Perbedaan Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Dewasa Dini yang Bekerja dan Tidak Bekerja

(1)

PERBEDAAN PENYESUAIAN PERKAWINAN

PADA WANITA DEWASA DINI

YANG BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

NAULY NOVRITA SITOMPUL

021301018

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul Pernedaan Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Dewasa Dini Yang Bekerja dan Tidak Bekerja adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, April 2008


(3)

ABSTRAKSI

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Nauly Novrita Sitompul : 021301018

Perbedaan Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Dewasa Dini yang Bekerja dan Tidak Bekerja

Xv + 72 halaman; 22 tabel; 3 lampiran Bibliografi : 34 (1956-2006)

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif komparatif yang mencoba untuk mengetahui perbedaan penyesuaian perkawinan pada wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja. Di antara sekian banyak tugas perkembangan orang dewasa dini, tugas-tugas yang berkaitan dengan pekerjaan dan kehidupan berkeluarga merupakan tugas yang sangat banyak, sangat penting, dan sangat sulit diatasi (Hurlock, 1990). Dalam perkawinan ditetapkan komitmen untuk hidup sebagai suami istri dan bagaimana hubungan tersebut dibentuk dan dipertahankan (Dyer, 1983). Masalah yang muncul pada tahun pertama perkawinan adalah proses penyesuaian (Hassan, 2005). Kriteria keberhasilan penyesuaian perkawinan dikemukakan oleh Hurlock (1990), yaitu kebahagiaan suami istri, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan, dan penyesuaian yang baik dari pihak keluarga. Individu melakukan penyesuaian perkawinan berbeda satu-sama lain. Bagi wanita bekerja dan tidak bekerja diketahui memiliki peran berbeda setelah memasuki tahap perkawinan. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka diyakini akan berbeda pula penyesuaian perkawinan pada wanita bekerja dan tidak bekerja.

Penelitian ini melibatkan 50 orang wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja sebagai subyek penelitian. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah wanita bekerja dan tidak bekerja usia 20-40 tahun yang memiliki usia perkawinan 1-2 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana data yang didapatkan akan diolah dengan menggunakan uji t. Alat ukur yang digunakan adalah skala penyesuaian perkawinan berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Hurlock (1990).

Hasil analisis data menunjukkan tidak ada perbedaan penyesuaian perkawinan pada wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja dengan nilai

ρ = 0.975, dimana subyek wanita bekerja tidak bekerja memiliki nilai mean yang lebih tinggi (X = 126.60), sedangkan subyek wanita tidak bekerja memiliki nilai mean yang lebih rendah (X = 125.92).

Kata kunci : penyesuaian perkawinan, dewasa dini, wanita bekerja, wanita tidak bekerja


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah... satu hal yang selayaknya penulis lakukan adalah memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Hanya Engkaulah tempat bergantung harap dan tempat mencurahkan hati. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, terucap rasa syukur atas pendirian yang luar biasa. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga tercinta yang tidak pernah berhenti memberikan semangat dan dukungan serta tidak pernah putus harapan kepada penulis. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pengerjaan skripsi ini, dari awal hingga selesainya skripsi seperti saat ini. Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi Sumetara Utara, Bapak Prof. dr. Chairul Yoel, Sp. A (K)

2. Ibu Meidriani Ayu Siregar, M.Kes. Selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah meluangkan waktunya yang padat serta dengan sangat sabar telah mengarahkan, memberikan masukan, dan menjadi tempat berdiskusi bagi penulis dalam proses pengerjaan skripsi ini.

3. Ibu Lili Garliah, M. Si dan Ibu Ika Sari Dewi, S. Psi, Psi., yang telah bersedia menyediakan waktunya yang padat untuk dapat menjadi dosen penguji skripsi ini.


(5)

4. Seluruh Bapak/ Ibu Dosen pengajar di kampus Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas ilmu yang dibagikan selama ini.

5. My beloved Umak, Rahmi El Fitrina Tanjung, terima kasih untuk setiap cinta, kasih sayang dan do’a yang tiada henti-hentinya. Terima kasih untuk setiap omelan dan maaf yang selalu diberikan kepada penulis. This is only one way that I can do, so far (and i promise will do more). Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT, karena telah memberikan seorang ibu yang luar biasa. I love you so much.

6. My beloved Ayah, Syaiful M. Sitompul, terima kasih atas segala jerih payah yang diberikan kepada penulis sampai saat ini. Semoga apa yang penulis lakukan membuat Ayahanda bangga terhadap penulis. I love you. 7. Adikku satu-satunya, Fakhri Yudha Sitompul (Yudha), yang ikut

mendorong penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas pertengkaran-pertengkaran yang membuat hari-hari penulis semakin bersemangat setiap harinya. I love you.

8. My gorgeous, cute and funny cousins, Habib “Abang”, Mufli “Ogek”, dan Fawzah “Puja”, selalu bisa menghapus kepenatan penulis bila bertemu. 9. My best friend, Nurul Munawwarah alias Jeq, telah bersama-sama selama

13 tahun (‘til now). Lebih dari setengah kehidupan kita berdua dihabiskan bersama, mulai dari berdua imut-imut sampai amit-amit. Semoga impian kita berdua bisa tercapai.


(6)

10.My Kyutbro, BJ, a palmistry man yang selalu ada dengan sms-sms “lucunya” buat penulis dan memberikan hayalan-hayalan menggelitik 11.Untuk semua saudara-saudara, Om, Tante, Nenek, Maktua, Paktuo, Bou,

Amangboru, sepupu-sepupu, terima kasih atas dukungannya.

12.Pak Iskandar, yang telah menjadikan segala urusan administrasi menjadi hal yang sangat mudah.

13.Pak Aswan, atas kesediaannya mempermudah urusan di bagian pendidikan dan juga motivasi serta dorongan bagi penulis selama mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

14.Teman-teman seperjuangan, dikelas 2002, terutama Rien, Emy, Dian, Tessa “ma sista”, Hamdi, Ami, Ririn “ma bro”, Windu, Dina, Ade, Maya, Nazwa, Yusni, Ika, Endang, Novri, Ice, Pipil, Perananta, Sakinah, Ratih dan semua teman-teman di kelas 2002 yang tidak bisa disebutkan namanya satu- persatu, terima kasih atas persahabatan dan canda tawa selama ini. 15.My Jlek, yang selalu memberikan ejekan-ejekan (satu-satunya cowok yang

berani mengejek saya habis-habisan), rasa kesal, cerita, canda, dan nasihat yang hanya bisa dilakukan melalui komunikasi handphone. Rasa yang membuka mata kita dan menguasai hati ini, akan memberi kesejukan kepada kesabaran kita. Sampai ketemu lagi ya Jlek.

16.All the pumpers, Centzx, Fahmi “Mie”, Mail “Pak”, Ika “Jeng”, Ray, Gunawan “Mr. GPTO”, Vin alias Uca, Evelyn, Andika, Suhardi, Meidheline, Weidheline, Krishna, dan semuanya yang tidak bisa penulis


(7)

sebutkan satu-persatu. Kalian salah satu pelarian bagi penulis bila kebingungan terjadi. Keep on movin’ ok! We need more practice.

17.Farah, Yoe, Zulfirman, Nesa, Isrin, Hanifan, Fitrah, Furqon, Antonious, Hanan, dan semua rekan-rekan mahasiswa yang namanya tidak dapat disebutkan semua, dari angkatan 2003, 2004, 2005, 2006, hingga 2007 yang telah menjadikan hari-hari selama di kampus menyenangkan.

18.Pak Syahrial, Bang Sono, Bang Hendra, Ari, Indra, terima kasih atas senda guraunya selama di parkiran yang bisa membuat penulis ceria kembali dan juga dukungannya yang tidak terduga selama ini.

19.Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini, yang namanya mungkin tidak sengaja terlupakan, penulis mengucapkan terimakasih.

Semoga semua kebaikan, dukungan, serta do’a yang telah diberikan kepada penulis akan dibalas oleh Allah SWT. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna dan memiliki kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat terbuka terhadap masukan, kritikan, serta saran yang membangun yang dapat digunakan untuk perbaikan skripsi ini di kemudian hari. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Medan, April 2008


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAKSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.A. Latar Belakang Masalah ... 1

I.B. Tujuan Penelitian ... 7

I.C. Manfaat Penelitian ... 7

I.C.1. Manfaat Teoritis ... 8

I.C.2. Manfaat Praktis ... 8

I.E. Sistematika penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

II.A. Penyesuaian Perkawinan ... 12

II.A.1.Definisi Perkawinan ... 12

II.A.2. Penyesuaian Perkawinan ... 13

II.A.3. Kriteria Keberhasilan Penyesuaian Perkawinan ... 14

II.A.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Perkawinan ... 16


(9)

Perkawinan ... 19

II.B. Wanita Bekerja ... 20

II.B.1. Definisi Wanita Bekerja ... 20

II.B.2. Faktor-Faktor yang Mendorong Wanita Bekerja ... 21

II.C. Wanita Tidak Bekerja ... 22

II.C.1. Definisi Wanita Tidak Bekerja ... 22

II.C.2. Tipe-Tipe Pembagian Peran dalam Perkawinan ... 23

II.D. Dewasa Dini ... 24

II.D.1. Definisi Wanita Dini ... 24

II.E. Perbedaan Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Dewasa Dini yang Bekerja dan Tidak Bekerja ... 25

II.F. Hipotesa ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

III.A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 29

III.B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 29

III.B.1. Penyesuaian Perkawinan ... 29

III.B.2. Wanita Bekerja dan Tidak Bekerja ... 30

III.B.2.a. Wanita Bekerja ... 30

III.B.2.b. Wanita Tidak Bekerja ... 30

III.C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel Penelitian ... 31

III.C.1. Karakteristik Sampel Penelitian ... 31


(10)

III.C.3. Jumlah Sampel Penelitian ... 32

III.D. Metode Pengumpulan Data ... 33

III.E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 35

III.E.1. Uji Validitas ... 36

III.E.2. Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 37

III.E.3. Hasil Uji Coba ... 38

III.F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 41

III.F.1. Tahap Persiapan Penelitian ... 41

III.F.2. Pelaksanaan Penelitian ... 42

III.F.3. Pengolahan Data Penelitian ... 43

III.G. Metode Analisis Data ... 43

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA ... 45

IV.A. Gambaran Subyek Penelitian ... 45

IV.A.1. Usia Subyek Penelitian ... ... 45

IV.A.2. Pendidikan Terakhir Subyek Penelitian ... 46

IV.A.3. Status Bekerja ... 46

IV.A.4. Jenis Pekerjaan ... 47

IV.A.5. Usia Perkawinan ... 47

IV.A.6. Penggolongan Subyek Penelitian Berdasarkan Penyesuaian Perkawinan ... 48

IV.B. Hasil Penelitian ... 50

IV.B.1. Uji Asumsi ... 50


(11)

