Kajian Pengembangan Sentra Markisa Di Kabupaten Gowa

KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA MARKISA
DI KABUPATEN GOWA

YENNI FIQHIANY HAMTY

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan
ini
saya
menyatakan
bahwa
tesis

dengan
judul
Kajian Pengembangan Sentra Markisa Di Kabupaten Gowa adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Bogor, Juli 2013

Yenni Fiqhiany Hamty
F351100071

.

iv

RINGKASAN

YENNI FIQHIANY HAMTY. Kajian Pengembangan Sentra Markisa

Di Kabupaten Gowa. Dibimbing oleh SUKARDI dan LIEN HERLINA.
Markisa ungu (Passiflora edulis f. edulis) merupakan salah satu komoditi
unggulan di Kabupaten Gowa, dengan cita rasa asam khas dan kandungan vitamin
C tinggi. Sebagai daerah penghasil markisa, buah markisa tersebar di beberapa
Kecamatan yaitu Tompo‟bulu, Tombolo‟pao, Tinggi mocong, Parigi dan
Bontolempangan. Sebagai sentra markisa, Kabupaten Gowa menyuplai markisa
ke industri besar di Makassar dan sekitarnya dan melakukan pengolahan. Tetapi
pengolahan produk yang dilakukan berdaya saing rendah disebabkan kurangnya
nilai tambah produk, aneka produk olahan yang kurang, desain produk yang
kurang menarik, dan lemahnya akses pasar. Selain itu, pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perkembangan agroindustri markisa belum menunjukkan
aktivitas terpadu terhadap pengembangan dari hulu kehilir. Rendahnya daya saing
agroindustri markisa di Kabupaten Gowa, menjadikan masyarakat setempat
sebagai pembudidaya dan penyuplai bagai industri markisa di wilayah lainnya dan
tidak mendapatkan nilai tambah lebih. Hal ini juga menjadikan Kabupaten Gowa
sebagai sentra markisa tidak di kenal di pasaran.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh strategi pengembangan sentra
industri markisa di Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan, yang
menyatukan pelaku-pelaku dalam satu rangkaian aktivitas sentra industri markisa
yang mampu menciptakan menciptakan nilai tambah, terjadi peningkatan daya

saing yang memberikan dampak terhadap peningkatan perekonomian masyarakat
setempat.
Penelitian ini sengaja dilakukan di Kabupaten Gowa berdasarkan kriteria
tertentu. Dengan metode untuk mendapatkan informasi yang di butuhkan dalam
penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi dan data
sekunder. Data yang diperoleh dari pelaku agroindustri markisa di Kabupaten
Gowa, dianalisis menggunakan analisis rantai nilai secara kualitatif yang
bertujuan untuk mengetahui pelaku yang terlibat dan keterkaitannya serta
kebutuhan pelaku sentra markisa. Diamon Porter digunakan untuk menganalisis
daya saing yang dimiliki sentra markisa Kabupaten Gowa. Selanjutnya dilakukan
analisis internal dan eksternal yang akan digunakan untuk merumuskan strategi
pengembangan menggunakan analisis SWOT.
Hasil penelitian diperoeh bahwa tidak semua sentra markisa di Kabupaten
Gowa terjadi interaksi dari hulu ke hilir dan memiliki UKM pengolah markisa.
Dimana sangat dipengaruhi oleh ketersedian bahan baku, kemampuan masyarakat
mengolah dan memanfaatkan potensi daerah yang dimiliki serta pernan
pemerintah. Untuk pengembangan sentra markisa agar mampu bersaing aktivitas
difokuskan pada integrasi dari hulu ke hilir rantai nilai agroindustri markisa di
setiap sentra markisa, yang menitik beratkan pada peningkatan keuntungan pelaku
khususnya petani dan pengolah markisa, meningkatkan kreatifitas sumber daya

manusia sehingga mampu bersaing dengan usaha sejenis.

vi

Strategi pengembangan sentra untuk meningkatan daya saing dapat
dilakukan dengan adanya kerjasama antara sentra di Kabupaten Gowa. Seperti:
Kabupaten Parigi dan Bontolempangan sebagai sentra budidaya terbasar di Gowa
menjadi penyuplai bahan baku markisa ke Tombolo‟pao, dan Tinggi‟mocong,
sehingga proses produksi aneka produk olahan markisa di sentra ini dapat
berlangsung secara kontinu. Adanya kerjasama antara sentra markisa di Gowa,
mengurangi tekanan dari pihak luar (pesaing), sehingga nilai tambah diperoleh
oleh pelaku sentra markisa Kabupaten Gowa. Strategi lainnya yang dapat
dilakukan adalah mengurangi penjualan kepada industri diluar sentra dan
pemanfaatan teknologi untuk peningkatan nilai tambah dengan melakukan
pengembangan aneka produk turunan markisa serta penggunaan brand yang sama
untuk setiap produk yang dihasilkan
Kata kunci: Diamond Porter, Kabupaten Gowa, markisa dan sentra.

SUMMARY


Passion fruit (Passiflora edulis f. edulis) is one of the best commodities in
Gowa. As a regional producer of passion fruit, which spread it in more region in
Gowa such as Tompo‟ bulu, Tompo‟ pao, Tinggi moncong, Parigi and
Bontolempangan, Gowa regency supplies passion fruit to major industries in
Makassar and processing it. However, The manufacturing products which is done
have a low competitiveness due to the lack of additional value of products,
unvariety products, unattractive product designs, and market access. In addition,
the stakeholders who concerned with passion fruit agro-industry development
don‟t shown an integrate activity for development of the upstream to downstream.
The low competitiveness of passion fruit in Gowa made the local society as
suppliers and farmers of passion fruit in order areas and it gives no more
advantages. It is also made Gowa regency as a passion fruit center not be known
in markets.
This study aim was to get the development strategy of passion fruit center in
Gowa regency, South Sulawesi which joint the actors in a series of activity of
passion fruit center which could make the additional value. Occurred the increase
of competitiveness which gives effect for the economic increase of local society.
The study was done in Gowa regency based on specific criteria which used
in-depth interview methods, observations and secondary data to get the
information which was needed in this study. The data, which was obtained from

