Integrasi padi-sapi potong pada sistem usahatani di lahan sawah: studi kasus di Kabupaten Cianjur.

(1)

PADA SISTEM USAHATANI DI LAHAN SAWAH

(Studi Kasus Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

RULI BASUNI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

ii PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Integrasi Padi-Sapi Potong pada Sistem Usahatani di Lahan Sawah (Studi Kasus di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) adalah hasil karya saya dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Ruli Basuni NRP P 062040171


(3)

iii ABSTRACT

RULI BASUNI. Assessment On The Crop Livestock System In The Paddy Field: A Case Study in the Cianjur Regency, West Java. Under the direction of MULADNO, CECEP KUSMANA, and SURYAHADI

The crop livestock system (CLS) is an effort to increase paddy production that be integrated with livestock. The integration pattern was the utilization of plant straws as feed and manure for fertilizer. The technology innovations introduced was paddy primary seeds, balanced fertilization, group stall management, organic fertilizer processing, and paddy straw fermentation. The purpose of the assessment was to find out the role of livestock on the farmer income through the integration of crops and livestock livestock system based on the technology innovations. The assessment involved livestock and 5 ha paddy planting area. The farmer consist of 2 groups ie.: cooperator group (integrated system), and control (non integrated). Meanwhile, this assessment was used 20 livestock/group of respondent. The assessment results showed that paddy yield was 5.36 tons/ha, an increase of 10.29% compared to those yielded by other farmers. The use of inorganic fertilizer decreased to 100 kg/ha (N 57.14%), SP-35 50%, KCl 50%. The average of daily weight gain was 790 g/cattle and organic fertilizer 10,02%. The C/N ratio of composted feces was 19.03%. The average organic fertilizer yielded was 4 kg/cattle daily and the rice straw yielded was 7.26 tons/ha/season. The income of farmers with the integrated farming system was Rp. 9,086,867 for 1 ha land and 2 beef cattle with R/C ratio of 1.56.The result of the analysis becomes one of the resources to provide judgments on every sub-dimension in relation to the sustainable CLS farming business within existing condition.Based on the discourse resulted from stakeholder and expert discussions, there are 33 sub-dimensions within four farming business dimensions of CLS in Cianjur. Those are dimenesions of ecology, economy, socio culture, and technology. The status of CLS sustainability in multidimension perspective throughout Cianjur Regency shows sustainability index score of 46.34 within 0 – 100 sustainability scales. The score is categorized as less suatainable. Socio-culture score is 52.37, economics score is 52.38, ecology score is 49.35, and technology dimension score is 31.26.There are 7 key factors as the important factors for stipulating policy and strategy of CLS development in the future – comprises to three keys which have high influence but low dependent, such as (1) farmer group/the Accosiation, (2) Training and supervision frequency, (3) woof supply; and four variables which have high influence and dependet as well, like (1) livestock nursing system, (2) Financial support, (3) Government supports, and (4) inter-sectoral cooperation. An optimistic-moderate scenario means the condition of CLS farming business in the future is predicted through the existing assets and resources. This also aims to increase the proseprity level of the farmer and to contribute to the local economics movement. National massive movement and policy are hoped to be able to push a sustainable agriculture movement thruough the implementation of CLS pattern in specific location with some considering factors to be taken.


(4)

iv RINGKASAN

RULI BASUNI. Integrasi Padi-Sapi Potong pada Sistem Usahatani di Lahan Sawah: Studi Kasus di Kabupaten Cianjur. Di bawah bimbingan MULADNO, CECEP KUSMANA, dan SURYAHADI.

Sistem Integrasi Padi-Ternak (SIPT) merupakan usaha meningkatkan produksi padi yang diintegrasikan dengan ternak sapi. Pola integrasinya adalah memanfaatkan jerami tanaman untuk pakan ternak dan kotorannya untuk pupuk tanaman. Inovasi teknologi yang diintroduksikan adalah penggunaan benih unggul padi dan jagung, pemupukan berimbang, manajemen kandang kelompok, pengolahan pupuk organik (pupuk kandang) dan pengolahan jerami fermentasi. Materi pengkajian yang digunakan yaitu ternak sapi potong dan luasan tanaman padi sebanyak 5 hektar. Petani yang terlibat dibedakan atas 2 kelompok yaitu kelompok kooperator (sistem integrasi) dan kontrol (pola petani). Jumlah ternak sapi yang digunakan sebanyak 20 ekor untuk masing-masing kelompok responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas padi meningkat dari 4,86 ton/ha menjadi 5,36 ton/ha, meningkat sekitar 10,29% dibandingkan pola kebiasaan petani, dan menurunkan penggunaan pupuk anorganik 53,33%. Penggunaan pupuk Urea menurun menjadi 100 kg/ha (57,14%), penggunaan pupuk SP-36 menurun menjadi 50 kg/ha (50%) dan penggunaan KCl menurun menjadi 50 kg/ha (50%). Tambahan bobot hidup sapi secara terintegrasi rata-rata 790 gr/ekor/hari, sedangkan pola petani 320 gr/ekor/hari dan tambahan pupuk organik 10,02%. C/N ratio kotoran sapi yang dikomposkan 19,03%. Pupuk organik yang dihasilkan rata-rata 4 kg/ekor/hari dan jerami padi 7,26 ton/ha/panen. Pendapatan yang diperoleh petani dari sapi yang dikelola secara terintegrasi (1 ha sawah + 2 ekor sapi) mencapai Rp 9.086.867/2 ekor/musim tanam atau Rp 4.543.433 /ekor/musim tanam, dengan R/C ratio 1,56.

Hasil analisis usahatani pola SIPT menjadi salah satu sumber untuk memberikan penilaian setiap atribut pada masing-masing dimensi dalam rangka menilai keberlanjutan usahatani pola SIPT pada saat ini. Berdasarkan hasil diskusi dengan stakeholder dan pakar disepakati 33 atribut yang tersebar dalam empat dimensi usahatani pola SIPT di kabupaten Cianjur yaitu: dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi. Status keberlanjutan SIPT secara multidimensi di Kabupaten Cianjur menunjukkan nilai indeks keberlanjutan SIPT (IkB-SIPT) sebesar 46.34 pada skala sustainabilitas 0 - 100, dan termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan. Nilai dimensi ekonomi sebesar 52,38, dimensi sosial-budaya 52,37, dan dimensi ekologi 49.35, serta dimensi teknologi 31,26.

Terdapat 7 faktor kunci penting dalam perumusan kebijakan dan strategi pengembangan SIPT di masa mendatang, dan ada tiga faktor kunci yang memiliki pengaruh tinggi dan ketergantungan yang rendah, yaitu: (1) kelembagaan/kelompok tani (2) frekuensi penyuluhan dan pelatihan, dan (3) ketersediaan pakan ternak. Empat variabel yang berpengaruh tinggi dan tingkat ketergantungan yang tinggi adalah: (1) sistem pemeliharaan temak, (2) ketersediaan lembaga keuangan, (3) dukungan Pemerintah Daerah, dan (4) kerjasama lintas sektor.


(5)

v Berdasarkan keadaan setiap faktor, maka dirumuskan 3 skenario strategi pengembangan SIPT di Kabupaten Cianjur, yaitu : 1) skenario konservatif-pesimistik; 2) skenario moderat-optimistik; dan 3) skenario progresif-optimistik. Skenario strategi yang dapat dirumuskan dalam rangka pengembangan SIPT bisa lebih dari tiga skenario, namun dari keadaan dari masing-masing faktor kunci kemungkinan yang paling diperkirakan akan terjadi dimasa yang akan datang adalah ketiga skenario tersebut.

Skenario moderat-optimistik mengandung pengertian bahwa keadaan usahatani pola SIPT di Kabupaten Cianjur di masa mendatang berdasarkan pertimbangan sesuai dengan keadaan dan kemampuan sumberdaya yang dimiliki sehungga dapat memberikan keuntungan yang layak kepada petani untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan berkontribusi terhadap kemajuan ekonomi daerah. Diperlukan kebijakan dan gerakan nasional yang mampu mendorong pembangunan pertanian secara berkelanjutan melalui penerapan pola SIPT spesifik lokasi dengan memperhatikan faktor-faktor kunci.


(6)

vi

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritikan atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

vii

INTEGRASI PADI - SAPI POTONG

PADA SISTEM USAHATANI DI LAHAN SAWAH

(Studi Kasus Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

RULI BASUNI

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

viii Penguji pada Ujian

Tertutup

: Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS

Departemen Sains Kom & Pengabdian Masyarakat Dr. Ir. Asnath M. Fuah, MSi

Staf Pengajar Fakultas Peternakan IPB Bogor

Penguji pada Ujian Terbuka

: Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr Dekan Fakultas Peternakan IPB Bogor Dr. Ir. Mursyid Masum, M.Agr

Direktur Pakan Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia


(9)

ix Judu l D is ert as i : Integrasi Padi - Sapi Potong pada Sistem Usahatani di

Lahan Sawah (Studi Kasus Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Na ma : Ru li Ba su ni

NRP : P 062040171

Pro gram St ud i : Penge lo la a n Su mberd a ya A la m da n Lingk ung a n

D iset u ju i, Ko mis i Pe mb imb ing

Prof. Dr. Ir. H. Muladno,MSA Ket ua

Pro f.Dr.Ir.H.Cece p Kus ma na, MS Anggo t a

Dr.Ir.H,Sur ya ha d i, DE A Anggo t a

D ik et ahu i,

Ket ua Pro gram St ud i Deka n Seko la h Pa sc asar ja na Penge lo la a n Su mberd a ya

Ala m da n Lingku ng a n

Pro f.Dr.Ir.H.Cece p Kus ma na, MS Dr.Ir.Dahru l S ya h, M.Sc. Agr


(10)

x PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi dengan judul “Integrasi Padi - Sapi Potong pada Sistem Usahatani Di Lahan Sawah (Studi Kasus Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)”. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada Progam Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Komisi pembimbing bapak Prof. Dr. Ir. H. Muladno. MSA., bapak Prof. Dr. Ir. H. Cecep Kusmana. MS dan bapak Dr. Ir. H. Suryahadi. DEA yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan perhatian dalam menyelesaikan Disertasi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah M.Sc.Agr, selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, serta jajaran staff yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam kelancaran studi.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Cecep Kusmana. MS, sebagai Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. serta para staf dan dosen di Program Studi PSL, dan Sekolah Pascasarjana IPB atas bekal ilmu, arahan dan segala masukan yang diberikan guna menyusun Disertasi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Soemarjo. MS, Ibu Dr. Ir. Asnath. M. Fuah, M.Si selaku penguji ujian tertutup, atas saran dan kritik dalam perbaikan sehingga Disertasi ini menjadi lebih baik.

5. Kepala P4TK Pertanian Cianjur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S3 di Institut Pertanian Bogor.

6. Ungkapan terimakasih kepada Ayahanda R.H. Burzaman, dan Ibunda tercinta Hj. Rustini, dan Mertua H.A.Ismail Kosasih (Almarhum), Hj. Nani Hasanah serta istriku tercinta Cucu Cahyani, SE dan kepada putra-putri tersayang M.Arkhan Maulana, Daryl Hanna Salsabila, M.Hilmi Barneveld, serta pimpinan pondok pesantren Tanwiriyah kakanda K.H. Deden Ahmad Jauhar Tanwiri, LM dan Hj. Yeti Cahyati, Drs. Buldan Chery Mustofa, dan adik Dra. Pipin Sofiati, Ir. Dian Rokhmanto MSi, Luki Basuki, Burhanudin, Bambang


(11)

xi Badruzaman, Wawan Cahyadi SH, Ir. Cahyabudi Laksana serta seluruh keluarga atas motivasi, doa dan kasih sayang.

7. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada teman seperjuangan, serta semua pihak yang tak dapat disebutkan namanya yang telah banyak membantu memberikan dukungan dan bantuan baik moril maupun material dalam penyelesaian studi ini.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penyusunan di masa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan berharap supaya disertasi ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Januari 2012


(12)

xii RI WAYAT HID UP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Juli 1963 dari pasangan H. Burzaman dan Hj. Rustini dan merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Produksi, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1995, penulis lulus di Program Studi Ilmu Ternak pada Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Pernah mengikuti International Poultry and Feeding ditempuh di International Poultry Course (IPC) Barneveld The Netherlands pada tahun 2002 s.d 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh dari Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Pertanian Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai Widyaiswara di P4TK Pertanian Cianjur sejak tahun 1989. Bidang kajian yang ditekuni penulis sebagai Widyaiswara peternakan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Pertanian. Selama mengikuti program S3, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Pascasarjana IPB dan anggota Forum Widyaiswara Indonesia.

Bogor, Januari 2012


(13)

xiii DAFTAR ISI

Nomor Halaman

HALAMAN MUKA ... i

ABSTRACT... iii

RINGKASAN v HALAMAN JUDUL... vii

PRAKATA... ... x

RIWAYAT HIDUP ... xi

DAFTAR ISI………...… xiii

DAFTAR TABEL………...…… xiv

DAFTAR GAMBAR………... xvi

DAFTAR LAMPIRAN xviii I PENDAHULUAN ………..…………... 1

1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Kerangka Pemikiran ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kebaruan (Novelty) Penelitian ... 6

II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Potensi Ternak Sapi sebagai Penghasil Daging ... 8

2.2 Potensi Sapi sebagai Penghasil Pupuk Organik ... 11

2.3 Potensi Limbah Jerami Padi ... 13

2.4 Sistem Integrasi Usahatani Pola SIPT ... 15

2.5 Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya ... 20

2.6 Analisis Leverage ... 22

2.7 Analisis Monte Carlo ... 22

2.8 Analisis Status Keberlanjutan dan Analisis Prospektif ... 23

III METODE PENELITIAN .………... 26

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian..……...……...…... 26

3.2 Metode Penelitian... 26

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 29

3.4 Penentuan Sampel Penelitian ... 31

3.5 Metode Pengolahan Data ... 32

3.5.1 Analisis Usahatani ... 32

3.5.2 Analisis Status Keberlanjutan SIPT ... 33

3.5.3 Analisis Prospektif ... 39

IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ……...…… 43

4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cianjur ... 43

4.2 Karakteristik Petani Responden ... 50

4.3 Keragaan Usaha Penggemukan Sapi Potong ... 57


(14)

xiv

4.5 Pengolahan Pupuk Organik (Kompos) ... 65

4.6 Pengolahan Jerami Padi untuk Pakan SapiTernak ... 67

V HASIL DAN PEMBAHASAN ……...… 69

5.1 Analisis Usahatani Penggemukan Sapi Potong... 69

5.2 Analisis Usahatani Padi Sawah ... 70

5.3 Pola Integrasi ... 71

5.4 Indeks dan Status Keberlanjutan SIPT ... 72

5.5 Pengembangan SIPT ... 94

5.6 Perumusan Skenario Strategi Pengembangan SIPT 102 VI KESIMPULAN DAN SARAN …………...… 110

6.1 Kesimpulan ... 110

6.2 Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112


(15)

xv DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Perkiraan produksi jerami, dedak dan sekam padi (000 ton) ... 13

2 Kesesuaian lahan untuk pertanian di Indonesia ... 18

3 Alternatif teknologi dalam SIPT ... 26

4 Komposisi pakan ternak ... 28

5 Jenis dan sumber data ... 30

6 Perincian jumlah responden ... 31

7 Kategori status keberlanjutan usahatani pola SIPT berdasarkan nilai indeks hasil analisis RAP-SIPT ... 35 8 Analisis kebutuhan stakeholders ... 37

9 Pengaruh langsung antar faktor dalam SIPT ... 40

10 Kemiringan dan ketinggian wilayah ... 44

11 Distribusi persentase PDRB Kabupaten Cianjur atas dasar harga berlaku ... 46 12 Penduduk 10 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan usaha ... 47 13 Jumlah ketersediaan beras, dan kebutuhan konsumsi penduduk selama 3 tahun (2007 s.d. 2009) di Kabupaten Cianjur ... 47 14 Luas tanam, produksi, dan produktivitas komoditi tanaman pangan di Kabupaten Cianjur ... 48 15 Keadaan kelompok tani ... 49

16 Sebaran responden berdasarkan kelompok umur ... 52

17 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 52

18 Sebaran responden berdasarkan status usahatani ... 55

19 Jumlah populasi ternak ... 58

20 Jumlah populasi sapi potong di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dan Nasional ... 58 21 Potensi pakan ternak yang berasal dari sawah ... 60

22 Keragaan produksi padi-sapi potong ... 61

23 Perkembangan jumlah dana dan kepemilikan saham ... 62

24 Produksi padi berdasarkan pola tanam ... 64

25 Komposisi unsur hara pukan sapi ... 65

26 Pemanfaatan pupuk organik (1 ha padi/musim) ... 66

27 Produks i jerami padi ... 67

28 Kandungan nutrisi jerami dan jerami fermentasi ... 68

29 Analisis biaya dan pendapatan usaha pemeliharaan sapi potong ... 69 30 Analisis integrasi usahatani padi-sapi ... 70

31 Analisis ฀kondition padi sawah selama 4 bulan (ha/musim ) . 71 32 Analisis biaya dan pendapatan SIPT dibandingkan pola padi secara parsial (padi 5 ha/musim dan 20 ekor sapi/musim) ... 72 33 Dimensi ekologi SIPT ... 73

34 Dimensi ekonomi SIPT ... 73

35 Dimensi sosial-budaya SIPT ... 73

36 Dimensi teknologi SIPT ... 74


(16)

xvi 37 Hasil analisis Monte Carlo untuk nilai IkB-SIPT dan

masing-masing dimensi ฀SIPT dengan selang kepercayaan 95% di Kabupaten Cianjur ...

93

38 Hasil analisis MC untuk nilai IkB-SIPT dan setiap dimensi sistem dengan selang kepercayaan 95% di Kabupaten Cianjur

93 39 Faktor-faktor kunci hasil gabungan existing condition dan

need analysis ...

98 40 Prospektif faktor-faktor kunci pengembangan SIPT ... 103 41 Hasil analisis skenario strategi pengembangan SIPT ... 104


(17)

xvii


(18)

xviii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kerangka pemikiran....……….……...… 5

2 Populasi sapi potong di Indonesia 9 3 Model integrasi usahatani tanaman dan ternak... 19

4 Tanaman padi ... 27

5 Kandang kelompok ... 27

6 Proses jerami fermentasi ... 28

7 Jerami padi fermentasi ... 28

8 Proses pembuatan pupuk organik ... 29

9 Kompos ... 29

10 Ilustrasi indeks keberlanjutan SIPT di Kabupaten Cianjur ... 34

11 Ilustrasi indeks keberlanjutan setiap dimensi SIPT ... 35

12 Tahapan analisis Rap-SIPT menggunakan MDS dengan aplikasi modifikasi Rapfish ... 36 13 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor ... 41

14 Diagram alir tahapan penelitian ... 42

15 Sistem pemasaran sapi potong ... 50

16 Prosentase tingkat umur petani ... 51

17 Prosentase jumlah tanggungan keluarga ... 53

18 Prosentase pengalaman berusahatani ... 54

19 Prosentase pekerjaan pokok responden ... 55

20 Prosentase luas lahan ... 56

21 Prosentase status kepemilikan lahan ... 57

22 Grafik jumlah populasi sapi potong nasional ... 58

23 Grafik jumlah populasi sapi potong di wilayah Kabupaten Cianjur dan Povinsi Jawa Barat ... 59 24 Pola tanam ... 63

25 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai IkB-SIPT ... 74 26 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai IkB dimensi

ekologi ...

75 27 Peran masing-masing atribut ekologi yang dinyatakan dalam

bentuk perubahan RMS IkB-SIPT ...

76 28 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai IkB dimensi

ekonomi ...

80 29 Peran masing-masing atribut ekonomi yang dinyatakan dalam

bentuk perubahan RMS IkB-SIPT...

80 30 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai IkB dimensi

sosial-budaya ...

83 31 Peran masing-masing atribut ฀sosial-budaya yang dinyatakan

dalam bentuk perubahan RMS IkB-SIPT ...

84 32 Analisis Rap-SIPT yang menunjukkan nilai dimensi teknologi

...


(19)

xix 33 Peran masing-masing atribut teknologi yang dinyatakan dalam

bentuk perubahan RMS IkB-SIPT ...

88 34 Diagram ฀layang (kite diagram) nilai indeks keberlanjutan .. 92 35 Tingkat kepentingan ฀faktor-faktor gabungan antara

existing ฀condition yang berpengaruh terhadap SIPT ...

95 36 Tingkat kepentingan ฀faktor-faktor need analysis yang

berpengaruh pada usaha tani pola SIPT ...

97 37 Tingkat kepentingan ฀faktor-faktor gabungan antara

existing ฀condition dan need analysis yang berpengaruh terhadap SIPT ...


(20)

xx DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Cianjur ...

122 2 Unit populasi usahatani pola SIPT dan teknik pengambilan sampel

...

123 3 Analisis biaya pembuatan fine compost di P4TK Pertanian

Cianjur ...

124 4 Atribut-atribut dan skor keberlanjutan dimensi ekologi SIPT .. 125 5 Atribut-atribut dan skor keberlanjutan dimensi ekonomi SIPT. 128 6 Atribut-atribut dan skor keberlanjutan dimensi sosial-budaya

SIPT ...

131 7 Atribut-atribut dan skor keberlanjutan dimensi teknologi SIPT

...


(21)

1.1 Latar Belakang

Peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman pangan (padi) akan menghadapi tantangan lebih besar di masa mendatang terkait dengan kebutuhan konsumsi dan meningkatnya jumlah penduduk. Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah melalui kegiatan pengamanan lahan sawah di daerah irigasi, peningkatan mutu intensifikasi dan perluasan areal pertanian tanaman padi. Selain komoditas tanaman padi, subsektor peternakan (sapi) memiliki peranan penting dalam mendukung program peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Potensi ternak sapi dikembangkan tidak hanya sebagai penghasil daging, dan sumber protein hewani yang bernilai tinggi, akan tetapi juga penting dilihat dari fungsi non pangan seperti penyerapan tenaga kerja, penyediaan tenaga kerja ternak, daur ulang nutrisi, serta pupuk kandang (pukan) yang dapat mengkompensasi kurangnya akses terhadap input modern (pupuk dan gas).

Luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 ha dan berpenduduk sekitar 2.149.121 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,48 %. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian petani dan memelihara ternak (57,18%). Usaha peternakan rakyat masih mendominasi. Usaha peternakan sapi potong masih bersifat ekstensif, sambilan dan digunakan sebagai tabungan hidup serta belum banyak disentuh paket teknologi (Dinas Peternakan 2009). Kendala utama yang dihadapi petani belum memadukan usaha ini dengan tanaman adalah tidak tersedianya pakan secara memadai terutama pada musim kemarau (Muzani et al. 2004). Konsekuensinya banyak petani yang terpaksa menjual ternaknya walaupun dengan harga relatif murah (Ilham et al. 2001).