IV.B.1.2. Uji Homogenitas ... 51 IV.B.2. Uji Hipotesa ... 52 IV.C. Hasil Analisa Tambahan ... 53

IV.C.1. Gambaran Penyesuaian Perkawinan

Pada Wanita Bekerja ... 54 IV.C.1.1. Gambaran Penyesuaian Perkawinan

Pada Wanita Bekerja berdasarkan Usia ... 54 IV.C.1.2. Gambaran Penyesuaian Perkawinan Pada

Wanita Bekerja berdasarkan Pendidikan ... 55 IV.C.1.3. Gambaran Penyesuaian Perkawinan Pada

Wanita Bekerja berdasarkan Pekerjaan ... 56 IV.C.1.4. Gambaran Penyesuaian Perkawinan Pada

Wanita Bekerja berdasarkan

Usia Perkawinan ... 57 IV.C.2. Gambaran Penyesuaian Perkawinan

Pada Wanita Tidak Bekerja ... 59 IV.C.2.1. Gambaran Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Tidak Bekerja berdasarkan Usia ... 59

IV.C.2.2. Gambaran Penyesuaian Perkawinan Pada

Wanita Tidak Bekerja

berdasarkan Pekerjaan ... 60 IV.C.2.3. Gambaran Penyesuaian Perkawinan Pada


(12)

berdasarkan Usia Perkawinan ... 61

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... 63

V.A. Kesimpulan ... 63

V.B. Diskusi ... 64

V.C. Saran ... 67

V.C.1. Saran Praktis ... 67

V.C.2. Saran Metodologis ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi Aitem-aitem Penyesuaian Perkawinan

Sebelum Uji Coba ... 35

Tabel 2 Distribusi Aitem-aitem Skala Penyesuaian Perkawinan Sesudah Uji Coba ... 39

Tabel 3 Distribusi Aitem-aitem Skala Penyesuaian Perkawinan Untuk Penelitian ... 40

Tabel 4 Penyebaran Subyek Berdasarkan Usia ... 45

Tabel 5 Penyebaran Subyek Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 46

Tabel 6 Penyebaran Subyek Berdasarkan Status ... 46

Tabel 7 Penyebaran Subyek Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 47

Tabel 8 Penyebaran Subyek Berdasarkan Usia Perkawinan ... 48

Tabel 9 Kategorisasi Penyesuaian Perkawinan ... 49

Tabel 10 Penyebaran Subyek Berdasarkan Penyesuaian Perkawinan ... 49

Tabel 11 Normalitas Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Bekerja ... 50

Tabel 12 Normalitas Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Tidak Bekerja ... 51

Tabel 13 Uji-t Penyesuaian Perkawinan Antara Wanita Bekerja dan Tidak Bekerja ... 52


(14)

Tabel 14 Deskripsi Skor Penyesuaian Perkawinan ... 53 Tabel 15 Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik ... 53 Tabel 16 Analisa Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Bekerja

Berdasarkan Usia ... 54 Tabel 17 Analisa Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Bekerja

Berdasarkan Pendidikan ... 55 Tabel 18 Analisa Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Bekerja

Berdasarkan Pekerjaan ... 56 Tabel 19 Analisa Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Bekerja

Berdasarkan Usia Perkawinan ... 58 Tabel 20 Analisa Penyesuaian Perkawinan Pada

Wanita Tidak Bekerja Berdasarkan Usia ... 59 Tabel 21 Analisa Penyesuaian Perkawinan Pada

Wanita Tidak Bekerja Berdasarkan Pendidikan ... 60 Tabel 22 Analisa Penyesuaian Perkawinan Pada


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Data Uji Coba Skala Penyesuaian Perkawinan

Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Skala Penyesuaian Perkawinan

Lampiran B : Skala Penyesuaian Perkawinan


(16)

ABSTRAKSI

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Nauly Novrita Sitompul : 021301018

Perbedaan Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Dewasa Dini yang Bekerja dan Tidak Bekerja

Xv + 72 halaman; 22 tabel; 3 lampiran Bibliografi : 34 (1956-2006)

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif komparatif yang mencoba untuk mengetahui perbedaan penyesuaian perkawinan pada wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja. Di antara sekian banyak tugas perkembangan orang dewasa dini, tugas-tugas yang berkaitan dengan pekerjaan dan kehidupan berkeluarga merupakan tugas yang sangat banyak, sangat penting, dan sangat sulit diatasi (Hurlock, 1990). Dalam perkawinan ditetapkan komitmen untuk hidup sebagai suami istri dan bagaimana hubungan tersebut dibentuk dan dipertahankan (Dyer, 1983). Masalah yang muncul pada tahun pertama perkawinan adalah proses penyesuaian (Hassan, 2005). Kriteria keberhasilan penyesuaian perkawinan dikemukakan oleh Hurlock (1990), yaitu kebahagiaan suami istri, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan, dan penyesuaian yang baik dari pihak keluarga. Individu melakukan penyesuaian perkawinan berbeda satu-sama lain. Bagi wanita bekerja dan tidak bekerja diketahui memiliki peran berbeda setelah memasuki tahap perkawinan. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka diyakini akan berbeda pula penyesuaian perkawinan pada wanita bekerja dan tidak bekerja.

Penelitian ini melibatkan 50 orang wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja sebagai subyek penelitian. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah wanita bekerja dan tidak bekerja usia 20-40 tahun yang memiliki usia perkawinan 1-2 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana data yang didapatkan akan diolah dengan menggunakan uji t. Alat ukur yang digunakan adalah skala penyesuaian perkawinan berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Hurlock (1990).

Hasil analisis data menunjukkan tidak ada perbedaan penyesuaian perkawinan pada wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja dengan nilai

ρ = 0.975, dimana subyek wanita bekerja tidak bekerja memiliki nilai mean yang lebih tinggi (X = 126.60), sedangkan subyek wanita tidak bekerja memiliki nilai mean yang lebih rendah (X = 125.92).

Kata kunci : penyesuaian perkawinan, dewasa dini, wanita bekerja, wanita tidak bekerja


(17)

BAB I PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang Masalah

Havighurst (dalam Hurlock, 1990) mengatakan bahwa tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat periode tertentu dari kehidupan setiap individu. Jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Apabila gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Individu yang tergolong dewasa dini (young adulthood) ialah yang berusia 20-40 tahun. Usia dewasa dini dituntut untuk segera menikah agar dapat membentuk dan memelihara kehidupan rumah tangga yang baru, yakni terpisah dari orang tua (Santrock, dalam Dariyo, 2004).

Di antara sekian banyak tugas perkembangan pada masa dewasa dini, tugas-tugas yang berkaitan dengan pekerjaan dan kehidupan berkeluarga merupakan tugas yang sangat banyak, sangat penting, dan sangat sulit diatasi (Hurlock, 1990). Ketika seseorang ditanya kenapa mereka menikah, hal yang paling sering dijawab adalah karena mereka mencari kebahagiaan (Hirning & Hirning, 1956). Pada dasarnya kebahagiaan adalah tujuan yang diinginkan dalam perkawinan, tapi ini terlalu umum dan terlalu kabur. Bila lebih spesifik lagi, akan didapatkan beberapa jawaban tentang tujuan menikah, seperti menikah adalah hal yang pantas untuk dilakukan, memberikan seseorang martabat ataupun gengsi,


(18)

atau akan memberikan satu atau lebih jenis-jenis kebutuhan atau keinginan, misalnya rasa aman dan dicintai/ mencintai.

Magoun (dalam Hirning & Hirning, 1956) mengatakan bahwa suami menginginkan seseorang sebagai teman, yang memasak, nyonya rumah, penjahit, kekasih, untuk merawat, yang mengatur, dan yang menenangkan dalam segala situasi. Istri menginginkan seseorang yang mencintainya, yang melindunginya, sebagai kepala rumah tangga, pemberi nafkah, yang menemani atau mengawalnya, dan ayah dari anak-anaknya.

Dalam perkawinan ditetapkan komitmen untuk hidup sebagai suami istri dan bagaimana hubungan tersebut dibentuk dan dipertahankan (Dyer, 1983). Masalah yang muncul pada tahun pertama perkawinan adalah proses penyesuaian. Tidak hanya dengan pasangan tapi juga dengan kerabat-kerabat yang ada (Hassan, 2005). Hurlock (1990) mengajukan beberapa kriteria keberhasilan penyesuaian perkawinan yang bisa digunakan untuk menilai tingkat penyesuaian perkawinan seseorang, yaitu kebahagiaan suami istri, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan, dan penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan.

Tahun pertama dan kedua perkawinan, pasangan suami istri biasanya harus melakukan penyesuaian perkawinan (Hurlock, 1990). Dari penyesuaian perkawinan tersebut dapat dilihat beberapa permasalahan yang ada, misalnya masalah pribadi suami istri yang meliputi masa lampau mereka dan masa depan yang akan dijalani bersama (Gunarsa, 2003). Tidak sepenuhnya pasangan


(19)

mengetahui apa yang dialami pasangannya pada masa lampau dan kesepakatan sehubungan dengan tugas baru dalam rumah tangga.

Pada saat wanita memasuki perkawinan sebagai istri yang baru (new wife’s), diharapkan melakukan aturan rumah tangga dan sebagai pasangan sex, wanita kepercayaan, teman, social secretary, dan perencana keluarga (Duvall & Miller, 1985). Suami, tetangga, dan orang-orang lain yang berada dilingkungan akan mengecam jika istri mengabaikan keluarganya. Jika dia melakukan aturan perkawinannya dengan baik, suaminya, keluarganya, dan teman-teman akan menganggap dia adalah istri yang baik. Istri yang baru memiliki tugas-tugas perkembangan sebagai wanita dewasa dan istri yang diharapkan dapat memiliki peranan penting dalam rumah tangga dan dalam kehidupan sosial pasangan baru.