the actors of passion fruit agro-industry in Gowa regency, was analyzed used the
qualitative chain-value analysis which to identify the actors who was involved,
their connections, and the needs of the actors of passion fruit center. Diamon
Porter was used to analyze the competitiveness which had by the passion fruit
center in Gowa regency. Furthermore, Internal and external analysis was done
which will use to formulate the development strategies by using SWOT analysis.
The result showed that not all of passion fruit center in Gowa regency had
interaction of the upstream to downstream and had SMEs passion fruit processors
which were strongly influenced by availability of raw materials, the ability of
society to process and utilize the potential of area which had it and the
government‟s role. For developing of passion fruit to compete, so the activity was
focused on integration of the upstream to downstream of the agro-industry chainvalue of passion fruit in each passion fruit center. It focused on increased profit of
actors especially for the farmer and processors of passion fruit. Increasing human
source creativity, so it could compete with the other businesses.
The development strategy center to increase the competitiveness could be
done whith the cooperation between the passion fruit center in Gowa regency such
as Parigi and Bontolempangan regency as the most cultivation centers in Gowa
regency. They became suppliers of passion fruit raw material to Tombolo‟ pao
and Tinggi Moncong, so the production process of many passion fruit processed
products in their center could operate continuously. The exiting of cooperation

between passion fruit center in Gowa reduced the external pressures (competitor),
so the additional value was obtained by the actors of passion fruit center in Gowa.
The other strategies which could be used were reduced the sales to external

viii

industry center and utilization of technology for increasing additional value by
developing various derivat product of passion fruit, and also using the same brand
for each product which was produced.
Keyword : Diamond Porter, Gowa Regency, passion fruit, passion fruit
center.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

x

KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA MARKISA
DI KABUPATEN GOWA

YENNI FIQHIANY HAMTY

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


xii

Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ono Suparno, STP MSi

Judul Tesis

:

Kajian Pengembangan Sentra Markisa di Kabupaten Gowa.

Nama

:

Yenni Fiqhiany Hamty

NIM

:


F351100071

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sukardi, MM
Ketua

Ir Lien Herlina, MSc
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Machfud, MS


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 04 Juni

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian dengan judul Rancangan Pembentukan
Klaster Industri Markisa di Kabupaten Gowa dapat dirampungkan.
Penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Bapak Dr Ir Sukardi, MM dan Ibu Ir Lien Herlina, MSc selaku pembimbing,
Bapak Dr Ono Suparno, STP MSi selaku penguji luar komisi dan
Bapak Dr Eng Taufik Djatna, STP MSi atas motivasi, arahan dan bimbingan
hingga penyelesaian tesis ini
2. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf Teknologi Industri Pertanian IPB.
3. Teman-teman Teknologi Industri Pertanian 2010 dan Pasca IPB serta semua
pihak yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaiakan tesis ini.
Terima kasih yang istimewa kepada kedua orang tua Hamzah Tjaehe dan
Ummiati Sirajuddin yang telah menyekolahkan hingga saat ini, serta seluruh
keluarga atas doa dan dukungan yang diberikan selama ini.
Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang luput dari kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan
untuk perbaikan selanjutnya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Juli 2013

Yenni Fiqhiany
Hamty

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

x

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR TABEL

xi

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Daya Saing
Konsep Pengembangan Daya Saing
Rantai Nilai
Evaluasi Eksternal
Evaluasi Internal
Matriks Internal - Eksternal
Penelitian Terdahulu
3. METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Data dan Sumber data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik Responden
Kondisi Sentra Markisa Kabupaten Gowa
Faktor Berpengaruh pada Pengembangan Sentra
Analisis Aktivitas dan Pelaku Agroindustri Markisa
Analisis Daya Saing Sentra Markisa dengan Pendekatan
Diamond Porter
Kondisi Sentra Markisa Gowa Berdsarkan Model Diamond Porter
Strategi Pengembangan Sentra Markisa di Kabupaten Gowa
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

1
2
2
3
3
3
5
5
6
7
9
10
10
11
13
13
14
14
14
16
23
23
27
29
34
37

RIWAYAT HIDUP

43
48
50
57
57
57

DAFTAR GAMBAR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Dimond Model (Dong Sun, 2005
Porter’s Diamond Framework (Kincaid, 2005)
PDRB atas Dasar Harga Berlaku (BPPS Kab Gowa, 2010)
Proses Pengolah Markisa
Peyimpanan Markisa Sebelum Pengolahan
Pulp dan Sari Markisa
Faktor Pendukung Pengembangan Sentra Markisa di Gowa
Aktivitas Pelaku yang Terlibat dalam Rantai Pasokan Proses Produksi
Pengolahan Markisa Di Kabupaten Gowa
Hubungan dan Keterkaitan Pelaku dalam Proses Produksi Markisa
Aktivitas dan Permasalahan yang Dihadapi Pelaku Inti Agroindustri
Markisa Kabupaten Gowa
Identifikasi Faktor Daya Saing Berdasarkan Model Diamond Porter
Pohon Pengembangan Produk Markisa
Kondisi Agroindsutri Markisa di Kabupaten Gowa
Matriks Internal Eksternal Sentra Markisa Kabupaten Gowa

6
18
26
31
31
32
35
38
39
40
43
47
49
52

DAFTAR TABEL

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Data dan Sumber Data Penelitian
Skala Likert dan Bobot Nilai Jawaban Responden
Penentuan Bobot Faktor Eksternal
Penentuan Rating Faktor Eksternal
Ilustrasi Matriks EFE
Matriks Exernal Factor Evaluation (EFE)
Matrik SWOT
Sebaran Responden Menurut Usia Pekerja
Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Penggunaan Bahan Baku dalam Pengolahan Markisa Menjadi Sirup
Markisa yang Dilakukan Oleh Ukm Pengolah Kabupaten Gowa
11. Daftar Kebutuhan Pelaku yang Teribat
12. Hasil Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Sentra Markisa
13. Strategi Pengembangan Sentra Markisa dengan Pendekatan SWOT