Secara tradisional petani di kabupaten Cianjur berusaha mengintegrasikan ternak sapi ke dalam usahatani tanaman padinya, namun integrasi yang terjadi lebih banyak pada penggunaan sapi sebagai tenaga kerja untuk pengolahan tanah dan pukan untuk kesuburan tanah, serta jerami padi sebagai pakan ternak tanpa adanya rekayasa tehnologi, baik pada pukan diproses sebagai pupuk organik maupun jerami padi sebagai pakan ternak. Penggunaan pukan hanya terjadi pada saat sapi dipergunakan untuk pengolahan lahan atau saat penggembalaan sapi setelah selesai panen. Dengan demikian, hal ini tidak banyak memberi nilai


(22)

tambah pada petani, terutama pada pemanfaatan pukan sebagai pupuk organik. Jerami padi biasanya dibakar terutama menjelang pengolahan tanah.

Dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani serta meningkatkan kualitas lingkungan, diperlukan suatu strategi keterpaduan antara usaha peternakan (sapi) dengan pertanian baik tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan untuk mengoptimalkan sumber daya pertanian. Diantara komponen usahatani tersebut masing-masing dapat saling berinteraksi, dan terjadi sinergisme positif untuk meningkatkan produktivitas dengan memanfaatkan produk-produk sampingan sehingga dapat memberi hasil optimal

Permasalahan umum yang menghambat terwujudnya kesinergisan yang diharapkan antara lain: (1) keterbatasan modal dan lahan, (2) penurunan produktifitas lahan sawah, penggunaan bahan kimia yang berlebihan, khususnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida, (3) penyediaan pakan hijauan yang terbatas dan berfluktuasi sepanjang tahun dan (4) keterbatasan penyediaan dan produksi pupuk organik karena terbatasnya jumlah pemeliharaan ternak, dan (5) belum optimalnya pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak dan kotoran sapi untuk pupuk organik, serta (6) terbatasnya lokasi tempat pengembangan peternakan yang sesuai beserta pengelolaan limbahnya berimbas mendorong terjadinya kerusakan lingkungan (Makka 2004). Diperlukan upaya intensifikasi peningkatan mutu melalui sistem integrasi padi-ternak (SIPT) untuk mendukung konsistensi peningkatan produktivitas tersebut.

Secara keseluruhan lahan sawah yang berpotensi untuk dapat dikembangkan melalui kegiatan SIPT di Pulau Jawa cukup tersedia. Luas lahan sawah sebanyak 2,87 juta hektar dan luas panen padi sawah seluas 4,70 juta hektar (45,24%) dari luas panen padi di Indonesia dengan kontribusi terhadap produksi gabah nasional mencapai 25,48 juta ton (51,56%) (Suwandi 2006),.

SIPT merupakan usaha meningkatkan produksi padi yang diintegrasikan dengan ternak sapi. Pemilihan padi dan sapi dalam usaha tani didasarkan pada hubungan timbal balik di mana padi menyediakan jerami dan dedak untuk pakan sapi. Sebaliknya, sapi menghasilkan kotoran yang dapat dijadikan sebagai pupuk organik bagi tanaman padi. Mengingat besarnya peluang untuk mengembangkan


(23)

SIPT maka pemerintah terus melakukan kegiatan percontohan. Berdasarkan urgensi keberadaan dan keberlanjutan usahatani, maka diperlukan penelitian untuk pemecahan permasalahan tersebut di atas

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan berbagai permasalahan tersebut di atas, maka perumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah usahatani pola SIPT meningkatkan produktivitas ?

2. Seberapa besar nilai keberlanjutan SIPT di Kabupaten Cianjur saat ini ? 3. Apa faktor-faktor kunci strategis pengembangan SIPT yang akan datang ? 4. Bagaimana rekomendasi kebijakan dan strategi pengembangan SIPT di masa

mendatang ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1.Menganalisis kelayakan usahatani pola SIPT ;

2.Menilai keberlanjutan usahatani dengan menggunakan status dan indeks keberlanjutan SIPT (IkB-SIPT);

3.Mengidentifikasi faktor kunci strategis pengembangan SIPT masa yang akan datang;

4.Merumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi pengembangan SIPT di Kabupaten Cianjur.

1.4 Kerangka Pemikiran

Program utama pembangunan pertanian adalah ketahanan pangan dan agribisnis. Sasaran akhir yang ingin dicapai pada program yang telah ditetapkan adalah meningkatnya kesejahteraan petani dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan ekosistem, sehingga keberlanjutan usaha pertanian dapat terjamin. Alternatif yang lebih memungkinkan untuk mendukung keberhasilan kebijakan dimaksud diatas, adalah dengan melakukan pendekatan sistem integrasi padi-ternak (SIPT). SIPT merupakan usaha meningkatkan produksi padi yang


(24)

diintegrasikan dengan ternak sapi (Deptan 2005). SIPT dan model usaha penggemukan sudah berkembang terutama di daerah sentra produksi padi seperti di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Pulau Jawa khususnya di Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta, sedangkan di Jawa Barat belum berkembang secara luas, tetapi memiliki potensi besar untuk dikembangkan.

Sumberdaya usaha pertanian, terutama padi dan sapi, merupakan komoditas ekonomi potensial untuk dikembangkan dan telah ditetapkan sebagai komoditas unggulan karena berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan. Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pentingnya komoditas tersebut ditunjukkan oleh tingginya permintaan pasar, ketersediaan sumber pakan dan tenaga kerja, kesesuaian agroklimat dan budaya masyarakat, dan dukungan pemerintah daerah (BPS Cianjur, 2010).

Pengelolaan usahatani pola SIPT di tingkat petani sangat beragam dan belum dapat diukur sejauh mana tingkat keberlanjutannya, karena sampai saat ini keuntungan finansial usahatani merupakan salah satu kriteria kelayakan usahatani. SIPT perlu memenuhi kriteria pembangunan berkelanjutan yang mempersekutukan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan guna mendapatkan manfaat yang optimal. Menurut Mershyah (2005) kriteria pembangunan berkelanjutan secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga dimensi yaitu dimensi ekologi, sosial dan ekonomi (Munashinghe 1994; Susilo 2003). Atribut dari setiap dimensi dapat dianalisis dan digunakan untuk menilai secara cepat (rapid appraisal) status keberlanjutan pembangunan sektor tertentu menggunakan metode multi variabel non-parametrik (multidimensional scaling, MDS). Metode ini pernah dilakukan untuk mengevaluasi pembangunan perikanan (Fauzy dan Anna 2005) yang dikenal dengan nama RAP-FISH (The Rapid Appraisal of the Status of Fisheries), peternakan (Mershyah 2005); pertanian (Iswari 2008), dan transmigrasi (Gatot 2008). Metode MDS yang akan digunakan untuk menghitung indeks keberlanjutan pengembangan integrasi padi-sapi pada sistem usahatani akan disebut sebagai Rap-SIPT (Rapid Appraisal-sistem integrasi padi-sapi).

Hasil evaluasi keberlanjutan usahatani pola SIPT ini akan dipadukan dengan hasil analisis kebutuhan stakeholder terhadap SIPT, sehingga diperoleh


(25)

faktor-faktor penting. Faktor-faktor-faktor penting dari existing condition dan need analysis di kombinasikan untuk mendapatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap SIPT yang dikaji. Pada tahap akhir, dapat dirumuskan kebijakan dan strategi pengembangan SIPT di Kabupaten Cianjur.

Upaya memadukan sapi dengan padi akan membawa dampak budidaya, sosial, dan ekonomis yang positif. Budidaya ternak semakin efisien dengan ketersediaan pakan secara kontinyu, problem sosial akibat limbah yang menimbulkan polusi dapat diatasi dan secara ekonomis petani dapat melakukan efisiensi usaha, sehingga dapat mengurangi ketergantungan sarana produksi dari luar. Secara skematis, kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1

Gambar 1. Kerangka pemikiran

T e k nologi

Ek onom i

Sosia l buda ya Ek ologi

Pa di da n Sapi

K om odit as U nggulan Da e rah

Se sua i

Ya

T ida k

Re k om e ndasi K e bijak a n da n Strat e gi Pe nge m ba nga n SI PT

M D S At r ibu t

Sk e na rio

St rat e gi Penge mba ngan SI PT K EBI J AK AN DEPART EM EN PERT AN IAN

SI ST EM I N T EGRASI PADI -T ERNAK

Fa k t or-Fak t or

St rat e gis Pe nge m banga n SI PT M ode l


(26)

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan pertanian, dan pihak-pihak yang berkepentingan berupa

1. bahan masukan dalam penentuan kebijakan pembangunan pertanian di masa mendatang di kabupaten Cianjur.

2. acuan bagi pengusaha dan masyarakat dalam upaya pelestarian SDA dan lingkungan serta manfaat yang akan dinikmatinya

3. sumber informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan peternakan

1.6 Kebaruan (Novelty)

Nilai kebaruan penelitian ini adalah strategi pengelolaan usahatani pola SIPT yang melibatkan stakeholder dalam perumusan kebijakan dan skenario strategi pengembangan SIPT berdasarkan aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi guna meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.


(27)

II TINJAUAN PUSTAKA

Program utama pembangunan pertanian adalah ketahanan pangan dan agribisnis. Sasaran program pembangunan pertanian yang telah ditetapkan adalah meningkatnya kesejahteraan petani dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan ekosistem, sehingga keberlanjutan usaha pertanian dapat terjamin. Salah satu kebijakan yang ditempuh Kementerian Pertanian pada tahun 2002 adalah melakukan pengembangan usaha pertanian secara terpadu dengan harapan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani. Guna mendukung keberhasilan kebijakan dimaksud, alternatif yang lebih memungkinkan adalah dengan melakukan pendekatan sistem integrasi padi ternak (SIPT). SIPT merupakan bagian dari program pemerintah yang dilaksanakan secara terpadu, lintas sektoral antara Kementerian Pertanian, Kementerian Pemukiman dan Prasarana Wilayah serta Kementerian Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Program tersebut merupakan salah satu alternatif program terobosan yang diharapkan dapat menjawab tantangan dan tuntutan pembangunan peternakan yakni kecukupan (swasembada) daging

Menurut Dirjen Peternakan (2009), program SIPT adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal seperti pemanfaatan jerami sebagai pakan ternak dan kotoran ternak sapi dapat diproses menjadi pupuk organik yang sangat bermanfaat untuk memperbaiki unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga tidak ada limbah yang terbuang (zero waste).

Menurut Diwyanto dan Haryanto (2003), integrasi usahatani pola SIPT mencakup tiga jenis kegiatan usahatani yang saling berkaitan satu sama lain yaitu: (1) budidaya ternak, (2) budidaya padi serta (3) pengelolaan jerami dan kompos. Inovasi yang dikembangkan dalam budidaya ternak mencakup pengandangan temak secara berkelompok, aplikasi budidaya termasuk strategi pemberian pakan, pengelolaan dan pemanfaatan kotoran ternak menjadi kompos untuk tanaman padi. Pengembangan budidaya padi sawah irigasi melalui teknologi pengelolaan, penyimpaman dan peningkatan kualitas jerami sebagai pakan temak.

