3. Tawil dalam Al-Quran
Kata tawil dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 17 kali. Dari penggunaan kata tawil dalam ayat-
ayat tersebut, dapat klasifikasikan menjadi tiga macam pengertian; a.
Tawil li al-qaul tawil perkataan
Berarti makna sebuah perkataan dan hakekat yang dimaksudkan. Dalam bahasa Arab, perkataan terbagi menjadi dua; yaitu
insya dan khabar, bagian utama dari insya adalah amr perintah. Oleh karenanya,
tawil dalam hal ini memiliki dua pengertian;
Tawil Amr yaitu dengan mengerjakan apa yang diperintahkan, contohnya hadith riwayat Aisyah
Radhiyallah anha seperti yang telah disebutkan di atas.
Tawil Ikhbar yaitu terjadinya suatu peristiwa sebagaimana yang dikabarkan, seperti firman Allah QS. Al-Araf : 53.
[25] Allah mengabarkan akan datangnya hari kiamat, sedangkan
manusia menunggu tawil terjadinya yang dikabarkan Al-Quran.
b. Tawil li al-fil tawil perbuatan
Seperti apa yang dikatakan oleh sahabat Nabi Musa
Alaihissalam setelah melubangi perahu tanpa seizin pemiliknya, membunuh seorang anak, dan menegakkan kembali bangunan roboh, dalam QS.
Al-Kahfi: 82. [26]
c. Tawil li ar-ruya tawil mimpi
Tawil li ar-ruya atau tawil al-ahadith tawil mimpi, seperti perkatan Nabi Yaqub kepada putranya Nabi Yusuf
Alaihimassalam dalam QS. Yusuf : 6, [27]
dan sebaliknya pada ayat: 100. [28]
C. ANTARA TAFSIR DAN TAWIL
Dari difinisi tawil di atas, dapat diambil persamaan dan perbedaan serta keterkaitan antara
keduanya. Tafsir dalam terminologi Islam adalah ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad Shallallahu alahi wasallam, memahami maknanya, mengeluarkan hukum-hukumnya dan
hikmah-hikmahnya berdasarkan pada ilmu bahasa, nahwu, sharaf, ilmu bayan balaghah, ushul fiqh, ilmu qiraat, asbab nuzul, dan nasikh dan mansukh.
[29] Ibnu Faris menyatakan bahwa maksud sebuah ungkapan tidak lepas dari tiga hal; makna,
tafsir, dan tawil. Meskipun berbeda dari segi istilah, namun maksud dari ketiganya saling berdekatan dan terkait.
Makna adalah maksud dan tujuan dari sebuah perkataan. Sedangkan tafsir, menyingkap maksud yang
tersembunyi dari sebuah ayat. Adapun tawil, mengalihkan lafazh dari suatu makna kepada makna lain yang
dikandungnya. [30]
Ar-Raghib Al-Isfahani mengatakan, Tafsir lebih umum dari pada tawil. Tafsir lebih banyak digunakan
kepada lafazh-lafazh, sedangkan tawil lebih banyak digunakan kepada makna-makna, seperti tawil mimpi.
Tawil juga lebih banyak digunakan dalam kitab-kitab suci, sedangkan tafsir banyak digunakan untuk menemukan makna kata-kata dalam sebuah ucapan.
[31] Az-Zarkasyi menambahkan bahwa,
tafsir dalam istilah para ulama adalah menyingkap atau menemukan makna-makna Al-Quran dan menjelaskan maksudnya, ia lebih umum dari
tawil yang hanya sekedar membahas lafazh-lafazh yang ambigu atau makna yang zhahir atau permasalah lafazh lainnya.
Tafsir lebih banyak digunakan dalam kalimat-kalimat. Selain itu,
tafsir juga membahas lafazh-lafazh yang asing, seperti ةريحبلا
ةبئاسلا ، dan ةليصولا atau memberi
penjelasan singkat tentang maksud sebuah ayat ةلاكلزوللا اوتلآول ةللصوللا اومليققألول baik perkataan yang mengandung sebuah
kisah yang sulit digambarkan kecuali orang yang mengetahui sebenarnya, seperti ayat رقفوكللوا يفق ةلدلايلزق ءليسقنوللا املنولإق
atau اهلرقوهلظل نومق تلويلبللوا اوتلأوتل نوألبق رولبقلوا سليوللول. Sedangkan tawil, terkadang menggunakan lafazh umum dan terkadang
lafazh khusus. Seperti kata kufur yang terkadang diartikan ingkar dalam arti yang umum, terkadang juga digunakan untuk pengingkaran terhadap Allah
Azza wa Jalla dalam arti yang khusus, dan kata iman yang terkadang diartikan mempercayai
tashdiq dalam arti yang umum, terkadang juga digunakan untuk membenarkan kebenaran, baik dalam lafazh ambigu yang memiliki beberapa makna.
Al-Bajili mengatakan bahwa tafsir berkaitan dengan riwayah riwayat sedangkan tawil berkaitan
dengan dirayah ilmu pengetahuan.
[32] Hal serupa dinyatakan oleh Abu Nasr Al-Qushairy,
Tafsir terbatas hanya pada mengikuti dan mendengar riwayat, sedangkan
istimbath kesimpulan merupakan bagian dari tawil.