Kamo (dalam Santrock, 1997) mengatakan bahwa istri dua hingga tiga kali lebih banyak melakukan pekerjaan keluarga dibandingkan dengan suaminya. Dari hasil penelitian, hanya 10% dari suami yang melakukan pekerjaan keluarga seperti istrinya (Berk, dalam Santrock, 1997). Berdasarkan bagaimana aturan kerja dalam rumah atau keluarga diselesaikan oleh seseorang dan siapa yang akan mengambil keputusan, perkawinan dapat diidentifikasikan sebagai perkawinan tradisional (Lemme, 1995). Pada perkawinan tradisional, suami yang dominan dan sebagai kepala rumah tangga. Tugas-tugas rumah tangga berdasarkan aturan yang sudah ada yaitu wanita memegang bagian dalam dan pria cenderung dibagian luar. Wanita yang mengatur rumah tangga sedangkan pria bekerja diluar untuk mendapatkan gaji atau bayaran, wanita tersebut disebut ibu rumah tangga/


(20)

Working Woman, 2001). Pada dasarnya baik wanita maupun pria dituntut untuk mampu menjaga keseimbangan dan keserasian dalam berperan sebagai anggota keluarga, sebagai anggota masyarakat, sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing (Zein, 2002). Sesuai dengan peran wanita sebagai ibu rumah tangga, hal ini dapat memberikan kesempatan lebih besar untuk bisa menjalankan perannya itu.

Pada masa sekarang ini karena adanya perubahan sosial, wanita lebih mempunyai kesempatan besar untuk memilih. Wanita dapat melakukan aktifitas berkarier seperti laki-laki tetapi tidak meninggalkan tanggung jawabnya dalam keluarga sebagai ibu rumah tangga. Menurut Biro Pusat Statistik, jumlah pekerja wanita di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya (Mulyawati, 2003). Tahun 2001 di Jakarta jumlah wanita yang bekerja naik empat kali lipat selama enam tahun terakhir dari 8.365.655 jiwa menjadi 33.908.174 jiwa. Pada awal tahun 1900, banyak wanita yang bekerja masih muda dan lajang. Lalu perubahan penting terjadi pada jenis pekerjaan wanita, dimana beberapa wanita bekerja berhubungan dengan juru tulis dan banyak yang bekerja di pabrik dan agrikultur (Keith & Schafe, dalam Lemme, 1995). Lalu pada pertengahan abad ke-20, wanita yang bekerja di pabrik meningkat dua kali lipat, dan mayoritas dari pekerja wanita itu berstatus menikah (Keith & Schafer, Spitze, dalam Lemme, 1995). Bentuk yang menonjol pada masa sekarang adalah dimana suami dan istri bekerja diluar rumah, yang disebut dual-earner atau dual-career family (Piotrkowski, Rapoport, & Rapoport, dalam Lemme, 1995).


(21)

Menurut Williams (dalam Lemme, 1995), wanita dimotivasi untuk bekerja karena tiga alasan, yaitu kebutuhan ekonomi, adanya aturan atau aspek dalam rumah tangga yang memotivasi mereka ; misalnya merasa terisolasi, dan adanya kebutuhan psikologis seperti status dan kontak sosial, mengembangkan potensi, dan keinginan untuk bermanfaat bagi masyarakat. Selain hal tersebut, masa dewasa dini disebut juga sebagai masa pengaturan (Hurlock, 1990). Ada keinginan untuk mencoba berbagai pola kehidupan dan menentukan pola hidup mana yang akan dipilih. Wanita muda sekarang ingin mencoba-coba berbagai pekerjaan sebelum mereka menentukan pilihan. Mereka bekerja untuk mengetahui apakah mereka lebih suka bekerja daripada berumah tangga atau apakah mereka ingin melakukan keduanya, dan tentunya hal ini akan membutuhkan waktu.

Fenomena yang berkembang di masyarakat menunjukkan bahwa ada kesulitan yang dialami oleh wanita bekerja untuk tetap menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga. Salah satu contoh pengakuan seorang wanita bekerja yang mengalami kebingungan dalam memilih sebagai wanita bekerja atau ibu rumah tangga dikutip dari Hassan (2006) :

“Saya wanita yang baru berumah tangga, bekerja di instansi pemerintahan yang serba teratur. Saya sangat mencintai pekerjaan ini, bahkan keputusan untuk menikah pun merupakan hal tersulit yang pernah saya ambil. Dalam bayangan saya, dunia rumah tangga itu super sibuk, tidak mengenal jam kerja dan upah. Saya bekerja 5 hari seminggu, pukul 7 pagi hingga 5 sore. Selama ini, saya sering membawa pekerjaan kerumah. Saya cemas ketika membangun sebuah harapan tentang keluarga ideal yang harmonis, dimana terdapat anak-anak yang mendapatkan bimbingan dan perhatian penuh dari orang tuanya. Saya khawatir, semua itu mustahil terwujud karena kesibukan kami berdua. Saya takut keluarga menjadi terbengkalai”.


(22)

Dilema identitas yang terjadi dipicu oleh kebingungan antara akulturasi peran dan peran yang diterima (Rapaport, dalam Sekaran, 1986). Sebagai seorang isteri, peranan berdasarkan gender dan nilai internal memunculkan konflik dengan peran wanita bekerja yang ia ambil. Seorang isteri dianggap bukan seorang isteri yang baik serta bukan ibu yang baik ketika ia pergi dari rumah dan menghabiskan waktu seharian di tempat kerjanya.

Pada waktu wanita mengejar karir, mereka dihadapkan pada pertanyaan menyangkut karir dan keluarga (Anderson & Leslie; Gustafson & Magnusson; Spade & Reese; Steil & Weltman, dalam Santrock, 1990). Mereka menikah, melahirkan anak dan mengabdikan seluruh hidupnya menjadi ibu. Tapi banyak perempuan lain berbelok dari jalur yang menghabiskan waktu tersebut. Mereka menunda peran sebagai ibu, atau dalam beberapa kasus, memilih tidak memiliki anak. Mereka membangun komitmen, ikatan permanen dengan tempat kerja yang pada awalnya pola tersebut hanya dilakukan laki-laki. Ketika mereka memiliki anak, mereka berusaha keras untuk mengkombinasikan antara karir dan peran ibu. Banyak persoalan yang dialami oleh para wanita, ibu rumah tangga yang bekerja diluar rumah, seperti bagaimana mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Ada yang bisa menikmati perannya, namun ada yang merasa kesulitan hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit kian berkembang dalam kehidupan sehari-hari. Padahal proses penyesuaian perkawinan itu membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri (Duvall & Miller, 1985).


(23)

Ada beberapa penelitian yang mengemukakan apakah wanita yang bekerja memberikan pengaruh yang positif atau negatif terhadap penyesuaian perkawinan mereka. Namun beberapa penelitian yang dipakai untuk menjawab pertanyaan di atas masih belum meyakinkan. Burgess dan Cottrell (dalam Dyer, 1983) mengatakan dalam situasi yang tidak stress wanita bekerja dapat melakukan penyesuaian perkawinan yang baik. Sementara Locke dan Mackeprang (dalam Dyer, 1983) menemukan bahwa tidak ada perbedaan dalam hal penyesuaian perkawinan bagi pasangan yang kedua-duanya bekerja dan pasangan yang istrinya tidak bekerja.

Berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas, dapat dilihat bahwa masih ada perbedaan pendapat tentang penyesuaian perkawinan yang dilakukan oleh wanita bekerja dan wanita tidak bekerja. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai perbedaan penyesuaian perkawinan pada wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja.

I.B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan penyesuaian perkawinan pada wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja.

I.C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.


(24)

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan bagi disiplin ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan, terutama mengenai penyesuaian perkawinan pada wanita dewasa dini baik yang bekerja maupun yang tidak bekerja, dalam hal ini kriteria-kriteria keberhasilan dalam melakukan penyesuaian perkawinan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi wanita yang hendak menikah pada usia dewasa dini, baik pada wanita bekerja atau tidak bekerja.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna bagi masyarakat mengenai penyesuaian perkawinan, agar mereka mereka dapat memandang masalah ini dari sudut pandang wanita yang bekerja dan tidak bekerja.

c. Hasil dari penelitian ini juga memberi masukan bagi praktisi psikologi, misalnya dalam hal konseling perkawinan mengenai arti penting dari penyesuaian perkawinan pada wanita dewasa dini yang mengalami kesulitan dalam perkawinannya karena pekerjaan diluar rumah atau sebagai ibu rumah tangga, sehingga penanganan yang diberikan dapat menjadi lebih efektif.

d. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.


(25)

I.D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. Dalam bab ini digambarkan tentang perkawinan dan masalah yang mungkin muncul di dalam perkawinan, seperti penyesuaian perkawinan, yang dialami oleh wanita dewasa dini. Dimana pada masa dewasa dini, tugas perkembangan yang utama adalah karir atau pekerjaan dan kehidupan berkeluarga. Penyesuaian perkawinan tersebut harus dijalani pada wanita dewasa dini, baik yang bekerja atau tidak bekerja.

Bab II Landasan teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang penyesuaian perkawinan, kriteria keberhasilan dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan dan teori mengenai wanita bekerja dan wanita tidak bekerja, serta hipotesa yang diajukan.

Bab III Metode penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan


(26)

reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian. Variabel bebas yang diambil dalam penelitian ini adalah status wanita yaitu wanita bekerja dan wanita tidak bekerja, dan variabel tergantungya adalah penyesuaian perkawinan. Alat ukur yang digunakan adalah skala penyesuaian perkawinan. Teknik yang digunakan untuk menganalisa data penelitian adalah t-test.

Bab IV Analisa dan Interpretasi Data

Bab ini terdiri dari gambaran data penelitian, hasil penelitian, uji hipotesa dan interpretasi data yang didapatkan dari penelitian yang diolah secara statistik

Bab V Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Didalam bab ini dipaparkan jawaban atas masalah yang diajukan dalam penelitian, dimana kesimpulan akhir yang dibuat didasarkan atas analisa dan interpretasi data yang didapatkan dari hasil penelitian. Selain itu juga bab ini berisi diskusi dengan membandingkan hasil penelitian dengan hasil penelitian lain serta saran-saran metodologis dan praktis yang diberikan peneliti sesuai hasil penelitian.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Penyesuaian Perkawinan II.A.1. Definisi Perkawinan

Sebelum diuraikan mengenai pengertian penyesuaian perkawinan, terlebih dahulu diuraikan pengertian dari perkawinan itu sendiri.