Selama 10 tahun terakhir (1995-2005), data statistik menunjukkan bahwa luas areal tanam padi di lahan sawah secara nasional sedikit meningkat dari 10,08


(28)

juta ha pada tahun 1995 menjadi 10,71 juta ha pada tahun 2005, atau naik rata-rata 0,61 persen/tahun. Di samping itu, produktivitas juga meningkat dari 4,64 ton/ha pada tahun 1995 menjadi 4,78 ton/ha pada tahun 2005, atau tumbuh rata-rata 0,29 persen/tahun. Pertumbuhan produktivitas yang rendah mencerminkan bahwa penerapan teknologi di tingkat petani sudah mendekati kejenuhan, terutama di Jawa. Terlebih lagi dengan sarana produksi yang makin mahal mengakibatkan kemampuan petani untuk membeli sarana produksi makin terbatas. Pertumbuhan luas panen dan produktivitas tersebut menyebabkan produksi padi sawah secara nasional meningkat dari 46,81 juta ton pada tahun 1995 menjadi 51,22 juta ton pada tahun 2005 atau hanya tumbuh rata-rata 0,91 persen per tahun (BPS 2006). Dalam kaitan ini telah dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi ternak sapi dengan tetap melestarikan sumber daya sawah melalui program peningkatan produktivitas padi terpadu dengan Sistem Integrasi Padi-Ternak (SIPT) yang didukung oleh penguatan kelembagaan tani.

Pertumbuhan areal dan produktivitas yang rendah terutama terjadi di Pulau Jawa sebagai sentra produksi padi. Luas areal panen, produktivitas dan produksi padi di Jawa selama 10 tahun terakhir meningkat dengan laju yang rendah, yaitu masing-masing 0,45 persen; 0,07 persen; dan 0,52 persen. Pada periode yang sama di luar Pulau Jawa areal panen tumbuh lebih cepat yaitu rata-rata 0,78 persen/tahun, dan produktivitas tumbuh 0,64 persen/tahun, sehingga produksi meningkat rata-rata 1,43 persen/tahun. Namun karena kontribusi luar Jawa dalam produksi padi sawah hanya sekitar 43 persen, maka pertumbuhan produksi nasional lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan di Pulau Jawa (Suwandi 2006).

2.1 Potensi Ternak Sapi sebagai Penghasil Daging

Dalam aspek pengentasan kemiskinan, subsektor peternakan berperan sangat penting. Berdasarkan data dari Proyek Inpres Desa Tertinggal (IDT), komoditas yang dipilih sebagian besar (60-70%) adalah ternak. Begitu pula dalam Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI), semua lokasi kegiatan menghendaki adanya sistem usaha pertanian yang melibatkan ternak sebagai basis dalam sistem usaha pertaniannya (Kusnadi et al. 2005b).


(29)

Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI) telah mampu meningkatkan fungsi dan peran ternak secara signifikan dalam penyediaan pupuk, pemanfaatan sisa/limbah pertanian, dan sumber pendapatan. Di Lombok Timur, produktivitas dan reproduktivitas ternak cukup tinggi dibandingkan rata-rata yang ada di NTB (Kusnadi et al. 2005). Sistem integrasi tanaman-ternak di lahan marginal, khususnya di NTB dan NTT, kini berkembang hampir di setiap kabupaten lokasi kegiatan P4MI.

Lompatan populasi sapi lokal merupakan jawaban pemenuhan kebutuhan daging nasional yang berasal dari produksi dalam negeri. Peningkatan populasi secara rutin/regular akan dirasa sulit untuk memenuhi kecukupan daging pada tahun 2014, karena peningkatan populasi hanya berkisar antara 2-3% per tahun pada tahun 2009. Peningkatan ini lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 5.5%. Populasi sapi (2009) sekitar 12.6% (Blue Print PSDS 2010), yang terdiri atas 68.,6% sapi lokal dan 31,84% sapi simental, limousin dan brahman cross.

Gambar 2. Populasi sapi potong di Indonesia (Statistik Peternakan, 2010)

Daging sapi yang bersifat demand driven tersebut, masih bermasalah dalam pemenuhannya. Kesenjangan antara kebutuhan konsumsi dengan produksi daging sapi lokal terjadi tiap tahun, yang diduga karena adanya peningkatan jumlah masyarakat yang berpendapatan menengah ke atas. Peningkatan jumlah tersebut tercermin dari peningkatan konsumsi daging sapi dari sebesar 1,95 kg per kapita pada tahun 2007 menjadi 2 kg per kapita pada tahun 2008 dan meningkat menjadi 2,24 kg per kapita pada tahun 2009. Peningkatan konsumsi ini berdampak pada meningkatnya kebutuhan daging sapi dan jeroan dari 455.755 ton


(30)

pada tahun 2008 menjadi 516.603 ton pada tahun 2009 (BPS dan Statistik Peternakan, 2009). Kebutuhan daging tersebut setara dengan jumlah sapi sebanyak 2,432 juta ekor sapi pada tahun 2008 dan 2,746 juta ekor sapi pada tahun 2009 (Australian Statistic Bereau, 2009). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka impor daging sapi dan jeroan juga meningkat menjadi sebesar 110.246 ton serta untuk sapi bakalan sebanyak 768.133 ekor pada tahun 2009. Hal ini karena sapi lokal hanya dapat mensuplai kebutuhan daging sebesar 49% dari kebutuhan daging nasional pada tahun 2009 (BPS dan Statistik Peternakan, 2009).

Kementerian Pertanian mengeksekusi program “Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS)” untuk mengurangi ketergantungan pada impor sapi potong dengan target pemenuhan kebutuhan daging pada 2010 secara domestik sebesar 90%. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain dengan mendistribusikan bibit sapi potong ke berbagai propinsi potensial untuk dikembangkan secara intensif. Idealnya peningkatan populasi sapi setidaknya mencapai 7% per tahun atau 15 juta ekor pada tahun 2008, namun populasi sapi pada tahun 2008 hanya dapat mencapai 11,9 juta ekor (Dirjen Peternakan 2009).

Diperlukan langkah-langkah pengembangan produksi peternakan diantaranya dengan usahatani sistem integrasi sapi–tanaman, khususnya dengan tanaman pangan. Hal ini didukung oleh data dari Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (2009) bahwa potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian di Indonesia sangat besar yaitu 100,7 juta ha yang limbahnya dapat mencukupi biomassa pakan sapi sepanjang tahun (1-3 ekor sapi/ha). Bila tidak dimanfaatkan, limbah pertanian akan menjadi masalah dan kendala dalam agribisnis, karena pada saat panen terbuang dan menjadi pencemar.

Usaha pembesaran dan penggemukan mungkin lebih menarik bagi investor, dan saat ini peternak kecilpun sudah mulai untuk mengembangkan usaha ini (Diwyanto dan Priyanto 2008). Pembesaran dapat dilakukan secara ekstensif, yaitu dengan cara menggembalakan sapi di padang pangonan, atau tempat lain yang memungkinkan ternak merumput (grazing) dengan bebas. Pada periode ini sapi lebih banyak bertumbuh kembang pertulangan atau ukurannya. Namun dengan menyusutnya areal padang pangonan menyebabkan usaha pembesaran secara ekstensif menghadapi tantangan yang besar.


(31)

2.2 Potensi Sapi sebagai Penghasil Pupuk Organik

Ternak sapi bagi petani dapat berfungsi sebagai penghasil pupuk kandang dan tabungan yang memberikan rasa aman pada saat kekurangan pangan (paceklik) disamping berfungsi sebagai penyedia tenaga kerja (Najib et al. 1997). Ternak selain menghasilkan produk utama, juga menghasilkan hasil samping berupa feses dan urine yang sampai saat ini masih dianggap masalah, dengan inovasi yang sederhana dapat diubah menjadi kompos yang bermutu, dan nilai kompos yang dihasilkan ternyata cukup besar. Penggunaan kompos pada lahan pertanian akan mendukung kelestarian lingkungan sekaligus mewujudkan “organic farming“ yang berdaya saing tinggi (Badan Litbang Pertanian 2000).

Aspek penting dalam penggunaan kotoran ternak sebagai pupuk yaitu nilai penggunaannya dan sebagai sumber hara yang dibutuhkan tanaman. Berkurangnya kandungan bahan organik pada lahan pertanian di Indonesia saat ini menunjukkan bahwa sebenarnya diperlukan 100% tambahan bahan organik untuk mengembalikan pada keadaan kesehatan tanah yang normal. Hal ini berarti akan diperlukan pupuk organik yang sangat besar untuk membuat keadaan kesehatan tanah menjadi normal kembali (Deptan 2001).

Memacu peningkatan produktivitas lahan dapat digunakan pupuk organik. Pupuk organik sangat penting bagi usaha pertanian, karena selain meningkatkan hasil juga dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah (Sally 1999; Thamrin 2002). Bahan organik dapat diperoleh dari pemeliharaan sapi dalam sistem integrasi tanaman padi-ternak (sapi) seperti SIPT. Secara nasional pengelolaan padi pada lahan irigasi tersebut dapat meningkatkan produktivitas padi antara 7,1%–38,4% (Bahar 2002), dan meningkatkan hasil padi dari 4,5 t/ha menjadi 5,5 t/ha gabah kering giling (Sumanto et al. 2002). Disamping itu petani dapat memperoleh keuntungan lain dari hasil samping pemeliharaan sapi berupa pertambahan bobot hidup sapi dan pupuk kandang, selain itu sapi juga dapat dimanfaatkan sebagai tenaga kerja untuk meluku.

Menurut Adiningsih (2000), kotoran ternak sebagai limbah dengan penggunaan mikroba dan cacing sebagai komoditas baru yang mempunyai keunggulan yaitu proses pengomposan dipercepat; dapat diproduksi secara massal dan dijadikan kemasan ekonomis; kompos dapat menjadi cabang usaha dan


(32)

penyerapan tenaga kerja; peningkatan kualitas dan penghematan penggunaan; memungkinkan perluasan penggunaan lahan-lahan marginal; dan memutus daur ulang hewan parasit dan kuman patogen yang sering ada di kotoran ternak.

Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8 - 10 kg/hari, kemudian diproses menjadi pupuk organik menghasilkan 4 - 5 kg/hari. Ternak sapi akan menghasilkan sekitar 7,3- 11,0 ton pupuk organik pertahun. Penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton/hektar/tanam, sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1,8 - 2,7 hektar dengan dua kali tanam pertahun (Haryanto 2000). Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran 5 kg/ekor/hari menjadi 3 kg/ekor/hari dengan harga Rp 400/kg. Jadi untuk seekor sapi dapat menghasilkan kompos kotoran sapi sebanyak 90 kg/bulan atau Rp 36.000/bulan (Sariubang et al. 2001; 2004).

Pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk organik disamping mampu menghemat penggunaan pupuk anorganik, juga memperbaiki struktur dan ketersediaan unsur hara tanah. Dampak ini terlihat dengan meningkatnya produktivitas lahan. Menurut Adnyana et al. (2003), SIPT yang dikembangkan petani mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik 25 - 35 persen dan meningkatkan produktivtas padi 20 - 29 persen. Menurut Bulu et al. (2004) bahwa SIPT yang diterapkan petani mampu meningkatkan pendapatan sekitar 8,4 persen dan menghemat biaya pupuk sekitar 25,2 persen dan meningkatkan pendapatan petani sebesar 41,4 persen (Sudaratmaja et al. 2004), sedangkan menurut Suwono et al. (2004) bahwa penggunaan pupuk organik mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik, walaupun dalam prakteknya petani tidak mengurangi penggunaan pupuk anorganik secara signifikan.

Pengomposan adalah proses mengubah limbah organik menjadi pupuk organik melalui kegiatan biologi pada kondisi yang terkontrol (Sutardi et al. 2004). Tujuan pengomposan adalah mengurai bahan organik yang dikandung bahan limbah, menekan timbulnya bau busuk, membunuh benih gulma dan organisme yang bersifat pathogen dan sebagai produknya berupa pupuk organik yang sesuai untuk diaplikasikan di lahan pertanian.