14
15
19
19
20
20
22
28
28
30
42
51
54

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Markisa ungu(Passiflora edulis f. edulis) merupakan salah satu komoditi
unggulan di Kabupaten Gowa, dengan cita rasa asam khas dan kandungan
vitamin C tinggi. Markisa di Kabupaten Gowa tersebar di beberapa Kecamatan,
dengan luas areal budidaya sebesar 1.667,15 Ha, potensi lahan sebesar 4.341 Ha,
dan peluang pengembangan tanaman markisa sebesar 2.673,86 Ha (Basamalah,
2004).Jumlah produksi sebanyak 2969 Ton. Tahun 2010 luas panen sebanyak
29.5 Ha dan jumlah produksi sebanyak 922 Ton tahun 2009 hingga 2007 luas
panen sebanyak 12,965 Ha dan jumlah produksi sebanyak 519 Ton, dan tahun
2006 luas (Dinas Pertanian Kabupaten Gowa, 2012). Terjadinya peningkatan
produksi setiap tahunnya dikarenakan adanya permintaan produk diluar pasaran
dan mengembangan pasar ke daerah sekitar.
Besarnya potensi pengembangan markisa di Kabupaten Gowa,
dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan dengan mengolah
markisa menjadi sirup, sari dan pulp. Sari dan pulp dijual sebagai bahan baku
industri besar yang ada di Sulawesi Selatan,sedangkan sirup markisa dijual untuk
memenuhi permintaan masyarakat setempat dan konsumen didaerah sekitarnya.
Usaha perkembangan produk markisa terus dilakukan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat, namun produk yang dihasilkan memiliki daya saing yang
rendah, ditandai dengan rendahnya inovasi dan keaneka ragaman produk.
Pengembangan potensi daerah berdasarkan komoditi unggulan yang dimiliki
setiap daerah untuk mencapai kesejahteraan bagi masyarakatnya diatur dalam
Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU
Nomor 32 tahun 2004. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa pemerintah
pusat memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan
semaksimal mungkin potensi wilayah yang dimilikinya. Kebijakan ini diperkuat
dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun
2001 yang mengatur kewenangan setiap Kabupaten/kota untuk menjalankan
rumah tangganya sendiri, yang kemudian diatur dengan Peraturan Presiden
Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional Tanggal 7 Mei 2008.
Peraturan tersebut menetapkan industri prioritas untuk pengembangan klaster
industri, salah satunya adalah industri berbasis agro.
Berdasarkan hal tersebut pengembangan sentra dan klaster industri buah,
sebagai salah satu industri berbasis agro, tertuang dalam PERMEN No 118/MIND/PER/10/2009 tentang peta panduan (road map) pengembangan klaster
industri pengolahan buah. Dalam PERMEN tersebut, membahas pengolahan buah
markisa di Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara. Pemilihan markisa sebagai
komoditi yang dikembangkan dalam klaster industri dengan beberapa alasan yaitu
1) Markisa merupakan buah lokal yang memiliki cita rasa khas dan berbasis pada
keunggulan daerah, 2) Usaha pengolahan buah markisa dapat dilakukan oleh
usaha kecil maupun industri besar, 3) Pengolahan yang dilakukan, masih
menggunakan teknologi sederhana, 4) Pengembangan aneka ragam produk olahan

berbasis markisa masih sangat kurang, 5) Pengembangan industri markisa
memiliki keterkaitan dengan sektor pertanian, perkebunan, perindustrian,
perbankan, pengembangan daerah, koperasi dan usaha mikro, dan beberapa sektor
lainnya.
Dengan pengembangan sentra industri markisa di Kabupaten Gowa
diharapkan terjadi kesinambungan usaha dari hulu ke hilir, mengoptimalkan
potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia setempat, peningkatan
produktifitas dan nilai tambah bagi UKM (Usaha Kecil Mikro), serta memperluas
kesempatan kerja dan terjadi peningkatan perekonomian dan pendapatan daerah
setempat. Melihat permasalahan, potensi dan peluang pengembangan sentra UKM
markisa di Kabupaten Gowa, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui strategi
yang tepat dalam penciptaan sentra UKM markisa untuk pengembangan UKM
markisa yang ada diKabupaten Gowa.

Permasalahan

Kabupaten Gowa sebagai sentra markisa di Sulawesi Selatan tersebar
dibeberapa kecamatan yaitu Tompo‟bulu, Tombolo‟pao, Tinggi mocong, Parigi
dan Bontolempangan. Sebagai sentra markisa, Kabupaten Gowa menyuplai
markisa ke industri besar di Makassar dan sekitarnya dan melakukan pengolahan.
Pengolahan produk yang dilakukan berdaya saing rendah disebabkan kurangnya
nilai tambah produk, kurangnya aneka produk olahan, desain produk yang kurang
menarik, dan lemahnya akses pasar. Selain itu, pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap perkembangan agroindustri markisa belum menunjukkan aktivitas
terpadu terhadap pengembangan dari hulu ke hilir.
Rendahnya daya saing agroindustri markisa di Kabupaten Gowa,
menjadikan masyarakat setempat sebagai pembudidaya dan penyuplai bagi
industri markisa di wilayah lain dan tidak mendapatkan nilai tambah lebih. Hal ini
juga menjadikan Kabupaten Gowa sebagai sentra markisa tidak di kenal di
pasaran.
Permasalahan yang dihadapi UKM markisa Kabupaten Gowa dalam
pengembangan komoditas markisa adalah UKM sering kali tidak sanggup
menangkap peluang pasar yang membutuhkan volume produksi yang besar.
Penyebab lainnya adalah UKM tidak dapat memenuhi standar produk yang
homogen dan kontinyuitas produk, sistem manajemen yang tidak efisien, dan
keterbatasan teknologi serta SDM.
Dengan pengembangan sentra industri markisa di Kabupaten Gowa
diharapkan terjadi kesinambungan usaha dari hulu ke hilir, mengoptimalkan
potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia setempat, peningkatan
produktifitas dan nilai tambah bagi UKM, serta memperluas kesempatan kerja dan
terjadi peningkatan perekonomian dan peningkatan pendapatan daerah setempat.

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah perumusan strategi pengembangan sentra
industri markisa di Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Adapun tujuan
spesifik penelitian ini adalah:
1. Menganalisisfaktor pengembangan sentramarkisadi Kabupaten Gowa
2. Merumuskan strategi pengembangan sentra markisa di Kabupaten Gowa

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan masukan terhadap UKM Markisa
Kabupaten Gowa untuk pengembangan produk dan diversifikasi produk serta
pengembangkan pemasarannya

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Ruang lingkup dan batasan penelitian ini yaitu: Merumuskan strategi
pengembangan sentra markisa yang difokuskan pada UKM markisa di Kabupaten
Gowa, untuk menyatukan semua pihak-pihak yang berkepentingan, disesuaikan
dengan kondisi lapangan dan beberapa faktor pendukung pengembangan sentra
industri markisa.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Daya Saing