[33] Ini juga pendapat Abu Manshur Al-Maturidi, sehingga ia menyimpulkan bahwa
tafsir berlaku untuk para sahabat sedangkan
tawil untuk para fuqaha ulama. Sebab, para sahabat adalah orang-orang yang menyaksikan turunnya wahyu dan mendengar langsung dari Nabi
Shallallahu alaihi wasallam serta mereka tidak akan berbicara tanpa ilmu.
[34]
Tawil adalah hakekat luar haqiqah kharijiyah dari sebuah ayat, sedangkan mengetahui tafsir dan maknanya adalah mengetahui gambaran sebuah ayat secara ilmiah, karena Allah
Azza wa Jalla menurunkan Al-Quran agar dipahami, dimengerti, direnungkan, dan dipikirkan baik ayat yang
muhkamat maupun yang mutasyabihat meskipun tidak diketahui tawilnya.
[35] Tawil merupakan bagian dari tafsir, jika tafsir menyingkap tabir makna dari sebuah lafazh, maka
tawil menemukan makna dari lafazh yang ambigu setelah tabir tersingkap. Jadi, tawil dapat berarti pendalaman makna
intensification of meaning dari tafsir. Tafsir menyingkap tabir makna dari lafazh yang tersirat implisit sedangkan
tawil menemukan makna batin esoteris dari lafazh yang eksplisit tersurat atau ambigu
mutasyabih. [36]
Ada pula yang mengatakan bahwa tawil adalah merajihkan suatu makna dari makna-makna yang
terkandung dalam sebuah lafazh, sedangkan tafsir adalah menjelaskan makna lafazh yang hanya mengandung satu makna.
[37] Ada juga yang mengatakan bahwa tafsir hanya untuk mengetahui makna dan kosa-kata sebuah
ayat, sedangkan tawil mengetahui hakekat dari yang dimaksudkan oleh ayat. Seperti tentang melihat Allah
taala pada hari kiamat kelak, tafsirnya adalah mengetahui bahwa Allah dapat dilihat pada hari kiamat kelak, sedangkan tawilnya adalah hakekat dari peristiwa itu tatkala terjadi.
[38] Ringkasnya,
tawil adalah pendalaman dari tafsir dalam mengungkap sebuah makna. Jika tafsir merupakan sebuah usaha untuk mengungkapkan suatu makna yang tersembunyi dari sebuah ayat, maka
tawil lebih dari itu yaitu memilih makna sebuah lafazh yang ambigu yang memiliki banyak makna. Oleh karena itu,
tafsir menggunakan riwayat dalam mengungkap makna sebuah ayat, sedangkan tawil menggunakan beberapa disiplin ilmu yang dimiliki oleh seorang mujtahid. Selain itu,
tafsir biasanya hanya membahas lafazh-lafazh sedangkan
tawil membahas makna-makna. Jika definisi tawil adalah mengungkap dan memilih makna dari lafazh ambigu yang memiliki
pluralitas makna, maka hermeneutika Paul Ricour merupakan hermeneutika yang paling dekat dengan difinisi tawil ini. Karena filsafat Ricour terarah pada hermeneutika, terutama pada interpretasi.
[39] Hal ini
ditegaskan sendiri oleh Ricour bahwa pada dasarnya, filsafat adalah hermeneutik yaitu kupasan tentang makna yang tersembunyi dalam teks yang kelihatan mengandung makna.
[40] Menurut Ricour, setiap kata merupakan sebuah simbol sehingga kata-kata penuh dengan makna
dan intensi yang tersembunyi. Ia menambahkan, setiap apa yang diucapkan atau dituliskan memiliki makna lebih dari satu jika dihubungkan dengan konteks yang berbeda. Ricour menyebut ini dengan istilah polisemi,
yaitu kata yang memiliki makna lebih dari satu bila digunakan pada konteks yang berbeda. [41]
Dengan demikian, interpretasi sangat dibutuhkan ketika terjadi pluralitas makna. Sedangkan interpretasi adalah sebuah usaha untuk mengungkap makna-makna yang masih terselubung dari multi
lapisan makna yang terkandung dalam suatu kata. [42]
Oleh karena itulah, Ricour menyatakan bahwa hermeneutika bertujuan untuk menyingkap misteri yang terdapat dalam sebuah simbol dengan cara
membuka selubung yang belum diketahui dan tersembunyi dalam simbol tersebut. [43]
Barangkali dari sisi inilah, sebagian orang mengidentikkan hermeneutika dengan tawil. Karena tawil merupakan usaha untuk memilih dan menetapkan makna dari lafazh yang ambigu, sedangkan
hermeneutika juga merupakan usaha mengungkap makna yang masih terselubung dari lapisan makna yang terkandung dalam suatu kata. Padahal, hal ini berbeda dengan konsep tawil dalam Islam. Tawil dilakukan
jika ada dalil yang mengalihkan makna lafazh dari yang eksoteris zhahir kepada makna esoteris batin. Sedangkan hermeneutika tidak memperhatikan makna eksoteris zhahir dan langsung kepada makna
esoteris batin. Hal itu karena hermeneutika merupakan metode tafsir bible yang tidak memperhatikan zhahir teks karena bible memiliki masalah dalam otentisitas teksnya. Berbeda dengan tawil yang harus
memperhatikan zhahir nash karena Al-Quran tidak memiliki masalah otentisitas teks sebagaimana bible.
E. DALIL-DALIL TAWIL