(33)

2.3 Potensi Limbah Jerami Padi

Pengangkutan jerami keluar petakan setiap selesai panen diperkirakan tanah akan mengalami kehilangan 0,4% C-Organik, 0,03% N-Tanah, 8,15 kg P/ha, 42,9 kg K/ha dan 25% kg Si/ha. Selanjutnya dikatakan pemberian jerami padi sebanyak 5 ton/ha/musim dapat meningkatkan C-Organik tanah dari 2,4 menjadi 4,0% setelah 4 musim tanah pemberian, disamping meningkatkan ketersediaan unsur K, Mg, Si dan N. Pada SIPT penggunaan jerami padi untuk pakan ternak akan menghasilkan pupuk organik dari kotoran sapi yang dapat digunakan untuk pemupukan sawah sebagai pengganti jerami yang diambil. Kebutuhan pupuk organik untuk tanaman padi sekitar 2 ton/ha/musim (Sriadiningsih (1984) dalam Syam dan Sariubang 2004; Sariubang et al. 2004).

Potensi limbah tanaman padi yang dapat digunakan sebagai pakan ternak dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Jumlah jerami, sekam dan dedak secara nasional yang dapat digunakan sebagai pakan ternak masing-masing berjumlah 92 juta ton, 12,3 juta ton dan 4,9 juta ton.

Tabel 1 Perkiraan produksi jerami, dedak dan sekam padi (000 ton)

No Jerami Sekam Dedak

1996 92,560 12,150 4,860

1997 89,128 12,035 4,814

1998 93,840 12,003 4,801

1999 95,704 12,396 4,959

2000 94,344 12,650 5,060

2001 92,000 12,300 4,920

Sumber: Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan (2002) dalam Suwandi (2006)

Padi selain menghasilkan produk utama gabah, juga menghasilkan produk samping yaitu jerami yang mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang ketersediaan pakan secara nasional dengan jumlah produksi mencapai 48.472.125 ton. Menurut Haryanto (2000) produksi jerami padi dapat mencapai 12 - 15 ton/ha/panen, bervariasi tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman padi yang digunakan. Jerami padi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pakan sapi dewasa sebanyak 2-3 ekor pertahun dan pada lokasi yang mampu panen 2


(34)

kali setahun akan dapat menunjang kebutuhan pakan berserat untuk 4 - 6 ekor. Disamping itu, dedak padi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai salah satu komponen bahan pakan untuk menyusun ransum ternak. Menurut Diwyanto et al. (2002), dari setiap hektar lahan sawah dapat dihasilkan 8–10 ton limbah jerami padi/musim tanam dengan variasi berdasarkan varietas dan lokasi penanaman. Limbah jerami padi ini dapat digunakan untuk pakan sapi dewasa sebanyak 2 – 3 ekor sepanjang tahun, sehingga pada satu ha sawah dengan waktu panen dua kali per tahun akan tersedia pakan ternak untuk 4 – 6 ekor ternak sapi

Menurut Diwyanto et al. (2001) produksi limbah jerami padi di Indonesia cukup banyak yaitu hampir 40 juta ton per tahun dan yang digunakan untuk pakan ternak baru sekitar 22%, sedang sisanya dibakar untuk dijadikan pupuk atau dibuang. Produksi jerami padi yang melimpah memungkinkan untuk digunakan sebagai pakan ternak dalam jumlah yang lebih besar. Lebih lanjut dikatakan komposisi kimia jerami padi meliputi bahan kering 71,2%, protein kasar 3,9%, lemak kasar 1,8%, serat kasar 28,8%, BETN 37,1%, dan TDN 40,2%. Faktor pembatas adalah nilai gizinya yang rendah yaitu mengandung serat kasar dan silikat dalam jumlah tinggi, sedang daya cerna sangat rendah yang dipengaruhi adanya ikatan lignin, silikat dan kutin. Manfaat jerami padi masih dapat ditingkatkan melalui proses kimia atau dengan teknologi pengolahan sehingga dapat meningkatkan efektifitas daya cerna.

Dalam upaya memanfaatkan sumberdaya lokal secara optimal, pada kawasan persawahan dapat dikembangkan usaha pengembangan ternak sapi. Hal ini berkaitan dengan adanya jerami padi yang berlimpah setiap kali musim panen. Meskipun sebagian jerami padi telah dimanfaatkan sebagai bahan industri kertas, bahan pembuatan pupuk maupun media pertumbuhan jamur, namun sebagian besar masih belum dimanfaatkan. Untuk memanfaatkan potensi jerami padi tersebut, perlu dikembangkan rencana unit bisnis yang meliputi : a. unit proses peningkatan kualitas nutrisi jerami padi untuk pakan sapi; b. unit pembuatan pupuk organik untuk menjaga kelestarian kesuburan lahan persawahan; dan c. unit bisnis lainnya seperti pemeliharaan ikan, itik, dan lain-lain. Sebagai upaya bagi peningkatan sistem pertanian diperlukan teknologi alternatif untuk memperbaiki


(35)

produktivitas lahan dan meningkatkan pendapatan petani, antara lain melalui penerapan teknologi sistem usahatani terintegrasi.

Pengembangan sapi potong di areal persawahan diharapkan mempunyai peluang yang besar, karena di kawasan inilah sumber pakan tersedia cukup melimpah serta kebutuhan kompos sangat besar. Selain gabah, dari pertanaman padi juga dihasilkan jerami. Sebagai bahan pakan, jerami padi memiliki kandungan gizi yang rendah sehingga perlu adanya penambahan zat dari sumber pakan lain sebagai pakan penguat. Dengan teknologi fermentasi yang sederhana, mudah dan murah petani dapat memanfaatkan jerami sebagai pakan ternak yang dapat diandalkan. Hasil pengkajian BPTP Jawa Barat (2001), produksi jerami dapat mencapai 6-8 ton/ha/panen, bergantung pada lokasi, varietas dan cara tanam. Perkiraan konsumsi jerami sapi dewasa adalah 30 kg/ekor/hari, maka daya dukung untuk satu hektar lahan sawah adalah 2-3 ekor/6 bulan untuk satu musim panen. Dengan demikian pada lokasi dengan pola tanam 2 kali padi setahun, jerami yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan pakan untuk 4-6 ekor sapi. Disamping jerami, dari usahatani padi juga dihasilkan dedak yang potensial digunakan sebagai salah satu komponen pakan penguat/konsentrat untuk ternak.

Pola pemeliharaan sapi dengan pakan utama jerami fermentasi diperoleh pertambahan berat badan antara 0,8-1,0 kg/ekor/hari atau 240-300 kg/ekor/tahun. Apabila dalam kawasan 100 ha sawah dipelihara 200 ekor sapi, maka akan diperoleh tambahan berat badan sapi sebesar 48-60 ton (BPTP Jawa Barat 2002).

2.4 Sistem Integrasi Usahatani Pola SIPT

Penelitian sistem usaha pertanian terpadu yang dijabarkan dalam bentuk SIPT dengan berbagai pola dan bentuk dirintis oleh Badan Litbang Pertanian sejak tahun 1980 melalui berbagai proyek dan program, antara lain: (1) Penelitian Penyelamatan Hutan Tanah dan Air, (2) Crop Livestock System Research, (3) SUT Sapi dan Padi, (4) Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa, (5) Proyek Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu, (6) Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan, (7) P4MI, serta (8) Sistem Integrasi Kelapa Sawit dan Sapi di Daerah Perkebunan (Kusnadi 2008).


(36)

Menurut kementerian Pertanian (2005), secara garis besar integrasi terkait dengan sistem produksi ternak dibagi menjadi dua sistem yaitu: 1. sistem produksi berbasis ternak (solely livestock production system) yaitu sekitar 90% bahan pakan dihasilkan dari on-farm-nya, sedangkan penghasilan kegiatan non peternakan kurang dari 10%; dan 2. sistem campuran (mix farming system) yaitu ternak memanfaatkan pakan dari hasil sisa tanaman. Dengan integrasi tersebut maka akan tercipta sentra pertumbuhan peternakan baru dimana komoditi ternak dapat saja menjadi unggulan atau komoditi ternak hanya sebagai penunjang (mix farming). Tetapi bisa saja terjadi, ternak yang tadinya sebagai unsur penunjang kemudian secara bertahap menjadi unsur utama atau sebalikya. Perpaduan sistem integrasi tanaman dengan ternak, dicirikan dengan adanya saling ketergantungan antara kegiatan tanaman dan ternak dengan tujuan daur ulang optimal dari sumberdaya nutrisi lokal yang tersedia (Low External Input Agriculture Sistem). Sistem yang kurang terpadu dicirikan dengan kegiatan tanaman dan ternak yang saling memanfaatkan, tetapi tidak tergantung satu sama lain karena didukung oleh input eksternal (High External Input Agriculture Sistem).

Pengelolaan tanaman terpadu adalah strategi yang memperhitungkan keterkaitan atau keterpaduan antara tanaman di satu pihak dengan sumberdaya yang ada di pihak lain, diharapkan dapat meningkatkan hasil padinya. Teknik-teknik produksi yang diterapkan mempertimbangkan sinergisme yang diharapkan mampu memberikan hasil yang tinggi (Kartaatmadja dan Fagi, 2000).

Sistem integrasi tanaman ternak adalah suatu sistem pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan ternak dalam suatu kegiatan usahatani atau dalam suatu wilayah. Keterkaitan tersebut merupakan suatu faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan petani dan ekonomi wilayah secara berkelanjutan. Sistem integrasi tanaman ternak dalam sistem usaha pertanian di suatu wilayah merupakan ilmu rancang bangun dan rekayasa sumberdaya pertanian yang tuntas (Handaka et al. 2009).

Kegiatan integrasi akan meningkatkan produktivitas baik produktivitas tanaman padi, jagung maupun ternak. Hasil sinergisme tanaman padi-jagung dengan sapi, menurut Kartono.(2002) akan memberikan tambahan pendapatan yang diperoleh dari peningkatan produktivitas pada masing-masing komoditas.


(37)

Tanpa integrasi : Produktivitas tanaman pangan : x Produktivitas ternak sapi : y Dengan integrasi : Produktivitas tanaman pangan : x + a

Produktivitas ternak sapi : y + b Hasil sinergisme tanaman dan ternak berupa : a + b (additional out put).

Pada prinsipnya konsep CLS menurut Prasetyo et al. (2002), meningkatkan efisiensi usaha dengan memanfaatkan input produksi dari dalam (internal input). Melalui usahatani ternak, input produksi yang berasal dari luar dapat dikurangi (low external input). Usahatani padi dan sapi yang dikelola secara terpadu mampu memberikan keuntungan sekitar 15,86 persen lebih tinggi dari usahatani padi dan sapi yang dikelola secara parsial. Fenomena ini mampu memberikan tambahan keuntungan berturut-turut 29,19 persen dan 27,72 persen. Keunggulan usahatani padi dan sapi yang dikelola secara terrpadu terlihat juga dari efektivitas penggunaan input atau biaya produksi, yang ditunjukkan oleh nilai BCR lebih tinggi pada semua lokasi kajian.

Aspek peningkatan produksi dan pendapatan petani, hasil kajian empiris Kariyasa dan Pasandaran (2004) menunjukkan bahwa usahatani padi yang dikelola tanpa diintegrasikan dengan sapi mampu berproduksi sekitar 4,4 - 5,7 ton/ha, sementara pengelolaan usahatani padi yang diintegrasikan dengan sapi mampu berproduksi sekitar 4,7 - 6,2 ton/ha. Artinya usahatani padi yang pengelolaannya diintegrasikan dengan ternak atau yang menggunakan pupuk kandang mampu berproduksi sekitar 6,9 - 8,8 persen lebih tinggi dibanding usahatani padi yang dikelola secara parsial tanpa menggunakan pupuk kandang.

Menurut Pamungkas dan Hartati (2004), sistem integrasi ternak merupakan salah satu upaya untuk mencapai optimalisasi produksi pertanian. Upaya ini telah banyak dilakukan yang secara signifikan mampu memberikan nilai tambah baik pada hasil usahatani maupun terhadap produktivitas ternak. Usaha ternak sapi terpadu dapat menekan biaya produksi, terutama terhadap penyediaan hijauan pakan, sebagai sumber tenaga kerja serta dapat memberikan kontribusi dalam penghematan pembelian pupuk.

Di Indonesia, ternak sapi dapat diintegrasikan dengan berbagai komoditi tanaman, seperi tanaman pangan (padi, jagung) serta tanaman perkebunan (kelapa


(38)

sawit). Disamping itu ternak sapi sangat baik beradaptasi dengan pola iklim dan ketinggian tempat, sehingga dapat dipelihara pada lahan sawah, lahan kering semusim dan lahan kering tahunan dari dataran rendah sampai pegunungan. Kesesuaian lahan untuk pertanian yang berpotensi untuk usahatani sistem integrasi ternak sapi dengan tanaman disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kesesuaian lahan untuk pertanian di Indonesia.

Wilayah

Lahan Sawah

Lahan Kering (Tan. Semusim)

Lahan Kering

(Tan. Tahunan) Jumlah ………. juta hektar …...……

Sumatera 6,05 6,06 16,84 28,89

Jawa 4,59 1,13 4,47 10,18

Bali dan NTT, NTB 0,48 1,15 1,54 3,17

Kalimantan 3,01 10,77 14,73 28,51

Sulawesi 2,38 1,87 4,80 9,06

Maluku dan Papua 8,04 4,40 8,52 20,96

Indonesia 24,56 25,32 50,89 100,77

Sumber: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, (2009).

Diversifikasi usahatani telah tumbuh dan berkembang di perdesaan, salah satunya bertujuan untuk mengantisipasi resiko usaha dari kegagalan usahatani sejenis. Namun pola integrasi belum banyak dilakukan atau dikenal oleh petani skala kecil, karena umumnya pola usaha yang dilakukan adalah subsisten. Padahal kesempatan untuk melakukan integrasi sangat besar ditinjau dari potensi lahan dan ternak yang ada. Salah satu penyebabnya adalah penguasaan dan pemanfaatan teknologi pertanian (Handaka et al. 2009).

Keuntungan sistem integrasi tanaman – ternak menurut Diwyanto et al. (2004) adalah: (1) diversifikasi penggunaan sumberdaya, (2) mengurangi resiko usaha, (3) efisiensi penggunaan tenaga kerja, (4) efisiensi penggunaan input produksi, (5) mengurangi ketergantungan energi, (6) ramah lingkungan, (7) meningkatkan produksi, dan (8) pendapatan rumah tangga petani yang berkelanjutan. Sistem integrasi tanaman–ternak memadukan sistem usahatani tanaman dengan sistem usahatani ternak secara sinergis sehingga terbentuk suatu sistem yang efektif, efisien dan ramah lingkungan. Menurut Chaniago (2009),


(39)

tujuan integrasi tanaman dengan ternak adalah untuk mendapatkan produk tambahan yang bernilai ekonomis, peningkatan efisiensi usaha, peningkatan kualitas penggunaan lahan, peningkatan kelenturan usaha menghadapi persaingan global, dan menghasilkan lingkungan yang bersih dan nyaman.

Pada model integrasi tanaman ternak, petani mengatasi permasalahan ketersediaan pakan ternak dengan memanfaatkan limbah tanaman seperti jerami padi, jerami jagung dan limbah kacang-kacangan. Pada musim kemarau, limbah ini bisa menyediakan pakan berkisar 33,3 persen dari total rumput yang dibutuhkan (Kariyasa 2003). Kelebihan dari adanya pemanfaatan limbah adalah disamping mampu meningkatan "ketahanan pakan", juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari rumput, sehingga memberi peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala pemeliharaan ternak.

Model integrasi usahatani dan usaha ternak memberi peluang pada pengembangan peternakan dalam suatu kawasan. Pemanfaatan sumberdaya dengan cara ini akan optimal dan memberi nilai tambah pada produk yang dihasilkan petani. Selain itu, pola-pola semacam ini sangat fleksibel terhadap perubahan harga berbagai komoditi pertanian, baik pada tingkat lokal ataupun global. Menurut Ilham (1998) pendekatan sistem integrasi usahatani melalui pengembangan pola usahatani yang berwawasan lingkungan ditujukan untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil, juga untuk peningkatan pendapatan petani dan menjaga kelestarian sumberdaya alam (Gambar 3).

Gambar 3 Model integrasi usahatani tanaman dan ternak ON-FARM

PEMASARAN

HASIL PADI

USAHATANI TANAMAN

SAPROTAN SAPRONAK

PAKAN TERNAK KOMPOS

PUPUK ORGANIK

BIOGAS

PEMASARAN

HASIL TERNAK

USAHA TERNAK


(40)

Pengalokasian sumberdaya yang efisien, pemanfaatan keunggulan komparatif dan pola tanam akan menghasilkan hubungan yang sinergistik antara cabang usahatani. Disamping itu, pola sistem usahatani terintegrasi ini mempunyai beberapa keuntungan baik dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Aspek lingkungan yaitu adanya upaya dalam hal pemanfaatan limbah, efisiensi lahan dan minimalisasi limbah

2.5 Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya

Beberapa hasil penelitian usahatani pola SIPT yang telah dilakukan masih terbatas melakukan analisis kelayakan secara finansial. Pertama kali penelitian pola SIPT dilakukan di Batumarta, Sumatera Selatan tahun 1985 dimana penerapan model tanaman-ternak selama tiga tahun meningkatkan pendapatan petani sebesar US$1.500/kepala keluarga/tahun, setiap kepala keluarga memiliki lahan 2 hektar tanaman pangan dan satu ekor sapi (Diwyanto et al. 2002). Kontribusi hasil ternak terhadap total pendapatan masih rendah yaitu 10% sedang dari tanaman pangan 71,7% dan sisanya berasal

-Usaha ternak pada lahan kering mampu meningkatkan pendapatan dari pendapatan lainnya, dibandingkan dengan pola konvensional maka usahatani pola SIPT mampu meningkatkan pendapatan bersih petani sebesar 36% (Devendra et al. 1997).

Menurut Rohaeni et al. (2004) pola integrasi padi-sapi potong dengan hasil pendapatan usahatani padi lahan irigasi di kabupaten Banyumas, Purworejo, Pati, Boyolali dan Grobogan pertahun rata-rata Rp. 2,455 juta/ha dan pendapatan dari usahatani sapi dengan pola introduksi sebesar Rp.1,183 juta per periode sehingga penerapan pola SIPT mampu memberikan tambahan pendapatan petani.

Hasil penelitian di Philipina menunjukkan bahwa dengan menerapkan pola SIPT, maka usaha dari temak sapi mampu memberikan kontribusi lebih dari 50% terhadap pendapatan usahatani dan lebih dari 20% terhadap pendapatan keluarga. Pola SIPT di lahan irigasi di Mindanao meningkatkan pendapatan per tahun dad US$ 570/hektar menjadi US$ 767/hektar (Devendra et al. 1997 dalam Suwandi 2006). Hasil penelitian di Pulau Luzon, usahatani pola SIPT pada lahan kering dengan pemberian pakan penguat (konsentrat) untuk ternak sapi mampu meningkatkan pendapatan petani dari US$ 935/ha menjadi US$ 1.232/ha.


(41)

usahatani dari US$ 518 (tahun 1983) menjadi US$ 715 (tahun 1986) di Ban Donpondaeng Thailand usahatani pola SIPT dengan kepemilikan rata-rata 4,8 ekor sapi menunjukkan hasil pada tahun kedua mampu meningkatkan pendapatan petani sebesar 18.151 baht/kepala keluarga dari 12.728 baht/kepala keluarga dan kepemilikan rata-rata 7,5 ekor sapi pada tahun kedua mampu meningkatkan pendapatan 39.982 baht/kepala keluarga dari 24.972 baht/kepala keluarga, dimana US$1= 26.5 Bath (Devendra et al. 1997)

Berdasarkan analisis biaya dan pendapatan dari integrasi usaha sapi dan padi mampu meningkatkan pendapatan petani hingga 100% apabila dibandingkan dengan pola tanam padi tanpa ternak, sekitar 40% dari hasil tersebut berasal dari pupuk organik yang diperoleh dari ternak sapi (Diwyanto dan Hariyanto 2002). Demikian halnya dengan penelitian-penelitian lainnya di berbagai tempat dan agroekosistim menunjukkan bahwa pada umumnya integrasi ternak dan tanaman, baik itu tanaman pangan, tanaman perkebunan maupun tanaman industri memberikan nilai tambah yang cukup tinggi (Diwyanto et al. 2001; Diwyanto dan Handiwirawan 2004; Utomo et al. 2007) melaporkan bahwa selain pendapatan meningkat hingga 119%, dan juga produktivitas lahan meningkat.

Kegiatan pola SIPT yang didukung oleh penguatan kelembagaan tani secara nyata dapat meningkatkan hasil padi dan efisiensi usahatani. Hasil padi rata-rata meningkat 13,7-28,8% dengan tambahan keuntungan Rp940.000/ha (Priyanti et al. 2001; Setiani et al. 2000). Model usaha penggemukan sapi dengan memelihara 32 ekor memberikan keuntungan Rp 17.785.100/4 bulan atau Rp 556.000/ekor, di samping petani memperoleh pukan 17.664 ton (Prasetyo et al. 2000).

Menurut Haryanto et al. (2002), ada peningkatan pendapatan hingga 100% dan 40% berasal dari hasil pupuk organik. Keuntungan dengan penerapan keterpaduan ternak dan tanaman terdapat peningkatan kesejahteraan petani yang ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan. Dengan penerapan teknologi ini diperoleh pendapatan Rp 11.000/ekor/hari. Secara ekonomis petani dapat melakukan efisiensi usaha, sehingga pendapatan semakin meningkat yang pada gilirannya akan tercipta kemandirian petani dalam berusaha yang diwujudkan dengan mengurangi seminimal mungkin ketergantungan sarana produksi dari luar (LEISA). Pada dasarnya sistem integrasi ini “resource driven” dengan tujuan daur


(42)

ulang optimal sumberdaya nutrisi lokal yang tersedia. Untuk keberhasilan penerapan keterpaduan ini perlu didukung oleh adanya ketersediaan sumberdaya yang memadai (lahan, bahan baku, teknologi, dan SDM), adanya pasar lokal/domestik yang kuat, sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kemauan politik pemerintah. Keberhasilan yang dapat dicapai dengan penerapan keterpaduan ini sifatnya sangat kondisional karena tingkat kesuburan tanah dan kepadatan sangat bervariasi, tingkat sosio-ekonomi masyarakat yang sangat beragam, disamping adanya keterbatasan informasi, infra struktur dan sarana/prasarana pendukung.

