Ekhokardiografi Penyakit Katup Mitral Endokardiosis pada Anjing

(1)

RETNO WULANDARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Disease in Dog. Under direction of DENI NOVIANA and RETNO

WULANSARI.

Endocardiosis is a disease in dogs characterized by progressive myxomatous degeneration of the atrio-ventricular valves, especially in the mitral valve. The alteration that occurred in the mitral valve and expanded within endocardium, myocardium thickness and internal chamber dimensions of the heart were described in detail by using echocardiography technique in this study. Eight small-breed dogs-Pomeranian were used in this study. Brightness mode (B-mode) echocardiography techniques was used to see the echotexture condition of endocardium, mitral valve, and abnormalities of the valve movement. The results showed endocardium thickening, along with chronic fibrosis and nodular thickening of the free edges of the anterior and posterior mitral valve leaflet. Significant changes that occur are dependent on the degree of severity in each dog. Three of seven cases showed prolapsed of the mitral valve. Motion mode (M-mode) echocardiography was used in order to measure the left ventricle internal chamber dimension, myocardium thickness, the fractional shortening, and the left atrial and aortic dimension. The results showed myocardium thickening, along with left atrial chamber enlargement. Myocardium thickness and chambers dimension increases are dependent on the degree of severity in each dog observed. Color flow Doppler echocardiography was used to confirm mitral valve regurgitation. Three of seven cases showed the presence of regurgitation signed by turbulence color of the mitral valve prolapsed. Based on the degree of the severity, scoring system used in this study, endocardiosis can be divided into three types that are mild, moderate and severe.


(3)

pada Anjing. Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan RETNO WULANSARI. Endokardiosis adalah penyakit pada anjing yang ditandai dengan adanya degenerasi myxomatous progresif pada katup atrio-ventrikular, terutama di katup mitral. Perubahan yang terjadi pada katup mitral dan semakin diperluas dengan adanya perubahan pada endokardium, penebalan pada miokardium dan perubahan ukuran dimensi internal ruang jantung sebelah kiri, digambarkan secara rinci dengan menggunakan teknik pencitraan ekhokardiografi dalam penelitian ini. Delapan anjing ras kecil-Pomeranian digunakan dalam penelitian ini. Teknik ekhokardiografi B-mode digunakan untuk melihat kondisi ekhotekstur endokardium, katup mitral, dan kelainan pergerakan katup. Hasil penelitian menunjukkan adanya penebalan endokardium, bersamaan dengan fibrosis kronis dan penebalan nodular dari tepi daun katup mitral anterior dan posterior. Perubahan signifikan yang terjadi tergantung pada tingkat keparahan masing-masing anjing. Tiga dari tujuh kasus menunjukkan katup mitral mengalami prolaps. Teknik ekhokardiografi M-mode digunakan untuk mengukur dimensi internal ruang ventrikel kiri, ketebalan miokardium, nilai dari fraksi pemendekan, serta ukuran dari dimensi ruang atrium kiri dan aorta. Hasil penelitian menunjukkan penebalan miokardium bersamaan dengan pembesaran ruang atrium sebelah kiri. Penebalan miokardium dan peningkatan dimensi ruang tergantung pada tingkat keparahan pada setiap anjing yang diamati. Ekhokardiografi color flow Doppler digunakan untuk menegaskan adanya regurgitasi katup mitral. Tiga dari tujuh kasus menunjukkan adanya kehadiran regurgitasi yang ditandai oleh warna turbulensi dari katup mitral yang prolaps. Berdasarkan tingkat keparahan penyakit, sistem pembobotan nilai digunakan dalam penelitian ini yang dapat membagi endokardiosis menjadi tiga tipe, yaitu ringan, sedang, dan parah.


(4)

RETNO WULANDARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Ekhokardiografi Penyakit Katup Mitral Endokardiosis pada Anjing adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011

Retno Wulandari NIM B04051443


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

Judul Skripsi : Ekhokardiografi Penyakit Katup Mitral Endokardiosis pada Anjing

Nama : Retno Wulandari

NIM : B04051443

Disetujui

Drh. Deni Noviana Ph.D Drh. Retno Wulansari, M.Si, Ph.D

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Dra. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan


(8)

PRAKATA

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Drh. Deni Noviana, Ph.D sebagai pembimbing I dan Drh. Retno Wulansari, M.Si, Ph.D sebagai pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta ilmu bagi penulis.