Daya saing dapat dibedakan dalam berbagai tingkatan. Daya saing nasional
mengacu kepada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang
dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara lain. Sedangkan daya
saing daerah mempunyai arti yang sama dengan daya saing nasional, namun pada
skala daerah. Suatu daerah yang mampu bersaing dengan daerah lain dalam
memproduksi dan memasarkan barang dan jasanya disebut mempunyai daya saing
tinggi. Adapula daya saing perusahaan, yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk
menghasilkan suatu produk yang diminati konsumen relatif terhadap perusahaan
lain. Bedanya diantara ketiga daya saing tersebut, daya saing nasional ditentukan
oleh daya saing di daerah-daerah yang ada di negara tersebut, daya saing daerah
ditentukan oleh daya saing perusahaan-perusahaan yang ada di daerah tersebut,
sedangkan daya saing perusahaan ditentukan oleh tingkat produktivitas
perusahaan itu.
Menurut Tyson dalam Cho (2003) daya saing adalah kemampuan untuk
memproduksi barang dan jasa yang memenuhi uji persaingan internasional
sementara para warga negara menikmati standar berkesinambungan. Porter (1994)
mengemukakan bahwa secara nasional daya saing dipandang sebagai suatu
fenomena makroekonomi yang berkaitan dengan peubah tingkat kurs, tingkat
bunga dan defisit pemerintah. Jika daya saing diarahkan dengan kebijakan
pemerintah (pentargetan, proteksi, promosi impor dan subsidi) akan mendorong
suatu industri ke dalam keunggulan global. Daya saing suatu negara merupakan
derajat negara tersebut dalam kondisi pasar yang bebas dan adil dapat
memproduksi barang dan jasa yang memenuhi uji pasar internasional secara
simultan meningkatkan pendapatan riil warga negaranya.Daya Saing tingkat
nasional didasarkan pada kinerja produktivitas yang superior (Handayani 2007)
Ada dua prasyarat untuk teoridaya saing yang baik, yaitu teori harus cukup
komprehensif untuk menangkap lebih dari satu variabel, seperti sumber daya
alam, tenaga kerja, menjelaskan kompleksitas yang terus meningkat dari dunia
nyata. Kedua, teori harus cukup dinamis untuk menjelaskan sifat perubahan daya
saing nasional, yang tidak dapat dijelaskan baik oleh teori-teori klasik seperti
keunggulan absolut dan prinsip keuntungan. Teori Porter Model berlian telah
memenuhi kedua prasyarat tersebut, model ini terdiri dari empat variabel
komperhensif yaitu faktor kondisi, adanya permintaan, industri terkait dan industri
pendukung, adanya strategi dan adanya bisnis (Dong Sun, 2005) Sebagaimana
pada Gambar 1.
Faktor kondisi merupakan faktor input, yang dibutuhkan dalam
memproduksi suatu produk seperti sumber daya manusia, bahan baku dan bahan
tambahan yang digunakan, modal, infrastruktur administrasi dan infrastruktur
inovasi, infrastruktur teknologi dan informasi, dan sumber daya lainnya yang
dibutuhkan. Demand condition atau kondisi permintaan adalah peluang
permintaan serta permintaan lokal, dimana semakin maju suatu masyarakat dan

semakin besar peluang permintaan maka industri akan semakin berupaya untuk
meningkatkan kualitias produk atau melakukan inovasi untuk memenuhi
keinginan pelanggan.
Chance

Firm Strategi, Structure and Rivalry

Factor Condition

Demand Condition

Related and Supporting Industries

Goverment

Gambar 1 Dimond Model (Dong, 2005)
Related and supporting industry merupakan industri pendukung dan terkait
akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam klaster. Sinergi dapat tercipta
dalam biaya transaksi, teknologi, informasi maupun skill yang dapat dimanfaatkan
oleh industri atau perusahaan lainnya. Firm strategy, structure, and rivalary.
Strategi perusahaan dan pesaing akan memotivasi perusahaan atau industri untuk
selalu meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Dengan adanya persaingan
antar perusahaan, perusahaan terus menerus mencari inovasi baru dalam
peningkatan kualitas dan efisiensi produk.
Pemerintah dan perubahan ditambahkan kedalam sistem diamond Porter‟s,
dimana pemerintah memegang peranan penting dalam perkembangan dan
pertumbuhan suatu bisnis, dimana pemerintah mengeluarkan standar produk dan
peraturan-peraturan serta efek regulasi kondisi permintaan. Peluang ditambahkan
untuk menjadi masukan bagi industri dalam pengembangan inovasi, dimana
konsumen dan lingkuangan bisnis terus berubah seiring dengan perkembangan
zaman (Eric, 2009)

Konsep Pengembangan Agroindustri

Agroindustri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan setelah proses pasca
panen. Dengan kata lain bahwa agroindustri adalah fase pertumbuhan setelah
pembangunan pertanian yang diikuti oleh pembangunan agroindustri dan
kemudian pembangunan industri. Menurut Soekartawi (2005) mendefinisikan
bahwa agroindustri adalah sebagai pengolahan sumber bahan baku yang
bersumber dari tanaman ataupun hewan. Dengan demikian bahwa kegiatan atau

proses agroindustri merupakan upaya: 1) untuk meningkatkan nilai tambah
produk, 2) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan, dapat digunakan atau
dapat dimakan, 3) meningkatkan daya simpan, 4) menambah pendapatan dan
keuntungan bagi produsen (petani).
Dengan adanya proses pengolahan hasil pertanian (agroindustri) diharapkan
dapat meningkatkan daya saing dibidang industri terutama pada produk-produk
yang menjadi komoditas unggulan suatu daerah. Selain itu diharapkan dapat
menimbulkan multiplier efek dari pengembangan agroindustri meliputi semua
industri dari hulu sampai pada industri hilir. Karakteristik dari agroindustri yang
memiliki kelebihan dibandingkan dengan industri lainnya, antara lain:
(a) memiliki keterkaitan yang kuat baik dariindustri hulunya sampai ke industri
hilirnya, (b) menggunakan sumber daya alam yang ada (lokal) dan dapat
diperbaharui, (c) mampu memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif baik di
pasar internasional maupun di pasar domestik, (d) dapat menampung tenaga kerja
dalam jumlah besar, (e) produk agroindustri pada umumnya bersifat cukup elastis
sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yangberdampak semakin
luasnya pasar khususnya pasar domestik.
Produk agroindustri dengan komoditas unggulan dalam pengembangannya
agar dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan mempunyai kriteriakriteria antaralain: a) bahan baku, b) pohon industri dengan pemanfaatannya,
c) kondisi agroindustri dan komoditas pertanian saat ini, d) peluang pasar,
e) teknologi yang digunakan, f) penyebaran tenaga kerja, g) dampak ganda
terhadap produk lain, h) dampak lingkungan, i) kebijakan pemerintah. Dalam
pengembangan agroindustri mempunyai konsep yang diorientasikan untuk
mewujudkan kondisi dengan karakter : a) Peningkatan nilai tambah pada produk
yang dihasilkan; b) Peningkatan produktifitas dan daya saing; c) Penguatan
kapasitas dan kemampuan dari pelaku agoindustri; d) Penguatan keterkaitan
struktural secara internal dan lintas sektoral; e) Kebijakan makro dan mikro
ekonomi yang mendukung.

