Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Integrasi Usaha Ternak Sapi Potong dan Usahatani Padi di Kabupaten Bandung

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH
BERBASIS INTEGRASI USAHA TERNAK SAPI POTONG
DAN USAHATANI PADI DI KABUPATEN BANDUNG

RIA HERIAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan
Wilayah Berbasis Integrasi Usaha Ternak Sapi Potong dan Usahatani Padi di
Kabupaten Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Ria Heriawati
NIM A.156130144

RINGKASAN
RIA HERIAWATI. Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Integrasi Usaha
Ternak Sapi Potong dan Usahatani Padi di Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh
KHURSATUL MUNIBAH dan WIDIATMAKA
Salah satu upaya untuk mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan adalah
pengembangan pola bertani dengan tetap memperhatikan ekosistem lahan dan
efisiensi lahan. Pola integrasi usaha ternak sapi potong dengan lahan sawah
diharapkan mampu membantu mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan.
Diversifikasi usahatani dan ternak diharapkan juga dapat ikut membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pupuk merupakan salah satu input produksi dalam usahatani padi dan
penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan
kualitas lahan. Untuk jangka panjang, hal tersebut dapat mengakibatkan
penurunan produktivitas lahan. Dalam usaha ternak, ketersediaan dan kontinuitas
hijauan sebagai sumber pakan seringkali menjadi kendala. Sementara pakan

sangat berkaitan dengan produktivitas ternak. Permasalahan lain dalam usaha
ternak dan usahatani padi saat ini adalah keberadaan lahan. Saat ini lahan
pertanian semakin menyempit akibat pembangunan dan kebutuhan masyarakat
yang semakin meningkat. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan upaya
bagaimana usaha pertanian dapat menjadi basis dalam pengembangan wilayah di
kabupaten Bandung. Agar pelaksanaannya dapat berjalan efektif dan efisien,
diperlukan inventarisasi sebaran dan luasan sawah aktual dan lahan yang sesuai
secara ekologis untuk perkembangan sapi potong. Berdasarkan hal tersebut
disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut; 1) dimana sebaran dan luasan
sawah aktual?, 2) dimana sebaran dan luasan lahan yang sesuai dan optimal secara
ekologis untuk pengembangan usaha ternak sapi potong?, 3) dimana lahan
tersedia untuk pengembangan usaha ternak sapi potong integrasi usahatani padi
berdasarkan nilai Indeks Daya Dukung hijauan makanan ternak?, 4) bagaimana
keuntungan dari kegiatan pola usaha tersebut?, dan 5) bagaima arahan
pengembangannya?.
Tujuan dari penelitian ini adalah; 1) menganalisis sebaran dan luasan sawah
aktual di Kabupaten Bandung, 2) menganalisis kesesuaian lahan ekologis untuk
pengembangan budidaya sapi potong di Kabupaten Bandung, 3) menganalisis
sebaran lahan tersedia untuk pengembangan wilayah integrasi usaha ternak sapi
potong dan usahatani padi, 4) menganalisis keuntungan pola usaha ternak

integrasi usahatani padi, dan 5) merumuskan arahan pelaksanaan pengembangan
wilayah integrasi usaha ternak sapi potong dan usahatani padi.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bandung sejak bulan Juni hingga
November tahun 2014. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan hasil wawancara melalui penyebaran kuesioner
kepada stekaholder yang berkaitan (peneliti, pelaku dan birokrat). Data sekunder
dikumpulkan dari instansi terkait (BIG, Kementan RI, Kemen PU, BPS, Bappeda,
Disnakan, Distanbunhut, dan BKP3). Analisis yang digunakan meliputi ; 1)
Analisis tutupan lahan sawah aktual, 2) Analisis MCE, 3) Analisis GIS, 4)
Analisis RC rasio, 5) Analisis SWOT.
Berdasarkan hasil analisis tutupan lahan sawah aktual diperoleh hasil : 1)

luasan sebaran sawah aktual adalah 31.735 ha, terdiri dari sawah irigasi 28.497 ha
dan tadah hujan 3.222 ha, dan terkonsentrasi di bagian tengah Kabupaten
Bandung dan tersebar di 12 kecamatan, 2) hasil analisis MCE untuk kesesuaian
lahan ekologis budidaya sapi potong menunjukkan bahwa sumber hijauan
merupakan faktor paling berpengaruh (0,24) kemudian sumber air (0,19), curah
hujan (0,17), tingkat kemiringan (0,15), elevasi (0,13), dan THI (0,12).
Berdasarkan data tersebut, diperoleh luasan pengembangan sapi potong
kesesuaian S1 32.745 ha, kesesuaian S2 62.897 ha, dan S3 seluas 47 ha. Sebagian

besar lokasi berada di bagian tengah kabupaten Bandung dan semakin ke utara
dan semakin ke selatan kelas kesesuaian semakin besar, 3) pengembangan
wilayah berbasis integrasi usaha ternak sapi potong dan usahatani padi
berdasarkan analisis spasial dapat diaplikasikan pada luasan lahan S1 7.730 ha, S2
5.420 ha, dan S3 0,01 ha, 4) nilai keuntungan atas lahan yang melakukan kegiatan
integrasi mencapai 1.100 trilliun rupiah. Nilai RC rasio dari usaha untuk kegiatan
integrasi lebih besar (2,24) dibandingkan usahatani padi non integrasi (2,12) dan
usaha ternak sapi potong saja (1,27), 5) Berdasarkan analisis SWOT disimpulkan
bahwa pengembangan wilayah berbasis integrasi usaha ternak sapi potong dan
usahatani padi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan produksi padi dan
meningkatkan populasi ternak sapi potong melalui optimalisasi lahan dalam
bentuk diversifikasi usahatani. Hal tersebut karena kabupaten Bandung memiliki
kekuatan biofisik lahan dan luasan lahan sawah yang sangat besar. Maka strategi
yang dapat dilakukan dalam pengembangan wilayah berbasis integrasi usaha
ternak sapi potong dan usahatani padi ini adalah dengan membentuk kelompokkelompok tani ternak yang melakukan kegiatan pertanian model integrasi tani
ternak atau menggabungkan kelompok tani/ternak yang sudah ada. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan produk hasil pertanian beras dan daging serta efek
perbaikan lingkungan dari kegiatan integrasi tersebut.