Di Indonesia sendiri perkawinan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974, dimana pada pasal 1 mengatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (dalam Subekti & Tjitrosudibio, 2001).

Duvall dan Miller (1985) mengatakan bahwa perkawinan adalah

monogamous, hubungan berpasangan antara satu wanita dan satu pria. Sehingga bisa didefinisikan sebagai suatu kesatuan hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai pasangan yang telah menikah, dimana didalamnya terdapat hubungan seksual, keinginan mempunyai anak dan menetapkan pembagian tugas antara suami istri.

Dyer (1983) menyatakan bahwa perkawinan adalah bagaimana hubungan dibentuk dan dipertahankan, dan bagaimana hubungan ini kemungkinan akan diakhiri. Dyer mengatakan bahwa warga Amerika pada umumnya berpikir bahwa


(28)

perkawinan adalah hubungan dua orang dewasa dengan jenis kelamin yang berbeda menetapkan komitmen untuk hidup bersama sebagai suami istri.

Menurut Azar (dalam Walgito, 1984) perkawinan atau nikah artinya melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhai Allah. Perkawinan bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan biologis, melainkan untuk memenuhi kebutuhan afeksional, yaitu kebutuhan mencintai dan dicintai, rasa kasih sayang, rasa aman dan terlindungi, dihargai dan diperhatikan oleh pasangannya.

Perkawinan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang (Papalia & Olds, 1998).

Jadi dapat disimpulkan bahwa perkawinan merupakan penyatuan hubungan antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga secara sah dimana didalamnya terdapat pemenuhan kebutuhan biologis, kebutuhan afeksional dan adanya pembagian peran sebagai pasangan yang telah menikahi.

II.A.2. Penyesuaian Perkawinan

Hirning dan Hirning (1956) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu lebih kompleks dibandingkan yang terlihat. Dua orang memasuki perkawinan


(29)

harus menyesuaikan satu sama lain dengan tingkatan yang berbeda-beda. Untuk tingkat organismik mereka harus menyesuaikan diri dengan sensori, motor, emosional dan kapasitas intelektual dan kebutuhan. Untuk tingkat kepribadian, masing-masing mereka harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan, keterampilan, sikap, ketertarikan, nilai-nilai, sifat, konsep ego, dan kepercayaan. Pasangan juga harus menyesuaikan dengan lingkungan mereka, termasuk rumah tangga yang baru, anak-anak, sanak keluarga, teman, dan pekerjaan.

Lasswell dan Lasswell (1987) mengatakan bahwa konsep dari penyesuaian perkawinan adalah bahwa dua individu belajar untuk saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan, dan harapan.

Dyer (1983) menyatakan penyesuaian perkawinan adalah adanya bermacam-macam proses dan penyesuaian didalam hubungan perkawinan antar pasangan, dimana adanya proses untuk mengakomodasikan situasi sehari-hari, menyeimbangkan kebutuhan masing-masing, ketertarikan, role-expectation, dan pandangan, dan beradaptasi untuk perubahan kondisi perkawinan dan kehidupan keluarga.

Menurut LeMasters (dalam Dyer, 1983) penyesuaian perkawinan bisa dikonseptualisasikan sebagai kapasitas penyesuaian atau adaptasi, sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah daripada kemangkiran dari masalah.

Schneiders (1964) mengatakan bahwa konsep dari penyesuaian perkawinan adalah suatu seni kehidupan dan bermanfaat dalam kerangka tanggung jawab, hubungan, dan pengharapan yang merupakan hal mendasar dalam perkawinan.


(30)

Duvall dan Miller (1985) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu adalah proses membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri. Penyesuaian perkawinan ini juga dianggap sebagai persoalan utama dalam hubungan sebagai suami istri.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan adalah dua orang memasuki tahap perkawinan dan mulai membiasakan diri dengan situasi baru sebagai suami istri yang saling menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan, kehidupan keluarga, dan saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan dan harapan.

II.A.3. Kriteria Keberhasilan Penyesuaian Perkawinan

Hurlock (1990) mengatakan bahwa terdapat lima kriteria keberhasilan dalam penyesuaian perkawinan, yaitu :

1. Kebahagiaan suami istri

Suami dan istri yang bahagia yang memperoleh kebahagiaan bersama akan membuahkan kepuasan yang diperoleh dari peran yang mereka mainkan bersama. Mereka juga mempunyai cinta yang matang dan mantap satu dengan lainnya. Mereka juga dapat melakukan penyesuaian seksual dengan baik serta dapat menerima peran sebagai orang tua.

2. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat

Perbedaaan pendapat di antara anggota keluarga yang tidak dapat dielakkan, biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan,


(31)

yaitu adanya ketegangan tanpa pemecahan, salah satu mengalah demi perdamaian atau masing-masing keluarga mencoba untuk saling mengerti pandangan dan pendapat orang lain. Dalam jangka panjang kemungkinan ketiga yang dapat menimbulkan kepuasan dalam penyesuaian perkawinan, walaupun kemungkinan pertama dan kedua dapat mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perselisihan yang meningkat.

3. Kebersamaan

Jika penyesuaian perkawinan dapat berhasil, maka keluarga dapat menikmati waktu yang digunakan untuk berkumpul bersama. Apabila hubungan keluarga telah dibentuk dengan baik pada awal-awal tahun perkawinan, maka keduanya dapat mengikatkan tali persahabatan lebih erat lagi setelah mereka dewasa, menikah dan membangun rumah atas usahanya sendiri.

4. Penyesuaiaan yang baik dalam masalah keuangan

Dalam keluarga pada umumnya salah satu sumber perselisihan dan kejengkelan adalah sekitar masalah keuangan. Bagaimanapun besarnya pendapatan, keluarga perlu mempelajari cara membelanjakan pendapatannya sehingga mereka dapat menghindari utang yang selalu melilitnya agar disamping itu mereka dapat menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara yang sebaik-baiknya, daripada menjadi seorang istri yang selalu mengeluh karena pendapatan suaminya tidak memadai. Bisa juga dia bekerja untuk membantu pendapatan suaminya demi pemenuhan kebutuhan keluarga.


(32)

5. Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga

Apabila suami istri mempunyai hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk terjadi percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria keberhasilan penyesuaian perkawinan adalah kebahagiaan suami istri, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan, dan penyeusian yang baik dari pihak keluarga pasangan.

II.A.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Perkawinan

Banyak faktor sosial dan demografis yang ditemukan memiliki hubungan dengan penyesuaian perkawinan (Dyer, 1983). Berikut ini beberapa hal yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan :

1. Usia

Udry dan Schoen (dalam Dyer, 1983) mengatakan bahwa penyesuaian pekawinan rendah apabila pasangan menikah pada usia yang sangat muda, yaitu laki-laki di bawah 20 tahun dan wanita di bawah 18 tahun. Mereka dihadapkan pada tuntutan dan beban seputar perkawinan, dimana bisa menyebabkan rasa kecewa, berkecil hati, dan tidak bahagia. Penelitian juga mengatakan bahwa dalam ketidakmatangan, cenderung untuk melihat perkawinan dari segi romantismenya dan kurang persiapan untuk


(33)

menerima tanggung jawab dari perkawinan tersebut. Tapi dalam hal perbedaan usia, penelitian ditemukan tidak terlalu meyakinkan. Ada penelitian menemukan bahwa akan lebih menguntungkan bagi pasangan yang memiliki usia yang sama (Locke; Blode & Wolfe, dalam Dyer, 1983), namun pada penelitian lain juga ditemukan bahwa usia yang berbeda tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam penyesuaian pekawinan (Udry, Nelson & Nelson, dalam Dyer, 1983).

2. Agama

Hubungan antara agama dan penyesuaian perkawinan sudah diselidiki sepanjang tahun. Walaupun begitu, selalu ditemukan hasil yang berbeda-beda dan selalu tidak konsisten. Terman (dalam Dyer, 1983) menyimpulkan bahwa latar belakang agama dari pasangan bukan faktor yang berarti dalam kebahagiaan perkawinan. Pada penelitian pernikahan beda agama (Christensen & Barber; Glenn, dalam Dyer, 1983) ditemukan bahwa pernikahan beda agama antara Katolik, Yahudi, dan Protestan sedikit kurang bahagia dibandingkan pernikahan dengan agama yang sama di ketiga agama tersebut.

3. Ras

Sejauh ini tidak ada penelitian khusus penyesuaian perkawinan dimana perkawinan antar ras sebagai variabelnya. Walaupun ada opini terkenal yang mengatakan bahwa perkawinan antar ras penuh resiko, sebenarnya secara statistik sangat sedikit yang mendukung pandangan ini (Udry, dalam Dyer, 1983). Penelitian yang dilakukan Monahan (dalam Dyer,


(34)

1983) pada perkawinan antar ras di Iowa, ditemukan bahwa perkawinan antar kulit hitam dan putih lebih stabil daripada perkawinan kulit hitam dan hitam; dia juga menemukan bahwa perkawinan dengan suami kulit hitam dan istri kulit putih memiliki rata-rata perceraian yang rendah dibandingkan dengan rata-rata perceraian pada perkawinan kulit putih dan putih. Dimana perbedaan sosial dan kultur masih tetap ada dan larangan pada perkawinan antar ras masih kuat, mereka berusaha untuk tahan menghadapi larangan dan berusaha kuat untuk menghadapi sangsi yang ada dari kelompok ras mereka masing-masing

4. Pendidikan

Data dari survei nasional mengatakan bahwa pendidikan tidak selamanya menjadi faktor yang penting dalam penyesuaian perkawinan. Glenn dan Weaver (dalam Dyer, 1983) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya mengecap pendidikan dengan kebahagiaan perkawinan. Penelitian terhadap perbedaan pendidikan pada pasangan dengan penyesuaian perkawinan belum sepenuhnya jelas, karena ada pendapat yang mengatakan bahwa pasangan dengan tingkat pendidikan yang sama akan lebih puas dengan perkawinannya dan hasil penelitian yang lain juga mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara perbedaan tingkat pendidikan suami istri dengan penyesuaian perkawinan (Terman; Burgess & Wallin, dalam Dyer, 1983).


