Latar Belakang Pembentukan Kabinet Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat beberapa hal yang mutlak keberadaannya, yakni mengharuskan adanya pemilihan umum, adanya rotasi atau kaderisasi kepemimpinan nasional, adanya kekuasaan kehakiman yang mandiri, adanya representasi kedaulatan rakyat melalui kelembagaan parlemen yang kuat dan mandiri, adanya penghormatan dan jaminan hak asasi manusia, adanya konstitusi yang memberikan jaminan hal-hal tersebut berjalan. 1 Sebagai bagian dari penyempurnaan demokrasi tersebut, maka penataan kembali lembaga kepresidenan merupakan suatu hal yang harus dilakukan, mulai pada saat pemilihannya hingga pada saat fungsi dan tugas dari lembaga tersebut dijalankan. Muncullah suatu pemikiran bahwa kedaulatan harus dikembalikan ke tangan rakyat dengan memberikan peranan yang lebih besar yakni ikut dalam proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Kemudian lahirlah suatu kajian terhadap sistem pemilihan Presiden secara langsung dimana yang dimaksudkan Apabila prinsip-prinsip tersebut berjalan serta adanya jaminan secara konstitusional, maka salah satu konsekuensinya akan melahirkan suatu mekanisme penataan kekuasaan atas lembaga kepresidenan. Karenanya, masalah kekuasaan Presiden adalah merupakan perihal demokrasi dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. 1 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Cetakan ke-14, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hal. 60. Universitas Sumatera Utara disini bukan hanya diartikan bahwa rakyat secara “one man one vote” 2 memilih Presiden, sehingga Presiden terpilih adalah calon Presiden yang berhasil mengumpulkan suara paling banyak dari calon Presiden lainnya. Melainkan suatu pemilihan Presiden yang benar-benar mendapatkan legitimasinya langsung dari rakyat bukan melalui institusi rakyat permanen yang memainkan peran pengganti rakyat sekaligus kepadanya Presiden bertanggung jawab secara langsung. 3 Pemilihan Presiden dalam sistem pemerintahan presidensial 4 yang tidak dilakukan langsung oleh rakyat pemilih tetapi diserahkan kepada MPR mengandung beberapa masalah, yakni: 5 1. Konsep pemilihan Presiden oleh MPR menimbulkan beban pertanggungjawaban atas segala pelaksanaan kekuasaan Presiden yang dapat membawa jatuhnya Presiden dalam masa jabatannya jika pertanggungjawaban tidak diterima oleh MPR. Ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan dan secara khusus hubungan Presiden dengan lembaga perwakilan rakyat baik DPR maupun MPR merupakan hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara sistem parlementer di satu sisi dengan sistem presidensial di sisi lain. Pola hubungan seperti ini harus segera diahkiri, sebab jika hendak meletakkan dominasi kekuasaan negara atas prinsip kedaulatan rakyat di tangan lembaga perwakilan rakyat, maka 2 One man one vote adalah suatu istilah yang mengandung pengertian satu orang satu suara. Artinya, setiap orang rakyat berhak untuk menggunakan atau memberikan suaranya dalam suatu proses pemilihan yang berlangsung pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana pada masa sebelumnya bahwa rakyat tidak bisa menggunakan hak suaranya untuk ikut dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. 3 Mulyana W. Kusuma, dkk, Menata Politik Pasca Reformasi, KIIP, Jakarta, 2000, hal. 145. 4 Sistem pemerintahan presidensial ialah sistem pemerintahan yang tugas-tugas eksekutifnya dijalankan dan dipertanggungjawabkan oleh Presiden. 5 Mulyana W. Kusuma, op.cit., hal. 142 Universitas Sumatera Utara prinsip sistem parlementerlah yang harus dipakai. Tetapi jika hendak mempertahankan sistem Presidensial maka pola hubungan yang seimbang antara Presiden dengan lembaga perwakilan rakyat harus diterapkan. Dan ini berarti pengangkatan Presiden oleh MPR harus diubah dengan pemilihan langsung oleh rakyat agar legitimasi kekuasaan Presiden tak lagi berasal dari majelis. 