Sistem Pemerintahan Republik Indonesia Berdasarkan UUD 1945

maupun legislatif dapat saling melakukan pengawasan terhadap kinerja masing- masing lembaga.

C. Sistem Pemerintahan Republik Indonesia Berdasarkan UUD 1945

Untuk mengetahui sistem pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945, harus dimulai dengan melihat dan mempelajari berbagai persiapan menjelang kemerdekaan Republik Indonesia yang dilakukan oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan BPUPK. Pada sidang yang diadakan tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 dan 10-17 Juli 1945, sistem pemerintahan merupakan sebuah pokok bahasan yang diperdebatkan. Berbagai pendapat dan pandangan pun dikemukakan dalam sidang, termasuk Soepomo. Beliau merupakan orang yang paling banyak mendapat perhatian karena pidato yang disampaikannya dalam sidang tersebut terkait dengan gagasan negara integralistik. Dalam menyampaikan gagasan sistem permusyawaratan, Soepomo menghendaki adanya jaminan bagi pimpinan negara terutama kepala negara terus-menerus bersatu dengan rakyat. Beliau menghendaki susunan pemerintahan Indonesia harus dibentuk dengan sistem badan permusyawaratan. 69 69 Ibid, hal. 49. Dengan alasan kapitalisme yang merajalela, secara implisit Soekarno menolak model lembaga legislatif seperti di Amerika Serikat. Meskipun menolak model lembaga legislatif tersebut, bukan berarti Soekarno setuju dengan praktik demokrasi pola sistem pemerintahan parlementer. Universitas Sumatera Utara Sementara itu, dalam Rapat Besar pada tanggal 15 Juli 1945, pada saat menyampaikan susunan kekuasaan pemerintahan, Muh. Yamin mengusulkan agar kementerian satu per satu atau secara keseluruhannya bertanggung jawab kepada dewan perwakilan. Meskipun anggota BPUPK cenderung menolak sistem pemerintahan parlementer, akan tetapi tidak ditemukan pembahasan yang secara eksplisit untuk menerima sistem pemerintahan presidensial. Pandangan yang ditemukan dalam rapat tersebut ialah bahwa Indonesia merdeka memerlukan pembentukan pemerintah yang kuat, dengan kata lain stabilitas merupakan syarat mutlak untuk membangun sebuah negara baru. 70 Bahkan pada saat menyampaikan racangan bentuk pemerintahan dalam rancangan undang-undang dasar pada 15 Juli 1945, Soepomo menjelaskan bahwa sistem pemerintahan yang ditegaskan dalam rancangan undang-undang dasar adalah sistem pemerintahan yang memberikan dominasi kekuasaan negara bagi pemerintah, terutama kepada kepala negara, pertanggungjawaban dan pemusatan kekuasaan berada di tangan kepala negara. 71 1. Indonesia memerlukan kepemimpinan yang kuat, stabil, dan efektif untuk menjamin keberlangsungan eksistensi negara Indonesia yang baru diproklamasikan. Para pendiri bangsa meyakini bahwa model kemimpinan Maka, pada tanggal 18 Agustus 1945, sistem pemerintahan presidensial yang menjadi sistem pemerintahan Republik Indonesia disahkan oleh PPKI. Ada empat alasan pokok yang dijadikan referensi oleh para pendiri bangsa dan pembentuk kostitusi memilih sistem pemerintahan presidensial, yaitu: 70 Muh. Yamin dalam ibid., hal. 51. 71 RM. A.B. Kusuma dalam ibid. Universitas Sumatera Utara negara kuat dan efektif hanya dapat diciptakan dengan memilih sistem pemerintahan presidensial dimana Presiden tidak hanya berfungsi sebagai kepala negara tetapi juga sebagai kepala pemerintahan. 2. Karena alasan teoritis yaitu alasan yang terkait dengan cita negara terutama cita negara integralistik pada saat pembahasan UUD 1945 dalam sidang BPUPK. Sistem pemerintahan presidensial diyakini sangat kompatibel dengan paham negara integralistik. 3. Pada awal kemerdekaan, Presiden diberi kekuasaan penuh untuk melaksanakan kewenangan-kewenangan DPR, MPR, dan DPA. Pilihan pada sistem pemerintahan presidensial dianggap tepat dalam melaksanakan kewenangan yang luar biasa itu. Tambah lagi, dengan sistem pemerintahan presidensial, Presiden dapat bertindak lebih cepat dalam mengatasi masalah-masalah kenegaraan pada masa transisi. 