2. Drh. Siti Zaenab sebagai pemilik dari klinik Animal Clinic My Vets Kemang Jakarta Selatan, yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di klinik tersebut.

3. Dr. Dra. Nastiti Kusumorini sebagai pembimbing akademik.

4. Keluarga tercinta, khususnya kepada kedua orang tua yang telah memberikan perhatian, motivasi, dan pengorbanan serta doa yang selalu dipanjatkan.

5. Siska, Endah, Sarah, Beta, Asih, Dora, Dimas Tri, dan seluruh teman-teman dan orang-orang tersayang atas segala dukungan, bantuan dan semangatnya.

Akhir kata semoga segala usaha yang telah dicurahkan dalam karya ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Oktober 2011

Retno Wulandari


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Retno Wulandari, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 1987. Penulis merupakan anak pertama dari ketiga bersaudara dari Ayah yang bernama Sugiyono dan Ibu yang bernama Sri Sullyantiny.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Angkasa 8 Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur pada tahun 1991-1993. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar pada tahun 1993-1999 di SD Angkasa IV Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat pertama di SMPN 128 Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur pada tahun 1999-2002. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat atas di SMAN 67 Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur pada tahun 2002-2005. Penulis diterima pada tahun 2005 di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program pendidikan Strata I di Fakultas Kedokteran Hewan.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Anjing ... 4

Anjing Pomeranian ... 5

Sistem Kardiovaskular Anjing ... 7

Penyakit Jantung pada Anjing Peliharaan ... 11

Endokardiosis ... 14

Ekhokardiografi ... 16

Ekhokardiografi B-mode ... 20

Ekhokardiografi M-mode ... 20

Ekhokardiografi color flow Doppler ... 21

BAHAN DAN METODE ... 23

Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

Alat Penelitian ... 23

Bahan Penelitian ... 23

Metode Penelitian ... 24

Pemeriksaan Fisik ... 24

Pemeriksaan Ultrasonografi ... 25

Interpretasi Sonogram ... 25

Analisis Data ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

SIMPULAN DAN SARAN ... 45

Simpulan ... 45

Saran ... 45


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil pemeriksaan keadaan umum pada anjing ras Pomeranian ... 30 2 Hasil pemeriksaan klinis pada anjing ras Pomeranian ... 32 3 Hasil ekhokardiografi B-mode pada anjing ras Pomeranian ... 34 4 Hasil ekhokardiografi M-mode ketebalan otot dan dimensi ruang

jantung pada anjing ras Pomeranian ... 38 5 Hasil ekhokardiografi M-mode diameter aorta dan dimensi ruang

atrium kiri pada anjing ras Pomeranian ... 41 6 Hasil ekhokardiografi color flow Doppler pada anjing ras

Pomeranian ... 42 7 Hasil nilai total pada anjing ras Pomeranian ... 44


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Anjing Pomeranian ... 5

2 Katup dan ruang jantung pada anjing ... 7

3 Salah satu pencitraan ekhokardiografi B-mode ... 20

4 Salah satu pencitraan ekhokardiografi M-mode ... 21

5 Salah satu pencitraan ekhokardiografi color flow Doppler ... 22

6 Alat USG (Sonoscape SSI-1000) ... 23

7 Scanner transduser tipe phased array dengan small footprint ... 23

8 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan endokardium tipis ... 35

9 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan endokardium tebal derajat ringan ... 35

10 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan endokardium tebal derajat cukup berat ... 35

11 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan endokardium tebal derajat berat ... 35

12 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan katup mitral tipis ... 36

13 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan katup mitral tebal ... 36

14 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan katup mitral prolaps ringan .... 37

15 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan katup mitral prolaps berat ... 37