Rantai Nilai

Istilah rantai nilai mengacu pada serangkaian kegiatan yang diperlukan
untuk menghadirkan suatu produk (barang atau jasa) dimulai dari tahap
konseptual, dilanjutkan dengan beberapa tahap produksi, hingga pengiriman ke
konsumen akhir dan pemusnahan setelah penggunaannya (Kaplinsky 1999;
Kaplinsky dan Morris 2001). Rantai nilai terbentuk ketika semua pelaku dalam
rantai tersebut bekerja sedemikian rupa sehingga memaksimalkan terbentuknya
nilai sepanjang rantai tersebut. Istilah pelaku mengacu pada pihak yang memiliki
peran dalam rantai nilai misalnya; petani, pedagang, pemasok, pembeli. Selain itu
pelaku, terkadang terlibat dalam beberapa aktifitas pada satu proses produksi.
Definisi mengenai rantai nilai dapat ditafsirkan secara sempit maupun luas.
Pada definisi dalam arti sempit, suatu rantai nilai mencakup serangkaian
kegiatan yang dilakukan di dalam suatu perusahaan untuk menghasilkan keluaran
tertentu. Kegiatan di dalam perusahaan ini mencakup tahap pembuatan konsep

dan perancangan, proses diperolehnya input/sarana produksi, proses produksi,
kegiatan pemasaran dan distribusi, serta kinerja layanan purna jual. Seluruh
kegiatan tersebut membentuk „rantai‟ yang menghubungkan produsen dan
konsumen, dan tiap kegiatan menambahkan „nilai‟ pada produk akhir
(ACIAR, 2012)
Definisi rantai nilai berdasarkan pendekatan yang luas melihat berbagai
kegiatan kompleks yang dilakukan oleh berbagai pelaku (produsen utama,
pengolah, pedagang, penyedia jasa) untuk membawa bahan baku melalui suatu
rantai/aktivitas hingga menjadi produk akhir yang dijual. Rantai nilai yang „luas‟
ini dimulai dari sistem produksi bahan baku yang akan terus terkait dengan
kegiatan usaha lainnya dalam perdagangan, perakitan, pengolahan, dan lain-lain.
Kegiatan ini mencakup serangkaian kegiatan dan aktivitas dan semua hubungan,
baik yang bergerak maju ataupun mundur, sampai ketika bahan baku produksi
tersebut akhirnya terhubung dengan konsumen akhir.
Analisis rantai nilai bukanlah suatu proses linier namun sebaiknya berupaya
menangkap dinamika dan fleksibilitas yang terdapat dalam rantai nilai. Pemilihan
alat analisis yang akan digunakan dalam menganalisa rantai nilai tergantung pada
ruang lingkup dan tujuan analisis itu sendiri, seringkali akan terbentur pada
keterbatasan waktu atau dana, ataupun kendala lainnya. Suatu alat analisis dapat
digunakan secara lebih intensif dibandingkan dengan alat lainnya, tergantung pada
kepentingan dan tujuan analisis yang dilakukan, ketersediaan waktu untuk
analisis, serta pengalaman penggunaan rantai nilai.
Kaplinsky dan Morris (2001) memberikan penekanan bahwa tidak ada cara
yang “benar” untuk melakukan analisis rantai nilai; alih-alih pendekatan yang
diambil pada dasarnya bergantung pada pertanyaan yang diajukan. Namun
demikian, terdapat empat aspek analisis rantai nilai di sektor pertanian yang
dianggap penting yaitu memetakan para pelaku, mengidentifikasi distribusi
manfaat bagi pelaku, mengkaji peran peningkatan (upgrading) dalam rantai nilai
yang mencakup mutu, desain produk atau diversifikasi dalam lini produk,
mengkaji peran peningkatan dalam rantai nilai yang mengacu pada struktur
hubungan, mekanisme koordinasi antara para pelaku dalam rantai nilai.
Tiga aliran penelitian utama dalam literatur rantai nilai yaitu: (i) pendekatan
filière (Duruflé, Fabre et al. 1988), (ii) kerangka konseptual yang diuraikan oleh
Porter (1985) dan (iii) pendekatan global yang diusulkan oleh Kaplinsky (1999)
dan Gereffi et al (Gereffi 1994; Gereffi dan Korzeniewicz 1994; Gereffi 1999;
Gereffi, Humphrey et all. 2003).
(i) Pendekatan filière (Duruflé, Fabre et al. 1988)
Pendekatan „filière‟ (filière berarti untaian atau rantai) mencakup
berbagai mahzab dan tradisi penelitian. Awalnya pendekatan ini digunakan
untuk menganalisis usaha pertanian-kontrak (contract farming) dan integrasi
vertikal pada pertanian di Perancis pada tahun 1960-an. Analisis terutama
dilakukan sebagai alat untuk mempelajari cara-cara dikelolanya sistem
produksi pertanian (khususnya karet, kapas, kopi, dan kakao) dalam konteks
negara berkembang. Analisis filière difokuskan pada strategi yang meneliti
secara sistemik keterhubungan antara tujuan, hambatan, dan hasil dari tiap
jenis pelaku yang ada dalam rantai nilai.

(ii) Kerangka konseptual yang diuraikan oleh Porter (1985)
Porter mengkaji tentang keunggulan kompetitif. Porter menggunakan
kerangka nilai untuk mengkaji bagaimna suatu perusahaan seharusnya
memposisikan dirinya dipasaran serta dalam hubungan mereka dengan
pemasok, pembeli dan pesaing. Bagaimana suatu kegiatan usaha dapat
memberikan konsumen suatu produk atau layanan yang nilainya setera
dengan produk atau layanan yang diberikan pesaing namun dengan biaya
yang rendah (strategi harga) atau meskipun memiliki harga yang mahal tapi
tetap diminati oleh konsumen dan konsumen membayar lebih
(strategi diferensiasi). Daya saing suatu usaha dapat dianalisis dengan cara
melihat rantai nilai yang mencakup perencanaan produk, pengadaan
input/sarana produksi, logistik ekternal, pemasaran, penjualan, purna jual dan
layanan pendukung seperti perencanaan strategis, manajemen SDM, dan
kegiatan penelitian. Model porter berguna untuk mengidentifikasi kegiatan
utama dan kegiaatan pendukung perusahaan yang dijumpai dalam berbagai
kegiatan bisnis. Akan tetapi, perlu diingat bahwa dalam kerangka Porter,
konsep sistem nilai kebanyakan dianggap sebagai alat untuk membantu pihak
manajemen eksekutif mengambil keputusan strategis.
(iii) Pendekatan global yang diusulkan oleh Kaplinsky (1999) dan Gereffi et all
(Gereffi 1994; Gereffi dan Korzeniewicz 1994; Gereffi 1999; Gereffi,
Humphrey et all 2003).
Kerangka rantai nilai untuk mengkaji bagaimana perusahaan dan negara
dapat terintegrasi secara global, dan untuk mengkaji penentu distribusi
pendapatan global. Melalui pemetaan atas serangkaian kegiatan dalam suatu
rantai, analisis rantai nilai memilah pendapatan total dari suatu rantai nilai
menjadi perolehan yang dicapai oleh berbagai pihak dalam rantai tersebut.
Analisis rantai nilai dapat menunjukkan bagaimana perusahaan, daerah, dan
negara terhubung pada perekonomian global. Dalam kerangka rantai nilai,
hubungan dagang internasional dianggap sebagai bagian dari jaringan
produsen, eksportir, importir, dan pengecer, tempat dikembangkannya
pengetahuan dan hubungan untuk dapat mencapai akses ke pasar dan ke
pemasok.