Kata kunci: Analysis MCE, Integrasi, Usahatani Padi, Usaha Ternak Sapi Potong


SUMMARY
RIA HERIAWATI. Regional Development Direction Based On Farming
Integrated (Livestock-Paddy Field) In Bandung Regency. Supervised by
KHURSATUL MUNIBAH and WIDIATMAKA.
One of the efforts to achieved sustainable agriculture systems is through
farming pattern development with regard to land ecosystems and land efficiency.
Integration models of livestock and paddy field farming were the form by
optimalization and farming diversification that can be expected help to realization
an integrated and sustainable agriculture systems. Based on that, is effort that the
integration can be a solution to improve rice production and increase cattle
population in Bandung regency.
As a result of that, we need to researched about how the implementation can
be run effectinely and efficiently in Bandung regency. To completed this reseach,
we collect the research questions as follows is where the distribution and actual
paddy field and the distribution of suitable land for beef cattle development. Next,
where is the suitable land for integrated farming based on value of Carrying
Capacity Index and does not conflict with the local government spatial pattern
plan. Finally, how much provitable and development direction for that
implementation?.

The purpose of this study was analizing the actual paddy fields distribution
and the ecological suitability of land for beef cattle farm development in Bandung
regency. Next, analyzing the distribution of land available for developing
integrated farming and formulating the direction of implementation regional
agriculture development policy.
The experiment was conducted in Bandung regency from June until
November 2014. The data used consist of primary data and secondary data.
Primary data is the result of interviews by distributing questionnaires to
stekaholder related (researchers, actors and bureaucrats). Secondary data was
collected from relevant agencies (BIG, the Indonesian Ministry of Agriculture,
Ministry of Public Works, BPS, Bappeda, Disnakan, Distanbunhut, and BKP3).
The analysis includes; 1) Analysis of the actual paddy land cover, 2) Analysis of
MCE, 3) Analysis of GIS, 4) Analysis of RC ratio, 5) SWOT Analysis.
Based on the analysis of actual paddy land cover obtained results: 1) the
extent of the actual distribution of the rice fields is equal to 31.735 ha where the
locations are concentrated in the central part of Bandung regency and spread over
12 districts, 2) due to analysis of land suitability for beef cattle ecological based
MCE analysis showed that the source of forage is the most influential factor in the
results of the highest weight (0.24) then the source of water (0,19), rainfall (0,17),
degree of slope (0,15), elevation (0,13), and THI (0,12). Depend on these data,

was obtained by wide of the land area for beef cattle very suitable (32.745 ha),
suitable (62.897 ha) and marginally suitable (47 ha). Most locations are in the
central part of the district of Bandung and further to the north and further south to
the lower suitability. 3) regional development wide area based on integrated
farming can be applied to an area of 7.730 ha of land S1, S2 (5.420 ha) and 0.01
ha of land S3,4) value gains on land integration activities reached 1.100 trillion

rupiah. RC value ratio of effort for greater integration activities (2,24), rice
farming only (2,12) and beef cattle only (1,27), 5) due to the SWOT analysis
concluded that the development of the region-based integrated farming can be a
solution to improve rice production and increase the cattle population through the
optimization of the land in the form of farm diversification. This is because the
districts of Bandung has the power biophysical land and wet land area is very
large. The strategy can be done whereas by maximizing the function of farmer
groups / livestock.
Keywords: integrated farming, livestock, MCE Analysis, paddy field.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS
INTEGRASI USAHA TERNAK SAPI POTONG DAN
USAHATANI PADI DI KABUPATEN BANDUNG

RIA HERIAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi : Dr Ir Baba Barus, MSc.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “ Arahan Pengembangan
Wilayah Berbasis Integrasi Usaha Ternak Sapi Potong dan Usahatani Padi di
Kabupaten Bandung” ini berhasil diselesaikan.
Ucapan terima kasih yang sangat dalam penulis sampaikan atas segala
bantuan dan bimbingan atas terselesaikannya tesis ini. Dengan segala hormat
penulis ucapkan kepada :
1. Ibu Dr Dra Khursatul Munibah, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan
Bapak Dr Ir Widiatmaka, DAA selaku anggota komisi pembimbing.
2. Bapak Prof Dr Ir Santun RP Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
3. Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Badan Kepegawaian Pendidikan dan

Pelatihan atas pemberian tugas belajar dan dukungan materi yang diberikan.
4. Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten
Bandung atas izin dan kemudahan dalam penyelesaian study.
5. Kepala Pusbindiklatren Bappenas yang telah mengalokasikan anggaran
beasiswa tugas belajar.
6. Segenap dosen pengajar dan asisten pada Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bimbingan dan
dukungannya.
7. Segenap staf Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor yang telah membantu kelancaran selama studi.
8. Suami, anak-anak, kedua orang tua, dan mertua serta keluarga besar atas
segala dukungan dan do’a yang senantia mengalir dengan tulus ikhlas.
9. Rekan-rekan sesama peserta Program studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Angkatan 2013 atas
kebersamaannya.
10. Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pacet beserta rekan-rekan penyuluh
peternakan (budak angon kabupaten Bandung) atas segala dukungan dan
bantuan dalam perolehan data.
11. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satupersatu atas bantuan dan
dukungannya terutama dalam kemudahan perolehan data.

Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak terlepas dari kesalahan dan
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran untuk kebaikan sangat saya hargai.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Ria Heriawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
2
3
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Pengembangan Wilayah
Integrated Farming
Daya Dukung Wilayah
Potensi Usaha Ternak Sapi Potong dalam Usaha Pertanian
Analisis Usahatani
Sistem Informasi Geografis
Analisis Perumusan Strategi

5
5
6
7
10
11
11
12

3

12
12
13
14
15
17
17
17
22
23
23
24
25

METODE
Lokasi Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Tahapan Penelitian
Asumsi dan parameter dalam Analisis / Aspek Teknis
Metode Analisis
Analisis Penggunaan Lahan
Analisis Kesesuaian Lahan
Analisa Usahatani
Analisis Kebijakan
Analisis Faktor Strategi Internal
Analisis Faktor Strategi Eksternal
Matriks SWOT

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Demografi
Kondisi perekonomian
Kondisi Umum Peternakan
Produksi Limbah Hasil Pertanian
Produksi Pupuk Kandang dari Limbah Ternak
Kondisi Fisik Wilayah
Rencana Tata Ruang Wilayah

26
26
27
29
30
30
31
35

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lahan Sawah
Lahan Aktual
Lahan Aktual Sawah Tersedia

37
37
37
38

Kesesuaian Lahan Ekologis untuk Ternak Sapi Potong dengan Pendekatan
Multi Criteria Evaluation (MCE)
39
Hasil MCE
39
Indeks Daya Dukung Limbah Sumber Hijauan Makanan Ternak
46
Kapasitas Tampung
47
Peta Kesesuaian Lahan Ekologis Berdasar Indeks Daya Dukung
49
Lahan Integrasi Usaha Ternak Sapi Potong dan Usahatani Padi
Model Kegiatan Integrasi

50
51

Analisis Usahatani
Nilai Tambah Kegiatan Integrasi

53
54

Strategi dan Arahan
Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal
Arahan Lahan Pengembangan Kegiatan Integrasi

55
58
61

6 SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
SARAN

67
67
67

DAFTAR PUSTAKA

68

LAMPIRAN

72

RIWAYAT HIDUP

81

DAFTAR TABEL
1. Kandungan pupuk asal kotoran sapi
2. Pemanfaatan pupuk organik (ha/musim)
3. Kriteria kebutuhan lingkungan ternak sapi potong
4. Jenis dan sumber data sekunder
5. Matriks pencapaian tujuan penelitian
6. Asumsi penentuan lokasi pengembangan wilayah berbasis integrasi
7. Tabel kepentingan
8. Karakteristik pakan limbah tanaman pangan
9. Karakteristik potensi pakan hijauan setiap penggunaan lahan
10. Kriteria status IDD
11. Matriks penentuan prioritas
12. Perhitungan nilai tambah
13. Internal Strategic Faktor Analysis Summary (IFAS)
14. External Strategic Faktor Analysis Summary (EFAS)
15. Matriks SWOT
16. Komposisi dan tingkat kepadatan penduduk kabupaten Bandung
Tahun 2011.
17. PDRB kabupaten Bandung atas dasar harga konstan Tahun 2000
menurut lapangan usaha Tahun 2009 – 2012 (Juta Rupiah)
18. Produk domestik regional bruto kabupaten Bandung atas dasar harga
berlaku sektor pertanian Tahun 2009 – 2012 (Juta Rupiah)
19. Dinamika populasi ternak di kabupaten Bandung
20. Rataan produksi limbah tanaman pangan (ton/ha)
21. Komposisi pupuk organik
22. Rincian penggunaan lahan
23. Klasifikasi topografi
24. Rencana pola ruang
25. Perbandingan luasan lahan sawah aktual dan tersedia (Ha)
26. Derajat Kesesuaian untuk lahan pengembangan sapi potong berdasar
kriteria ekologis
27. Distribusi luasan lahan kesesuaian ekologis
28. Potensi dan ketersediaan hijauan makanan ternak
29. Kapasitas penambahan populasi ternak sapi potong berdasarkan DD
pada setiap kecamatan
30. Distribusi lahan tersedia integrasi (ha)
31. Perbandingan hasil usahatani integrasi dan non integrasi (rupiah/thn)
32. Rekapitulasi kebutuhan pupuk
33. Volume kebutuhan pupuk
34. Pendapatan agregat berdasarkan alternatif pengembangan
35. Matrik IF – EF
36. Matriks IFAS
37. Matriks EFAS
38. Matriks SWOT
39. Matriks kelompok pengembangan wilayah berbasis integrasi
40. Kelompok pengembangan integrasi berdasarkan kecamatan
41. Alternatif strategi pengembangan setiap kecamatan

7
8
9
14
15
16
19
20
20
21
22
23
24
24
25
27
28
29
29
30
31
31
33
36
39
42
45
47
48
51
53
54
54
55
57
58
59
60
62
63
65