2.6 Analisis Leverage

Analisis leverage atau analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui efek stabilitas jika salah satu atribut dihilangkan saat dilakukannya ordinasi. Untuk sebanyak M atribut, maka analisis Leverage dilakukan M+l kali penghitungan, yaitu satu kali penghitungan terhadap seluruh atribut (M atribut) dan M kali terhadap salah satu atribut jika dihilangkan. Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan standardisasi atribut untuk menyamakan skala pada skor masing-masing atribut. Hasil analisis leverage ini akan menunjukkan prosentase (%) perubahan root mean square masing masing atribut jika dihilangkan dalam ordinasi. Atribut yang memiliki prosentase tertinggi merupakan atribut yang paling sensitif atau berpengaruh kuat terhadap keberlanjutan (Kavanagh 2004).

2.7 Analisis Monte Carlo

Analisis Monte Carlo merupakan metoda simulasi statistik untuk mengevaluasi efek dari random error pada proses pendugaan, serta untuk mengestimasikan nilai yang sebenarnya. Analisis ini perlu dilakukan untuk mempelajari aspek ketidakpastian yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1. Dampak dari kesalahan skoring akibat minimnya informasi, atau kesalah

pahaman dalam memahami atribut dan skoring

2. Dampak dari keragaman skoring akibat dari perbedaan penilaian 3. Stabilitas dari MDS dalam running


(43)

5. Tingginya nilai S-stress yang diperoleh dari alogaritma ALSCAL (Kavanagh 2004; Fauzi dan Anna 2005). Apabila perbedaan (selisih) antara hasil penghitungan MDS dengan hasil penghitungan Monte Carlo tidak lebih dari satu maka sistem yang dikaji sesuai dengan kondisi nyata. Keberhasilan pengembangan kelembagaan akan bergantung pada kapasitas pelaksanaannya dan kelembagaan yang sudah terbentuk (existing condition). Pendekatan pengembangan kelembagaan dapat dilakukan secara individual dengan introduksi pengetahuan, kesadaran dan perilaku, maupun melalui pengorganisasian dengan fokus pada aspek peran, struktur dan prosedur. Dalam usahatani pola SIPT terdapat beberapa jenis kegiatan yang akan lebih efisien apabila dilaksanakan secara berkelompok seperti kegiatan pengandangan ternak, pengelolaan kompos dan lainnya (Fagi et al. 2004).

2.8 Analisis Status Keberlanjutan dan Analisis Prospektif

Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat multi disiplin karena banyak dimensi pembangunan yang harus dipertimbangkan, antara lain dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya, hukum dan kelembagaan. Walaupun banyak pendapat ahli memberikan persyaratan pembangunan berkelanjutan dengan aspek-aspek yang hampir sama tetapi dengan cara dan pendekatan yang berbeda

Di bidang pertanian menurut Suryana et al. (1998) dalam Iswari (2008), konsep berkelanjutan mengandung pengertian, bahwa pengembangan produk pertanian harus tetap memelihara kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna menjaga keberlanjutan pertanian dalam jangka panjang lintas generasi. Pembangunan pertanian juga harus mengindahkan aspek kelestarian lingkungan sehingga pemilihan teknologi dan pengelolaannya tidak hanya didasarkan pada keuntungan sesaat (jangka pendek). Pembangunan pertanian berkelanjutan pada dasarnya menekankan pada penggunaan input luar (low external input).

Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam suatu kegiatan pembangunan menjadi lebih komprehensif untuk menilai status/tingkat keberlanjutan. Usahatani pola SIPT dapat dikatakan berkelanjutan jika memenuhi kriteria dari masing-masing dimensi dari konsep pembangunan berkelanjutan yaitu dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya.


(44)

Suatu usahatani pola SIPT disebut memenuhi syarat berkelanjutan dilihat dari dimensi ekologi jika usahatani pola SIPT dapat meminimalisir penggunaan. input kimia dari luar, memanfaatkan sumberdaya yang ada dengan mengolah limbah temak menjadi kompos dan mengolah limbah jerami menjadi pakan ternak. Dengan demikian, atribut yang dapat digunakan untuk mencerminkan keberlanjutan dimensi ini adalah tingkat pemanfaatan limbah peternakan untuk pupuk organik dan limbah pertanian untuk pakan ternak, instalasi pengelolaan limbah di rumah potong hewan dan lain-lain.

Usahatani pola SIPT dikatakan memenuhi dimensi ekonomi dalam konsep pembangunan berkelanjutan bila mampu menghasilkan produksi secara berkesinambungan, meningkatkan pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja dan tumbuhnya berbagai kegiatan usaha pendukung. Hal tersebut memperlihatkan bahwa atribut ekonomi dapat mencerminkan keberlanjutan dari dimensi ini adalah kelayakan usaha dari aspek finansial dan ekonomi, tingkat penerimaan petani, kontribusi terhadap pendapatan asli daerah, dan lain-lain.

Usahatani pola SIPT dikatakan memenuhi dimensi sosial-budaya, bila pola tersebut dapat mendukung pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan), pemerataan pendapatan, terbukanya kesempatan berusaha secara adil, serta terdapat akuntabilitas serta partisipasi masyarakat. Dengan demikian atribut sosial-budaya yang dapat mencerminkan keberlanjutan dari dimensi ini adalah pemahaman masyarakat yang tinggi terhadap lingkungan, bekerja dalam kelompok, penyuluhan dan pelatihan dan lain-lain. Karena kondisi yang demikian akan mampu mendorong ke arah keadilan sosial dan mencegah terjadinya konflik kepentingan.

Uraian sebelumnya, semakin jelas bahwa tujuan pembangunan pertanian berkelanjutan usahatani pola SIPT bersifat multidimensi yaitu mewujudkan kelestarian baik secara ekologis, ekonomi, dan sosial-budaya. Implikasinya memang menjadi kompleks jika dibandingkan dengan usahatani pola monokultur yang hanya mengejar produksi pertanian. Manfaat yang dapat diperoleh dari pertanian terintegrasi ini antara lain: meningkatkan produktivitas gabah dan daging, meningkatkan populasi ternak sapi potong, meningkatkan pendapatan petani dan pendapatan daerah, meningkatkan produktivitas dan kelestarian lahan,


(45)

meningkatkan lapangan kerja baru dengan mengolah kompos, meningkatkan keharmonisan kehidupan sosial dan menyehatkan lingkungan.


(46)

III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2007 sampai dengan bulan September 2008 di kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa di Kabupaten Cianjur telah tumbuh kegiatan usahatani pola sistem integrasi padi sawah dengan sapi potong. Padi dan sapi merupakan komoditi unggulan daerah yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap dinamika ekonomi daerah, produktivitas usahatani yang cenderung menurun dan penerapan teknologi yang secara umum masih relatif rendah sehingga mempunyai peluang untuk ditingkatkan, ketersediaan sumber pakan ternak dan tenaga kerja yang cukup untuk pengembangan padi dan sapi, serta dukungan Pemerintah Daerah dalam pengembangan pertanian pola SIPT sebagai transisi menuju pertanian organik (Dinas Peternakan Cianjur 2010).

3.2 Metode Penelitian

Komponen teknologi yang dilaksanakan selama penelitian, yaitu (1) teknologi budidaya padi, (2) teknologi budidaya sapi potong dan (3) teknologi pengelolaan jerami padi untuk pakan ternak dan teknologi pengelolaan limbah kotoran sapi untuk pupuk organik. Teknologi pembuatan jerami fermentasi dan pupuk organik sesuai petunjuk teknis dari Puslitbangnak (Haryanto et al. 2003b) dan teknologi yang diintroduksikan pada Tabel 3

Tabel 3. Alternatif teknologi dalam sistem integrasi tanaman-ternak Komoditas Unggulan Teknologi

Padi • Varitas unggul dan benih bersertifikat.

• Sistem tanam legowo

• Pemupukan berdasarkan bagan warna daun (BWD)

• Pemberantasan Hama Tanaman

Sapi Potong • Pakan ternak berupa jerami padi fermentasi.

• Pengendalian dan pencegahan penyakit

• Perbaikan manajemen pemeliharaan.


(47)

Budidaya Tanaman Padi

Padi yang digunakan adalah varietas Ciherang. Pengelolaan tanaman padi dilakukan dengan cara tanah diolah ringan dan diberi pupuk urea sebanyak 120 kg berdasarkan bagan warna daun (BWD), SP36 50 kg dan KCl 50 kg berdasarkan hasil analisis tanah, dan ditambahkan pupuk organik sebanyak 2 ton/ha. Jarak tanam 20 x 20 cm, sistem tanam legowo dan pemberantasan hama tanaman dilakukan dengan herbisida 2 l/ha. Pemupukan yang dilakukan merupakan kombinasi pupuk anorganik dan pupuk organik dari pupuk kandang (pukan) sapi potong sesuai hasil rekomendasi penyuluh pertanian

(Dinas Pertanian Cianjur 2010), sedang pola yang diterapkan petani yang dikelola secara parsial menggunakan varietas lokal dengan benih sendiri, dan hanya dipupuk urea 250 kg/hektar, pupuk KCl dan pupuk SP-36 50-150 kg/hektar, pada Gambar 4.

Gambar 4 Tanaman Padi Budidaya Ternak Sapi Potong

Jenis ternak yang dipelihara adalah ternak sapi potong peranakan ongole (PO) dengan rataan berat badan awal 250 kg. Pengandangan ternak secara berkelompok seperti pada Gambar 5. Selama pemeliharaan, pakan ternak yang diberikan berupa jerami padi fermentasi dan konsentrat, dan air ad libitum.

Gambar 5 Kandang kelompok

Tujuan pemeliharaan ternak sapi adalah untuk mengetahui kemampuan sapi potong yang berfungsi sebagai pengolah limbah menjadi produk bermanfaat, yaitu daging dan kompos. Komposisi pakan lengkap dan kandungan nutrisinya dan hasil analisis proksimat pada Tabel 4.


(48)

Tabel 4 Komposisi pakan ternak

Bahan Pakan lengkap (%)

Jagung 3

Dedak 28

Tepung ikan 2,5

Bungkil kelapa 8

Jerami padi fermentasi 55

Urea 1,5

Kapur 1

Mineral 1

Pengolahan Jerami Padi

Teknologi pengelolaan jerami padi untuk pakan ternak dilakukan dengan teknologi fermentasi (Gambar 6 dan 7). Setiap 1 ton jerami padi diperlukan urea dan probiotik masing-masing 2,5 kg. Jerami padi yang dikumpulkan dan ditumpuk hingga ketebalan sekitar 20 cm, kemudian ditaburi urea dan probiotik, dan dengan perlakuan yang sama diteruskan pada lapisan berikutnya. Demikian seterusnya hingga ketebalan mencapai 1–2 meter. Diamkan hingga 21 hari agar proses fermentasi berlangsung sempurna. Setelah proses fermentasi selesai, jerami padi dikeringkan dan disimpan pada tempat yang terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung.. Jerami padi siap digunakan sebagai pakan sapi

Jerami padi

Tumpukan jerami (starbio + urea) Proses fermentasi/amoniasi Pengeringan dan Penyimpanan

Pemberian pada sapi


(49)

Pengolahan Pupuk Organik

Hasil samping dari proses penggemukan sapi adalah daur ulang (recycle) pupuk kandang (Pukan) sapi melalui fermentasi menjadi pupuk oraganik (fine compost). Teknologi pengelolaan limbah kotoran sapi dilakukan dengan pengomposan. Pukan sapi yang akan dikomposkan dikumpulkan di unit pengomposan selanjutnya diproses menggunakan bahan aktivator (biostarter). tujuannya untuk mempercepat proses pengomposan dan meningkatkan kualitas kompos. Kotoran sapi dikumpulkan dan ditiriskan selama satu minggu untuk mengurangi kadar airnya (+ 60%). Setelah satu minggu, kemudian satu ton kotoran sapi dicampur dengan serbuk kayu 10%, abu sekam 10%, kalsit 2%, urea 0,25%, SP-36 0,25% dan stardec 0,25%. Setiap satu minggu sekali kompos dibalik, pekerjaan ini dilakukan hingga 4 kali, dan diperkirakan setelah 5 minggu kompos telah siap digunakan, dengan ciri; warna hitam kecoklatan, struktur remah dan bebas bau. Proses pembuatan kompos secara fisik (Gambar 8 dan 9)

Kotoran sapi+serbuk gergaji Kalsit +abu+ urea+stardec

Ditimbun

Pembalikan setiap minggu Pengeringan/pengayakan

dan pengepakan Penggunaan pada

lahan sawah

Gambar 8 Proses pembuatan pupuk organik Gambar 9 Kompos

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara diskusi, pengamatan lapangan, wawancara, pengisian kuesioner (daftar pertanyaan) terhadap kegiatan SIPT di lokasi penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh melalui berbagai sumber, seperti hasil penelitian terdahulu, hasil studi pustaka, dan dokumen dari berbagai


(50)

instansi yang berhubungan dengan bidang penelitian. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian pada Tabel 5.