4. Merupakan simbol perlawanan atas segala bentuk penjajahan karena sistem pemerintahan parlementer dianggap sebagai produk penjajahan oleh para pendiri bangsa. 72 Pada pokoknya sistem pemerintahan yang dipakai ialah sistem pemerintahan presidensial. Akan tetapi mencermati berbagai karakter yang ada dalam sistem pemerintahan parlementer dijalankan dalam sistem pemerintahan yang dipilih, maka dapat dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang dianut oleh negara Republik Indonesia ialah sistem campuran. Dikatakan sistem campuran karena dalam sistem ini Presiden ditentukan harus tunduk dan bertanggung jawab 72 Aulia A. Rachman dalam ibid., hal. 52. Universitas Sumatera Utara kepada MPR yang terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan daerah dan utusan-utusan golongan fungsional. Dalam penjelasan UUD 1945, meskipun sekarang tidak berlaku normatif lagi secara langsung tetapi sebagai dokumen historis masih tetap dapat dijadikan acuan ilmiah yang penting, dinyatakan bahwa “Presiden bertunduk dan bertanggung jawab kepada MPR”. Artinya, meskipun kepala negara dan kepala pemerintahan menyatu dalam jabatan Presiden, tetapi dianut juga adanya prinsip pertanggungjawaban Presiden sebagai kepala eksekutif kepada cabang kekuasaan legislatif. Karena itu, dapat dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang dianut dalam UUD 1945 sebelum perubahan bersifat campuran atau biasa disebut dengan sistem quasi presidensial, ataupun semi presidensial. 73 a. Presiden dipilih dan diangkat oleh MPR. Hal tersebut dapat kita lihat dari sistem pemerintahan negara sebelum amandemen UUD 1945 yang ditegaskan dalam Penjelasan UUD 1945, yaitu: b. MPR adalah pemegang kekuasaan negara tertinggi. c. Presiden adalah mandataris MPR. d. Presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR. Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia di masa lalu, praktik mengenai sistem pemerintahan presidensial yang bersifat campuran ini juga dilaksanakan secara tidak konsisten. Misalnya, dalam waktu tidak sampai tiga bulan sejak disahkan, UUD 1945 yang menganut sistem pemerintahan presidensial tersebut sudah dilaksanakan secara menyimpang, yaitu dengan dibentuknya Kabinet 73 Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara….., op. cit., hal. 321. Universitas Sumatera Utara Parlementer Pertama di bawah Perdana Menteri Sutan Syahrir pada tangga 14 November 1945. 74 Diterapkannya sistem pemerintahan parlementer itu didasarkan atas Maklumat Wapres No. X tanggal 16 Oktober 1945. Wakil Presiden mengumumkan, “Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya MR dan DPR, diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN”. Menurut UUD 1945, para menteri tidak bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat, sekalipun dalam kesehariannya menteri bekerja sama dengan Komite Nasional Pusat atau Badan Pekerja dalam pembuatan undang-undang. Padahal UUD 1945 yang baru disahkan tidak menganut sistem pemerintahan parlementer dan tidak mengenal jabatan Perdana Menteri sama sekali. Sistem pemerintahan parlementer ini terus menerus dipraktikkan sampai periode berlakunya UUD RIS 1949 dan UUDS 1950. Bahkan setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang kembali memberlakukan UUD 1945 sebagai konstitusi Republik Indonesia, sistem pemerintahan yang dipraktikkan adalah sistem pemerintahan parlementer. 75 Sebelum terbentuknya Kabinet Syahrir I, kabinet pertama yang dibentuk adalah kabinet presidensial di bawah tanggung jawab Presiden, yaitu kabinet yang bekerja antara tanggal 2 September 1945 – 14 November 1945, dapat dikatakan bahwa pemerintahan selanjutnya menerapkan sistem pemerintahan parlementer. Akan tetapi, hal itu juga tidak dijalankan secara konsisten. Setelah itu kabinet presidensial kembali dibentuk, yaitu seteleh Kabinet Amir Syarifuddin II dibubarkan pada tanggal 29 Januari 1948, yaitu dari tanggal 29 Januari 1948 – 5 74 Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta, 1977, hal. 64. 