BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sistem pemerintahan yang dianut oleh negara Republik Indonesia psaca
amandemen UUD 1945 adaah sistem pemerintaha presidensial murni, yaitu suatu sistem pemerintahan yang benar-benar memiliki karakter
sistem pemerintahan presidensial. Hal ini berbeda dengan sistem pemerintahan sebelum amandemen yang menggunakan sistem campuran,
yaitu campuran antara sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Hal ini dikarenakan dalam sistem ini Presiden
ditentukan harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR yang terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan daerah dan utusan-utusan
golongan fungsional. 2.
Pembentukan kabinet dalam sistem pemerintaan presidensial pasca amandemen Undang-undang Dasar 1945 mutlak berada di tangan presiden
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini dipertegas kembali oleh Undang-
undang kementerian negara yang menyatakan bahwa “Presiden membentuk kementerian luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia tahun 1945.
Universitas Sumatera Utara
B. Saran
1. Perlu adanya konsistensi dari pelaksanaan UUD 1945, khususnya yang
mengatur mengenai pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial murni yang telah diamanatkan oleh UUD 1945 pasca amandemen 1999-2002.
2. Presiden terpilih selaku pemegang hak prerogatif dalam pembentukan
kabinet tidak harus berkiblat pada kerangka koalisi yang telah dibangun, tetapi hendaknya harus mengedepankan profesionalitas dan kompetensi
para menteri yang akan menduduk i jabatan-jabatan tertentu dalam kabinet yang akan dibentuk.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM PEMERINTAHAN
A. Pengertian Sistem Pemerintahan
Untuk memahami lebih jauh mengenai pengertian sistem, berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat tentang defenisi dari sistem tersebut. Sistem
adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan bagian yang lain maupun
hubungan fungsional terhadap keseluruhan, sehingga hubungan itu dapat menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian yang satu dengan bagian yang
lainnya, akibat yang ditimbulkan jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik maka akan mempengaruhi bagian-bagian yang lainnya.
28
“Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang utuh, dimana di dalamnya terdapat komponen-komponen yang pada gilirannya merupakan
sistem tertentu yang mempunyai fungsi masing-masing, saling berhubungan satu dengan yang lain menurut pola, tata atau norma tertentu
dalam rangka mencapai suatu tujuan”. Berkaitan dengan
defenisi sistem, Pamudji menegaskan bahwa:
29
28
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta, 1988, hal. 66.
29
Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, Bina Aksara, Jakarta, 1985, hal. 9-10.
Dari kedua rumusan di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa sistem
adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang utuh dari beberapa komponen yang mempunyai hubungan fungsional dan ketergantungan antara satu dengan yang
lain menurut suatu norma tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan.
Universitas Sumatera Utara
Secara etimologi, kata pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan pemerintah berasal dari kata perintah. Menurut kamus bahasa, kata-kata tersebut
mempunyai arti sebagai berikut: a.
Perintah adalah perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu;
b. Pemerintah adalah kekuasaan memerintah suatu negara daerah
negara atau badan yang tertinggi yang memerintah suatu negara; c.
Pemerintahan adalah suatu perbuatan atau cara, urusan dalam hal memerintah.
30
Pengertian pemerintahan juga mempunyai dua pengertian yang berbeda yaitu pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti yang sempit.
Pemerintah dalam arti yang luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ-organ dan badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam
rangka mencapai tujuan negara. Menurut ajaran tripraja, pemerintah dalam arti sempit hanya meliputi kekuasaan eksekutif saja dan pemerintahan dalam arti
sempit meliputi segala kegiatan dari pemerintah. Jadi pemerintahan dalam arti sempit adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif dan
jajarannya dalam rangka mencapai tujuan negara.
31
1. Pemerintah sebagai gabungan seluruh badan kenegaraan yang
berkuasa memerintah, dalam arti kata luas. Jadi termasuk seluruh badan kenegaraan yang bertugas menyelenggarakan kesejahteraan
umum, yakni badan yang bertugas membuat peraturan perundang- undangan, badan yang bertugas menjalankan peraturan perundang-
undangan, dan badan yang bertugas mengawasi bagaimana peraturan perundang-undangan tersebut dijalankan. Dengan demikian badan-
badan tersebut meliputi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Utrecht berpendapat bahwa istilah pemerintah itu meliputi 3 tiga
pengertian yang berbeda, yaitu:
30
Ibid., hal. 3.