Tabel 5 Jenis dan sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian

Jenis Data Sumber Data

I. Data Primer

1. Karakteristik sosial ekonomi, pengolahan limbah, pola usahatani, sarana produksi

Responden (petani)

2. Identifikasi faktor-faktor strategis.

3. Tingkat kepentingan faktor-faktor strategis 4. Perumusan skenario, penentuan prioritas. II. Data Sekunder

5. Keadaan umum wilayah: letak geografis, topografi, jenis tanah, iklim, dan perekonomian

Dinas Pertanian

6. Usahatani padi : luas lahan, prasarana & sarana produksi, produksi, tenaga kerja, kelembagaan tani, pola penggunaan lahan, pengelolaan jerami.

Dinas Peternakan dan Dirjen Bina Produksi Deptan (1-7)

7. Usahatani sapi: populasi ternak, mortalitas/ natalitas produksi, pakan, kelembagaan petani 8. Industri penggolahan hasil

9. Pendapatan asli daerah

10.Populasi penduduk, sosial ekonomi 11.Pola penggunaan lahan

12.Jumlah angkatan pencari kerja

Dinas Perindustrian Dispenda

BPS BPN

Dinas Tenaga Kerja 13.Kebutuhan pakan ternak/ekor/hari

14.Limbah ternak/ekor/hari, limbah jerami padi/ha

Hasil Penelitian/Studi Literatur (13-14)

Teknik Pengambilan Contoh

Dalam rangka menggali informasi dan pengetahuannya (akuisisi pendapat pakar) dilakukan teknik pengambilan contoh secara purposive sampling. Dasar pertimbangan dalam penentuan expert/pakar untuk dijadikan sebagai responden menggunakan kriteria sebagai berikut :


(51)

1. Keberadaan responden dan kesediannya untuk dijadikan responden

2. Memiliki reputasi, pengalaman, kedudukan atau jabatan dan telah menunjukkan kredibililitasnya sebagai ahl/pakar pada bidang yang diteliti.

Dipilih pakar yang akan menjadi alternatif pilihan untuk dijadikan responden yang dapat mewakili semua stakeholders seperti Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian/Dinas Peternakan), Perguruan Tinggi, Kelompok tani, dan Pengusaha, sehingga pakar yang terpilih diharapkan dapat mewakili setiap unsur: birokrasi, akademisi, pelaku usaha, petani dan assosiasi yang perduli dengan pertanian di Indonesia, sedangkan data sosial ekonomi dipergunakan untuk analisis usahatani dan menentukan keberlanjutan SIPT di wilayah kabupaten Cianjur. Perincian jumlah responden penelitian disajikan di Tabel 6

Tabel 6 Perincian jumlah responden penelitian

No Responden Teknik Pengambilan Contoh Jumlah Contoh 1 Unit Contoh Wilayah

1. Kecamatan 2. Desa Purposive Purposive 2 4 2 Unit Contoh Responden

A. Pakar (Expert) 1.Kelompok tani 2.Pengusaha 3.Dinas Pertanian 4.Dinas Peternakan 5.Bapeda

6.Perguruan Tinggi

Purposive Purposive Purposive Purposive Purposive Purposive 1 Orang 1 Orang 1 Orang 1 Orang 1 Orang 1 Orang

B. Petani Purposive 80 orang

Jumlah 86 rang

3.4 Penentuan Sampel Penelitian

Penentuan kecamatan dilakukan secara purposive, yaitu dipilih 10 kecamatan yang ada di kabupaten Cianjur berdasarkan pertimbangan bahwa saat ini di kecamatan tersebut merupakan wilayah pengembangan padi sesuai yang dilakukan masyarakat. Sampel penelitian dipilih secara (purposive)


(1)

141 bentuk perubahan RMS IkB-SIPT ...

34 Diagram ฀layang (kite diagram) nilai indeks keberlanjutan .. 92 35 Tingkat kepentingan ฀faktor-faktor gabungan antara

existing ฀condition yang berpengaruh terhadap SIPT ...

95 36 Tingkat kepentingan ฀faktor-faktor need analysis yang

berpengaruh pada usaha tani pola SIPT ...

97 37 Tingkat kepentingan ฀faktor-faktor gabungan antara

existing ฀condition dan need analysis yang berpengaruh terhadap SIPT ...


(2)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Cianjur ...

122 2 Unit populasi usahatani pola SIPT dan teknik pengambilan sampel

...

123 3 Analisis biaya pembuatan fine compost di P4TK Pertanian

Cianjur ...

124 4 Atribut-atribut dan skor keberlanjutan dimensi ekologi SIPT .. 125 5 Atribut-atribut dan skor keberlanjutan dimensi ekonomi SIPT. 128 6 Atribut-atribut dan skor keberlanjutan dimensi sosial-budaya

SIPT ...

131 7 Atribut-atribut dan skor keberlanjutan dimensi teknologi SIPT

...


(3)

(4)

N o

Tujuan Penelitian Digunakan untuk

Jenis data yang dikumpulkan Cara pengumpulan Data / Sumber Data

Teknik Analisis Data

Keluaran yang diharapkan

Menilai kinerja PKS terutama yang dihasilkan

Data primer dan sekunder

Survai di lokasi pabrik dan (SPT PKS) dan wawancara dengan direksi dan staf

Kapasitas PKS, input yang digunakan, proses, limbah yang dihasilkan, kinerja lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Sistem penilaian terpadu kinerja pabrik kelapa sawit (SPT-PKS)

Kinerja PKS pada PTPN Perangkat lunak sistem aplikasi yang dapat memberikan penilaian kinerja PKS sec cepat

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan teknologi pengelolaan limbah PKS menuju produksi bersih

Kuesioner, dokumentasi, wawancara Peraturan tentang pengelolaan dan

pengolahan limbah PKS, pendapat stakeholder dan pakar Deskriptif (review kebijakan) Analisis kebutuhan Analisis prospektif

Faktor kunci dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV

Menyusun skenario pengelolaan limbah PKS yang dapat meningkatkan produksi kebun dan diterapkan secara terpadu

Diskusi pakar Preferensi para

stakeholder yg terkait dengan pengelolaan limbah PKS

Analisis prospektif

Skenario pengelolaan limbah PKS yang dapat meningkatkan produksi kebun

Merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan limbah PKS menuju produksi bersih yang sekaligus dapat meningkatkan kinerja perusahaan sec keseluruhan dgn pemanfataan limbah sec ekonomis

Wawancara terstruktur dan focus group discussion

Preferensi para stakeholder yang terkait

dengan pengelolaan limbah PKS focus group discussion Rumusan strategi implementasi skenario optimal secara operasional yang disepakati oleh stakeholder

Data Primer SUWANDI


(5)

24

Gambaran umum, analisis kelembagaan observsi

Analisis fungsi produksi, finansial n ekonomi

Pola Usahatani, sarana produksi, produksi idem

Analisis finansial dan ekonomi Pengelolaan limbah padi dan temak idem Analisis keberianjutan,

Analisis Prospektif

Identifikasi faktor2 strategis. Tkt kepentingan faktor2 strategis, perumusan skenario, penentuan prioritas.

Responder (Expert/Pakar)

Data Sekunder

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara diskusi, wawancara, pengisian kuesioner, pengamatan langsung UT po!a CLS . Dipilih pakar yang mewakili PEMDA (divas pertanian), PTinggi, KTNA, petani, swasta.

Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber (hasil penelitian terdahulu, hash studi pustaka, dan laporan serta dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan bidang penelitian. Data sekunder mencakup keadaan umum daerah, keragaan usaha tani padi, usaha tani ternak sapi potong, pengelolaan limbah, keberadaan RPH, aspek kelembagaan, permodalan, persepsi masyarakat, dan lainnya yang berkaitan dengan atribut pada setiap dimensi ekologi, ekonomi dan sosial

Gambaran umum wilayah, data dukung Analisis finansial, ekonomi, indek keberlanjutan

Keadaan umum wil: letak geografis, topografi, jenis tanah, iklim, kpendudukan, infrastruktur, prekonomia

Dinas Pertanian dan Kantor Statistik, instansi Terkait Gambaran umumUTi padi, data dukung

analisis model fungsi produksi keuntungan, finansial, ekonomi kelembagaa, dan indeks keberlanjutan.

Usaha tani padi : luas lahan, prasarana & sarana produksl, produksi, TK, kelembagaan tani, pengelolaan jerami, upah, harga,

Dinas Pertanian

Gambaran umum usaha sapi

potong,data dukung analisis finansial, ekonorni, kelembagaan dan indeks

Usaha tani sapi potong: populasi ternak produksi, pakan, TK, kelembagaan tani, RPH, pengelolaan kompos, harga, kelompok temak


(6)

Menganalisis alokasi sumberdaya usahatani

• Data hasil pertanian u/ setiap lokasi/kecamatan seperti :

• Jumlah n jenis komoditi pertanian, Biaya produksi,

• Jarak pemukiman kePasar

• Pengamatan lapangan • Data piimer n

sekunder

• Teknik Optimalisasi (Goal Progrng)

Model Sistem Integrasi Usahatani Tanaman Ternak Berbasis Produksi Bersih

• Kebutuhan stakeholders yg terkait dalam Sistem UT SIPT Di Lahan Sawah seperti kebutuhan :

• Ekonomi: B. produksi; Hsl produksi pert n peternkn

• Sosial Budaya : Jumlah penduduk; Usia produktif

• Lahan :Luas lahan pertanian yang diusahakan u/ UT

• Teknologi dan Lingkungan

• Wawancara dan

diskusi

• Pengamatan lapangan • Data primer di setiap

lokasi

• Data sekunder

• Pendekatan Sistem

• Model Sistem Integrasi Usahatani Tanaman Ternak Berbasis Produksi Bersih

2 Menyusun Kebijakan dan strategi • Data dari Stakeholders yang terlibat dalam Sistem Usahatani Integrasi Tanaman-Ternak Di Lahan Sawah

• Masyarakat setempat dan investor

• Dinas Instansi Terkait, Dinas Pertanian, Bappeda

• Pengamatan lapangan • Data piimer di setiap

lokasi

• Data sekunder

• Analisis Prospektif

• Alternatif Kebijakan dan Strategi Sistem Integrasi Usahatani Tanaman-Ternak