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

Kerangka pemikiran
Siklus integrasi tanaman ternak (IIRR 1992)
Peta wilayah penelitian
Diagram alur penelitian
Kerangka MCE untuk penetapan kesesuaian ekologis sapi potong
Matriks internal eksternal
Peta administrasi kabupaten Bandung
Penggunaan lahan
Peta jenis tanah
Peta aliran sungai dan irigasi
Peta RTRW 2008 -2028
Peta sebaran aktual sawah
Peta sebaran lahan sawah sesuai RTRW (2007 – 2027)
Nilai pembobotan hasil MCE
Tingkat kesesuaian masing-masing kriteria (1) Sumber hijauan, (2)
Kelas Ketinggian, (3) Kelas Lereng, (4) Curah hujan, (5) Buffer
Sungai, (6) Peta THI
Peta kesesuaian ekologis ternak sapi potong
Peta indeks daya dukung hijauan makanan ternak
Peta kesesuaian usaha ternak sapi potong berdasar IDD
Peta lahan tersedia integrasi usaha ternak sapi potong
Model integrasi
Model integrasi berbasis Gapoktan
Matriks IF - EF
Model arahan integrasi di kabupaten Bandung
Peta arahan pengembangan

5
6
13
14
18
25
26
32
33
34
35
37
38
40

43
44
46
49
50
52
53
61
64
66

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Data suhu, kelembaban, dan THI
Hasil perhitungan SWOT (Rating)
Perhitungan analisa ekonomi
Perhitungan analisa usahatani ternak non integrasi (sapi)
Hitungan analisa usahatani integrasi
Perhitungan MCE
Hasil perhitungan penggunaan lahan

72
73
74
75
76
77
80

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pertanian efisien adalah pembangunan yang menempatkan
sumberdaya alam sebagai satu kesatuan utuh yang terintegrasi (terpadu dan saling
menunjang). Pertanian integrasi merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan
pembangunan pertanian berkelanjutan. Hal tersebut dapat dicapai melalui
peningkatan usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi yang
disesuaikan dengan kondisi tanah, air dan iklim dengan tetap memelihara
kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup.
Sebagian besar petani Kabupaten Bandung adalah petani konvensional
dengan tujuan utama meningkatkan produktivitas pangan. Menurut Killebrew
(2010), ciri pertanian konvensional adalah pertanian monokultur dengan
pengolahan
tanah
intensif
dengan
penggunaan
pupuk/insektisida
anorganik/sintetis yang tinggi. Hal ini dilakukan sebagai akibat penggunaan
varietas bibit unggul yang menuntut kebutuhan pupuk berkualitas tinggi. Padahal,
penggunaan pupuk anorganik yang tinggi dapat mengakibatkan degradasi lahan.
Scherr (2000) menyatakan, masalah degradasi lahan di daerah tropis merupakan
hal yang serius berkaitan dengan semakin berkurangnya produktivitas lahan
sementara pertanian merupakan mata pencaharian utama.
Peternak kabupaten Bandung merupakan peternak rakyat dan belum
diusahakan secara optimal dengan tingkat kepemilikan ternak rendah. Kendala
utama petani/peternak sapi potong adalah ketersediaan hijauan sebagai sumber
pakan utama untuk ternak ruminansia yang harus ada sepanjang tahun.
Kekurangan hijauan sering terjadi pada saat musim kemarau namun sebaliknya
pada musim hujan pakan berlimpah. Populasi sapi potong di kabupaten Bandung
berdasarkan BPS tahun 2011 adalah 36.849 ekor.
Ciri integrasi adalah terciptanya simbiosis antara ternak sebagai penghasil
kompos dengan tanaman pangan penghasil bahan makanan. Limbah pertanian
khususnya jerami padi merupakan limbah tanaman padi yang berpotensi sebagai
sumber pakan ternak. Menurut Diwyanto et al. (2002), limbah jerami padi dapat
dijadikan sebagai sumber pakan utama sapi dewasa untuk dua sampai tiga
ekor/musim tanam sepanjang tahun disamping pakan lainnya. Pelaksanaan
integrasi di Kabupaten Bandung belum optimal dimana pemanfaatan jerami padi
sebagai pakan ternak masih sedikit dilakukan peternak. Pembakaran jerami padi
masih sering dilakukan petani dan pengolahan limbah kotoran ternak sebagai
pupuk kandang belum banyak dilakukan. Padahal kandungan mikroorganisme
dalam pupuk kandang berperan dalam mengatur komposisi dan ketersediaan
nutrisi tanaman. Pupuk kandang menurut Chen (2006) mengandung
mikroorganisme hidup dan membantu perluasan sistem akar dan perkecambahan
biji yang lebih baik. Sebaliknya pupuk anorganik karena pemupukan N tinggi
dapat mengurangi kolonisasi akar tanaman dengan mycorrihizae dan menghambat
simbiosis fiksasi N oleh rhizobia.
Pengembangan integrasi usaha ternak sapi potong dan usahatani padi sangat
berkaitan dengan luas sawah sebagai basis sumber hijauan dan ternak sebagai