75 Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara…, loc. cit. Universitas Sumatera Utara Agustus 1949. Kabinet presidensial kedua ini dirombak pada tanggal 4 Agustus 1949 dan terus bekerja sampai dengan tanggal 20 Desember 1949. Namun secara substansial, kabinet tersebut merupakan kabinet parlementer, karena para menteri ditentukan bukan bertanggung kepada Presiden, melainkan kepada parlemen. 76 Dapat dikatakan bahwa UUD 1945 itu baru dipakai sebagai referensi ketatanegaraan dalam praktik nyata pada masa Orde Baru. Di masa Orde Baru, sistem pemerintahan presidensial yang diatur di dalam UUD 1945 diterapkan penuh dengan memusatkan tanggung jawab kekuasaan pemerintahan negara di tangan Presiden. Saking kuatnya kedudukan Presiden, maka meskipun MPR diakui sebagai lembaga tertinggi negara, tetap Presiden diharuskan tunduk dan bertanggung jawab, tetapi dalam kenyataan praktik, semuanya tergantung kepada Presiden. Adanya unsur pertanggungjawaban Presiden kepada MPR itu justru Inkonsistensi penerapan sistem pemerintahan ini merupakan bentuk penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945 sendiri yang jelas-jelas menganut sistem pemerintahan presidensial. Namun harus diakui bahwa keabsahan penerapan sistem pemerintahan parlementer tersebut dapat dibenarkan atas dasar konvensi ketatanegaraan dan hukum kebiasaan yang telah diterapkan sebelumnya. Di samping itu, kenyataan di atas dapat dikatakan juga terjadi karena UUD 1945 sendiri memang dimakudkan hanya sebagai undang-undang dasar kilat menurut Bung Karno dalam sidang-sidang BPUPK. Oleh karena itu dapat dimaklumi bahwa UUD 1945 itu belum dapat dijadikan referensi sungguh-sungguh sejak masa-masa awal kemerdekaan. 76 Ibid., hal. 324. Universitas Sumatera Utara memperlihatkan ciri parlementer dalam sistem pemerintahan presidensial yang dianut oleh UUD 1945. Karena itu, secara normatif, sistem yang dianut oleh UUD 1945 itu bukanlah murni sistem pemerintahan presidensial, tetapi hanya quasi presidensial. Sifat quasi atau sistem pemerintahan presidensial yang tidak murni itulah yang diubah ketika UUD 1945 diubah pada tahun 1999 sampai tahun 2002, yaitu dengan mengubah kedudukan MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, melainkan sebagai lembaga negara yang sederajat dengan Presiden. Di samping itu, ditentukan pula bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam Perubahan Pertama sampai Perubahan Keempat UUD 1945, tergambar adanya semangat untuk mengadakan purifikasi atau pemurnian sistem pemerintahan presidensial Indonesia dari sistem sebelumnya yang dianggap tidak murni bersifat presidensial. 77 a. Pasal 4 ayat 1 berbunyi; “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945’. Bentuk daripada perubahan tersebut dapat kita lihat dari berbagai aturan yang dirubah melalui amandemen UUD 1945 mulai dari Perubahan Pertama sampai dengan Perubahan Keempat, yaitu: b. Pasal 6A berbunyi; “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. 77 Ibid., hal. 326. Universitas Sumatera Utara c. Pasal 7 berbunyi; “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. d. Pasal 7 C berbunyi; “Presiden tidak dapat membekukan danatau membubarkan DPR”. e. Pasla 14 berbunyi; “Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung, dan Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR”. f. Pasal 17 ayat 2 berbunyi; “Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden”. 78 Dengan berbagai perubahan yang dilakukan sampai dengan empat kali, mulai dari tahun 1999 sampai tahun 2002, dapatlah dirumuskan suatu sistem pemerintahan yang benar-benar memiliki karakter sistem pemerintahan presidensial, atau dengan kata lain bahwa sistem pemerintahan presidensial yang terdapat dalam UUD 1945 setelah perubahan bisa dikatakan menganut sistem pemerintahan presidensial murni. 78 Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara maju, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hal. 59-60. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang