D. Hubungan antara religiusitas dengan penyesuaian perkawinan pada dewasa dini muslim

33

II. D. Hubungan antara religiusitas dengan penyesuaian perkawinan pada dewasa dini muslim

Masa dewasa dini merupakan periode yang paling banyak mengalami perubahan. Pada masa dewasa dini gaya hidup baru yang paling menonjol adalah di bidang perkawinan dan peran orang tua Hurlock, 1999. Perkawinan merupakan transisi kehidupan dewasa, yang melibatkan penerimaan peran baru sebagai suami atau istri dan penyesuaian sebagai pasangan Sigelman, 2003. Pergantian peran ini memerlukan penyesuaian. Penyesuaian peran baru ini akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan rumah tangga baik aspek fisik yaitu peran sebagai pengurus rumah tangga, mengasuh anak dan peran tanggung jawab penuh terhadap ekonomi keluarga maupun aspek psikis yaitu kepentingan bagi masing-masing pasangan Hurlock, 1999. Dalam kehidupan Perkawinan, masing-masing individu perlu menyesuaikan diri pada pasangannya dan mengubah diri agar sesuai Munandar, 2001. Hal ini disebut sebagai penyesuaian perkawinan. Le Masters dalam Wahyuningsih,2002 menyatakan bahwa penyesuaian perkawinan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan penyesuaian atau kemampuan beradaptasi dan kemampuan memecahkan problem yang muncul dalam perkawinan. Penyesuaian perkawinan bukan merupakan hal yang mudah, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah faktor demografi yang dimiliki suami atau istri. Didalam faktor demografi tersebut salah satunya meliputi agama. Universitas Sumatera Utara 34 Agama merupakan sistem nilai yang akan mempengaruhi cara berfikir, bersikap, bereaksi serta berperilaku. Dengan demikian agama berperan penting dalam kehidupan manusia Darajat dalam Jufri, 2004. Agama mengarahkan pada keyakinan akan Tuhan, sikap beramal dan rendah hati, keyakinan akan pengampunan dan doa-doa didalam kehidupan perkawinan dan keyakinan bahwa suami atau istri akan menyediakan dirinya bagi pasangannya serta mensejahterakan anak-anaknya, sehingga agama memiliki peranan dalam kebahagiaan perkawinan Schneider, 1964. Dasar dari perkawinan adalah ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan adanya kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam agama yang dianutnya, akan memberikan tuntunan atau bimbingan kepada orang yang memeluknya. Agama akan menuntun ke hal-hal yang baik, sehingga dengan demikian dapat dikemukan bahwa makin kuat seseorang menganut agamanya, maka akan mempunyai sikap yang mengarah ke hal-hal yang baik. Demikian pula jika hal ini dikaitkan dengan perkawinan, maka agama yang dianut masing-masing akan memberikan tuntunan atau bimbingan bagaimana bertindak secara baik Walgito, 1984. Islam merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Islam adalah agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Begitu juga mengenai perkawinan. Islam memberikan perhatian yang cukup besar mengenai perkawinan. Tidak sedikit Firman Allah yang membicarakan masalah perkawinan, begitu juga dengan hadis yang merupakan sabda Rasulullah SAW. ”Dan salah satu tanda kekuasaanNYa adalah Dia menciptakan pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenang padanya. Dia Universitas Sumatera Utara 35 juga menjadikan rasa kasih sayang di antara kamu. Sungguh dalam hal itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir Ar-Rum :21. Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi. Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim. “Kawin adalah sunnahku, maka barang siapa yang tidak suka sunahku, berarti bahwa ia kelak tidak suka padaku”. Hadist Riwayat Abu Ya’la . “Barang siapa telah mempunyai kemampuan untuk menikah, kemudian dia tidak menikah maka dia bukan termasuk umatku“ Hadits Riwayat Thabrani dan Baihaqi. “Sejelek-jeleknya kalian adalah yang tidak menikah. Dan sehina-hina mayat kalian adalah mayat orang yang tidak menikah” Hadits Riwayat Bukhari. Berdasarkan beberapa hadis di atas jelaslah bahwa perkawinan itu menjadi pokok pembahasan yang besar di dalam Islam. Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk melakukan perkawinan. Oleh karena itu, di dalam Alquran dan hadis, perkawinan itu sangat ditekankan. Didalam perkawinan, ketika individu memasuki perkawinan maka akan disertai dengan adanya hak kewajiban dari suami ataupun istri sebagai konsekuensi dari peran baru mereka. Kewajiban merupakan konsekuensi logis dari berubahnya peran seseorang dari bujangan menjadi seorang suami atau seorang istri. Dengan dilaksanakannya kewajiban, maka hak pasangannya akan terpenuhi Wahyuningsih, 2002. Seorang suami mempunyai beberapa kewajiban terhadap istrinya, yang meliputi hal-hal sebagai berikut : mengadakan walimah perkawinan, memberikan nafkah, bersabar hati, berhias, bergaul, bercanda, menghibur, memimpin, membimbing, bekerjasama, mentradisikan pergaulan, yang baik di rumah, Universitas Sumatera Utara 36 pertengkaran dan mendidik di waktu terjadinya penyelewengan, cemburu, persetubuhan, berbuat adil ketika terjadi poligami, kelahiran anak dan perceraian Abdullah, 2004. Sedangkan seorang istri wajib taat dan memenuhi hak-hak suaminya selama ketaatannya tersebut dalam hal yang bukan maksiat dan tidak menimbulkan bahaya serta yang terutama tidak dalam jalan untuk mendurhakai Allah SWT. Adapun hak-hak suami pada istrinya, yaitu : tidak menolak jika suami menginginkan ‘bersetubuh’, tidak memberikan sesuatu tanpa seijin suami, tidak melakukan Ibadah sunnah jika suami bersamanya, tidak keluar rumah tanpa ijin suaminya, tidak boleh membiarkan orang yang tidak disukai oleh suaminya untuk tidur di tempat mereka Abdullah, 2004. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa agama telah mengatur mengenai kewajiban dan hak dari seorang suami dan istri. Ketika suami dan istri menjalankan kewajibannya masing-masing dan saling mendukung maka akan tercipta keluarga yang bahagia. Hal ini dikarenakan perkawinan yang sukses dan bahagia adalah suami istri yang saling memahami dan menjalankan perannya dengan baik dan mendukung peran pasangannya Shalih, 2005. Agama memberikan pengaruh terhadap individu dalam bentuk sistem nilai, motivasi maupun pedoman hidup Ahmad, 2007. Dalam agama berisi tentang aturan-aturan dan kewajiban yang harus dilaksanakan berfungsi untuk mengikat dan mengutuhkan diri seseorang atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia serta alam sekitarnya. Dan orang- orang yang religius akan menjalankan aturan-aturan agamanya dengan patuh Universitas Sumatera Utara 37 Astuti, 1999. Hal ini dikarenakan religiusitas mengacu pada aspek religi agama yang dihayati oleh individu di dalam hati Mangunwijaya, 1982. Ketika suami dan istri menjalankan perannya masing-masing sesuai dengan kewajibannya yang telah diatur dalam ajaran agamanya, maka akan menciptakan kebahagiaan antara suami dan istri dimana hal tersebut merupakan salah satu kriteria keberhasilan dalam penyesuaian perkawinan. Landis dan Landis dalam Wahyuningsih, 2002 juga mengemukakan bahwa religiusitas memiliki peranan dalam perkawinan, termasuk dalam penyesuaian perkawinan. Hal ini dikarenakan religiusitas dapat mempengaruhi pola pikir dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam menjalani kehidupan perkawinan. Kehancuran moral dan kehilangan keyakinan beragama dan praktiknya sering menjadi awal kekacauan dalam rumah tangga Schneider, 1964. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika seorang muslim menginternalisasikan ajaran agama Islam dalam kehidupan perkawinannya, dimana hal ini tampak dari sikap dan perilaku masing-masing suami atau istri dalam melaksanakan kewajibannya sebagai suami dan istri maka akan menciptakan kebahagiaan dalam kehidupan perkawinannya, dimana hal itu mengindikasikan adanya penyesuaian yang baik dalam kehidupan perkawinannya. II.E. Hipotesa Penelitian Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah : ” Ada hubungan positif antara religiusitas Universitas Sumatera Utara 38 dengan penyesuaian perkawinan pada dewasa dini muslim”. Semakin tinggi religiusitas pada seseorang maka semakin baik penyesuaian perkawinan seseorang atau sebaliknya semakin rendah religiusitas pada seseorang maka semakin buruk penyesuaian perkawinan seseorang. Universitas Sumatera Utara 39

BAB III METODE PENELITIAN