2
penghasil pupuk. Luas kawasan budidaya pertanian berdasarkan alokasi tata ruang
RTRW Kabupaten Bandung tahun 2007 - 2027 mencakup pertanian lahan basah
adalah 33.866 ha, pertanian lahan kering seluas 11.729 ha, perikanan seluas 743
ha sementara luas lahan peternakan seluas 192 ha.
Lahan dalam usaha pertanian merupakan faktor produksi yang mutlak
keberadaannya. Namun desakan kebutuhan lahan pemukiman seringkali
mengorbankan lahan pertanian dan alih fungsi lahan pertanian umumnya terjadi di
lahan sawah. Hal tersebut mengakibatkan kepemilikan luas lahan berkurang.
Rataan penguasaan lahan sawah petani di kabupaten Bandung berdasarkan survei
lapang saat ini adalah 0,2 ha. Prasetyo et al. (2002) menyatakan, sebagian besar
petani Jawa Tengah menguasai lahan sekitar 0,25 – 0,3 ha. Apabila hanya
melakukan usahatani tanaman dengan pola tanam padi-padi-jagung maka
pendapatan permusim tanam berkisar antara Rp 446.800,00 sampai Rp
586.600,00. Kecilnya pendapatan tersebut mengakibatkan nilai lahan berkurang
dan petani mengambil jalan pintas dengan menjual lahan sawah mereka atau
beralih profesi. Maka perlu adanya upaya optimalisasi lahan yang secara langsung
dapat meningkatkan produktivitas lahan untuk meningkatkan pendapatan petani.
Konsep pertanian terpadu (Integrated Farming) merupakan salah satu upaya
dalam memaksimalkan sumberdaya lokal agar produktivitas usaha pertanian
menjadi maksimal. Konsep integrasi ternak dalam usaha pertanian atau Crop Livestock System (CLS) adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak
ruminansia tanpa mengurangi aktivitas dan produktivitas tanaman. Bahkan
keberadaan ternak ini harus dapat meningkatkan produktivitas tanaman sekaligus
dengan produksi ternaknya. Selain itu, merupakan alternatif dalam upaya
peningkatan produksi melalui pembangunan pertanian berkelanjutan yang mampu
melestarikan lingkungan serta mengurangi ketergantungan penggunaan pupuk
kimia dan pestisida dengan biaya relatif murah. Menurut Prasetyo et al. (2002)
penerapan CLS dapat meningkatkan efisiensi usaha dengan memanfaatkan input
produksi dari dalam (internal input) dan mengurangi input produksi yang berasal
dari luar seperti pengadaan pupuk untuk tanaman dan pengadaan pakan ternak
dari limbah pertanian (low external input).
Berdasarkan hal tersebut, pola integrasi usaha ternak sapi potong dan
usahatani padi berpotensi menjadi solusi untuk meningkatkan produksi padi dan
meningkatkan populasi ternak sapi potong melalui optimalisasi lahan dalam
bentuk diversifikasi usahatani. Namun sebelum diaplikasikan, perlu adanya
perencanaan yang tepat agar arahan pengembangan dapat berjalan efektif dan
efisien. Rustiadi et al. (2011) menyatakan, bahwa dalam perencanaan
pengembangan wilayah secara umum ditunjang oleh empat pilar pokok, yaitu : (1)
inventarisasi, klasifikasi, dan evaluasi sumberdaya, (2) Aspek ekonomi, (3) Aspek
kelembagaan, dan (4) Aspek lokasi/spasial.

Perumusan Masalah
Umumnya kegiatan pertanian di Kabupaten Bandung dilaksanakan secara
monokultur dengan tingkat penggunaan pupuk/insektisida anorganik/sistesis yang
tinggi. Penggunaan pupuk anorganik yang terus menerus dapat mengakibatkan
penurunan kesuburan tanah akibat kerusakan permanen pada keseluruhan sistem

3
diantaranya menurut Chen (2006) adalah adanya pencucian lapisan tanah,
pencemaran sumber daya air dan peningkatanan keasaman tanah. Kelebihan
pasokan N dari pupuk urea menyebabkan tanaman lebih sensitif terhadap hama
penyakit. Selain itu, pola pertanian monokultur berdampak pada pengurangan
habitat serangga yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan pestisida.
Permasalahan dalam usaha ternak sapi potong di kabupaten Bandung adalah
ketersediaan hijauan makanan ternak yang terbatas. Penjualan ternak saat musim
kemarau akibat kekurangan hijauan seringkali terjadi. Sumber hijauan dapat
diperoleh melalui limbah tanaman pangan salah satunya lahan sawah. Menurut
Diwyanto et al. (2002), jerami padi dapat mencapai 12 - 15 ton/ha/panen segar
dan dapat digunakan sebagai pakan sapi dewasa sebanyak dua sampai tiga
ekor/tahun dan pada lokasi yang mampu panen dua kali setahun dapat menunjang
kebutuhan pakan berserat hingga empat hingga enam ekor/tahun. Namun
pemanfaatan jerami padi sebagai hijauan masih terbatas pada saat musim panen
dan belum terkoordinasi baik antara pemilik lahan sawah dengan pemilik ternak.
Tingginya konversi lahan pertanian merupakan permasalahan lain yang
mengakibatkan luasan lahan pertanian berkurang. Berkurangnya lahan pertanian
ini dapat mengakibatkan produktivitas hasil pertanian dan pendapatan petani turun.
Usahatani pola CLS (Crop livestock System) menurut Suwandi (2008)
memberikan harapan bagi petani lahan sempit untuk meningkatkan produksi dan
keuntungan usahataninya dengan memperhatikan skala luas lahan yang dikelola
bersama. Penerapan usahatani padi sawah pola CLS lebih dari dua tahun
memberikan keuntungan 17,3% lebih tinggi dibandingkan dengan penerapan pola
CLS kurang dari dua tahun. Namun, potensi ini baru diaplikasikan dalam skala
petani dan belum diberdayakan secara regional. Hal tersebut dikarenakan
informasi tentang pola integrasi masih terbatas parsial pada usaha sapi potong saja
atau usahatani padi saja sementara dalam program integrasi, kedua komoditi
tersebut harus saling melengkapi.
Berdasarkan uraian diatas, sangat penting untuk mengetahui potensi kedua
komoditi tersebut. Salah satunya adalah informasi potensi lahan dan potensi
keuntungan dari program integrasi tersebut. Oleh karena itu, untuk memudahkan
kajian disusun pertanyaan – pertanyaan penelitian berikut :
1. Dimana sebaran dan luasan lahan sawah aktual ?
2. Dimana sebaran dan luasan lahan yang sesuai dan optimal secara ekologis
untuk pengembangan usaha ternak sapi potong ?
3. Dimana lahan tersedia untuk pengembangan wilayah berbasis integrasi usaha
ternak sapi potong dan usahatani padi berdasarkan nilai Indeks Daya Dukung
hijauan makanan ternak?
4. Bagaimana keuntungan dari kegiatan integrasi usaha ternak sapi potong dan
usahatani padi?
5. Bagaimana strategi dan arahan pengembangan wilayah berbasis integrasi usaha
ternak sapi potong dan usahatani padi?

