil memiliki pengaruh terhadap kondisi bayi. Hal tersebut
terkait dengan pola asuh, sanitasi lingkungan, akses pangan keluarga dan
pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan, dan
akses informasi terutama tentang gizi dan kesehata.
11
Kebijakan Perbaikan Gizi Di Indonesia
“Scaling Up Nutrition (SUN) Movement” merupakan gerakan global di
bawah koordinasi Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa sebagai respon
negara-negara dunia terhadap kondisi pangan dan gizi disebagian besar negara
berkembang (Bappenas, 2013). Hal ini disebabkan melambatnya dan tidak
meratanya pencapaian sasaran Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Gerakan
ini merupakan respon yang bertujuan meningkatkan penanganan masalah gizi
dengan fokus pada 1000 hari pertama kehidupan yaitu janin dalam kandungan,
bayi dan anak pada usia 6-23 bulan, dan termasuk ibu hamil dan menyusui. Yang
menjadi indikator dalam SUN Movement adalah penurunan Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR), anak balita pendek (stunting) kurus (wasting) gizi kurang
(underweight) dan gizi lebih (overweight).
Indonesia sepakat bergabung pada Desember 2011 untuk menjadi salah
satu dari 43 negara yang tergabung dalam SUN Movement. Setiap anggota dari
negara-negara tersebut berkewajiban melaporkan perkembangan pelaksanaan
kebijakan tersebut serta secara bersama-sama ikut berkontribusi dalam menyusun
dan memberi arahan langkah-langkah global dari SUN Movement. Yang menjadi
indikator proses tersebut yaitu : meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan
dalam berbagai pengalaman pelaksanaan, terjaminnya kebijakan yang koheren
dan adanya kerangka legalitas program, menyelaraskan program-program sesuai
dengan kerangka program SUN Movement dan teridentifikasinya sumber-sumber
pembiayaan.
Berdasarkan indikator proses diatas Negara Indonesia telah melakukan
langkah-langkah : (i) penyusunan dokumen Kerangka Kebijakan dan Pedoman
Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi; (ii)
melakukan soft launching Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi; (iii)
penetapan Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi; (iv) kegiatan sosialisasi di tingkat pusat dan daerah
melalui workshop Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi pada tanggal 28
Oktober 2013 di Jakarta yang mengawali pencanangan dan pemantauan Rencana
Aksi Daerah Pangan dan Gizi di provinsi regional barat dan timur; (v)
harmonisasi Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi dan Rencana Aksi Daerah
Pangan dan Gizi dengan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi melalui
penyusunan suplemen integrasi indikator rencana aksi dan gerakan nasional
tersebut (Bappenas, 2013).
Strategi Pengembangan Kelembagaan
Paradigma pengembangan organisasi merupakan suatu konsep
pertumbuhan manusia dan organisasi, proses kerjasama dan partisipasi serta
semangat untuk mencari, menemukan dan menerapkan hal-hal yang baru.
Pengembangan organisasi yang dimaksud adalah kerjasama dan partisipasi.
Menurut Siagian (2010) nilai-nilai dalam pengembangan organisasi antara lain :
12
a. Mengakui dan menghargai harkat dan martabat manusia, hal ini merupakan
pandangan manusia adalah makhluk yang memiliki rasa tanggung jawab,
melakukan berbagai hal dalam hidupnya berdasarkan keyakinan tertentu serta
menunjukan kepedulian kepada sesama.
b. Saling mempercayai dan mendukung, di dalam organsiasi yang efektif dan
sehat adalah organisasi yang memiliki ciri saling mempercayai, saling
mendukung, keterbukaan, kesungguhan yang jujur dalam berinteraksi.
c. Pemerataan kekuasaan, gejala yang kuat struktur organsasi hirarki piramida
yang merupakan bukti adanya stratifikasi kekuasaan yang dirubah menjadi
struktur yang datar seperti dalam bentuk organisasi matriks yang dipandang
sebagai bagian upaya pemerataan kekuasaan.
d. Kesiapan menghadapi masalah secara terbuka, merupakan kesiapan para
anggota organisasi menghadapi berbagai masalah secara terbuka dan tidak
justru menutupinya.
e. Partisipasi, berbagai pihak dalam organisasi yang terkena dampak perubahan
turut serta mengambil keputusan tentang arah, bentuk dan sifat perubahan
yang akan terjadi. Dampak dari hal tersebut adalah tumbuhnya rasa tanggung
jawab yang lebih besar dalam melaksanakan keputusan yang diambil.
Pengembangan organisasi merupakan perubahan yang dilakukan secara
sadar dan terencana menuju perbaikan. Kesadaran bahwa perubahan terjadi
sebagai akibat timbulnya masalah atau terjadi ketidakseimbangan dalam
organisasi maupun kondisi diluar organisasi. Untuk itu dalam melakukan
perubahan perlu dilakukan identifikasi kesenjangan antara situasi yang dihadapi
sekarang dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan. Kesenjangan tersebut
dimaksudkan dikurangi dengan melalui peningkatan efesiensi dan efektivitas kerja
organisasi.
Perubahan paradigma dalam organisasi atau instansi pemerintahan menjadi
tantangan bagi kepala daerah maupun kepala instansi/kelembagaan.
Pengembangan organisasi menjadi salah satu alat bagi kepala daerah dan instansi
untuk melakukan perubahan dan pembaharuan organisasi sehingga mampu
menghadapi tuntutan lingkungan yang bergerak dinamis. Perubahan tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai bentuk seperti peningkatan kreativitas, inovasi, visi
tentang masa depan, pemanfaatan teknologi serta orientasi baru dalam interaksi
dengan pihak yang berkepentingan.
Penelitian Terdahulu
Rubiyanto (2008) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa
kondisi posyandu di Kecamatan Pekanbaru Kota secara keseluruhan belum baik,
dimana terlihat dari pelaksanaan peran dan fungsi posyandu yang belum optimal.
Hal ini disebabkan belum terwujudnya peran dan fungsi posyandu, sebagai wadah
pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan petugas
posyandu dalam mendapatkan pelayanan dasar, terutama bagi kesehatan ibu dan
anak. Selain itu juga terdapat sebagian besar kader posyandu belum mandiri
karena tergantung dengan petugas puskesmas sebagai pembina serta jumlah kader
dengan cakupan pelayanan kepada masyarakat masih kurang.
Rachmadewi dan Khomsan (2009) berdasarkan hasil penelitiannya
mengemukakan bahwa pengetahuan dan sikap gizi ibu di pedesaan mayoritas
13
sedang, sedangkan di perkotaan mayoritas tinggi. Terdapat perbedaan yang nyata
antara tingkat pengetahuan dan sikap gizi ibu di pedesaan dan perkotaan.
Presentase ASI eksklusif di pedesaan lebih besar dibandingkan dengan perkotaan.
Selain itu mayoritas bayi di pedesaan belum pernah mengonsumsi susu non-ASI,
sedangkan mayoritas bayi di perkotaan telah mengonsumsi susu formula sejak
lahir.
Iswarawanti (2010) dalam penelitianya tentang peran kader posyandu
dalam memberdayakan masyarakat untuk menurunkan tingkat kematian bayi dan
balita di Indonesia memiliki peran penting. Untuk itu perlu adanya peningkatan
motivasi dan komitmen kader yang diberikan tidak hanya dalam bentuk insentif
materil namun juga apresiasi dan dukungan moral. Setiap kader harus memiliki
persyaratan dasar, baik pengetahuan dan keterampilan agar mereka dapat
melaksankan perannya dengan efektif.