(35)

5. Keluarga Pasangan

Salah satu hal yang harus dihadapi oleh pasangan yang baru menikah adalah bagaimana mengatasi hubungan selanjutnya dengan orang tua dan sanak saudara setelah menikah. Beberapa penelitian dalam hal saudara istri atau suami mengindikasikan bahwa masalah ini lebih mempengaruhi wanita daripada pria (Duvall; Komorovsky, dalam Dyer, 1983). Ibu mertua dan kakak ipar lebih cenderung sebagai masalah dalam ketidakcocokan dari pada bapak mertua dan abang ipar. Inti dalam perselisihan biasanya menyangkut aktifitas dan peran wanita dalam rumahtangga.

II.A.5. Usia Perkawinan dalam Melakukan Penyesuaian Perkawinan

Menurut Hirning dan Hirning (1956) tahun pertama dalam perkawinan adalah tahun yang paling penting sekali dalam penyesuaian perkawinan. Pasangan harus melakukan penyesuaian seperti mengetahui kepribadian masing-masing, penyesuaian dengan faktor seksual, emosional, dan intelektual dan pasangan harus belajar untuk saling membantu dalam kehidupan rumah tangga.

Hurlock (1990) juga mengatakan bahwa tahun pertama dan kedua perkawinan, pasangan suami istri biasanya harus melakukan penyesuaian perkawinan satu sama lain (Hurlock, 1990).

Hassan (2005) mengatakan bahwa masa lima tahun pertama perkawinan biasanya pengalaman bersama belum banyak, sehingga diperlukan proses


(36)

penyesuaian diri tidak hanya dengan pasangan hidup tapi juga dengan kerabat-kerabat yang ada.

Clinebell dan Clinebell (2005) mengatakan bahwa krisis muncul saat pertama kali memasuki pernikahan. Biasanya tahap berlangsung selama dua sampai lima tahun. Kedua pasangan harus banyak belajar tentang pasangan masing-masing dan diri sendiri. Keduanya mulai berhaapan dengan berbagai masalah.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa satu sampai dua tahun pertama perkawinan adalah tahun yang paling penting sekali dalam penyesuaian perkawinan.

II.B. Wanita Bekerja

II.B.1. Definisi Wanita Bekerja

Tingginya tingkat pendidikan dewasa ini membuat banyak wanita usia dewasa awal memasuki dunia profesionalisme dengan bekerja. Abad 21 juga dicirikan dengan persaingan di dunia kerja dan peluang tersebut sangat terbuka bagi para wanita (Bhatnagar & Rajadhyaksha, 2001).

Suryadi (dalam Anoraga, 2001) mengartikan wanita bekerja sebagai wanita yang bekerja untuk menghasilkan uang atau lebih cenderung pada pemanfaatan kemampuan jiwa atau karena adanya suatu peraturan sehingga memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam pekerjaan, jabatan, dan lain-lain.


(37)

Wanita bekerja adalah wanita yang berperan sebagai ibu dan bekerja diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan disamping berada dirumah dan membesarkan anak (Working Mothers Forum, 2000)

Maheshwari (1999) mengatakan bahwa wanita bekerja adalah wanita yang pergi keluar rumah dan mendapatkan bayaran atau gaji.

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa wanita bekerja adalah seorang ibu yang bekerja diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan atau gaji disamping berada dirumah untuk mengatur rumah tangga.

II.B.2. Faktor-Faktor yang Mendorong Wanita Bekerja

Rini (2002) mengemukakan beberapa faktor yang mendorong wanita bekerja di luar rumah, yaitu :

1. Kebutuhan Finansial

Faktor ekonomi umumnya menjadi alasan seorang wanita bekerja karena dengan penghasilan yang diperoleh, dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2. Kebutuhan Sosial-Relasional

Kebutuhan sosial-relasional merupakan kebutuhan akan penerimaan sosial, identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja.

3. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Bekerja merupakan salah satu jalan untuk mengaktualisasikan diri, sesuai dengan pendapat Maslow (dalam Rini, 2002) bahwa salah satu kebutuhan bagi manusia adalah aktualisasi diri. Dengan bekerja, seseorang dapat


(38)

bekerja, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dengan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menghasilkan sesuatu, mendapatkan penghargaan, penerimaan dan prestasi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendorong wanita bekerja yaitu kebutuhan finansial, kebutuhan sosial-relasional, dan kebutuhan aktualisasi diri.

II.C. Wanita Tidak Bekerja

II.C.1. Definisi Wanita Tidak Bekerja

Adiningsih (2004) mengatakan bahwa dalam UU Perkawinan No.1/1974 pasal 31 ayat 3, seorang istri didefinisikan sebagai ibu rumah tangga. Definisi ini menunjukkan bahwa seorang istri bertanggung jawab akan urusan rumah tangga, yang tidak menghasilkan, sehingga ia tergantung pada hasil kerja suaminya.

Menurut Wikipedia (2006) wanita tidak bekerja (homemaker/ housewife) adalah wanita yang memiliki pekerjaan utama untuk menjaga atau merawat keluarga dan/ rumah, suatu bentuk untuk menggambarkan wanita yang tidak dibayar sebagai tenaga kerja untuk menjaga keluarganya. www.shaadi.com

[online] mengatakan bahwa ibu rumah tangga (housewife) adalah non-working woman.

Vivian (1999) mengatakan bahwa di Austria kata ibu rumah tangga adalah wanita 18 tahun atau diatas 18 tahun, yang mengurus rumah. Di Perancis ibu rumah tangga diartikan sebagai female shopper.


(39)

Menurut Word Reference (2006) ibu rumah tangga adalah seorang ibu yang mengatur rumah tangga sementara suami bekerja mendapatkan gaji untuk pendapatan keluarga.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wanita tidak bekerja adalah seorang ibu yang bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga atau merawat keluarga tanpa memiliki pekerjaan diluar rumah.

II.C.2. Tipe-Tipe Pembagian Peran dalam Perkawinan

Kephart dan Jedlicka (1991) membagi beberapa tipe pembagian peran di dalam perkawinan, yaitu :

1. Traditional Role Arrangements, dikarakteristikkan dengan peran wanita sebagai pengasuh, memiliki sikap untuk patuh, dan terbatas untuk menjaga rumah, suami, dan anak. Sedangkan laki-laki sebagai pencari nafkah dan bekerja dan memiliki peran yang lebih dominan.

2. Role Sharing in Marriage, dimana pasangan akan membagi tanggung jawab untuk melakukan berbagai macam tugas rumah tangga. Melengkapi penghasilan keluarga, melakukan pekerjaan rumah tangga, menjaga anak-anak, memelihara hubungan dengan keluarga, dan bersama-sama dalam pengambilan keputusan.

3. Random Role Assignment, dimana tidak ada perbedaan antara laki-laki yang bekerja dan wanita yang bekerja. Lebih melihat kepada kemampuan, manfaat, dan ketertarikan, sehingga peran ditetapkan secara acak atau random.


(40)

II.D. Dewasa Dini

II.D.1. Definisi Dewasa Dini

Hurlock (1990) mengatakan bahwa masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.

Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa dini (young adulthood) adalah mereka yang berusia 20-40 tahun.

Menurut Havighurst (dalam Duvall & Miller, 1985) dewasa dini adalah periode kehidupan individualistik dan masa sepi, harus dimulai dengan perhatian sosial yang rendah dan bantuan untuk melakukan tugas-tugas perkembangan yang penting.

Vaillant (dalam Papalia,dkk 1998) membagi tiga masa dewasa dini yaitu masa pembentukan, masa konsolidasi, dan masa transisi. Masa pembentukan dimulai pada usia 20 hingga 30 tahun dengan tugas perkembangan mulai memisahkan diri dari orang tua, membentuk keluarga baru dengan pernikahan dan mengembangkan persahabatan. Masa konsolidasi (usia 30-40 tahun) merupakan masa konsolidasi karir dan memperkuat ikatan perkawinan, sedangkan masa transisi (sekitar usia 40 tahun) merupakan masa meninggalkan kesibukan pekerjaan dan melakukan evaluasi terhadap hal yang telah diperoleh.

Dari uraian diatas disimpulkan bahwa dewasa dini adalah individu yang menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan baru dalam


(41)

masyarakat, pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis dan berusia 20 hingga 40 tahun.

II.E. Perbedaan Penyesuaian Perkawinan Pada Wanita Dewasa Dini yang Bekerja dan Tidak Bekerja

Masa dewasa dini sebagai salah satu tahapan dalam perkembangan, dimana memiliki ciri-ciri perkembangan yang ditandai dengan adanya ketertarikan dengan lawan jenisnya (Papalia & Olds, 1992). Ditinjau dari tahap perkembangannya, individu yang berada pada periode dewasa dini, 20-40 tahun, dituntut untuk segera menikah agar dapat membentuk dan memelihara kehidupan rumah tangga yang baru, yakni terpisah dari orang tua (Santrock, dalam Dariyo, 2004).

Perkawinan menurut Duvall dan Miller (1985) adalah suatu kesatuan hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai pasangan yang telah menikah, dimana didalamnya terdapat hubungan seksual, keinginan mempunyai anak, dan menetapkan pembagian tugas antara suami istri. Dalam perkawinan ditetapkan komitmen untuk hidup sebagai suami istri dan bagaimana hubungan tersebut dibentuk dan dipertahankan (Dyer, 1983). Masalah yang muncul pada tahun pertama perkawinan adalah proses penyesuaian. Tidak hanya dengan pasangan tapi juga dengan kerabat-kerabat yang ada (Hassan, 2005).

Tahun pertama dan kedua perkawinan, pasangan suami istri biasanya harus melakukan penyesuaian perkawinan (Hurlock, 1990). Dari penyesuaian


(42)

perkawinan tersebut dapat dilihat beberapa permasalahan yang ada, misalnya masalah pribadi suami istri yang meliputi masa lampau mereka dan masa depan yang akan dijalani bersama (Gunarsa, 2003). Penyesuaian perkawinan merupakan proses membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri (Duvall dan Miller, 1985).

Berdasarkan bagaimana aturan kerja dalam rumah atau keluarga diselesaikan oleh seseorang dan siapa yang akan mengambil keputusan, perkawinan dapat diidentifikasikan sebagai perkawinan tradisional (Lemme, 1995). Pada perkawinan tradisional, suami yang dominan dan sebagai kepala rumah tangga. Tugas-tugas rumah tangga berdasarkan aturan yang sudah ada yaitu wanita memegang bagian dalam dan pria cenderung dibagian luar.