16 Pencitraan ekhokardiografi color flow Doppler tanpa regurgitasi katup mitral ... 42

17 Pencitraan ekhokardiografi color flow Doppler dengan regurgitasi katup mitral ringan ... 42

18 Pencitraan ekhokardiografi color flow Doppler dengan regurgitasi katup mitral berat ... 42


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring berjalannya laju globalisasi, minat masyarakat Indonesia terhadap hewan peliharaan semakin meningkat. Hewan peliharaan yang mendominasi saat ini adalah anjing dan kucing. Anjing memiliki posisi unik dalam hubungan antar spesies. Anjing merupakan hewan sosial, yang sama seperti manusia yaitu sebagai makhluk sosial. Kedekatan pola perilaku anjing dengan manusia menjadikan anjing bisa dilatih, diajak bermain, tinggal bersama manusia, serta diajak bersosialisasi dengan manusia dan anjing yang lain. Sudah menjadi naluri alami anjing sebagai hewan kelompok. Pemilik anjing sangat menghargai kesetiaan dan pengabdian anjing hingga menganggapnya sebagai anggota keluarga sendiri. Anjing kesayangan bahkan sering diberi nama keluarga yang sama seperti nama pemilik (Fogle 2006). Hal inilah yang menyebabkan manusia pada masa kini semakin peduli terhadap kesehatan anjing peliharaannya. Sejalan dengan hal ini peran dokter hewan sangat penting dalam menjaga kesehatan hewan.

Penyakit hewan yang bervariasi menyebabkan sulitnya penegakkan diagnosis, karena selain banyaknya penyakit dengan gejala klinis yang sama, dibutuhkan juga cara mendiagnosis yang tepat dan cepat. Kemajuan teknologi kini telah berkembang pesat dan menghadirkan alat-alat yang dapat membantu dalam mempermudah diagnosis suatu penyakit dibidang kedokteran khususnya pada hewan, antara lain roentgenography, computed tomography (CAT scan), magnetic resonance imaging (MRI), fluoroscopy, biopsi, dan ultrasonography (USG) (Burk & Feeney 2003).

Ultrasonografi (USG) sebagai suatu sarana diagnosis untuk pengambilan gambar jaringan lunak pada bagian tubuh seperti rongga thorak termasuk jantung dan rongga abdominal, visualisasi kebuntingan, perkembangan fetus, kelainan pada ovarium dan uterus dengan bantuan pantulan suara. Melalui alat ini, gelombang frekuensi sangat tinggi dikirim ke dalam tubuh untuk kemudian pantulannya diterima kembali dan diubah menjadi gambar grafik di dalam


(14)

monitor. Kemajuan teknologi membuat kumpulan grafik tadi keluar sebagai gambar dua dimensi (2D/B-mode) (Goddard 1995).

Ekhokardiografi adalah teknik pencitraan USG pada organ jantung. Pada tipe ekhokardiografi B-mode, gelombang suara yang digunakan adalah gelombang suara jamak. Echo yang direfleksikan akan memberikan gambaran berupa titik atau dot pada layar monitor. Posisi dari yang terlihat pada layar merupakan posisi dari refleksi struktur organ (Mannion 2006). Pencitraan ekhokardiografi M-mode, dapat menampilkan gambaran echo yang bergerak dari organ jantung. Penambahan M-mode memungkinkan untuk mendapatkan ukuran yang akurat dari kontraktilitas, ukuran ruang sistolik dan diastolik, dan ketebalan dinding jantung, serta pengukuran pada penyimpangan valvular. Pada tipe pencitraan ekhokardiografi B-mode dan M-mode, kelainan-kelainan pada jantung yang bisa dilihat adalah kelainan pada dimensi intrakardiak, ketebalan dinding, serta dimensi lumen (Penninck & d’Anjou 2008).

Ekhokardiografi Doppler dalam menginterpretasikan suatu aliran darah pada jaringan tubuh menggunakan prinsip Doppler. Teknik ini memberikan informasi pada bentuk, ukuran, dan gerak dari suatu struktur jantung, perbedaan tekanan dalam ruang, dan aliran darah melalui jantung dan mendeteksi penyakit jantung dan vaskular. Ekhokardiografi color flow Doppler (CFD) adalah suatu teknik untuk memvisualisasikan secara langsung kecepatan aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah besar, serta menggambarkan pola aliran turbulen darah, sehingga dapat mendeteksi adanya kebocoran katup jantung. Teknik pencitraan Doppler ini memberikan informasi untuk mendiagnosis penyakit pericardial effusion (PE), endokarditis, hipertrofi jantung, penyakit kongenital, dan endokardiosis atau penyakit pada katup, seperti pada katup mitral, trikuspid, semilunar, insufisiensi aorta, stenosis aorta, stenosis subaorta, serta ischemic disease (Penninck & d’Anjou 2008).