Utari (2011) mengemukakan bahwa hasil analisis hubungan antara
prevalensi gizi kurang dengan parameter pembangunan ekonomi dan sosial
menunjukkan bahwa : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara prevalensi
gizi kurang dengan tingkat kemiskinan, terdapat hubungan yang signifikan dan
negatif antara prevalensi gizi kurang dengan PDB/kapita, dan tidak terdapat
hubungan antara prevalensi gizi kurang dengan rata-rata lama sekolah penduduk
15 tahun ke atas. Kemudian terdapat hubungan prevalensi gizi kurang dengan
anggaran perbaikan gizi menunjukan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan
sigifikan antara prevalensi gizi kurang dengan anggaran perbaikan gizi per balita.
Jasmawaty dkk (2012) berdasar hasil penelitian menunjukan kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang disebut Kelompok Gizi Masyarakat (KGM)
memberikan dampak positif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat
diantaranya meningkatnya jumlah kunjungan ibu hamil ke posyandu, cakupan
pemberian Fe1 dan cakupan ASI eksklusif.
Tanan dkk (2013) menyatakan bahwa pelayanan Puskesmas Bara Permai
Kota Polopo dinilai sangat memuaskan oleh masyarakat/pasien. Puskemas
diharapkan mampu memperahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan terkait
faktor ambiance, sistem hubungan antar manusia, waktu pelayanan dan
kenyamanan. Pihak puskesmas diharapkan dapat melakukan survei kepuasan
masyarakat secara berkala guna mengetahui sejauhmana layanan kesehatan yang
diberikan telah memenuhi harapan pasien demi upaya meningkatkan mutu
layanan kesehatan.
3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Dalam pelaksanaan pembangunan daerah para stakeholder memiliki peran
yang sangat penting. Pemerintah daerah sebagai salah satu stakeholder memiliki
peranan dalam menjalankan pembangunan agar terciptanya pemerataan,
berkeadilan dan berkelanjutan. Salah satu tugas yang dilakukan pemerintah adalah
pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan kualitas kesehatan balita.
Puskesmas sebagai salah satu bentuk kelembagaan pemerintah yang memiliki
14
tugas pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang diantaranya adalah
penanggulangan balita gizi buruk-kurang.
Peran puskesmas seba
PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
(Studi UPT Puskesmas Cirimekar Kecamatan Cibinong)
TEUKU IQBAL MIZA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi
Pengembangan Kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Kabupaten
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,
Oktober 2015
Teuku Iqbal Miza
NIM H252124045
RINGKASAN
TEUKU IQBAL MIZA. Strategi Pengembangan Kelembagaan Program
Perbaikan Gizi Masyarakat di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh LALA M.
KOLOPAKING dan DEDI BUDIMAN HAKIM.
Pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah berupaya melakukan
program-program dalam menanggulangi masalah gizi buruk-kurang. Setiap
daerah diharapkan mencapai indikator-indikator yang telah ditentukan baik dalam
Standar Pelayanan Minimal, Indikator Pembangunan Daerah, dan Millenium
Development Goals.
Gizi buruk-kurang merupakan masalah yang dihadapi oleh pemerintah baik
tingkat pusat maupun daerah. Kasus gizi buruk-kurang di Indonesia diharapkan
dapat turun sesuai dengan kesepakatan MDG’s yang jumlahnya dibawah 15%
pada tahun 2015. Indonesia telah mampu menurunkan prevelensi balita gizi buruk
pada tahun 2013 sebesar 5,7 persen namun untuk kasus gizi kurang naik 0,9
persen.
Kekurangan gizi dapat menyebabkan kematian dan penyakit infeksi serta
berdampak pada perkembangan intelektual, produktivitas dan tumbuh kembang
anak. Hal ini akan berdampak pada kualitas SDM dimasa mendatang.
Permasalahan gizi buruk-kurang dipengaruhi oleh bermacam hal seperti masalah
ekonomi, keadaan sosial, tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat.
Kemajuan perekonomian suatu wilayah tidak berdampak secara nyata
dengan tingkat kesejahteraan. Kecamatan Cibinong sebagai wilayah yang masuk
dalam laju pertumbuhan ekonomi tertinggi ketiga dan sebagai pusat pemerintahan
Kabupaten Bogor mengalami peningkatan jumlah kasus gizi buruk dan termasuk
yang tertinggi.
Pemerintah Kabupaten Bogor telah menjalankan kebijakan-kebijakan pusat
dan berupaya dalam mencapai indikator-indikator tersebut. Dalam upaya
penanggulangan gizi buruk-kurang peran stakeholder sangat penting. Dengan
adanya UKBM dapat membantu tugas pemerintah dalam menjalankan program
perbaikan gizi masyarakat yang bertujuan melakukan pencegahan dan
penanggulangan gizi buruk-kurang. Penelitian ini bertujuan untuk : 1)
Menganalisis implementasi kebijakan Perbaikan Gizi masyarakat. 2) Menganalisis
dan mengidentifikasikan pelaksanaan program Perbaikan Gizi Masyarakat.
3) Merumuskan strategi penguatan kelembagaan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat. Pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan
kuesioner selanjutnya dilakukan analisis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa : 1) masalah gizi buruk-kurang dapat
dilakukan pencegahan dengan melakukan penyuluhan, membuka konsultasi dan
pemeriksaan baik pada kegiatan di puskesmas maupun posyandu. Untuk
penanggulangan gizi buruk-kurang pemerintah bekerjasama dengan masyarakat
atau kelompok masyarakat. 2) Peran puskesmas dalam menjaring informasi dari
kader posyandu bertujuan untuk mendektesi kasus gizi buruk-kurang. Petugas
kesehatan juga aktif mendatangi keluarga yang mengalami masalah gizi serta
melakukan pemantauan kondisi atau perkembangannya. 3) Usaha dalam mencapai
indikator SPM, perlu adanya kerjasama yang sinergi lintas SKPD dalam
perbaikan gizi masyarakat
Stretegi menyusun kebijakan peraturan daerah, menggerakan kelompok
masyarakat, meningkatkan jumlah anggaran untuk fasilitas dan pelayanan,
meningkatkan kegiatan penyuluhan lintas sektor, bekerjasama dengan kelompok
masyarakat dan perguruan tinggi, mengambil langkah kebijakan yang
mengarahkan masyarakat untuk mengikuti program keluarga berencana,
meningkatkan peran masyarakat, kader posyandu dan para relawan, dan
meningkatkan alokasi anggaran program perbaikan gizi. Dalam menjalankan
strategi disusun program-program untuk mencapai tujuan pemerintah daerah
yaitu : 1) program penanggulangan gizi masyarakat, program permberdayaan
usaha kesehatan bersama masyarakat, program peningkatan fasilitas dan
pelayanan gizi masyarakat, program penyuluhan kesehatan dan gizi masyarakat
lintas SKPD, program peningkatan kapasitas kader dan kerjasama antar lembaga,
program keluarga berencana, program promosi kesehatan dan gizi ibu, bayi dan
anak, dan program pencegahan dan penanggulangan gizi buruk-kurang.
Kata kunci :
Gizi buruk-kurang, pencegahan dan penanggulangan, UBKM,
strategi penguatan kelembagaan program perbaikan gizi
masyarakat
SUMMARY
IQBAL TEUKU MIZA. Strategy of Institutional Strengthening for
Community Nutrition Improvement Programs in Bogor. Supervised by LALA
M. KOLOPAKING and DEDI BUDIMAN HAKIM.
The Government through the Ministry of Health has made effort in carrying
out programs to deal with the problem of malnutrition. Each region is expected to
reach the indicators already set up in terms of in Minimum Service Standards,
Indicators of Regional Development, and the Millennium Development Goals.
Malnutrition is a problem faced by both the central and local governments.
Cases of malnutrition in Indonesia are expected to decline in accordance with the
agreement in MDG's, namely below 15% by 2015. Indonesia was able to reduce
the prevalence of undernourishment among children aged below five years in
2013 to 5.7 percent, but cases of poor nutrition rose by 0.9 percent.
Nutritional deficiency can cause death and infectious diseases as well as
intellectual development, productivity and development of the child. This will
have an impact on the quality of human resources in the future. Problems of
malnutrition is influenced by various factors such as economic, social, educational
aspects and community awareness.
The economic progress of a region do not affect significantly the level of
welfare. Cibinong Ddistrict as the region included in the third-highest rate of
economic growth and as the center of Bogor regency administration has
experienced an increase in malnutrition cases, and it is considered the highest.
Bogor Regency government has carried out the central policies and made
effort to achieve these indicators. In dealing with malnutrition, the role of
stakeholders is very important. With the presence of UKBM, the government can
be assisted with the community nutrition improvement programs aimed at the
prevention and eradication of malnutrition.
This study aimed to: 1) analyze the implementation of the Community
Nutrition Improvementpolicies , 2) analyze and identify the implementated
programs of Community Nutrition Improvement, 3) formulate a strategy of
institutional strengthening for the Community Nutrition Improvement Program.
Data were collected by observation, interview and questionnaire, followed by an
analysis.
The results showed that 1) the problem of malnutrition could be prevented
by conducting extension, opening consultation and health examination at both
Puskesmas (Community Health Centers) and Posyandu (Integrated Service
Center). In dealing with malnutrition, the government collaborated with the
community or community groups. 2) The role of Puskesmas in getting
information from the Posyandu cadres is aimed to detect malnutrition cases.
Health workers also actively visited families having problems of nutrition and
monitored their condition or development. 3) the efforts in achieving the SPM
indicators need synergic cooperation across SKPD in improving community
nutrition.
Stretegies include formulating local regulatory policies, mobilizing
community, increasing the budget for facilities and services, improving cross-
sector extension activities, collaborating with community groups and universities,
taking actions that encourage people to follow family planning programs,
enhancing the role of community, Posyandu cadres and volunteers, and increasing
the allocated budget for the nutrition improvement programs. In carrying out the
strategies, some programs are created to achieve the goals of local governments,
namely: 1) community nutrition programs, health empowerment program with
community, improvement of facilities and community nutrition services, health
and community nutrition extension programs across SKPD, cadre capacity
building and cooperation among institutions, family planning programs, health
and nutrition promotion program for mothers, infants and children, and
malnutrition prevention and control program
Keywords: malnutrition, prevention and control, UBKM, strategy of institutional
strengthening for community nutrition improvement programbitor.
Supervised by ELLY SURADIKUSUMAH and IRMA HERAWATI
SUPARTO.
Eugenia polyantha known as salam in Indonesia is widely used as herbal
medicinal plant to treat various diseases, including diabetes. The objectives of this
research are to obtain the active fraction of ethanolic salam leaves extract, which
is inhibitory against -amylase activity, and to identify phytochemical
constituents of the fractions. Crude ethanolic extract fractionated by liquid-liquid
extraction gave 3 fractions, namely n-hexane, ethyl acetate, and water fractions.
All fractions showed inhibitory activity against -amylase and water fraction
showed the highest activity with the inhibition of 22.52%. Subsequent
fractionation of the water fraction using silica gel column chromatography with
gradient elution produced 4 fractions. All fractions showed inhibitory activity
against -amylase; fraction 2 showed the highest activity with the inhibition of
57.57%. Phytochemical screening showed that alkaloids, flavonoids, and saponins
were the chemical constituents of the active fraction.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Mauris ultrices
tellus vel risus tempus non consequat massa sollicitudin. Pellentesque habitant
morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas. Proin eget
interdum velit. Vestibulum quis justo eu arcu elementum bibendum. Proin
venenatis eleifend fermentum. Vivamus ullamcorper dictum quam non mollis.
Morbi cursus dolor ut tellus faucibus rutrum. Duis nibh nibh, psum purus tristique
risus, id aliquam libero nunc non neque. Praesent vel massa purus, sed gravida
ligula.
Etiam vel suscipit erat. Aliquam erat volutpat. Pellentesque habitant morbi
tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas. Sed vulputate
neque sit amet nibh gravida scelerisque. Nam mattis euismod facilisis. Ut sit amet
nunc sem, vel imperdiet risus. Pellentesque iaculis tempus nunc accumsan
porttitor. Sed eget odio nec enim ornare feugiat. Quisque viverra sapien a felis
molestie dictum. Donec malesuada porttitor sagittis. In hac habitasse platea
dictumst. Morbi at justo at tellus tincidunt volutpat sed vel enim.
Keywords: alkaloids, -amylase, Eugenia polyantha, flavonoids, saponins, lorem,
ipsum
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PPENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
DI KABUPATEN BOGOR
(Studi UPT Puskesmas Cirimekar Kecamatan Cibinong)
TEUKU IQBAL MIZA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji luar komisi pada Ujian Tugas Akhir : Ir. Said Rusli, MA
Judul Tesis
Nama
NIM
: Strategi Penguatan Kelembagaan
Masyarakat Di Kabupaten Bogor
: Teuku Iqbal Miza
: H252124045
Program
Perbaikan
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS.