Evaluasi Eksternal

Evaluasi eksternal menekankan pada identifikasi dan evaluasi tren dan
kejadian yang berada di luar kendali perusahaan. Evaluasi eksternal mengungkapkan
peluang dan ancaman utama yang dihadapi perusahaan, sehingga dapat
memformulasikan strategi untuk mengambil keuntungan dari peluang dan
menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman. Tujuan evaluasi eksternal
adalah untuk mengembangkan daftar yang terbatas tentang peluang yang
dapat memberi manfaat dan ancaman yang harus dihindari. Evaluasi eksternal
tidak ditujukan untuk mengembangkan daftar yang sangat panjang tentang
semua faktor yang mungkin mempengaruhi suatu bisnis, sebaliknya ditujukan
untuk mengidentifikasi variabel kunci menawarkan respon dapat dijalankan.

Perusahaan harus merespon secara agresif atau defensif terhadap faktor
dengan memformulasikan strategi yang mengambil keuntungan dari peluang
eksternal atau yang meminimalkan pengaruh dari ancaman potensial.
Menurut David (2009), kekuatan eksternal (external forces) dapat
dibagi menjadi lima kategori besar: (1) kekuatan ekonomi; (2) kekuatan sosial,
budaya, demografi, dan lingkungan; (3) kekuatan politik, pemerintah, dan hukum;
(4) kekuatan teknologi; dan (5) kekuatan kompetitif. Perubahan dalam kekuatan
eksternal mengakibatkan perubahan dalam permintaan konsumen untuk barang
industri dan konsumsi serta jasa. Kekuatan eksternal memengaruhi tipe produk
yang dikembangkan, karakteristik dari strategi segmentasi pasar dan
positioning, tipe jasa yang ditawarkan dan pilihan bisnis yang ingin diakuisisi
atau dijual.

Evaluasi Internal

Evaluasi internal menekankan pada identifikasi dan evaluasi kekuatan
dan kelemahan perusahaan pada area fungsional bisnis, termasuk manajemen,
pemasaran,
keuangan/akuntansi,
produksi/operasi,
penelitian
dan
pengembangan, sistem informasi manajemen. Semua organisasi memiliki
kekuatan dan kelemahan dalam area fungsional bisnis. Kekuatan/kelemahan
internal, digabungkan dengan peluang/ancaman eksternal dan pernyataan misi
yang jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi.
Tujuan dan strategi ditetapkan dengan memanfaatkan kekuatan internal
dan mengatasi kelemahan. Kekuatan perusahaan yang tidak dapat dengan
mudah disamakan atau ditiru oleh pesaing disebut kompetensi yang unik
(distinctive competencies). Menciptakan kompetensi yang unik melibatkan
pemanfaatan kompetensi yang unik..

Matriks Internal-Eksternal (I-E)

Matriks I-E menggunakan parameter yang meliputi parameter kekuatan
internal dan pengaruh eksternal perusahaan yang masing-masing akan diidentifikasi
ke dalam elemen eksternal dan internal melalui matriks Eksternal Factor
Evolution (EFE) dan Internal Factor Evolution (IFE). Tujuan penggunaan
matriks I-E adalah untuk memperoleh strategi bisnis ditingkat perusahaan
yang lebih detail.Penggabungan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks
Internal-Eksternal (IE) yang menghasilkan sembilan macam sel yang
memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan
EFE. Tetapi pada prinsipnya kesembilan sel dapat dikelompokkan menjadi tiga
strategi utama yang memiliki implikasi strategi yang berbeda.
Pertama. Growth Strategy, dapat disebut tumbuh dan bina. Divisi ini
berada pada sel I, II, III atau IV. Dalam hal ini perusahaan biasanya

mengejar pertumbuhan dalam keuntungan, pangsa pasar dan tujuan primer lain.
Strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan produk) atau
integratif (integrasi ke belakang, ke depan dan horizontal) tepat untuk divisi ini.
Kedua. Stability Strategy, dapat dikelola dengan strategi pertahanan
dan pemeliharaan. Divisi ini masuk dalam sel III, V, VII. Dalam hal ini
perusahaan menerapkan strategi tanpa mengubah arah strategi yang ditetapkan.
Tujuannya relatif defensif, yaitu menghindari kehilangan penjualan dan profit.
Ketiga. Retrenchment Strategy, dapat disebut pula dengan strategi
panen atau divestasi. Divisi masuk dalam sel VI, VII atau IX. Pada saat
kelangsungan hidup perusahaan terancam dan tidak dapat lagi bersaing secara
efektif, seringkali strategi yang menekankan penghematan dibutuhkan.