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh arahan yang tepat
dalam pengembangan wilayah berbasis integrasi usaha ternak sapi potong dan

4
usahatani padi di Kabupaten Bandung. Tujuan tersebut disusun dalam lima rincian
tujuan penelitian yaitu :
1. Menganalisis sebaran dan luasan lahan sawah aktual di Kabupaten Bandung.
2. Menganalisis kesesuaian lahan ekologis untuk budidaya sapi potong di
Kabupaten Bandung
3. Menganalisis sebaran lahan sawah tersedia untuk pengembangan wilayah
berbasis integrasi usaha ternak sapi potong dan usahatani padi berdasarkan nilai
Indeks Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak.
4. Menganalisis keuntungan kegiatan integrasi usaha ternak sapi potong dan
usahatani padi.
5. Merumuskan strategi dan arahan dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan
wilayah berbasis integrasi usaha ternak sapi potong dan usahatani padi di
Kabupaten Bandung.
Manfaat Penelitian
1.
2.

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah
Menambah khasanah pengetahuan tentang faktor sumber daya lahan bagi para
peneliti untuk kajian lanjutan yang lebih mendalam.
Memberikan masukan untuk pengembangan pembangunan pertanian yang
kuat di Kabupaten Bandung.

Kerangka Pemikiran
Penelitian dilatarbelakangi oleh permasalahan tingginya penggunaan pupuk
anorganik sebagai akibat pola pertanian yang konvensional. Umumnya dalam
pertanian konvensional kegiatan pertanian dilakukan secara terpisah (monokultur)
antara pertanian dengan peternakan. Hal tersebut mengakibatkan lahan tidak
dikelola secara optimal. Padahal dengan pemanfaatan jerami padi dari lahan
sawah yang dimiliki kabupaten Bandung yaitu 31.735 ha akan dihasilkan jerami
sebanyak 270.687 ton BK/ha. Berdasar asumsi kebutuhan ternak sapi potong
6,25kg/hari (NRC 1984) maka jerami tersedia dapat mencukupi ternak sapi
potong hingga 118.670 ekor selama setahun. Sementara populasi sapi potong pada
tahun 2011 adalah 36.849 ekor, sehingga disimpulkan bahwa pemanfaatan limbah
jerami padi baru 32%.
Produktivitas padi berdasarkan penelitian Basuni (2012) di kabupaten
Cianjur meningkat sekitar 10,29% dibandingkan pola kebiasaan petani dan
menurunkan penggunaan pupuk anorganik sebesar 53,33%. Berdasarkan hal
tersebut melalui integrasi pertanian produksi padi sawah pada tahun 2011 dapat
dimaksimalkan hingga 521.498 ton.
Selanjutnya Basuni (2012) menambahkan melalui sistem integrasi usahatani
padi dan sapi terjadi peningkatan pendapatan petani sebesar 60,08% dengan nilai
R/C meningkat 5,18%. Peningkatan pendapatan ini dikarenakan adanya
difersifikasi usahatani padi dan ternak sapi potong dalam satu kegiatan pertanian.
Berdasarkan hal tersebut, diharapkan tingkat konversi lahan akibat penjualan
lahan pertanian karena desakan ekonomi dapat ditekan.

5
Penentuan lokasi merupakan hal penting dalam pengembangan wilayah
berbasis integrasi karena berkaitan dengan keberhasilan dan keberlanjutan usaha
budidaya. Sapi potong dapat tumbuh optimal pada lahan yang sesuai secara
ekologis untuk tumbuh dan keberadaan lahan sawah sebagai basis integrasi perlu
diketahui potensinya. Berdasarkan hal tersebut, dalam penentuan lokasi
didasarkan pada pertimbangan aspek sumber daya fisik lahan, finansial, dan
sosial/budaya. Kerangka pemikiran digambarkan dalam Gambar 1.
 Umumnya kegiatan pertanian di Kabupaten Bandung merupakan pola pertanian
konvensional
 Sumber daya lokal belum dimanfaatkan secara maksimal
 Meningkatnya kebutuhan ekonomi mengakibatkan meningkatnya tingkat konversi
lahan petanian.