Ketua
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec
Tanggal Ujian: 12 Oktober 2015
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Lulus:
Gizi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
disusun. Kajian penelitian yang dilaksanakan adalah “Strategi Penguatan
Kelembagaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Kabupaten Bogor”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Lala
M. Kolopaking, MS dan Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, Mec. selaku
pembimbing, atas bimbingan, saran dan masukan kepada penulis selama
penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Pemerintah Kabupaten Bogor dalam hal ini Dinas Kesehatan,
Kepala Puskesmas dan Tenaga Kesehatan UPT Cirimekar, Camat serta para
Kader Posyandu di wilayah Cibinong. Terima kasih penulis sampaikan
kepada tenaga pengajar dan sekretariat MPD IPB. Serta ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada orang tua, istri, keluarga dan sahabat atas
segala motivasi, dukungan dan doa kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, November 2015
Teuku Iqbal Miza
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pendahuluan
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2. Tinjauan Pustaka
Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
Status Gizi
Peran Kelembagaan Puskesmas dan Posyandu
Aspek Kesehatan Masyarakat Pada Gizi Kurang
Kebijakan Perbaikan Gizi di Indonesia
Strategi Pengembangan Organisasi
Penelitian Terdahulu
3. Metode Penelitian
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengambilan Sampel
Metode Analisis Data
4 Kondisi Umum Wilayah
Kondisi Fisik Wilayah Administrasi Pemerintahan
Sarana Kesehatan Kabupaten Bogor
Kondisi Demografi
Kondisi Perekonomian
Kondisi Sosial, Pendidikan dan IPM
5 Hasil dan Pembahasan
Analisis Mapping Puskesmas
Analisis Mapping Sumber Daya Manusia
Pencapaian MDG’s Terhadap Kasus Gizi-Buruk di Kabupaten
Bogor
Pencapaian Indikator SPM
Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat
6. Perumusan Strategi dan Program
Analisis Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal
Perumusan Strategi berdasarkan Analisis SWOT
Program Penguatan Kelembagaan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat
7. Simpulan dan Saran
Simpulan
Saran
i
ii
iii
1
1
3
4
4
4
4
5
6
10
11
11
12
13
13
14
15
15
16
18
18
19
21
22
23
26
26
28
31
34
35
38
40
40
42
46
50
50
51
Daftar Pustaka
Lampiran
Riwayat Hidup
51
53
61
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian
Daftar Responden dan Informan
Nilai persepsi, nilai interval, nilai interval konversi IKM,
mutu dan kinerja
Jumlah Rumah Sakit, Tempat Tidur dan Jumlah
TT/100.000 Penduduk Di Kabupaten Bogor Tahun 20082013
Jumlah Kunjungan Rawat Inap dan Rawat Jalan RS
Tahun 2009-2013
Indikator Kependudukan Kabupaten Bogor
Statistik Industri Kabupaten Bogor
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor
Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Bogor Tahun 20112013
Indikator Pendidikan Kabupaten Bogor Tahun 2011-2013
Indeks Pembangunan Manusia
Jumlah Kunjungan Rawat Inap dan Rawat Jalan
Puskesmas
Tahun 2009-2013
Perkembangan Posyandu di Kabupaten Bogor Tahun
2011-2013
Jumlah Tenaga Medis Sarana Kesehatan di Kecamatan
Cibinong Tahun 2013
Pencapaian Indikator MDG’s Kabupaten Bogor
Status Gizi Balita Kecamatan Cibinong
Pencapaian Indikator SPM Kabupaten Bogor Tahun
2012-2013
Jumlah Bayi Yang diberi ASI Eksklusif
Karakteristik Responden
Distribusi persepsi responden berdasarkan pekerjaan
utama kepala keluarga
Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)
Matriks EFE (External Factor Evaluation)
Strategi, program dan kegiatan penguatan kelembagaan
program perbaikan gizi masyarakat
15
16
17
19
20
21
22
23
23
24
25
26
27
31
32
32
34
38
39
39
41
42
50
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Produk Domestik
Regional Bruto perkapita kecamatan
Model Konseptual UNICEF
Proporsi rumah tangga yang mengetahui keberadaan
posyandu menurut provinsi
Proporsi kelahiran yang melakukan pemeriksaan
kehamilan menurut tenaga dan tempat mendapat pelayanan
ANC
Kecenderung frekuensi pemantauan pertumbuhan anak
umur 6-59 bulan dalam enam bulan terakhir.
Kerangka pemikiran penelitian Analisis Implementasi
Program Peningkatan Gizi Masyarakat.
Matriks SWOT
Presentase Jenis Rumah Sakit di Kabupaten Bogor
Persentase penduduk 15 tahun keatas yang bekerja
menurut lapangan usaha di Kabupaten Bogor tahun 20122013
Persentase penduduk 15 tahun keatas menurut jenis
kelamin dan ijazah yang dimiliki di Kabupaten Bogor
Tahun 2013
Persentase penduduk miskin Kabupaten Bogor
Tahun 2002-2012
Formasi Tenaga Kesehatan, hasil analisis dan perekrutan
CPNS dan PTT
Presentase belanja pegawai dalam APBD Kabupaten
Bogor tahun 2009-2013
Total Skor Evaluasi Faktor Internal
Matriks Analisis SWOT dan Perumusan Alternatif Strategi
2
6
8
9
10
14
18
19
23
24
25
29
29
42
43
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
6.
7.
Pedoman Wawancara Mendalam
Kuesioner responden masyarakat
Kuesioner narasumber Dinas Kesehatan
Kuesioner narasumber Puskesmas
Alokasi Anggaran Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Terhadap Total Anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor Tahun 2008-2013
Nilai IKM
Penentuan Bobot Internal
Penentuan Bobot Eksternal
53
55
57
58
59
59
60
60
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan gizi buruk dan terhambatnya pertumbuhan anak menjadi
permasalahan di Indonesia. Berdasarkan data Unicef (2012) bahwa 1 dari 3 anak
balita Indonesia terhambat pertumbuhannya. Untuk mendukung inisiatif tersebut
telah dilakukan gerakan sadar gizi dan mendukung pengembangan regulasi
tentang pemberian ASI eksklusif. Selain itu dalam kesepakatan global Millenium
Development Goals (MDGs), setiap negara secara bertahap diharuskan mampu
mengurangi balita gizi buruk-kurang sebesar 15% pada tahun 2015 (Bappenas,
2011).
Berdasarkan data WHO (2007), balita yang mengalami kekurangan gizi
selain dapat menyebabkan kematian juga dapat mudah terkena penyakit infeksi.
Di negara berkembang balita kurang gizi yang meninggal karena infeksi mencapai
53%. Kekurangan gizi pada balita juga berdampak pada pertumbuhan,
perkembangan intelektual dan produktivitas. Depkes RI (2005) menyebutkan
kekurangan gizi berdampak pada pertumbuhan, perkembangan intelektual dan
produktivitas. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek
dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh
pada rendahnya tingkat kecerdasan, karena tumbuh kembang otak 80 persen
terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun.
Keadaan gizi buruk merupakan ancaman bagi upaya peningkatan kualitas
generasi penerus bangsa, karena kurang energi protein erat kaitannya dengan
gagal tumbuh kembang anak balita termasuk rendahnya tingkat kecerdasan
(Mursalim dalam Mustafa dkk, 2013). Penanganan pangan dan gizi menjadi
agenda nasional, hal ini terkait langsung dengan status kesehatan masyarakat. Hal
yang ingin dicapai adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan
daya saing sumber daya manusia dan daya saing bangsa
Secara bertahap Indonesia telah mampu menurunkan prevalensi balita gizi
buruk 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen tahun 2010, dan 5,7 persen tahun 2013.
Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9 persen dari 2007 dan 2013.
Untuk mencapai sasaran MDGs tahun 2015, maka prevelensi gizi buruk secara
nasional setidaknya harus diturunkan sebesar 4,1% dalam periode 2013 sampai
2015 (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan Data Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013 jumlah
balita gizi buruk pada tahun 2013 sebanyak 3.013 balita atau 0,69 persen. Jumlah
kasus balita gizi buruk terendah berada di Kecamatan Leuwisadeng dan Cigudeg,
sedangkan jumlah kasus balita gizi buruk tertinggi adalah Kecamatan Cibinong.
Sedangkan untuk gizi kurang mencapai 27.006 balita atau 6,21 persen dari total
435.024 balita yang ditimbang.
Data PDRB Kecamatan di Kabupaten Bogor pada tahun 2014 menunjukan
bahwa wilayah Cibinong termasuk dalam kuadran pertama, artinya bahwa posisi
ideal yang menggambarkan kinerja perekonomian dan kemakmuran masyarakat di
tiap kecamatan relatif makmur dibandingkan dengan kecamatan lain. Berikut
gambar 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto
perkapita kecamatan.
2
Sumber : BPS Kabupaten Bogor Tahun 2014
Permasalahan gizi buruk-kurang dipengaruhi oleh kondisi perekonomian,
sosial, tingkat pendidikan dan pola asuh. Kemajuan perekonomian suatu wilayah
tidak serta merta membawa dampak positif bagi tingkat kesejahteraan
masyarakatnya. Permasalahan gizi buruk terjadi di daerah perkotaan khususnya
wilayah Cibinong yang merupakan pusat Pemerintahan Kabupaten Bogor. Pada
tahun 2013 kasus gizi buruk sebanyak 249 balita dan menduduki urutan pertama
di Kabupaten Bogor meningkat dibandingkan tahun 2012 yang hanya 210 balita.
Untuk gizi kurang pada tahun 2013 mencapai mencapai 1.206 balita menurun
dibandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai 1.451 balita.
Pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan terkait dengan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) pada tahun 2008 di bidang kesehatan yang merupakan
implementasi dari UU No. 36/2009 tentang Kesehatan. SPM ini
penyelenggaraanya diserahkan kepada daerah kabupaten/kota, sesuai dengan asas
desentralisasi yang diamanatkan dalam UU No. 32/2004 junto UU No. 23/2014.
Dalam pelaksanaan program-program pembangunan, SPM bidang kesehatan
menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan pemerintah kabupaten/kota.
Penaggulangan gizi buruk dan kurang dilakukan melalui program perbaikan
gizi masyarakat. Dalam menjalankan program tersebut membutuhkan
kelembagaan yang efektif mulai dari Dinas Kesehatan, UPT Puskesmas, Usaha
Kesehatan Bersama Masyarakat (UKBM) salah satunya kegiatan Posyandu
3
maupun Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang turut terlibat dalam
penanggulangan gizi buruk-kurang.
Puskesmas sebagai salah satu kelembagaan dalam program perbaikan gizi
masyarakat memiliki peranan penting. Sebagai lembaga kesehatan yang dekat
dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan baik berupa penyuluhan
maupun penanganan masalah gizi buruk-kurang. Puskesmas juga berperanan
dalam melakukan pembinaan dan penyuluhan kepada kader posyandu dalam
melaksanakan kegiatan posyandu. Data Dinas Kesehatan tahun 2013 menunjukan
dari 4.729 posyandu hanya 1300 atau 27,5 persen yang termasuk posyandu Aktif.
Selain itu terkait dengan tenaga gizi dari 101 puskesmas hanya terdapat 42 orang
yang merupakan tenaga gizi.
Berdasarkan data Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban Akhir Masa
Jabatan Bupati Bogor tahun 2008-2013, anggaran Program Perbaikan Gizi
Masyarakat mengalami penurunan yang sigifikan pada tahun 2010 dibandingkan
dengan tahun 2009 yang berjumlah Rp. 6.361.771.072,-. Sedangkan pada tahun
2011 jumlah anggaran Rp. 3.462.346.000,- dan merupakan jumlah anggaran yang
terendah dibandingkan dengan tahun 2010, 2012 dan 2013.
Dari uraian tersebut menjadi menarik untuk dikaji upaya penanggulangan
gizi buruk-kurang pada balita yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Bogor
melalui Program Perbaikan Gizi Masyarakat. Mengingat bahwa masalah gizi
buruk-kurang merupakan salah satu permasalahan dalam pembangunan, maka
pertanyaanya adalah bagaimana strategi penguatan kelembagaan program
Perbaikan Gizi masyarakat.
Perumusan Masalah
Pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat dilaksanakan oleh
pemerintah daerah melalui dinas kesehatan dan puskesmas serta melibatkan peran
masyarakat dalam kegiatan UKBM. Tujuan yang ingin dicapai dari program
tersebut adalah untuk menurunkan serta penanggulangan jumlah kasus gizi
buruk-kurang sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dalam SPM, IPD dan
MDG’s. Sehingga perlu dikaji bagaimana peran dan pencapaian pemerintah
daerah saat ini dalam penanggulangan gizi buruk-kurang ?
Pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat sangat bergantung pada
efektifitas kelembagaan yang terlibat di dalamnya maupun dukungan lintas sektor.
Sebagai salah satu peran kunci keberhasilan program ini adalah kelembagaan
puskesmas dalam melakukan penyuluhan, penanganan maupun pembinaan
posyandu sebagai wadah UKBM. Sehingga perlu dikaji bagaimana pelaksanaan
program yang dijalankan oleh puskesmas dalam penanggulangan kasus gizi
buruk-kurang ?
Keberhasilan program sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor,
sehingga dalam hal ini perlu melibatkan peran stakeholder agar pencapaian
program dapat maksimal. Perumusan strategi merupakan proses penyusunan
langkah kedepan dengan membangun visi dan misi daerah, menetapkan tujuan
strategis dan perencanaan keuangan daerah, sehingga perlu dikaji faktor-faktor
strategis yang mempengaruhi keberhasilan program perbaikan gizi masyarakat
baik internal maupun eksternal dan strategi yang perlu diterapkan dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan kasus gizi buruk-kurang di Kabupaten Bogor ?
4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
peneliti menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah :
1.
Menganalisis implementasi kebijakan Perbaikan Gizi masyarakat.
2.
Menganalisis dan mengidentifikasikan pelaksanaan program Perbaikan Gizi
Masyarakat.
3.
Merumuskan strategi penguatan kelembagaan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat.
Manfaat Penelitian
1.
2.
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk :
Memberikan informasi berdasar pada hasil kajian secara akademis kepada
Pemerintah Kabupaten Bogor mengenai penguatan kelembagaan program
perbaikan gizi masyarakat dalam penanggulangan masalah gizi burukkurang.
Menjadi bahan perumusan kebijakan strategis yang menyeluruh bagi
Pemerintah Kabupaten Bogor dan menjadi bahan referensi bagi penelitian
selanjutnya dalam rangka menambah khazanah akademis, sehingga berguna
untuk pengembangan ilmu terutama strategi penguatan kelembagaan
program perbaikan gizi masyarakat.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam memberikan jaminan
kesehatan kepada masyarakat sebagaimana yang di amanatkan dalam Pancasila
dan UUD pada pasal 34 ayat 3. Jaminan kesehatan yang diberikan pemerintah
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka meningkatkan
ketahanan dan daya saing bangsa. Penjelasan tentang kesehatan dalam UU No.
36/2009 menyebutkan suatu keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomi.
Kebijakan SPM didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 65/2005,
dimana ketentuan yang ada dalam SPM tersebut harus dipenuhi atau dijalankan
oleh pemerintah kabupaten/kota dalam penyedian pelayanan publik. SPM terkait
dengan hak-hak konstitusional perorangan maupun kelompok masyarakat yang
berhak mereka peroleh dan wajib disediakan pemerintah dalam wujud pemenuhan
kebutuhan pelayanan dasar.
Terkait dengan PP No. 65/2005, Kementerian Kesehatan menetapkan
Permenkes No. 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang SPM bidang kesehatan.
Didalamnya terdapat tolak ukur kinerja pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh daerah kabupaten/kota. Target dalam SPM mencapai atau
5
mendekati 100%, dimana dalam pencapaian target tersebut tidaklah mudah karena
dibutuhkan perencanaan yang matang.
Dalam SK Menkes No 282/2008 dapat diartikan bahwa SPM kesehatan
merupakan bagian integral dalam pembangunan di daerah yang memiliki
kesinambungan dan keterpaduan dengan perencanaan daerah yang tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), RKPD,
Renstra-SKPD dan Renja-SKPD. Dalam pencapaian SPM dilakukan melalui
pelaksanaan program atau kebijakan yang didalamnya terdapat kegiatan-kegiatan
yang menggunakan sumber daya untuk mencapai hasil yang terukur. Indikator
kinerja SPM adalah tolak ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan
untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian
SPM.
Status Gizi
Status gizi merupakan ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang
dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan cakupan nilai zat gizi. Status gizi
yang baik atau optimal apabila tubuh manusia memperoleh cakupan zat-zat gizi
yang digunakan secara efesien sehingga memungkinkan pertumbuhan otak,
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin,
sedangkan status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekuarangan satu atau
lebih zat-zat esensial (Almatseir,2002).
Dalam metode penilaian status gizi adalah dengan melihat masalah utama
gizi, yaitu : pertama, Kurang Energi Protein (KEP) khususnya pada anak-anak dan
ibu hamil. Kedua, obesitas pada semua kelompok umur (Hartiyanti,2007).