Saat wanita memasuki perkawinan sebagai istri yang baru (new wife’s), diharapkan melakukan aturan rumah tangga dan sebagai pasangan sex, wanita kepercayaan, teman, social secretary, dan perencana keluarga (Duvall & Miller, 1985). Menurut UU Perkawinan No.1/1974 pasal 31 ayat 3 (Adiningsih, 2004), seorang istri didefinisikan sebagai ibu rumah tangga. Wanita yang mengatur rumah tangga sedangkan pria bekerja diluar untuk mendapatkan gaji atau bayaran, wanita tersebut disebut ibu rumah tangga/ housewife. Housewife disebut juga sebagai non-working woman (Who Is A Working Woman, 2001).

Kamo (dalam Santrock, 1997) mengatakan bahwa istri dua hingga tiga kali lebih banyak melakukan pekerjaan keluarga dibandingkan dengan suaminya. Hasil penelitian mengatakan bahwa hanya 10% dari suami yang melakukan


(43)

pekerjaan keluarga seperti istrinya (Berk, dalam Santrock, 1997). Jika dia melakukan aturan perkawinannya dengan baik, suaminya, keluarganya, dan teman-teman akan menganggap dia adalah istri yang baik. Istri yang baru memiliki tugas-tugas perkembangan sebagai wanita dewasa dan istri yang diharapkan dapat memiliki peranan penting dalam rumah tangga dan dalam kehidupan sosial pasangan baru.

Pada masa sekarang ini karena adanya perubahan sosial, wanita lebih mempunyai kesempatan besar untuk memilih. Wanita dapat melakukan aktifitas berkarier seperti laki-laki tetapi tidak meninggalkan tanggung jawabnya dalam keluarga sebagai ibu rumah tangga. Bentuk yang menonjol pada masa sekarang adalah dimana suami dan istri bekerja diluar rumah, yang disebut dual-earner atau

dual-career family (Piotrkowski, Rapoport, & Rapoport, dalam Lemme, 1995). Williams (dalam Lemme, 1995) mengatakan bahwa wanita dimotivasi untuk bekerja karena tiga alasan, yaitu kebutuhan ekonomi, adanya aturan atau aspek dalam rumah tangga yang memotivasi dan adanya kebutuhan psikologis Selain hal tersebut, masa dewasa dini disebut juga sebagai masa pengaturan (Hurlock, 1990). Ada keinginan untuk mencoba berbagai pola kehidupan dan menentukan pola hidup mana yang akan dipilih. Wanita muda sekarang ingin mencoba-coba berbagai pekerjaan sebelum mereka menentukan pilihan. Mereka bekerja untuk mengetahui apakah mereka lebih suka bekerja daripada berumah tangga atau apakah mereka ingin melakukan keduanya, dan tentunya hal ini akan membutuhkan waktu.


(44)

Berkaitan dengan penyesuaian perkawinan ini banyak persoalan yang dialami oleh para wanita bekerja. Wanita bekerja adalah wanita yang berperan sebagai ibu dan bekerja diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan disamping berada dirumah dan membesarkan anak (Working Mothers Forum, 2000). Pada waktu wanita mengejar karir, mereka dihadapkan pada pertanyaan menyangkut karir dan keluarga (Anderson & Leslie; Gustafson & Magnusson; Spade & Reese; Steil & Weltman, dalam Santrock, 1990). Ada yang bisa menikmati perannya, namun ada yang merasa kesulitan hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit kian berkembang dalam kehidupan sehari-hari. Padahal proses penyesuaian perkawinan itu membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri (Duvall & Miller, 1985).

II.F. Hipotesa

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan diatas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

“Ada perbedaan penyesuaian perkawinan pada wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja”.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan hasil penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, prosedur penelitian dan metode analisis (Hadi, 2000). Metode penelitian adalah penelitian kuantitatif komparatif, untuk melihat penyesuaian perkawinan pada wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja.

III.A. Identifikasi Variabel Penelitian

Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesa penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel tergantung : Penyesuaian Perkawinan 2. Variabel bebas : Wanita, dengan status :

a. Bekerja b. Tidak Bekerja


(46)

III.B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

III.B.1. Penyesuaian Perkawinan

Penyesuaian perkawinan adalah penyatuan hubungan antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga secara sah dimana didalamnya terdapat pemenuhan kebutuhan biologis, kebutuhan afeksional dan adanya pembagian peran sebagai pasangan yang telah menikah. Penyesuaian perkawinan diukur dengan skala yang dirancang sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek penyesuaian perkawinan yang dikemukakan Hurlock (1990) yaitu kebahagiaan suami istri, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan dan penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan. Penyesuaian perkawinan dapat dilihat dari skor yang diperoleh pada skala penyesuaian perkawinan. Skor yang tinggi pada skala penyesuaian perkawinan menunjukkan penyesuaian perkawinan yang tinggi pada diri individu, sebaliknya skor yang rendah pada skala penyesuaian perkawinan menunjukkan penyesuaian perkawinan yang rendah pada diri individu.

III.B.2. Wanita Bekerja dan Wanita Tidak Bekerja

III.B.2.a. Wanita bekerja


(47)

Wanita bekerja adalah seorang ibu yang bekerja diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan atau gaji disamping berada dirumah untuk mengatur rumah tangga.

III.B.2.b. Wanita Tidak Bekerja

Wanita tidak bekerja adalah seorang ibu yang bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga atau merawat keluarga tanpa memiliki pekerjaan diluar rumah.

III.C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel

Penelitian

Agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan dan sampel yang diambil lebih representatif terhadap populasinya, maka sampel diambil dari populasi tertentu yang memenuhi kriteria. Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang setidaknya mempunyai sifat yang sama, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek sebenarnya dari suatu penelitian (Hadi, 2000). Populasi yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah wanita menikah yang memiliki status bekerja dan tidak bekerja di kota Medan.

Mengingat keterbatasan penulis untuk menjangkau seluruh populasi, maka penulis hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian yaitu yang lebih dikenal dengan nama sampel.


(48)

III.C.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Wanita bekerja dan tidak bekerja berusia 20-30 tahun (dewasa dini)

Penelitian ini menggunakan sampel wanita bekerja berusia 20 hingga 30 tahun, sesuai dengan yang dikemukakan Vaillant (dalam Papalia dkk, 1998) bahwa pada usia 20 hingga 30 tahun individu berada pada masa pembentukan dengan tugas perkembangan mulai memisahkan diri dari orang tua, mulai membentuk keluarga dan memulai karir. 2. Menikah.

3. Tingkat pendidikan sekurang-kurangnya SMU atau sederajat

Tingkat pendidikan sekurang-kurang SMU dan sederajat dikarenakan masih terdapat perbedaan pendapat tentang pendidikan dengan penyesuaian perkawinan (Dyer, 1983), sehingga peneliti berusaha membuat membuat acuan pendidikan yang sama antara sampel penelitian.

4. Usia perkawinan minimal 1 – 2 tahun.

Peneliti mengambil subjek penelitian yang memiliki rentang usia perkawinan 1-2 tahun, karena sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1990) bahwa pasangan suami istri biasanya harus melakukan penyesuaian perkawinan satu sama lain


(49)

III.C.2 Teknik Pengambilan Sampel

Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Hadi (2000) mengartikan purposive sampling sebagai pemilihan subjek berdasarkan karakterisitk atau sifat populasi yang sebelumnya telah diketahui. Penelitian ini memerlukan sampel yang sesuai dengan karakterisitk subjek sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 50 orang.

III.C.3 Jumlah Sampel Penelitian

Siegel (1997) mengatakan bahwa kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Oleh karena itu mengenai jumlah sampel tidak ada batasan jumlah sampel penelitian yang ideal. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang.

III.D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen alat ukur self-report berupa skala sikap. Azwar (2000) mengungkapkan skala sikap merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. Dari respon subjek pada setiap pernyataan tersebut kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang. Cronbach (dalam Azwar, 2000) menyatakan bahwa skala suatu bentuk pengukuran terhadap performansi tipikal


(50)

individu cenderung dimunculkan secara sadar atau tidak sadar dalam bentuk respon terhadap situasi-situasi tertentu yang sedang dihadapi.

Adapun kelebihan-kelebihan dan alasan penggunaan Metode Skala, yaitu: 1. Pernyataan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi

dari keadaan diri subjek yang tidak didasari.

2. Skala digunakan untuk mengukur suatu atribut tunggal.

3. Subjek tidak menyadari arah jawaban sesungguhnya yang diungkap dari pernyataan skala.

Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuian perkawinan. Aitem-aitem skala penyesuaian perkawinan disusun berdasarkan kriteria keberhasilan dalam penyesuaian perkawinan menurut Hurlock (1990), yang meliputi kebahagiaan suami istri, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan, dan penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan.

Model skala Penyesuaian Perkawinan ini menggunakan skala model Likert, terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban yakni sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai dan sangat tidak sesuai. Jumlah aitem skala Penyesuaian Perkawinan ini pada saat ujicoba adalah 60 aitem. Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable. Penilaian skala untuk item favorable adalah nilai 4 untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai, nilai 3 untuk nilai untuk jawaban Sesuai, nilai 2 untuk jawaban Tidak Sesuai, dan nilai 1 untuk jawaban


(51)

Sangat Tidak Sesuai. Sedangkan penilaian untuk item unfavorable adalah nilai 1 untuk jawaban Sangat Sesuai, nilai 2 untuk jawaban Sesuai, nilai 3 untuk jawaban Tidak Sesuai, serta nilai 4 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai. Berikut ini adalah blue print yang menyajikan distribusi aitem-aitem skala penyesuaian perkawinan.