31
Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemerintah sebagai gabungan badan kenegaraan tertinggi yang
berkuasa memerintah di wilayah suatu negara, misalnya: Raja, Presiden, Yang Dipertuan Agung.
3. Pemerintah dalam arti kepala negara Presiden bersama-sama dengan
menteri-menterinya, yang berarti organ eksekutif, yang biasa disebut dengan dewan menteri atau kabinet.
32
Jadi apabila pengertian sistem dan pengertian pemerintahan dikaitkan,
maka kebulatan atau keseluruhan yang utuh itu adalah pemerintahan, sedangkan komponen-komponen itu adalah legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang mana
komponen tersebut telah mempunyai fungsi masing-masing. Komponen- komponen itu saling berhubungan satu dengan yang lain mengikuti suatu pola,
tata dan norma tertentu. Pada bab sebelumnya penulis juga sudah mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan sistem pemerintahan adalah sistem hukum ketatanegaraan, baik yang berbentuk monarki maupun republik, yaitu mengenai hubungan
antarpemerintah dan badan yang mewakili rakyat.
33
Mahfud MD mengemukakan bahwa sistem pemerintahan dapat juga dipahami sebagai suatu sistem hubungan
tata kerja antarlembaga-lembaga negara.
34
Penulis mengambil kesimpulan bahwa sistem pemerintahan adalah pola pengaturan hubungan antara lembaga negara yang satu dengan lembaga negara
yang lainnya atau bila disederhanakan ialah hubungan antara lembaga ekskutif, legislatif, dan yudikatif. Hubungan itu meliputi hubungan hukum, hubungan
organisasi, hubungan kekuasaan maupun hubungan fungsi.
35
32
M. Solly Lubis, Ilmu Negara, Alumni, Bandung, 1975, hal. 23.
33
Harun Alrasyid dalam Saldi Isra, loc. cit.
34
Moh. Mahfud MD dalam ibid.
35
Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar, Sinar Baru, Bandung, 1985, hal. 140.
Kesemuanya itu
Universitas Sumatera Utara
dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan Negara yang lazimnya dirumuskan dalam undang-undang dasar suatu Negara atau dokumen-dokumen Negara resmi
lainnya. Dari penelusuran berbagai literatur hukum tata negara dan ilmu politik,
terdapat perbedaan varian sistem pemerintahan. Misalnya C. F. Strong dalam buku “Modern Political Constitution” membagi sistem pemerintahan ke dalam
kategori: parliamentary executive dan non-parliamentary excecutive atau the fixed executive.
36
Sama halnya dengan C. F. Strong, beberapa pakar dan pengkaji hukum tata negara Indonesia juga punya pandangan yang beragam mengenai
betuk sistem pemerintahan. Misalnya Jimly Asshiddiqie membagi sistem pemerintahan menjadi tiga kategori, yaitu sistem pemerintahan presidensial
presidential system, sistem pemerintahan parlementer parliamentary system, dan sistem campuran mixed system atau hybrid system.
37
Sri Soemantri juga mengemukakan tiga varian sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan
parlementer, sistem pemerintahan presidensial, dan sistem pemerintahan campuran.
38
Jika kita melihat pendapat Denny Indrayana mengenai sistem pemerintahan, akan kita temukan bentuk-bentuk sistem pemerintahan yang lebih
variatif lagi, yaitu sistem pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan presidensial, sistem hibrid atau campuran, sistem kolegial, dan sistem monarki.
39
Walaupun terdapat banyak varian mengenai bentuk-bentuk sistem pemerintahan, namun sistem pemerintahan yang dibahas dalam penelitian ini
36
C. F. Strong dalam Saldi Isra, op. cit., hal. 24.
37
Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007, hal. 311.
38
Sri Soemantri dalam Saldi Isra, op. cit., hal. 25.
39
Denny Indrayana dalam Saldi Isra, ibid.
Universitas Sumatera Utara
dibatasi pada sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Karena secara umum pilihan itu didasarkan pada pertimbangan
bahwa ketiga sistem pemerintahan tersebut lebih banyak dipraktikkan jika dibandingkan dengan sistem pemerintahan lainnya. Bahkan dalam UUD 1945
sebelum perubahan dinilai mengandung unsur sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial atau sistem pemerintahan campuran. Di
samping itu, jika dihubungkan dengan perkembangan sistem ketatanegaraan Indonesia, semua konstitusi yang pernah ada dan termasuk yang kini sedang
berlaku tidak perah memperlihatkan karakter sistem pemerintahan kolegial dan sistem pemerintahan monarki.
40
B. Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial 1. Sistem Pemerintahan Parlementer