Pembangunan
Pertanian
Berkelanjutan

S
a
w
a
h

Penggunaan
pupuk dan
perbaikan
lahan

Inventarisasi, klasifikasi,
dan evaluasi sumberdaya

T
e
r
n
a
k

Integrasi

Aspek
Ekonomi

Kelembagaan

Ketersediaan
hijauan

Aspek
Spasial

Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Usaha Ternak Sapi
Potong dan Usaha Tani Padi

Gambar 1 Kerangka pemikiran

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Pengembangan Wilayah
Perencanaan pengembangan wilayah berkaitan dengan bagaimana suatu
wilayah dapat berkembang sesuai dengan perencanaan tataruangnya sehingga
pemanfaatan ruang dapat efisien dan berkelanjutan. Penataan ruang menurut
Undang-undang nomor 26 tahun 2007 merupakan satu kesatuan dari suatu sistem

6
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Sehingga diharapkan (1) dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil
guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup
yang berkelanjutan, (2) tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan (3) tidak
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang. Selanjutnya dijelaskan bahwa
dalam penataan ruang harus didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya
tampung lingkungan serta didukung oleh teknologi yang sesuai untuk
meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem.
Semakin terbatasnya sumberdaya alam yang tersedia dan kebutuhan
manusia yang terus meningkat menumbuhkan kesadaran untuk efisiensi
pemanfaatan sumberdaya alam. Lebih dari itu, pemanfaatan sumberdaya alam
tidak boleh mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang.
Konsep tersebut dalam perencanaan dan pengembangan wilayah dikenal sebagai
pembangunan berkelanjutan (Sustainable development), yaitu suatu konsep
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengorbankan generasi yang akan datang (Rustiadi et al. 2011).

Integrated Farming
Ciri utama komplementasi tanaman-ternak adalah adanya sinergisme atau
keterkaitan saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Melalui pola
integrasi dapat meningkatkan produksi daging dan membangkitkan kembali
fungsi dan peran ternak sapi sebagai sumber tenaga kerja, pupuk dan gas bio yang
merupakan sumber energi terbarukan (Kusnadi 2008). Siklus integrasi tanaman
ternak ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Siklus integrasi tanaman ternak (IIRR 1992)
Kemampuan integrated farming menurut Hilimire (2011) adalah; (1)
kotoran ternak sebagai input on farm untuk menyuburkan tanah, (2) mendorong
dan memungkinkan petani untuk mempertahankan lahan padang rumput semi –
permanent melalui perbaikan kualitas tanah, (3) meningkatkan hasil panen, (4)
meningkatkan keanekaragaman hayati dan ekosistem terkait penyerbukan dan
pengelolaan gulma/hama pada lahan pertanian, (5) meningkatkan keuntungan

7
ekonomi bagi petani dan (6) memberikan manfaat sosial bagi petani dan
masyarakat.
Pupuk kandang memiliki kemampuan paling efektif dalam mempertahankan
bahan organik tanah dan fraksi bahan organik labil. Hasil investigasi Nyalemgbe
(2009) pada tanah vertisol yang terdiri dari tanah liat montmarillonite
menunjukkan bahwa pemanfaatan kombinasi pupuk kandang dengan pupuk
komersial N, P secara signifikan dapat memperbaiki kondisi tanah dan
meningkatkan produksi padi.
Menurut Suwandi (2005), dibandingkan dengan petani yang tidak
mengadopsi pola sistem integrasi tanaman - ternak, usaha padi sawah pola ini
mampu meningkatkan produksi padi sebesar 23,6% dengan keuntungan 14,7%
lebih tinggi. Peningkatan penggunaan pupuk kandang sebesar satu unit dapat
meningkatkan produksi padi sebesar 0,125 dengan peningkatan keuntungan
usahatani sebesar 0,134. Perbaikan aplikasi pupuk kandang sesuai standar teknis
ternyata mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani.
Russelle et al. (2007) dalam Hilimire (2011) menyatakan, integrasi dibagi
dalam tiga tipe yaitu :
a. Spasial dipisahkan, dimana hewan dipelihara dalam bagian yang terpisah
dengan tanaman.
b. Rotasi, dimana ternak dan tanaman dibudidayakan dalam satu tempat tetapi
berbeda waktu.
c. Kombinasi, dimana ternak dibiarkan diantara tanaman seperti ternak - sawit
atau mina-padi.

Daya Dukung Wilayah
Pengembangan Sapi Potong Integrasi Sawah
Manfaat memelihara sapi potong dalam usahatani padi adalah kemudahan
memperoleh pupuk organik. Umumnya pupuk organik berasal dari sisa tanaman
dan kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan
disebut kompos. Bahan organik berpengaruh terhadap pasokan hara tanah dan
mempengaruhi sifat fisik, biologi, dan kimia tanah lainnya. Menurut Atmojo
(2013) kandungan bahan organik yang cukup dapat memperbaiki kondisi tanah
agar mudah dalam pengolahan tanah. Kandungan pupuk organik yang berasal dari
kotoran sapi ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan pupuk asal kotoran sapi
Kadar (%)
Zat hara unsur
mikro
Feses segar
kompos
Nitrogen
0,59
1,12
Phosfat
0,70
1,13
Potasium
3,59
7,49
Magnesium
0,10
0,12
Karbon
24,65
18,81
Kalsium
1,02
1,54
Sulfur
0,86
Sumber : Suparman dan Supiati (2004)

