Waktu itu Abdurrahman Wahid sebagai calon dari Poros Tengah menang mengalahkan Megawati. Kalau benar koalisi itu didasarkan atas sentimen
keagamaan, mengapa koalisi tidak terjadi antara Golkar dan PDIP, yang sama- sama sekuler dan terancam oleh kekuatan Islam? Orang yang biasa melihat politik
Indonesia dari kacamata Islam versus nasionalis-sekuler biasanya melakukan definisi ulang terhadap Golkar ketika dihadapkan dengan masalah tersebut:
Golkar pasca-Soeharto adalah Golkar yang didominasi anak-anak santri, terutama yang berlatar belakang HMI. Dalam banyak hal, Golkar dan PAN tidak banyak
berbeda. Karena itu, wakil-wakil Golkar di MPR tahun 1999 cenderung mendukung calon presiden dari Poros Tengah ketika dihadapkan pada pilihan
antara Megawati yang nasionalis-sekuler dan Gus Dur yang berlatar belakang santri. Jika benar faktor sentimen ke-Islaman yang paling menentukan dalam
koalisi ini, kemungkinan pola yang sama, yakni Poros Tengah plus Golkar, akan kembali terulang, karena sentimen keagamaan elite partai-partai itu sekarang pun
kurang lebih sama, tapi kemungkinan lain juga harus dipertimbangkan.
1. Konsepsi dan Esensi Koalisi
Koalisi berasal dari bahasa latin co-alescare, artinya tumbuh menjadi alat pengabung. Maka koalisi merupakan ikatan atau gabungan antara 2 atau beberapa
negara untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Atau beberapa partai fraksi dalam parlemen untuk mencapai mayoritas yang dapat mendukung pemerintah. Definisi
Universitas Sumatera Utara
tersebut menunjukan bahwa koalisi dibentuk terbentuk untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu.
92
Pendapat lain dikatakan oleh Yudha Hariwardana dalam artikelnya; mengatakan bahwa: Koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa
unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas
manfaat. Hal ini menunjukan bahwa dalam pembentukan sebuah koalisi mutlak adanya unsur kepentingan juga manfaat, sebuah koalisi tidak akan terbentuk
begitu saja melainkan karena adanya faktor-faktor penentu yang mendukung. Misalkan partai A berkoalisi dengan partai B, hal tersebut terjadi karena partai A
bias mengakomodir kepentingan dari partai B, demikian juga sebaliknya. Dengan kata lain terjadilah simbiosis mutualisme saling menguntungkan satu sama lain
dalam hal ini kepentingan masing-masing partai yang saling berkoalisi. Selain kepentingan dan untuk tercapainya tujuan tertentu pengertian lain dari koalisi bisa
juga karena untuk memperoleh perolehan suara yang signifikan agar dapat memenangkan pertarungan.
93
Essensi dari sebuah koalisi adalah adanya bergabungnya beberapa orang atau kelompok yang memiliki kepentingan. Karena dalam dunia politik yang
berbicara adalah kepentingan, hal tersebut diperkuat oleh Syamsudin Haris yang menyatakan bahwa; secara teoritis, masalah koalisi sebenarnya hanya relevan
dalam konteks sistem pemerintahan parlementer. Terciptanya koalisi sebenarnya
92
Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila Edisi ke IV, Yayasan Cipta Loka, Jakarta, 1988, hal. 50.
93
Yudha Hariwardana, Mempertanyakan Urgensi Koalisi Permanen; http:Wordpress. go.id. Diaksses tanggal 1 Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
diperuntukan hanya dalam menggalang dukungan dalam membentuk pemerintahan oleh partai pemenang pemilu, serta dibutuhkan untuk membangun
dan memperkuat oposisi bagi partai-partai yang mempunyai kursi di parlemen namun tidak ikut memerintah.
94
2. Sejarah Koalisi di Indonesia