Sedangkan menurut Supriasa (2001), penilaian status gizi yang biasa digunakan
salah satunya adalah antropometri yakni penilaian status gizi yang dilakukan
dengan mengukur tubuh atau organ tubuh seseorang sehingga mendapatkan
gambaran keadaan status gizi seseorang. Penilaian dapat dilakukan dengan cara
pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan dan tebal
lapisan kulit.
Kajian WHO bahwa gizi buruk merupakan kelainan medis yang timbul
karena masalah sosial yang ada dirumah. Gizi buruk adalah hasil akhir gizi kronik
dan emosional yang berasal dari kurangnya pengetahuan pola asuh, kemiskinan
dan masalah keluarga yang menyebabkan anak tidak mendapatkan makanan dan
perawatan yang diperlukan (Rubiyanto, 2008).
Menurut Gibney et.al. (2009) dalam memecahkan permasalahan gizi
bertujuan untuk mempertahankan kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi lebih
dari sekedar pasokan pangan : ia mencerminkan interaksi antara apa yang kita
makan dan kebutuhan metabolik tubuh untuk mempertahankan kapasitas
fungsionalnya. Pada dasarnya penyebab langsung dan yang melatari malnutrisi
dirangkum dalam model konseptual UNICEF (United Nations Childrem’s Fund)
6
Gambar 2.
Model konseptual UNICEF
Peran Kelembagaan Puskesmas dan Posyandu
Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang berada dekat dengan
masyarakat menjadi harapan pemerintah pusat agar program-program kesehatan
yang ditetapkan dapat dijalankan. Dalam Sistem Kesehatan Nasional yang
merupakan upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung untuk
menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, maka puskesmas memiliki
peranan yang sangat strategis.
Pusat kesehatan masyarakat dalam (puskesmas) dalam kepmenkes 128
tahun 2004 adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja (Depkes RI, 2004). Puskesmas memiliki fungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat
7
pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan
pelayanan kesehatan masyarakat.
Dalam Perbaikan Gizi masyarakat, Puskesmas memiliki kegiatan yang
menunjang untuk mencapai sasaran tersebut, yakni Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga (UPGK). UPGK adalah usaha perbaikan gizi masyarakat yang
berintikan penyuluhan gizi melalui peningkatan peran masyarakat dan didukung
kegiatan yang bersifat lintas sektoral dan dilaksanakan oleh berbagai sektor terkait.
Secara rinci UPGK merupakan usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh
anggota keluarganya, dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dengan kader
yang mendapatkan bimbingan dari petugas kesehatan gizi (Depkes RI, 2000).
Tujuan kegiatan UPGK diantaranya adalah ; 1) setiap balita naik berat
badannya setiap bulan (tubuh kembang) yang ditandai dengan diberi cukup
makanan sehat dan tidak sakit serta semakin bertambah umur maka makin
bertambah berat dan tinggi serta bertambah kepandaian dan keterampilannya, 2)
tidak ada balita penderita kekurangan energi dan protein (KEP), 3) tidak ada ibu
hamil menderita kekurangan darah, 4) tidak ada bayi lahir kekurangan kretin atau
gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), 5) tidak ada penderita kekurangan
vitamin A (KVA), 6) tidak ada lagi wanita usia subur (WUS) menderita
kekurangan energi kronis (KEK).
Sedangkan pada lingkup yang lebih kecil untuk mencapai sasaran dalam
mendukung perbaikan gizi keluarga maka setidaknya ada beberapa hal yang
menjadi perhatian, yakni :
a. Setiap ibu hamil memeriksakan diri secara teratur kepada dukun terlatih, bidan
desa atau petugas puskesmas.
b. Setiap ibu hamil makan 1-2 piring hidangan bergizi lebih banyak dari biasanya
(saat tidak hamil).
c. Setiap ibu hamil minum 1 tablet tambah darah setiap harinya.
d. Setiap wanita subur (WUS) minum 2 kapsul yodium setiap tahun.
e. Setiap ibu hamil mendapat 2 kali imunisasi Tetanus Toxoid.
f. Setiap ibu nifas minum 1 kali kapsul vitamin A 200.000 SI (warnah merah).
g. Semua bayi 0-4 bulan diberi hanya ASI Eksklusif. Semua anak diatas 4 bulan
disusui sampai usia 2 tahun dan mendapat makanan pendamping ASI. Setiap
ibu yang menyusui makan 1-2 piring hidangan bergizi lebih banyak dari
biasanya.
h. Setiap ibu menimbangkan balitanya setiap bulan.
i. Setiap anak umur 0-12 bulan memperoleh imunisasi lengkap.
j. Setiap bayi 6-12 bulan memperoleh kapsul vitamin A 1 kali dosis 100.000 SI
(warna biru), sirup besi ½ sendok takar/hari berturut-turut selama 60 hari.
Setiap anak 1-5 tahun memperoleh vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)
selama 6 bulan, sirup besi ½ sendok takar/hari berturut-turut selama 60 hari.
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah salah satu bentuk upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat yang diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat. Fungsinya adalah untuk memberdayakan masyarakat dan
memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat guna menurunkan tingkat
kematian ibu dan bayi. Posyandu merupakan perpanjangan tangan puskesmas
dalam memberikan pelayanan maupun pemantauan kesehatan yang dilaksanakan
secara terpadu.
8
Terkait dengan kegiatan UPGK, posyandu merupakan sebagai salah satu
wahana kegiatan yang efektif dan efesien. Posyandu merupakan pelayanan
terpadu KB kesehatan, yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh
masyarakat, dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan. Partisipasi
masyarakat dibangun dalam rangka meningkatkan efektivitas dan pemerataan
kegiatan.
Di posyandu diperkenalkan berbagai inovasi yang berkenaan dengan
pemeliharaan kesehatan dan keadaan gizi balita, ibu hamil dan menyusui. Adapun
kegiatannya adalah penimbangan anak balita, pemberian paket pertolongan gizi
(yang berisi vitamin A, zat besi dan oralit), pemberian makanan tambahan,
imunisasi, pemeriksaan ibu hamil, pelayanan KB dan penyuluhan gizi.
Posyandu mengalami pasang surut dalam perjalanannya, perubahan sistem
pemerintahan menjadi desentralisasi mengakibatkan kegiatan posyandu sangat
bergantung pada kemampuan dan komitmen pemerintahan daerah. Program
revitalisasi posyandu dilakukan pada tahun 2001, yang bertujuan dapat
meningkatkan fungsi kerja dan kinerja posyandu sehingga dapat mengurangi
dampak krisis ekonomi terhadap status gizi dan kesehatan ibu dan anak.
Kemudian pada tahun 2007 dikeluarkan Peraturan Menteri tentang Peodman
Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembina Posyandu. Dimana
pembinaan penyelenggaraan/pengelolaan posyandu harus dibantu oleh kelompok
kerja (pokja) yang berada pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan
kecamatan. Penyelenggaraan posyandu dilakukan oleh kader yang merupakan
anggota masyarakat yang dipilih, bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk
melakukan kegiatan posyandu (Depdagri, 2007).
Berdasarkan hasil survei nasional tahun 2013 menunjukan bahwa selain
puskesmas, posyandu merupakan sarana kesehatan yang penting bagi masyarakat.
Berdasarkan data Riskesdas (2013) sebanyak 65,2% masyarakat mengetahui
keberadaan posyandu.
Sumber : Riskesdas 2013
Gambar 3.
Proporsi rumah tangga yang mengetahui keberadaaan posyandu
menurut provinsi.