Tabel. 1

Distribusi Aitem-aitem Penyesuaian Perkawinan Sebelum Uji Coba

No Aspek Penyesuaian Perkawinan Nomor Aitem Total Favorable Unfavorable

1 Kebahagiaan suami istri 3, 11, 28, 36, 46, 59

8, 21, 29,

35, 48, 53 12 2 Kemampuan untuk memperoleh

kepuasan dari perbedaan pendapat

9, 17, 24, 33, 43, 57

4, 13, 16,

27, 32, 37 12

3 Kebersamaan 5, 12, 22,

41, 49, 52

1, 14, 40,

45, 56, 58 12 4 Penyesuaian yang baik dalam

masalah keuangan

6, 10, 20, 39, 42, 51

2, 23, 25,


(52)

5 Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan

7, 15, 26, 38, 47, 54

18, 19, 30,

34, 55, 60 12

Total 30 30 60

III.E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Azwar (1997) mengatakan bahwa tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk melihat sejauh mana alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran. Uji coba skala dilakukan dengan menyebarkan skala kepada responden uji coba yang memiliki karakteristik hampir sama dengan karakteristik subjek penelitian. Skala penyesuaian perkawinan disebarkan, dikumpulkan, dan diuji validitasnya yaitu validitas isi berdasarkan daya beda aitem-aitem dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment yang diperoleh melalui analisa data dengan menggunakan SPSS version 13.0 for windows. Aitem yang memliki daya beda cukup tinggi akan dihitung reliabilitasnya dengan menggunakan reliabilitas koefisien alpha yang diperoleh melalui analisis data dengan menggunakan SPSS version 13.0 for windows. Aitem-aitem dalam skala yang memiliki validitas yang baik dengan daya beda cukup tinggi dan reliable akan digunakan untuk mengukur penyesuaian perkawinan.

III.E.1 Uji Validitas

Validitas tes atau validitas alat ukur adalah sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudkannya untuk diukur, artinya derajat fungsi mengukurnya


(53)

suatu tes atau derajat kecermatan suatu tes (Azwar, 2000). Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content validity).

Suryabrata (2000) mengatakan bahwa validitas isi menunjukkan kepada sejauh mana item-item yang dilihat dari isinya dapat mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Ukuran sejauh mana ini ditentukan berdasar derajat repesentatifnya alat ukur itu bagi isi hal yang akan diukur. Validitas isi alat ukur ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) dalam proses telaah soal. Dengan menggunakan spesifikasi alat ukur yang telah ada, akan dilakukan analisa logis untuk menetapkan apakah item-item yang telah dikembangkan memang mengukur (representatif bagi) apa yang dimaksudkan untuk diukur.

Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji daya beda aitem. Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis item ini adalah dengan memilih item-item yang fungsi alat ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih item yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien


(54)

korelasi item total yang dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2000). Uji daya beda aitem ini akan dilakukan pada alat ukur yang dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian perkawinan.

III.E.2 Uji Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya (Azwar, 2001). Dari sejumlah aitem yang terpilih memiliki daya beda aitem yang tinggi dilakukan komputasi untuk memperoleh koefisien reliabilitas. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama.

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali penggunaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2001). Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien reliabilitas Alpha Cronbach.

Penghitungan daya beda aitem dan koefisien reliabilitas dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 13.0 for Windows.


(55)

Uji coba Skala Penyesuaian Perkawinan dilakukan terhadap 72 orang wanita dewasa dini menikah yang bekerja dan tidak bekerja. Untuk melihat daya diskriminasi aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS version 13.0 for windows, kemudian nilai corrected item total correlation yang diperoleh dibandingkan dengan Pearson Product Moment

dengan interval kepercayaan 95 % yang memiliki corrected item total correlation

0.273. Pengambilan corrected item-total correlation di atas 0.273 didasarkan atas pendapat Azwar (2001) yang mengatakan bahwa semua aitem yang mencapai korelasi minimal 0.273 dianggap memiliki daya pembeda yang memuaskan. Akhirnya dari 60 aitem yang diuji cobakan, didapatkan 40 aitem yang sahih dan 20 aitem yang gugur. Dari 40 aitem yang sahih tersebut memiliki corrected item total correlation mulai dari rxx = 0.276 hingga rxx = 0.610 dengan nilai reliabilitas sebesar 0.885.

Tabel 2

Distribusi Aitem-aitem Skala Penyesuaian Perkawinan Sesudah Uji Coba

No

Aspek

Penyesuaian Perkawinan

Nomor Aitem

Total

Favorable Unfavorable

1 Kebahagiaan suami istri 3, 11, 28, 36 8, 21, 29


(56)

2 Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat

9, 24, 33 4, 13, 32, 37

7

3 Kebersamaan 5, 12, 52 1, 14, 40,

56,58 8

4 Penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan

6, 10, 20, 42 2, 31, 44

7

5 Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan

15, 47, 54 18, 19, 30,

34, 55, 60 9

Total 17 23 40

Sebelum Skala Penyesuain Perkawinan digunakan alam pengambilan data untuk penelitian, terlebih dahulu aitem yang telah memenuhi validitas dan reliabilitas disusun kembali. Sehingga penyebaran aitem setelah dilakukan penyusunan kembali dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3

Distribusi Aitem-aitem Skala Penyesuaian Perkawinan Untuk Penelitian

No

Aspek

Penyesuaian Perkawinan

Nomor Aitem

Total


(57)

1 Kebahagiaan suami istri 3 (3), 11(10), 28 (20), 36 (27)

8 (7), 21 (18), 29 (21), 48 (33),

53 (35)

9

2 Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat

9 (8), 24 (19), 33 (25)

4 (4), 13 (12), 32 (24), 37 (28) 7

3 Kebersamaan 5 (5), 12 (11), 52

(34)

1 (1), 14 (13), 40 (29), 56 (38),

58 (39)

8

4 Penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan

6 (6), 10 (9), 20 (17), 42 (30)

2 (2), 31 (23),

44 (31) 7

5 Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan

15 (14), 47 (32), 54 (36)

18 (15), 19 (16), 30 (22), 34 (26), 55 (37), 60 (40)

9

Total 17 23 40

* Angka yang berada di dalam kurung adalah nomor aitem di dalam skala penelitian

III.F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian III.F.1. Tahap Persiapan Penelitian

Berikut akan dijabarkan tahap-tahap persiapan yang dilakukan peneliti yang terdiri dari :


(58)

Pada tahap ini, peneliti terlebih dahulu membuat alat ukur yakni skala penyesuaian perkawinan dimana aitem-aitemnya dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya. Peneliti membuat 60 aitem untuk skala penyesuaian perkawinan. Skala ini dibuat dalam bentuk buku yang terdiri dari 4 alternatif jawaban, dimana peneliti juga memberikan tempat jawaban tersendiri sehingga memudahkan subjek dalam memberi jawaban.

2. Mencari Informasi

Selanjutnya peneliti mencari informasi tentang wanita dewasa dini menikah yang bekerja dan tidak bekerja melalui teman, sahabat, dan juga saudara ataupun langsung menanyakannya kepada subyek sendiri.

3. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala penyesuaian perkawinan dilakukan pada tanggal 23 Januari 2008 sampai dengan 12 Februari 2008. Uji coba dilakukan dengan cara memberikan skala tersebut baik melalui teman, sahabat, saudara maupun langsung kepada subyek penelitian. Beberapa subyek membawa skala pulang kerumahnya untuk diisi dan mengembalikan pada peneliti di hari-hari berikutnya. Setelah itu, peneliti mengumpulkan kembali skala yang sudah disebarkan dengan total sampel 72 orang wanita dewasa dini yang menikah, yang terdiri dari 36 wanita bekerja dan 36 wanita tidak bekerja.


(59)

Peneliti melakukan uji coba alat ukur pada 72 orang wanita dewasa dini menikah yang bekerja dan tidak bekerja dengan cara menguji daya beda aitem dan reliabilitas skala penyesuaian perkawinan melalui bantuan aplikasi komputer SPSS version 13.0 for Windows. Setelah diketahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi validitas dan reliabilitasnya, peneliti mengambil aitem yang sahih tersebut untuk dijadikan aitem-aitem di skala penelitian penyesuaian perkawinan. Kemudian skala ini dibentuk ke dalam buku dan digunakan dalam mengambil data penelitian.

III.F.2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah dilakukan uji coba dan revisi, maka dilaksanakan penelitian dari tanggal 17 Februari 2008 sampai dengan 3 Maret 2008. Sebelum menyebarkan skala, peneliti mencari subyek penelitian yang sesuai dengan karakteristik sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah mendapatkan subyek penelitian yang memenuhi karakteristik tersebut, kemudian skala diberikan kepada subyek tersebut dengan terlebih dahulu memberikan petunjuk pengisian yang benar. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang wanita dewasa dini, yang terdiri dari 25 wanita bekerja dan 25 wanita tidak bekerja.


(60)

Setelah diperoleh hasil skor penyesuaian perkawinan pada masing-masing subyek penelitian, maka pengolahan data dapat dilakukan, dimana dalam pengolahan data peneliti menggunakan aplikasi komputer SPSS version 13.0 for Windows

III.G. Metode Analisa Data

Data dalam penelitian akan dianalisa dengan analisa statistik, dengan alasan analisa statistik dapat bekerja dengan angka-angka, bersifat objektif dan universal (Hadi, 2002). Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah independent sampel t-test untuk melihat perbedaan penyesuaian perkawinan pada wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja.

Sebelum dilakukan uji t-test, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian yang meliputi :

1. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian telah menyebar secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji One Sample Kolmogorov Smirnov dengan bantuan SPSS version 13.0 for Windows. Data dikatakan terdistribusi normal jika harga p > 0.05.

2. Uji homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian bersifat homogen atau tidak. Uji homogenitas pada penelitian ini, dianalisa dengan menggunakan Levene’s


(61)

Test. Pengolahan data hasil skala dilakukan dengan menggunakan program


(62)

BAB IV

ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

IV.A. Gambaran Subjek Penelitian

Subyek penelitian berjumlah 50 orang wanita dewasa dini yang menikah, yang terdiri dari 25 wanita bekerja dan 25 wanita tidak bekerja. Berdasarkan hal tersebut didapatkan gambaran subyek penelitian menurut usia, pendidikan terakhir, status bekerja atau tidak bekerja, jenis pekerjaan, dan usia perkawinan.

IV.A.1. Usia Subyek Penelitian

Berdasarkan usia, penyebaran subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini :

Tabel 4

Penyebaran Subyek Berdasarkan Usia

Rentang Usia (tahun) Jumlah (N) Persentase (%)

20-25 26 52 %

26-32 24 48 %

Total 50 100 %

Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa subyek paling banyak berada di rentang usia 20-25 tahun yakni sebanyak 26 orang (52 %) sedangkan rentang usia 26-32 tahun sebanyak 24 orang (48 %).