Penelitian Terdahulu

Suhendar (2009) mengkaji strategi pemasaran ikan asap (smoked fish) di
UKM Petikan Cita Halus Citayam - Bogor. Permasalahan yang dihadapi UKM
petikan cita halus Citayem - Bogor adalah rendahnya permintaan ikan asap pasar
dalam negeri sehingga keuntungan yang didapat jauh dari angka yang
diproyeksikan. Tujuannya yaitu merumuskan strategi pemasaran UKM yang tepat
sehingga mampu berkembang dan bertahan. Penelitian ini mengkaji strategi
fungsional pemasaran yaitu: a) segmentasi dan target pasar; b) posisi produk
dipasaran; c) bauran pemasaran (strategi produk, strategi distribusi, promosi; d)
analisis penjualan berdasarkan siklus umur produk. Metode yang digunakan
adalah deskriptif, dengan alat analisis SWOT dan analisis industry foresight. Hasil
analisis strategi pengembangan yang dikembangkan yaitu: mengefisienkan
pengeluaran untuk memperoleh keuntungan yang optimal; mengembangkan dan
memperbanyak faktor yang dimiliki; menjaga kelangsungan pasokan bahan baku;
melakukan kerjasama.
Purnawan (2010), menganalisa industri-industri kecil menengah roti kue
tersebut dengan melakukan studi kasus pada industi kecil Elsari Brownies dan
Bakery Bogor. Terdapat empat kriteria investasi yang dianalisa yaitu NPV (Net
Present Value), IRR (Internal Rate of Return), B/C ratio (Benefit/Cost Ratio) dan
Payback Period. Hasil penelitian menunjukan empat kriteria investasi yang positif
yaitu Nilai NPV sebesar Rp. 113.236.973,- dan Nilai IRR sebesar 66.81%,
sedangkan B/C ratio sebesar 1.45 kali dan PaybackPeriod dicapai dalam 31.69
bulan. Namun dalam keadaan lancar dimana tidak ada produk yang terbuang dari
pengembalian, hasil analisis terhadap ke empat criteria tersebut memperlihatkan
bahwa usaha ini sangat menguntungkan yaitu bila dilihat dari nilai NPV sebesar
Rp. 267,157,761,-, IRR sebesar 132.35%, Payback Period 18.4 bulan dan BenefitCost ratio sebesar 2.21 kali. Dengan hasil tersebut industri kecil Elsari
direkomendasikan menjalankan strategi hold and maintain. Strategi yang cocok
untuk sel ini adalah strategi penetrasi pasar dan strategi pengembangan produk.
Strategi-strategi yang didapat dari matriks SWOT dikelompokkan berdasarkan
kelompok-kelompok strategi yaitu strategi penetrasi pasar dan strategi
pengembangan produk. Industri Kecil Elsari sebaiknya melakukan strategi

penetrasi pasar berupa memperluas wilayah jaringan pemasaran dengan sasaran
utama pada tempattempat yang sudah dikenal sebagai tempat wisata kuliner
terpilih dan di daerah wisata di luar Bogor, dengan cara menjalin kerjasama
dengan counter yang telah ada di tempat tersebut atau membuka cabang baru.
Strategi pengembangan produk yang disarankan adalah memperbanyak produk
kue kering/brownies kering.
Taringan (2008) mengkaji strategi pengembangan agroindustri alam melalui
pendekatan klaster industri. Penelitian in menghasilkan Kabupaten Wajo sebagai
lokasi potensial pengembangan klaster industri sutera dengan industri inti adalah
industri penenunan. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Location Quotion (LQk) untuk identifikasi lokasi pengembangan klaster,
Analytical Hierarcy Process (AHP) untuk memelih lokasi pengembangan klaster
dan pemilihan industri inti klaster, Independent Preference Evaluation (IPE)
untuk mengidentifikasi rantai nilai industri.
Wibowo (2008) mengkaji analisis pembangunan klaster industri furniture
dikota Palangkaraya. Analisis dilakukan berdasarkan teori daya saing yang
digunakan oleh Porter dan Martin (2000) dan menggunakan LQ (Location
Quotion) untuk menganalisa dan menghitung industri yang layak untuk
dikembangkan. Penelitian ini menghasilkan industri yang prospektif untuk
dikembangkan adalaha barang kayu dan hasil hutan lainnya. Dengan faktor yang
mendukung pengembangan klaster adalah adanya dorongan dan bantuan
pemerintah Palangkaraya, ketersedian bahan baku rotan yang cukup banyak, dan
adanya SMK teknik pertukangan yang melakukan inovasi terhadap rotan yang
dihasilkan.
Hendrastuti 2012, mengkaji rancangan bangun model pemberdayaan
masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri “studi kasus minya
nilam”. Pada penelitiannya, melakukan pemodelan terkait dengan pengambilan
keputusan harga jual, dan sistem rantai pasokan. Serta melakukan pemodelan
terhadap sistem kelembagaan masyarakat pedesaan dalam klaster industri minyak
nilam di Kuningan dan Brebes. Model pemberdayaan masyarakat perdesaan
dalam klaster agroindustri minyak atsiri dibuat dalam perangkat lunak Sistem
Penunjang Keputusan (SPK) PAP-Klaster. Yang terdiri dari: 1) model kelayakan
usaha yang memiliki dua sub model yaitu sub model kelayakan usahatani dan sub
model kelayakan usaha industri kecil penyulingan; 2) model kesepakatan harga
yang memiliki dua sub model yaitu sub model kesepakatan harga usahatani dan
sub model kesepakatan harga industri kecil penyulingan; 3) model kinerja
usahatani dan industri kecil penyulingan; dan 4) model kelembagaan.
Kajian pengembangan sentra markisa di Kabupaten Gowa, dibatasi pada
analisis faktor pengembangan, analisis pelaku dan pihak-pihak yang
berkepentingan serta perumusan strategi untuk pengembangan sentra sehingga
mampu bersaing. Penelitian ini menggunakan analisa rantai nilai secara umum
dan kualitatif untuk mengetahui pelaku yang terlibat serta keterkaitannya dalam
industri markisa dengan cara memetakannya. Analisis daya saiang sentra markisa
dilakukan dengan pendekatan model Diamond Porter, untuk mengetahui sejauh
mana perkembangan sentra markisa di Kabupaten Gowa. Analisa IE dilakukan
untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam
pengembangan sentra industri markisa.