Namun apabila dilihat dari sisi tenaga kesehatan yang kompeten memberi
pelayanan pemeriksaan kesehatan ibu hamil adalah dokter kebidanan dan
9
kandungan, dokter umum, bidan dan perawat. Fasilitas kesehatan disediakan
untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil dari rumah sakit
hingga posyandu. Bidan merupakan tenaga kesehatan yang memiliki peran 87,8%
dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil dan fasilitas kesehatan yang
banyak dimanfaatkan ibu hamil adalah praktek bidan (52,5%), Puskesmas/Pustu
(16,6%) dan Posyandu (10%).
Bidan,
87.8
[CATEGOR
Y NAME]
16,6
[CATEGOR
Y NAME]
3,5
[CATEGOR
Y NAME]
4,3
Praktek
Bidan 52,5
[CATEG
ORY
NAME][
VALUE]
Perawat,
0.4
Dok.
umum,
0.7
[CATEGOR
Y NAME]
[CATEGOR
[CATEGOR
0,6
Y NAME] Y NAME]
6,5
[VALUE]
[CATEGOR
Y NAME]
[VALUE]
Sumber : Riskesdas 2013
Gambar 4.
Proporsi kelahiran yang melakukan pemeriksaan kehamilan
menurut tenaga dan tempat mendapat pelayanan ANC.
Untuk pemantauan pertumbuhan balita sangat penting dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya gangguan pertumbuhan (growth faltering) sejak
dini. Untuk mengetahui hal tersebut, maka pemantauan balita setiap bulan sangat
diperlukan. Pemantauan perkembangan balita dapat dilakukan diberbagai tempat
seperti posyandu, polindes, puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan yang lain.
Pada Riskesdas 2013, informasi tentang pemantauan pertumbuhan anak diperoleh
dari frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir.
Idealnya dalam enam bulan anak balita ditimbang enam kali.
50
45.4
44.6
40
34.3
29.1
30
25.5
21.1
20
10
0
> 4 kali
1 - 3 kali
Tahun 2007
Tidak pernah
Tahun 2013
Sumber : Riskesdas 2013
Gambar 5.
Kecenderung frekuensi pemantauan pertumbuhan anak umur 6-59
bulan dalam enam bulan terakhir
10
Grafik diatas menunjukan kecenderungan frekuensi pemantauan
pertumbuhan anak umur 6-59 bulan dalam enam bulan terakhir pada tahun 2007
dan 2013. Dari gambar tersebut terlihat bahwa frekuensi penimbangan > 4 kali
sedikit menurun pada tahun 2013 (44,6%) dibanding tahun 2007 (45,4%). Anak
umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir
meningkat dari 25,5% (2007) menjadi 34,3% (2013).
Aspek Kesehatan Masyarakat Pada Gizi Kurang
Keadaan gizi kurang umumnya ditemukan hampir setiap kelompok
masyarakat. Anak-anak dalam masa pertumbuhan menghadapi resiko terbesar
yang mengalami resiko gizi kurang, namun hal itu dapat terjadi juga terhadap
orang dewasa. Hal ini diantaranya disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan
nutrisi normal atau hilangnya nutrisi tersebut dalam jumlah besar dibandingkan
dengan yang didapatnya.
Keadaan gizi kurang dalam konteks kesehatan masyarakat biasanya
menggunakan kriteria antropometri yang berhubungan dengan jumlah
makronutrien yang ada dalam makanan : protein dan energi. Menurut Gibney et al.
(2008) Definisi kekurangan gizi digambarkan suatu keadaan berat badan kurang
(underweight) dimana situasi seseorang yang berat badannya lebih rendah
daripada berat adekuat menurut usianya.
Terdapat dua sindrom klinis gizi kurang yang parah atau kekurangan
energi protein, yaitu maramus dan kwashiorkor. Maramus ditandai dengan
pelisutan tubuh yang ekstrim; tubuh penderita maramus tampak hanya tulang dan
kulit. Penderita maramus akan membatasi aktivitas fisiknya dan memiliki laju
metabolisme serta pergantian protein yang menurun dalam rangka menghemat
nutrien. Penderita meramus juga lebih rentan terhadap infeksi sehingga memiliki
kemungkinan besar meninggal dunia atau mengalami disabilitas. Sedangkan
kwashiorkor merupakan kumpulan klinis gejala edema dan gizi kurang, yang
sering terlihat pada anak usia dibawah usia 5 tahun. Penderita kwashorkor disertai
dengan iritabilitas (keadaan rewel), anoreksia serta ulserasi pada kulit (Gibney et
al : 2008).
Dalam aspek sosial dan perilaku yang terkait dengan gizi kurang juga
dapat dilihat dari frekuensi pemberian ASI yang tidak cukup dan menjadi faktor
resiko terjadinya difisiensi makronutrien dan mikronutrien. Umumnya pada masa
sekarang terlihat dengan banyaknya ibu yang bergantung pada susu formula
sebagai pengganti ASI, meskipun demikian tidak setiap orang mampu beli susu
sehingga berdampak pada keadaan gizi bayi. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan angka mortalitas yang tinggi akibat sebagian besar penyakit yang
terjadi pada masa kanak-kanak.
Faktor ketersediaan pangan di keluarga khususnya pangan bayi 0-6 bulan
(ASI Eksklusif) dan 6-23 bulan (MP-ASI) dan pangan yang bergizi seimbang
khususnya bagi ibu hamil memiliki pengaruh terhadap kondisi bayi. Hal tersebut
terkait dengan pola asuh, sanitasi lingkungan, akses pangan keluarga dan
pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan, dan
akses informasi terutama tentang gizi dan kesehata.
11
Kebijakan Perbaikan Gizi Di Indonesia
“Scaling Up Nutrition (SUN) Movement” merupakan gerakan global di
bawah koordinasi Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa sebagai respon
negara-negara dunia terhadap kondisi pangan dan gizi disebagian besar negara
berkembang (Bappenas, 2013). Hal ini disebabkan melambatnya dan tidak
meratanya pencapaian sasaran Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Gerakan
ini merupakan respon yang bertujuan meningkatkan penanganan masalah gizi
dengan fokus pada 1000 hari pertama kehidupan yaitu janin dalam kandungan,
bayi dan anak pada usia 6-23 bulan, dan termasuk ibu hamil dan menyusui. Yang
menjadi indikator dalam SUN Movement adalah penurunan Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR), anak balita pendek (stunting) kurus (wasting) gizi kurang
(underweight) dan gizi lebih (overweight).
Indonesia sepakat bergabung pada Desember 2011 untuk menjadi salah
satu dari 43 negara yang tergabung dalam SUN Movement. Setiap anggota dari
negara-negara tersebut berkewajiban melaporkan perkembangan pelaksanaan
kebijakan tersebut serta secara bersama-sama ikut berkontribusi dalam menyusun
dan memberi arahan langkah-langkah global dari SUN Movement. Yang menjadi
indikator proses tersebut yaitu : meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan
dalam berbagai pengalaman pelaksanaan, terjaminnya kebijakan yang koheren
dan adanya kerangka legalitas program, menyelaraskan program-program sesuai
dengan kerangka program SUN Movement dan teridentifikasinya sumber-sumber
pembiayaan.