(63)

IV.A.2. Pendidikan Terakhir Subyek Penelitian

Berdasarkan pendidikan terakhir, penyebaran subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :

Tabel 5

Penyebaran Subyek Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir Jumlah (N) Persentase (%)

SMU/ SMK 15 30 %

Diploma 12 24 %

S1 23 46 %

Total 50 100 %

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa paling banyak pendidikan terakhir subyek adalah S1 yakni sebanyak 23 orang (46 %), kemudian SMU/ SMK sebanyak 15 orang (30 %), dan Diploma sebanyak 12 orang (24 %).

IV.A.3. Status Bekerja

Berdasarkan status bekerja, penyebaran subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini :

Tabel 6

Penyebaran Subyek Berdasarkan Status

Status Jumlah (N) Persentase (%)

Bekerja 25 50 %

Tidak Bekerja 25 50 %


(64)

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa banyak subyek berstatus bekerja yang berjumlah 25 orang (50 %), memiliki proporsi yang sama dengan jumlah subyek berstatus tidak bekerja, yaitu 25 orang (50 %).

IV.A.4. Jenis Pekerjaan

Berdasarkan jenis pekerjaan, penyebaran subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini :

Tabel 7

Penyebaran Subyek Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Jumlah (N) Persentase (%)

Pegawai Negeri 9 36 %

Pegawai Swasta 14 56%

Wiraswasta 2 8 %

Total 25 orang 100%

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa paling banyak jenis pekerjaan subyek adalah pegawai swasta yakni sebanyak 14 orang (56), kemudian pegawai negeri sebanyak 9 orang (36), dan wiraswasta sebanyak 2 orang (8%).

IV.A.5. Usia Perkawinan

Berdasarkan usia perkawinan, penyebaran subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini :


(65)

Tabel 8

Penyebaran Subyek Berdasarkan Usia Perkawinan

Rentang Usia Perkawinan Jumlah (N) Persentase (%)

1 tahun - 1 thn 6 bln 25 50 %

1 thn 7 bln – 2 tahun 25 50 %

Total 50 100 %

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa subyek yang berada di rentang usia perkawinan 1 tahun-1 tahun 6 bulan yang berjumlah 25 orang (50%), memiliki proporsi yang sama dengan jumlah subyek yang berada direntang 1 tahun 7 bulan-2 tahun, yaitu 25 orang (50%).

IV.A.6. Penggolongan Subyek Penelitian Berdasarkan Penyesuaian Perkawinan

Penelitian ini menggolongkan subyek penelitian ke dalam 2 jenis, yaitu yang bekerja dan tidak bekerja dalam melakukan penyesuaian perkawinan. Untuk menggolongkan tiap-tiap subyek ke dalam penyesuaian perkawinan, digunakan kategorisasi Z-score dengan rumus sebagai berikut :

Z score = Xt – Mean SD

Dimana :

Xt = skor total pada setiap subjek penelitian

Mean = nilai rata-rata empirik (XE) untuk skala penyesuaian perkawinan SD = standar deviasi empirik untuk skala penyesuaian perkawinan


(1)

2000). Penelitian ini belum bisa menggali secara lebih mendalam tentang pengalaman-pengalaman subyektif individu dalam hal penyesuaian perkawinan pada wanita yang bekerja dan tidak bekerja. Data, seperti identitas diri, yang dibutuhkan oleh peneliti masih kurang, terutama data dari suami subyek penelitian yang bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian dan kemungkinan bisa dijadikan sebagai penelitian tambahan.

Jumlah subyek penelitian dalam penelitian ini kurang banyak. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik sampel penelitian yang dipakai sulit untuk didapatkan. Karena peneliti mencari subyek penelitian yaitu wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja yang memiliki usia perkawinan 1 – 2 tahun saja.

V.C. Saran

Dari penelitian yang dilakukan, telah disimpulkan lalu didiskusikan dan diketahui kelebihan dan kelemahan dari penelitian ini. Maka peneliti akan memberikan beberapa saran berguna, baik saran praktis maupun saran metodologis untuk kelanjutan studi ilmiah mengenai penyesuaian perkawinan. V.C.1. Saran Praktis

1. Bagi wanita perlu menyadari bahwa penyesuaian perkawinan merupakan faktor penting untuk dilakukan dalam suatu pernikahan. Peran wanita dalam rumah tangga sangat dibutuhkan, sehingga harus dijalani baik bagi wanita bekerja atau wanita tidak bekerja.

2. Penyesuaian perkawinan ini terjadi pada tahun-tahun awal perkawinan. Penyesuaian dilakukan dalam segala hal, seperti penyesuaian dengan


(2)

suami, keluarga pihak suami, masalah keuangan dan lain-lain. Dengan mengetahui hal tersebut, diharapkan baik wanita bekerja dan tidak bekerja dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi dan lebih mampu untuk beradaptasi dengan situasi tersebut.

3. Bagi wanita dewasa dini yang bekerja dan tidak bekerja perlu menyadari bahwa setelah memasuki perkawinan, mereka akan mendapatkan peran-peran baru. Peran-peran-peran ini tentunya akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda kepada wanita tersebut sesuai dengan status yang mereka miliki, yaitu sebagai wanita bekerja (working woman) atau tidak bekerja (housewife/ non-working women). Diharapkan dengan memahami perannya tersebut akan memberikan pengaruh yang baik pada individu tersebut.

V.C.2. Saran Metodologis

1. Bagi peneliti yang tertarik melakukan penelitian mengenai penyesuaian perkawinan, penelitian selanjutnya sebaiknya lebih mengontrol karakterisitk sampel berdasarkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses penyesuaian perkawinan, seperti budaya, sehingga perbedaan akan lebih jelas terlihat.

2. Dalam penelitian ini sebaiknya ikut disertakan juga beberapa data tambahan untuk melengkapi data pribadi subyek penelitian, seperti identitas suami.


(3)

3. Bagi peneliti yang tertarik melakukan penelitian dengan mengunakan metode kuantitatif, sebaiknya menggunakan subyek dalam jumlah yang lebih banyak agar kekuatan tes statistiknya lebih meningkat dan bisa mencoba dengan menggunakan rentang usia perkawinan yang lebih lama untuk lebih memberikan hasil penelitian yang mungkin akan berbeda.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Neni U. (2004) [on-line]. Available FTP:

wanitamuslimah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=76& Itemid=1

Anoraga, P. (2001). Psikologi Kerja. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. (2000). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Bhatnagar, D. & Rajdyakhsa, U. (2001). Attitude Toward Work and Famiuly Roles and Their Implication for Career Growth of Women. Sex Roles: A Journal of Research. [on-line]. Available FTP: findarticles.com/p/articles/mi_m2334/is_2001_oct/ai_85176435/pg_6.

Clinebell, Howard. J & Clinebell, Charlotte, H. (2005). Mengokohkan Kekuatan

Pernikahan. [on-line]. Avaliable FTP: arieen.blogdrive.com/archieve/10.html

Dariyo, Agoes. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT Garamedia Pustaka Utama.

Darmokusumo, Victor. (2003). Bukan Pubertas Kedua tapi Permasalahan

Setengah Baya. [on-line]. Avalaible FTP: indomedia.com/sripo/2003/04/01/0104gay2.htm.

Duvall, E.M & Miller, B.C. (1985). Marriage ang Family Development (9th Ed). NY. Harper & Row Publishers.

Dyer. (1983). Courtship, Marriage, and Family. The Dorsey Press.

Gunarsa, Singgih D. (2003). Psikologi Untuk Keluarga. PT BPK Gunung Mulia. Hadi, S. (2000). Metodologi research (jilid I, edisi I). Yogyakarta: Penerbit Andi. _____________ Metodologi research (jilid II, edisi I). Yogyakarta: Penerbit Andi. _____________ Metodologi research (jilid III, edisi I). Yogyakarta: Penerbit

Andi.

Hassan, Rieny. (2005). Usia Lima Tahun Perkawinan Rawan?. [on-line]. Available FTP: republika.co.id.


(5)

Hirning, J.L & Hirning, Alma L. (1956). Marriage Adjustment. American Book Company, New York.

Hurlock, Elizabeth B. (1990). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Kephart, William M & Jedlicka, Davor. (1991). The Family Society and The Individual (7th Ed). Harper Collins Publishers.

Lasswell, Marcia & Lasswell, Thomas. (1987). Marriage and The Family (2nd Ed). Wadsworth Publishing Company.

Lemme, B.H. (1995). Development in Adulthood. USA : Allyn & Bacon.

Maheshwari, Belu. (1999). ‘Mere’ housewife Fighting For Her Space. [on-line]. Available FTP: tribuneindia.com/1999/99sep18/Saturday/head1.htm. Mulyawati, Yenni. (2003). Perbandingan Efek Supelementasi Tablet Tambah

Darah Dengan Dan Tanpa Vitamin C terhadap Kadar Hemoglobin Pada Pekerja Wanita di Perusahaan Plywood, Jakarta. [online]. Available FTP: gizi.net/lain/gklinis/Abstrak-Yenni.pdf

Papalia, D.E, & Olds, SW. (1992). Human Development (5th Ed). USA. Mc.Graw Hill Companies.

Papalia, D.E, Olds, S.W & Feldman, R.D. (1998) Human Development (7th Ed). USA. Mc.Graw Hill Companies.

Rini, Jacinta. F. (2002). Wanita Bekerja. [on-line]. Available FTP: e-psikologi.com.

Siegel, S. (1997). Statistik non-parametrik untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta: Gramedia

Santrock, J.W. (1997). Life-Sapan Development. NY. Mc. Graw Hill Companies. Schneiders, Alexander A. (1964). Personal Adjustment and Mntal Health. Holt,

Rinehart & Winston, New York.

Subekti, R & Tjitrosudibio, R. (2001). Kitab Undang-Undang Perdata. PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Vivian, John. (1999). Global Television Ratings. [on-line]. Available FTP: ablongman.com/ab_vivian_mmcprcd_1/0,5148,274988-,00.html


(6)

Walgito, Bimo (1984). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

Who Is A Working Woman. (2001). [on-line]. Available FTP: shaadi.com/wedding/love/betweenus/050104-working-woman.php.

Wikipedia. (2006). [on-line]. Available FTP: Wikipedia.online.com. Word reference (2006). [on-line]. Available FTP: wordreference.com.

Zein, Aisyah. SH. (2002). Mengembalikan Peran Ibu (Renungan di Hari Ibu). [on-line] Available FTP : indomedia.com/sripo/2002/12/21/2112op1.htm.