3 METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Markisa merupakan salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Gowa,
karena mengandung vitamin C tinggi dengan cita rasa asam khas dan
penyebarannya di beberapa kecamatan. Sebagai sentra markisa, pengolahan
markisa dilakukan oleh masyarakat setempat dengan menyuplai markisa ke
industri besar di Makassar dan sekitarnya maupun melakukan pengolahan. Tetapi
pengolahan produk yang dilakukan berdaya saing rendah disebabkan kurangnya
nilai tambah produk, kurangnya aneka produk olahan, desain produk yang kurang
menarik, dan lemahnya akses pasar. Selain itu, pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap perkembangan agroindustri markisa belum menunjukkan aktivitas
terpadu terhadap pengembangan dari hulu ke hilir.
Rendahnya daya saing agroindustri markisa di Kabupaten Gowa,
menjadikan masyarakat setempat sebagai pembudidaya dan penyuplai bagai
industri markisa di wilayah lainnya dan tidak mendapatkan nilai tambah lebih,
sehingga menjadikan Kabupaten Gowa sebagai sentra markisa tidak di kenal di
pasaran.
Pendekatan yang dapat digunakan untuk pengembangan agroindustri
markisa di Kabupaten Gowa adalah pendekatan klaster industri, yang menekankan
keterkaitan pelaku dan kegiatan dalam agroindustri markisa baik secara vertikal
maupun secara horizontal untuk peningkatan daya saing. Hal ini sesuai dengan
penelitian Hongbo (2011), yang menyatakan bahwa hubungan industri secara
horizontal atau vertikal dengan indsutri atau perusahaan-perusahaan terkait dalam
bisnis yang sama dan saling mendukung terjadi pada klaster industri. Dimana
keterkaitan vertikal adalah keterkaitan antar industri utama dengan industri
pemasok dan penyalur, horizontal keterkaitan antar industri utama dengan
industri/institusi terkait yang saling melengkapi dalam teknologi dan pemasaran
(Kotler 1997 dalam Taringan, 2008). Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan
suatu rancangan klaster industri agar agroindustri markisa di Kabupaten Gowa
memilik daya saing yang tinggi dan meningkatkan penghasilan masyarakat
setempat.

Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pada bulan Juni
hingga Agustus 2013.

Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yang diperoleh dari observasi, kuesioner yang telah
disiapkan dengan teknik wawancara langsung kepada petani, pengolah, pedagang
markisa serta pemerintah dan akademisi.
Data sekunder diperoleh dari instansi lembaga atau instansi pemerintah,
seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian serta
berbagai literature dan refrensi relefan yang mendukung penelitian ini. Jenis dan
sumber data penelitian selengkapnya pada Tabel 1.
Tabel 1 Data dan Sumber Data Penelitian
Jenis Data
1. Karakteristik pelaku agroindustri
2. Proses pengolahan dan jenis produk yang dihasilkan
dan alur produksi produk
3. Sumber bahan baku dan peralatan yang digunakan
4. Pihak-pihak yang terlibat dalam agroindustri markisa
5

Sumber data
Kuesioner dan
wawancara
Kuesioner dan
wawancara
Kuesioner dan
wawancara
Kuesioner dan
wawancara

Faktor-faktor pengembangan sentra markisa

Metode Pengumpulan Data

Pemilihan lokasi penelitian di Kabupaten Gowa dilakukan secara purposive
sampling. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa
Kabupaten Gowa adalah daerah sentra penghasil markisa terbesar di Sulawesi
Selatan dan tersebar di beberapa Kecamatan.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut:
- Untuk mengetahui lokasi sentra markisa di Kabupaten Gowa, dilakukan
penelusuran informasi melalui dinas perindustrian dan dinas pertanian
Kabupaten Gowa
- Informasi yang diperoleh berupa unit pengolah markisa dan sentra budidaya
markisa
- Setelah memperoleh informasi yang dibutuhkan, dilakukan observasi untuk
menyesuaikan informasi yang diberikan dengan kondisi lapangan
(Pengecekan unit usaha pengolahan markisa)
- Diperoleh bahwa informasi yang diberikan terkait dengan unit pengolahan
markisa di Kabupaten Gowa, ada beberapa yang sudah tidak beroperasi.
- Data primer dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, diperoleh
melalui wawancara mendalam menggunakan kuesioner yang terlah disiapkan
terlebih dahulu

-

-

-

-

-

Siapa saja pelaku-pelaku yang terlibat dalam agroindustri markisa ditanyakan
kepada UKM pengolah. Dari informasi yang diberikan diperoleh UKM
pengolah lainnya yang melakukan pengolahan markisa di Kabupaten Gowa,
petani yang menyuplai markisa dan pedagang yang terlibat dalam proses
penjualan produk yang dihasilkan
Pemilihan petani sebagai responden didasarkan pada informasi terkait
besarnya jumlah markisa yang disuplai. Petani yang menyuplai markisa
terbesar menjadi sampel untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan
Untuk petani markisa lainnya, dilakukan observasi sebagai pembanding
dengan sampel yang dipilih untuk melihat kesesuaian dan keterkaitan
informasi yang diberikan petani yang menjadi sampel
Pedagang yang dijadikan sampel pada penelitian ini adalah pedagang yang
berada di Kabupaten Gowa. Pemilihan pedagang di Kabupaten Gowa
dikarenakan akses dan untuk mengetahui pasar dari produk olahan yang
dilakukan
Untuk sampel dari pemerintahan di pilih dari dinas perindustrian, pertanian,
dan BAPPEDA
Pemilihan sampel dilakukan kepada pihak-pihak yang mengetahui tentang
agroindustri markisa di Kabupaten Gowa.Demikian halnya dengan pemilihan
akademisi

Data primer yang bersumber dari kuesioner tergolong data kualitatif, agar
memiliki nilai nominal dilakukan perubahan menjadi data kuantitatif dengan skala
likert.Skala Likert yang dikembangkan oleh Rensis Likert serta banyak digunakan
dalam riset-riset yang menggunakan metode survei (Istijanto 2005). Skala Likert
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas lima pilihan sikap alternatif, pada
Tabel 2.
Tabel 2 Skala Likert dan Bobot Nilai Jawaban Responden
No
Jawaban
Bobot
1 Tidak berpengaruh
1
2 Kurang berpengaruh
2
3 Sedikit berpengaruh
3
4 Berpengaruh
4
5 Sangat berpengaruh
5
Skala ini mengukur tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan responden
terhadap serangkaian pernyataan yang mengukur suatu objek. Skala Likert banyak
digunakan dalam riset-riset SDM untuk mengukur sikap karyawan, persepsi
karyawan, tingkat kepuasan karyawan, atau mengukur perasaan karyawan yang
lain. Skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan lima
kategori, sebab dipandang bisa mewakili tingkat intensitas penilaian responden
denga baik, penggunaan kategori yang terlalu banyak seringkali justru
membingungkan responden (Istijanto 2005). Pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan program Microsoft Excel.Pengumpulan data sekunder dilakukan
dengan cara studi dokumentasi sebagai pelengkap dari data primer yang diperoleh,
yaitu mengumpulkan dan mempelajari hasil studi/penelitian terdahulu yang
memiliki keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Dan data pendukung
lainnya yang diperoleh dari instansi pemerintahan.

Metode Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang diperoleh selanjutnya dianalisis dan
dijadikan bahan masukan bagi rancangan pembentukan klaster industri markisa di
Kabupaten Gowa. Analisis yang dilakukan adalah analisis rantai nilai dan analsis
Diamond Porter. R