Penyakit jantung sering hadir dengan gejala klinis yang bervariasi mulai dari yang tak terlihat sampai yang sangat mencolok, seperti penyakit endokardiosis. Endokardiosis yaitu penyakit degeneratif katup mitral kronis sebagai akibat dari degenerasi myxomatous. Endokardiosis umumnya menyerang pada anjing. Pada penyakit ini terjadi degenerasi katup mitral jantung, salah satu


(15)

dari empat set katup dalam jantung anjing. Katup mitral yang mengalami degenerasi myxomatous yang mengacu pada melemahnya patologis jaringan ikat, menyebabkan katup tidak lagi sepenuhnya menutup sempurna pada setiap aksi pemompaan, istilah ini sering digunakan dalam konteks katup mitral yang prolaps, sehingga menyebabkan darah mengalir balik, dari ventrikel kiri kembali ke atrium kiri (Pedersen 2000). Penyakit katup mitral endokardiosis merupakan penyebab umum dari congestive heart failure (CHF) pada bagian kiri jantung anjing, sehingga penyakit jantung ini penting untuk diketahui karakteristiknya (Borgarelli & Haggstrom 2010).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari diagnosis dan menentukan derajat keparahan penyakit endokardiosis pada anjing dengan teknik pencitraan ekhokardiografi yang meliputi B-mode, M-mode, dan CFD.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan di Indonesia mengenai diagnosis penyakit jantung dapatan, khususnya penyakit endokardiosis pada anjing.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Anjing

Anjing adalah mammalia karnivora yang telah mengalami domestikasi dari serigala sejak 15 000 tahun yang lalu atau mungkin lebih, berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA. Istilah anjing mengacu pada anjing hasil domestikasi Canis lupus familiaris. Pada tahun 1993, Lembaga Smithsonian dan Asosiasi Ahli Mammalia Amerika menetapkan anjing sebagai subspesies serigala abu-abu Canis lupus. Taksonomi anjing menurut Linnaeus (1778) dalam Anonim (2009) :

dunia : Animalia filum : Chordata subfilum : Vertebrata kelas : Mammalia ordo : Canidae genus : Canis spesies : Canis lupus

subspesies : Canis lupus familiaris

Anjing adalah hewan pemburu yang hidup dalam suatu lingkungan, dimana mereka harus bisa mengenali dan membedakan antara mana yang teman dan musuh. Sistem indera pada anjing berkembang sangat baik. Anjing memiliki indera penciuman yang sangat tajam, yang lebih baik dari manusia. Mereka hidup pada dunia yang berorientasi pada indera penciuman, sehingga mampu membedakan setiap bau yang khas dari setiap benda. Mereka memperoleh informasi dari mengendus udara atau sebuah objek, seperti bau suatu wilayah. Bahkan anjing dapat mengetahui kondisi emosional pada hewan lain dan mendeteksi perubahan kimiawi tubuh seseorang. Sistem pendengarannya yang sangat baik membuat anjing dapat mendengar suara jarak jauh. Anjing sudah lama terkenal akan kesetiaannya. Anjing memiliki kemampuan untuk merespon sesuatu dengan cepat dan teliti pada situasi gawat darurat. Bahkan anjing sering kali memperingatkan pemiliknya akan datangnya bahaya atau kecelakaan fisik,


(17)

sehingga anjing menjadi hewan pendamping yang baik bagi manusia (Fogle 2006).

Anjing yang diberi kesempatan untuk hidup liar dalam kelompok, maka seperindukan anak anjing akan mengembangkan struktur sosial. Hubungan erat antara dua individu akan tumbuh, dan seluruh anggota kelompok akan bersikap loyal dan tunduk kepada hewan yang dominan. Anak anjing seperindukan apabila dipisahkan cukup dini, kemudian anak-anak anjing tersebut diperkenalkan kepada manusia, maka kesetiaan ini akan beralih kepada manusia (Beer & Morris 2004).