Berdasarkan indikator proses diatas Negara Indonesia telah melakukan
langkah-langkah : (i) penyusunan dokumen Kerangka Kebijakan dan Pedoman
Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi; (ii)
melakukan soft launching Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi; (iii)
penetapan Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi; (iv) kegiatan sosialisasi di tingkat pusat dan daerah
melalui workshop Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi pada tanggal 28
Oktober 2013 di Jakarta yang mengawali pencanangan dan pemantauan Rencana
Aksi Daerah Pangan dan Gizi di provinsi regional barat dan timur; (v)
harmonisasi Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi dan Rencana Aksi Daerah
Pangan dan Gizi dengan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi melalui
penyusunan suplemen integrasi indikator rencana aksi dan gerakan nasional
tersebut (Bappenas, 2013).
Strategi Pengembangan Kelembagaan
Paradigma pengembangan organisasi merupakan suatu konsep
pertumbuhan manusia dan organisasi, proses kerjasama dan partisipasi serta
semangat untuk mencari, menemukan dan menerapkan hal-hal yang baru.
Pengembangan organisasi yang dimaksud adalah kerjasama dan partisipasi.
Menurut Siagian (2010) nilai-nilai dalam pengembangan organisasi antara lain :
12
a. Mengakui dan menghargai harkat dan martabat manusia, hal ini merupakan
pandangan manusia adalah makhluk yang memiliki rasa tanggung jawab,
melakukan berbagai hal dalam hidupnya berdasarkan keyakinan tertentu serta
menunjukan kepedulian kepada sesama.
b. Saling mempercayai dan mendukung, di dalam organsiasi yang efektif dan
sehat adalah organisasi yang memiliki ciri saling mempercayai, saling
mendukung, keterbukaan, kesungguhan yang jujur dalam berinteraksi.
c. Pemerataan kekuasaan, gejala yang kuat struktur organsasi hirarki piramida
yang merupakan bukti adanya stratifikasi kekuasaan yang dirubah menjadi
struktur yang datar seperti dalam bentuk organisasi matriks yang dipandang
sebagai bagian upaya pemerataan kekuasaan.
d. Kesiapan menghadapi masalah secara terbuka, merupakan kesiapan para
anggota organisasi menghadapi berbagai masalah secara terbuka dan tidak
justru menutupinya.
e. Partisipasi, berbagai pihak dalam organisasi yang terkena dampak perubahan
turut serta mengambil keputusan tentang arah, bentuk dan sifat perubahan
yang akan terjadi. Dampak dari hal tersebut adalah tumbuhnya rasa tanggung
jawab yang lebih besar dalam melaksanakan keputusan yang diambil.
Pengembangan organisasi merupakan perubahan yang dilakukan secara
sadar dan terencana menuju perbaikan. Kesadaran bahwa perubahan terjadi
sebagai akibat timbulnya masalah atau terjadi ketidakseimbangan dalam
organisasi maupun kondisi diluar organisasi. Untuk itu dalam melakukan
perubahan perlu dilakukan identifikasi kesenjangan antara situasi yang dihadapi
sekarang dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan. Kesenjangan tersebut
dimaksudkan dikurangi dengan melalui peningkatan efesiensi dan efektivitas kerja
organisasi.
Perubahan paradigma dalam organisasi atau instansi pemerintahan menjadi
tantangan bagi kepala daerah maupun kepala instansi/kelembagaan.
Pengembangan organisasi menjadi salah satu alat bagi kepala daerah dan instansi
untuk melakukan perubahan dan pembaharuan organisasi sehingga mampu
menghadapi tuntutan lingkungan yang bergerak dinamis. Perubahan tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai bentuk seperti peningkatan kreativitas, inovasi, visi
tentang masa depan, pemanfaatan teknologi serta orientasi baru dalam interaksi
dengan pihak yang berkepentingan.
Penelitian Terdahulu
Rubiyanto (2008) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa
kondisi posyandu di Kecamatan Pekanbaru Kota secara keseluruhan belum baik,
dimana terlihat dari pelaksanaan peran dan fungsi posyandu yang belum optimal.
Hal ini disebabkan belum terwujudnya peran dan fungsi posyandu, sebagai wadah
pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan petugas
posyandu dalam mendapatkan pelayanan dasar, terutama bagi kesehatan ibu dan
anak. Selain itu juga terdapat sebagian besar kader posyandu belum mandiri
karena tergantung dengan petugas puskesmas sebagai pembina serta jumlah kader
dengan cakupan pelayanan kepada masyarakat masih kurang.
Rachmadewi dan Khomsan (2009) berdasarkan hasil penelitiannya
mengemukakan bahwa pengetahuan dan sikap gizi ibu di pedesaan mayoritas
13
sedang, sedangkan di perkotaan mayoritas tinggi. Terdapat perbedaan yang nyata
antara tingkat pengetahuan dan sikap gizi ibu di pedesaan dan perkotaan.
Presentase ASI eksklusif di pedesaan lebih besar dibandingkan dengan perkotaan.
Selain itu mayoritas bayi di pedesaan belum pernah mengonsumsi susu non-ASI,
sedangkan mayoritas bayi di perkotaan telah mengonsumsi susu formula sejak
lahir.
Iswarawanti (2010) dalam penelitianya tentang peran kader posyandu
dalam memberdayakan masyarakat untuk menurunkan tingkat kematian bayi dan
balita di Indonesia memiliki peran penting. Untuk itu perlu adanya peningkatan
motivasi dan komitmen kader yang diberikan tidak hanya dalam bentuk insentif
materil namun juga apresiasi dan dukungan moral. Setiap kader harus memiliki
persyaratan dasar, baik pengetahuan dan keterampilan agar mereka dapat
melaksankan perannya dengan efektif.
Utari (2011) mengemukakan bahwa hasil analisis hubungan antara
prevalensi gizi kurang dengan parameter pembangunan ekonomi dan sosial
menunjukkan bahwa : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara prevalensi
gizi kurang dengan tingkat kemiskinan, terdapat hubungan yang signifikan dan
negatif antara prevalensi gizi kurang dengan PDB/kapita, dan tidak terdapat
hubungan antara prevalensi gizi kurang dengan rata-rata lama sekolah penduduk
15 tahun ke atas. Kemudian terdapat hubungan prevalensi gizi kurang dengan
anggaran perbaikan gizi menunjukan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan
sigifikan antara prevalensi gizi kurang dengan anggaran perbaikan gizi per balita.
Jasmawaty dkk (2012) berdasar hasil penelitian menunjukan kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang disebut Kelompok Gizi Masyarakat (KGM)
memberikan dampak positif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat
diantaranya meningkatnya jumlah kunjungan ibu hamil ke posyandu, cakupan
pemberian Fe1 dan cakupan ASI eksklusif.
Tanan dkk (2013) menyatakan bahwa pelayanan Puskesmas Bara Permai
Kota Polopo dinilai sangat memuaskan oleh masyarakat/pasien. Puskemas
diharapkan mampu memperahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan terkait
faktor ambiance, sistem hubungan antar manusia, waktu pelayanan dan
kenyamanan. Pihak puskesmas diharapkan dapat melakukan survei kepuasan
masyarakat secara berkala guna mengetahui sejauhmana layanan kesehatan yang
diberikan telah memenuhi harapan pasien demi upaya meningkatkan mutu
layanan kesehatan.
3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Dalam pelaksanaan pembangunan daerah para stakeholder memiliki peran
yang sangat penting. Pemerintah daerah sebagai salah satu stakeholder memiliki
peranan dalam menjalankan pembangunan agar terciptanya pemerataan,
berkeadilan dan berkelanjutan. Salah satu tugas yang dilakukan pemerintah adalah
pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan kualitas kesehatan balita.
Puskesmas sebagai salah satu bentuk kelembagaan pemerintah yang memiliki
14
tugas pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang diantaranya adalah
penanggulangan balita gizi buruk-kurang.
Peran puskesmas seba