2. Problem lain yang menyangkut dasar legitimasi kekuasaan Presiden. Pemilihan Presiden yang hanya ditentukan oleh anggota MPR akan sangat tergantung kepada konstelasi politik menjelang pemilihan Presiden pada saat sidang MPR. Jika suara MPR yang memenangkan calon Presiden yang terpilih sama dengan keinginan rakyat yang tercermin dari raihan kursi partai- partai yang mencalonkan calon Presiden dimaksud. Tetapi jika terjadi sebaliknya, kehendak calon Presiden dari sebagian besar anggota MPR tidak sama dengan yang diinginkan oleh sebagian besar rakyat, maka dasar legitimasi atau ukuran kemauan rakyat menjadi persoalan. Presiden terpilih akan mendapat tingkat akseptasi yang rendah di masyarakat sehingga prinsip kehendak rakyat sebagai dasar kekuasaan pemerintah tidak terpenuhi. 3. Pemilihan Presiden oleh MPR mudah dimanipulasi. Sejarah membuktikan dalam masa pemerintahan orde baru MPR telah direkayasa sedemikian rupa melalui pembuatan undang-undang tentang susunan dan kedudukan MPR, undang-undang tentang pemilihan umum dan undang-undang Universitas Sumatera Utara tentang partai politik dan golongan karya sehingga Presiden yang berkuasa dapat terus menerus dipilih oleh MPR itu. Seiring dengan perjalanan waktu, terjadi perubahan di sana-sini. Setelah adanya amandemen Undang-Undang Dasar 1945, rakyat diberikan hak yang lebih istimewa lagi yaitu dapat memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, 6 dimana pada saat berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen, hal tersebut adalah hak mutlak yang dimiliki oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden bisa dilakukan dengan cara diusulkan oleh partai politik ataupun gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. 7 Selanjutnya, akhir daripada proses demokrasi tersebut, institusi penyelenggara pemilihan umum akan mengumumkan pemenang pemilu dan akan melahirkan satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang merupakan representasi dari seluruh rakyat Indonesia yang nantinya akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. 8 Pembentukan kabinet 9 merupakan salah satu tugas yang harus dilaksanakan dalam waktu dekat oleh Presiden yang telah dilantik. Penentuan jumlah personil dan komposisi kabinet adalah wewenang mutlak atau hak prerogatif daripada Presiden. 10 6 Pasal 6A ayat 1 UUD 1945. 7 Pasal 6A ayat 2 UUD 1945. 8 Pasal 6A ayat 4 UUD 1945. 9 Kabinet adalah suatu dewan menteri yang bertugas membantu Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan sehari-hari. 10 T. A. Legowo, Paradigma Cheks and Balances, Center for Strategic and International Studies, Jakarta, 2002, hal. 89. Akan tetapi dalam menggunakan hak prerogatif tersebut, Presiden dalam mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri Universitas Sumatera Utara seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 11 Berkaitan dengan penyusunan kabinet tersebut banyak hal yang harus dijadikan pertimbangan oleh seorang Presiden terpilih yaitu; partai politik pendukung, apakah merupakan partai politik tunggal ataupun gabungan daripada beberapa partai politik; stabilitas roda pemerintahan ke depan; kemajuan negara; dan lain-lain, kesemuanya itu bersifat politis dan sepenuhnya menjadi hak mutlak Presiden tentang hal siapa yang bisa menjadi anggota kabinet. Akan tetapi di sisi lain ada ketentuan yang menyebutkan bahwa seseorang yang akan diangkat menjadi menteri dan masuk dalam kabinet Presiden terpilih haruslah memiliki integritas dan kepribadian yang baik selama perjalanan karirnya. harus mempunyai pertimbangan yang benar-benar matang dalam menentukan komposisi dan personil dalam kabinet tersebut. 12 Pada aspek inilah kemampuan Presiden terpilih dipergunakan dalam mempertimbangkan kesemua aspek dalam penyusunan kabinet, apakah yang dinginkan selama lima tahun perjalanan roda pemerintahan ke depan ialah stabilitas kabinet dengan cara memasukkan orang-orang dari partai pendukung atau gabungan partai pendukung, atau menginginkan kemajuan pemerintahan dengan menempatkan orang-orang profesional dalam kabinet sesuai dengan keahlian yang dimiliki? Tentu bukan merupakan hal yang sangat mudah untuk dilakukan. Karena dengan adanya konsep pemisahan kekuasaan yang dianut oleh Indonesia, akan ada sebuah sistem checks and balances antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif, dimana antara Presiden sebagai kepala eksekutif 11 Pasal 17 ayat 2 UUD 1945. 