Anjing Pomeranian

Anjing Pomeranian merupakan anjing dari keturunan spitz (Rees 1993), yang paling terkecil dari lima ukuran ras German Spitz. Anjing Pomeranian (Gambar 1) memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil, yaitu dengan panjang 22-28 cm dan beratnya hanya sampai 2 kg, dengan betina yang sedikit lebih berat (Larkin & Stockman 2001).

Gambar 1 Anjing Pomeranian (Cunliffe 2003).

Kepalanya bulat, tengkorak pendek, dengan dilapisi rambut-rambut pendek yang halus di kepala dan wajahnya (Miller 1964). Anjing ini mempunyai ekspresi wajah yang terlihat cerdas dan sangat percaya diri (Larkin & Stockman 2001). Matanya berukuran sedang atau medium, yang bentuknya sedikit oval, dengan warna mata yang gelap (Miller 1964), yang memiliki ciri khas “mata

singa”, sehingga membuat Pomeranian terlihat sangat berani (Larkin & Stockman 2001).


(18)

Daun telinganya kecil dan tegak sempurna seperti rubah. Leher Pomeranian agak pendek. Anjing ini memiliki dua lapis rambut, yaitu rambut bagian dalam yang lebih lembut, halus, dan pendek serta rambut bagian luar yang panjang dan lurus dengan tekstur yang kasar dan menutupi seluruh tubuh, terutama yang paling lebat pada bagian bahu dan dada serta di sepanjang leher. Pomeranian memiliki fitur ekor yang khas, yaitu ekor ditutupi dengan rambut yang panjang yang sangat lebat, makin menyebar hingga ke ujung, dari ujung ekornya ada rambut yang lebat juga (Miller 1964).

Secara keseluruhan rambut anjing Pomeranian tebal, dengan warna antara lain coklat, hitam, atau krem hingga putih ataupun campuran beberapa warna. Perawatan rutin diperlukan untuk membuat tampilan keseluruhan dari anjing ini terlihat cantik, khususnya perawatan pada rambut. Pomeranian memiliki karakter hanya mau kawin dengan satu pasangan saja, sehingga sulit mencari pasangan yang sesuai agar dapat menghasilkan keturunan yang baik. Pomeranian sangat aktif, periang dan bersifat lincah, berani memimpin, protektif, dan loyal kepada pemiliknya. Anjing ini sering menggonggong dengan sangat keras dan berisik sehingga dapat mencegah pencuri datang tetapi efek buruknya, terdengar sangat mengganggu lingkungan tempat tinggal pemiliknya. Anjing ini memang merupakan salah satu jenis yang hiperaktif, berisik, bahkan terlebih bila mencurigai sesuatu. Salah satu kelebihan dari anjing ini adalah kemampuannya menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik secara mental maupun fisik (Larkin & Stockman 2001).

Jenis anjing ini sangat disukai karena bentuknya yang lucu, kecil, bulat dengan rambut lebat. Oleh karena itu, pada abad pertengahan, Ratu Victoria mendorong pembiakan selektif, yang telah menghasilkan anjing-anjing yang sangat kecil ini. Salah satu kelemahan perkawinan sedarah telah menjadi faktor penyebab berbagai penyakit turun-temurun. Pomeranian cepat untuk mempelajari sesuatu hal dan dia sangat lincah sehingga anjing jenis ini disukai untuk dijadikan hewan sirkus, dimana mata yang tajam dan ukuran tubuh yang kecil menambah daya tariknya sebagai seorang penampil di arena sirkus (Rees 1993).


(19)

Sistem Kardiovaskular Anjing

Sistem kardiovaskular merupakan suatu sistem transport yang menghantarkan oksigen (O2) dan berbagai zat yang diabsorpsi dari traktus

gastrointestinal menuju ke jaringan, dan mengembalikan karbondioksida (CO2) ke

paru-paru serta hasil metabolisme lainnya ke ginjal. Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung dan pembuluh darah yang mempunyai fungsi memompa dan membawa darah ke seluruh tubuh (Guyton dan Hall 2008).

Gambar 2 Katup dan ruang jantung pada anjing (Eldredge et al. 2007).