C/N Ratio
Feses segar

41,8

Kompos

16,8

8
Sistem integrasi usahatani padi dan sapi berdasarkan penelitian Kariyasa
(2003) di empat propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan NTB mampu
menghemat penggunaan pupuk urea, SP 36 dan KCL berturut-turut 83 kg, 34 kg,
dan 36 kg perhektar dengan rata-rata produksi gabah petani SIPT sedikit lebih
tinggi 14,70 ton/ha dibandingkan non SIPT 14,51 ton/ha.
Basuni (2012) menyatakan, penggunaan pupuk kandang dapat menghemat
pemakaian pupuk anorganik hingga 40% (efisiensi penggunaan pupuk
ditampilkan pada Tabel 2). Berdasarkan data tersebut, maka penggunaan pupuk
dapat menurunkan biaya produksi usahatani padi.
Tabel 2 Pemanfaatan pupuk organik (ha/musim)
No
1

Jenis Pupuk
Urea tanpa pupuk organik
Urea dengan pupuk organik
Selisih
2
TSP tanpa pupuk organik
TSP dengan pupuk organik
Selisih
3
KCl tanpa pupuk organik
KCl dengan pupuk organik
Selisih
Rataan
Sumber : Basuni (2012)

Volume (Kg)
350
100
250
100
50
50
100
50
50

Efisiensi (%)
71,43

50

50

57,14

Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk
penggunaan–penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam
bentuk peta sebagai dasar perencanaan tataguna lahan agar dapat digunakan
secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuannya dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan. Berdasarkan hal
tersebut, sangat perlu diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan
lahan untuk tipe penggunaan lahan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
Dasar dilakukannya evaluasi lahan adalah:
1. Sifat lahan beragam, sehingga perlu dikelompokkan ke dalam satuan-satuan
yang lebih seragam, yang memiliki potensi yang sama;
2. Keragaman ini mempengaruhi jenis-jenis penggunaan lahan yang sesuai untuk
masing-masing satuan lahan;
3. Keragaman ini bersifat sistematik sehingga dapat dipetakan;
4. Kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dapat dievaluasi dengan
ketepatan tinggi bila data yang diperlukan untuk evaluasi cukup tersedia dan
berkualitas baik;
Klasifikasi kesesuaian lahan menurut sistem FAO (1976) dibagi menjadi
empat kategori yaitu ordo, kelas, sub-kelas dan unit. Hasil analisis kesesuaian
lahan pada tingkat kelas dikelompokan menjadi lima kelas, yaitu:
1. S1: sangat sesuai (very suitable), lahan tidak mempunyai pembatas yang besar
dan tidak menurunkan produktivitas secara nyata;

9
2. S2: cukup sesuai (suitable), lahan mempunyai faktor pembatas yang agak besar
dan berpengaruh terhadap produktivitas serta meningkatkan input (masukan)
yang diperlukan;
3. S3: sesuai marginal (marginally suitable), lahan mempunyai faktor pembatas
yang berat dan berpengaruh terhadap produktivitas serta meningkatkan input
(masukan) yang diperlukan;
4. N1: tidak sesuai saat ini (currently not suitable), lahan mempunyai kesulitan
yang dapat mencegah penggunaan lahan untuk budidaya. Lahan tidak sesuai
karena faktor fisik (lereng sangat curam, dan lain sebagainya) dan secara
ekonomi (keuntungan yang didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan).
5. N2: tidak sesuai untuk selamanya (permanently not suitable), lahan
mempunyai pembatas permanen yang mencegah kemungkinan penggunaan
lahan yang lestari dalam jangka panjang.
Lahan merupakan faktor produksi dalam usaha peternakan dimana lahan
berfungsi sebagai lahan tumbuh sumber hijauan makanan ternak. Menurut
Rusmana et al. (2006), tingkat kesesuaian lahan untuk ternak sangat dipengaruhi
oleh faktor kondisi alamnya, semakin tinggi kesuburan tanah semakin besar
peluang ternak untuk berkembang. Persentase kelerengan menjadi faktor
pembatas karena semakin tinggi nilai persentasenya semakin kecil peluang ternak
berkembang yaitu pada kemiringan >15 - 40% dan > 40 % diklasifikasikan NS
(tidak sesuai). Ebro (2009) dalam Fikadu (2011) menambahkan bahwa hewan
memiliki persyaratan lingkungan biofisik yang spesifik untuk ternak tumbuh dan
berproduksi. Kondisi tersebut disebut kondisi lingkungan yang optimal tidak
berpengaruh buruk pada pertumbuhannya. Kriteria kondisi optimum dilihat
berdasarkan curah hujan, suhu, kemiringan, tanah, penggunaan lahan/penutupan
lahan, ketinggian, biomassa perhektar dari jenis tutupan lahan. Kriteria kebutuhan
lingkungan ternak sapi potong ditampilkan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Kriteria kebutuhan lingkungan ternak sapi potong
Kriteria
Tanah
Temperature
(0C)
Curah hujan
Kemiringan
LU/LC
Ketinggian
Feed availability
(ton/ha)

S1
Scc, VReu.
VRpe
T4 (13 - 19)
> 800
0–8
OGL
1.000 – 1.700
1.8 - 2.3

Kisaran Kesesuaian
S2
S3
CMcr, LVcr,
FLca, LPel,
Cmeu, NTtro
FLeu, CLha,
T3 (19 - 23)
T2 (23 - 27.5)
500 – 800
8 – 16
OBGL, OSGL
700 – 1.000,
>1.700
1.2 - 1.8

300 – 500
16 – 30
OSL, CL, OBL
500 – 700
0.6 - 1.2

N1

N2

T1 (>27.5)
< 300
> 30
DSL, DBL WB, FR,