12 Pasal 22 ayat 2 huruf e UU No. 39 tahun 2008. Universitas Sumatera Utara mempunyai kedudukan yang sederajat dan saling mengendalikan dengan lembaga parlemen sebagai pemegang kekuasaan legislatif. 13 Apabila dalam pembentukan dan penyusunan kabinet Presiden lebih mengedepankan kemajuan dan perkembangan negara, maka selayaknya orang- orang profesional dan beberapa orang dari partai pendukung Presiden yang harus ditempatkan di dalam kabinet, dengan kata lain orang yang akan memimpin suatu kementerian haruslah orang yang benar-benar ahli dalam bidang tersebut, sesuai dengan tugas, fungsi dan keahliannya, akan tetapi Presiden dan kebinet akan mendapat kesulitan dalam menjalin hubungan dengan parlemen. Juga dalam menentukan kebijakan pemerintah, apalagi kalau partai pendukung Presiden tersebut bukan sebagai partai pemenang pemilu yang notabene pasti mempunyai suara minoritas di parlemen. Sebaliknya, jika stabilitas pemerintahan yang dikehendaki, maka Presiden harus menempatkan orang-orang dari partai politik pendukung ataupun dari gabungan partai politik pendukung di dalam kabinetnya, maka kepentingan gabungan partai politik pendukung akan terakomodir. Akan muncullah hubungan yang sangat harmonis antara Presiden sebagai kepala eksekutif dengan parlemen, dalam hal ini fungsi checks and balances tersebut tidak akan berjalan, karena Presiden dan kabinetnya telah didukung oleh mayoritas suara di parlemen. 14 Hal yang demikianlah yang harus dihindari, karena jika keadaan tersebut bertahan sampai dengan masa kepemimpinan Presiden berakhir, maka sudah 13 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Cetakan ke-3, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006, hal. 227. 14 Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada, Reformasi Hukum Ketatanegaraan, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2008, hal. 215. Universitas Sumatera Utara dapat dipastikan bahwa fungsi checks and balances tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Dengan demikian, salah satu hal yang bisa ditimbulkan akibat hubungan yang harmonis dengan tidak berjalannya fungsi checks and balances tersebut ialah terabaikannya kepentingan rakyat yang memberikan mereka mandat secara langsung untuk mensejahterakan segenap bangsa ini. Sebab fungsi pengawasan yang dimiliki oleh lembaga perwakilan rakyat tersebut tidak akan berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Berbagai pertanyaan akan muncul dengan sendirinya. Apakah cara yang paling tepat yang bisa dilakukan Presiden dalam menyusun kabinet? Pertimbangan apakah yang akan dipergunakan dalam penyusunan kabinet tersebut? Kesemuanya itu dikembalikan lagi kepada Presiden, karena alasan hak prerogatif yang tidak boleh dicampurtangani oleh siapapun termasuk Wakil Presiden. Apabila diperhatikan dengan seksama, penerapan sistem multipartai pada sistem pemerintahan presidensial bukanlah hal yang pas untuk dipadukan. Karena keduanya dipilih secara langsung oleh rakyat pemilih. Bila suatu ketika mayoritas suara di parlemen menentukan pilihan politik yang berbeda dengan Presiden, maka hubungan antara kedua lembaga tersebut akan berantakan, karena sistem pemerintahan presidensial sering kali terjebak dalam pemerintahan yang terbelah divided government antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif. Hal ini merupakan salah satu hal yang harus dijadikan sebagai pertimbangan oleh Presiden terpilih dalam proses penyusunan dan pembentukan kabinet. Presiden harus mampu mempelejari semua kemungkinan yang akan Universitas Sumatera Utara terjadi jika hendak menyusun dan membentuk kabinet agar terciptanya hubungan yang baik antara legislatif degan eksekutif dengan tidak mengenyampingkan fungsi checks and balances tersebut.

B. Permasalahan