Berdasarkan struktur anatomi, jantung anjing terbagi menjadi 4 ruang yaitu 2 atrium kiri dan kanan, dan 2 ventrikel kiri dan kanan. Jantung terbagi menjadi bagian kanan dan kiri oleh pemisah yang dikenal sebagai septum interatrial yang memisahkan atrium kanan dan kiri dan septum interventrikularis yang memisahkan ventrikel kanan dan kiri. Jantung anjing memiliki 4 katup yaitu 2 katup atrioventrikular (AV) dan 2 katup semilunar. Katup mitral adalah katup flap-ganda pada jantung yang terletak di antara atrium kiri (LA) dan ventrikel kiri (LV). Katup mitral dan katup trikuspid dikenal secara kolektif sebagai atrioventrikular katup karena mereka terletak antara atrium dan ventrikel jantung dan mengontrol aliran darah (Gambar 2). Katup mitral terbuka saat diastol, sehingga darah mengalir ke ventrikel kiri, dan katup menutup pada akhir kontraksi atrium untuk mencegah darah mengalir kembali. Katup mitral biasanya berukuran 4-6 cm dan memiliki dua daun katup, (daun katup anteromedial dan daun katup posterolateral). Lokasi pembukaan katup mitral dikelilingi oleh cincin fibrosa


(20)

yang dikenal sebagai anulus katup mitral. Jantung juga memiliki sistem sirkulasi sistemik yaitu berupa arteri dan arteriol, sedangkan sistem sirkulasi pulmonik terdiri dari vena dan venula (Cunningham 2002).

Jantung berada dalam rongga thorak pada bagian mediastinum. Mediastinum adalah ruang tengah yang memisahkan rongga pleural kanan dan kiri. Mediastinum terbagi menjadi bagian kranial, medial dan kaudal. Trakea, cabang utama bronkus, esofagus, limfonodus, dan struktur pembuluh darah berada pada mediastinum medial di atas jantung, dan sternum berada di bawah jantung.

Jantung karnivora berbentuk ovoid, dan pada anjing memanjang kira-kira dari interkostal ketiga sampai keenam. Sumbu memanjang jantung biasanya membentuk sudut 45° dengan sternum. Basis jantung mengarah ke kraniodorsal, dan bagian apex berada pada garis tengah pertemuan diafragma dan sternum. Sudut yang terbentuk dapat bervariasi sesuai konformasi thorak. Anjing dengan dada dalam memiliki sudut yang lebih besar, sedangkan yang berdada silinder memiliki sudut yang lebih kecil (Colville & Bassert 2002).

Jantung terdiri atas tipe otot jantung yang utama yakni otot atrium, otot ventrikel, dan serabut otot eksitatorik serta konduksi khusus. Tipe otot atrium, dan otot ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka, hanya saja durasi kontraksi tersebut lebih lama. Sebaliknya, serabut-serabut khusus eksitatorik dan konduksi berkontraksi dengan lemah sekali sebab serabut-serabut ini hanya mengandung sedikit serabut kontraktil (Guyton & Hall 2008).

Jantung dikelilingi oleh pembungkus fibroserous yang disebut perikardium. Perikardium tipis dan terbagi menjadi perikardium fibrous dan serous. Perikardium fibrous adalah pembungkus bagian luar, dan perikardium serous membungkus jantung dan membentuk epikardium. Miokardium adalah lapisan otot di antara epikardium dan endokardium, yang merupakan membran tipis yang menutupi seluruh permukaan bagian dalam jantung (Colville & Bassert 2002).

Jantung memompakan darah dalam dua sirkuit, yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonar dalam setiap denyut. Darah yang berasal dari seluruh tubuh akan melewati dua vena besar yang disebut vena cava yang masuk ke atrium kanan. Saat ventrikel kanan berelaksasi, darah yang berada di atrium


(21)

kanan mengalir menuju ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Saat ventrikel hampir dipenuhi oleh darah, maka atrium kanan akan berkontraksi mendorong darah masuk ke dalam ventrikel kanan. Kemudian ventrikel kanan akan berkontraksi mendorong darah masuk ke arteri pulmonum menuju paru-paru melalui katup pulmonar. Darah akan menyerap oksigen dan menukarnya dengan karbondioksida di dalam paru-paru, kemudian darah mengalir melalui vena pulmonar menuju atrium kiri. Saat ventrikel kiri berelaksasi, darah dari atrium kiri mengalir melalui katup mitral menuju ventrikel kiri. Saat ventrikel kiri hampir dipenuhi oleh darah, atrium kiri akan berkontraksi mendorong darah masuk ke ventrikel kiri. Ventrikel kiri kemudian akan berkontraksi mendorong darah melalui katup aortikus ke dalam aorta menuju ke seluruh tubuh. Darah yang didistribusikan mengandung oksigen dan akan disuplai ke seluruh tubuh kecuali paru-paru. Siklus jantung adalah peristiwa yang berawal dari permulaan sebuah debar jantung hingga berakhirnya debar jantung berikutnya. Siklus jantung terdiri dari dua bagian yaitu sistol dan diastol. Sistol adalah periode dimana jantung berkontraksi dan meningkatkan tekanan dalam jantung sehingga darah dapat dikeluarkan menuju sirkulasi sistemik dan pulmonar. Periode dimana jantung berelaksasi dan terisi darah disebut diastol. Debar jantung yang pertama (sistol) merupakan suara menutupnya katup mitral dan trikuspidalis. Debar jantung yang kedua (diastol) merupakan suara menutupnya katup semilunar aorta dan pulmonar (Colville & Bassert 2002).

Satu periode diastol, yaitu periode pengisian darah diikuti dengan periode sistol yaitu periode pengeluaran darah. Suara debar jantung yang pertama (S1) dan yang kedua (S2) adalah suara "normal", yang bertanggung jawab untuk suara khas lub-dup, dan suara tambahan yang mengindikasikan suara ikutan atau murmur jantung, dan suara ekstra. Suara ini untuk mendeteksi gangguan jantung seperti suara klik pada murmur sistolik. Suara klik tersebut mengindikasikan adanya katup mitral yang prolaps, yang diperoleh pada pemeriksaan auskultasi jantung. Suara ketiga dan keempat lebih rendah frekuensi suaranya dibandingkan S1 dan S2, yang terkait dengan getaran yang menunjukkan adanya penghentian pengisian ventrikel dengan cepat dan adanya kontraksi atrium. Suara ini mengindikasikan disfungsi diastolik ventrikel. Suara ketiga (S3) adalah suara


(22)

khas yang terdengar dari ventrikel dengan tekanan darah yang tinggi seperti indikasi adanya dilatasi ventrikel sebagai deteksi penyakit dilatasi kardiomiopati, regurgitasi katup mitral atau trikuspid, dan juga bersamaan dengan hadirnya gagal jantung kongestif bagian kiri jantung. Suara keempat (S4), disebabkan oleh kontraksi atrium yang berlebihan, memiliki suara khas karena adanya gangguan relaksasi ventrikel seperti hipertrofik kardiomiopati atau myocardium ischemic. Suara klik yang bernada tinggi, merupakan suara sementara sistolik. Mid-klik sistolik terjadi pada anjing dengan penyakit katup mitral atau trikuspid dan merupakan indikasi katup yang prolaps akibat chordae tendineae yang abnormal sehingga katup tidak menutup sempurna atau biasa disebut penyakit endokardiosis (Kudriavtsev et al. 2007).

Ritme jantung harus kuat, stabil, dan teratur. Apabila terdengar sangat cepat dapat menunjukkan hewan dalam kondisi cemas, demam, anemia, atau hewan kehilangan banyak darah, dehidrasi, syok, terkena infeksi, kondisi lingkungan yang panas, hewan terkena stroke, atau terkena penyakit jantung dan bisa juga penyakit paru-paru. Sebuah ritme jantung yang terdengar lambat dapat mengindikasikan bahwa hewan terkena penyakit jantung, atau terjadi tekanan pada otak, atau kondisi patologis pada jantung seperti kelainan sistem sirkulasi yang menyebabkan kolaps. Ritme jantung yang tidak menentu dan tidak teratur menunjukkan aritmia jantung. Penurunan tekanan darah yang sangat mendadak sebagai awal dimulainya kondisi aritmia. Murmur jantung yang umum disebabkan oleh turbulensi dalam aliran darah melalui jantung. Murmur yang terdengar keras disebabkan oleh penyakit jantung atau cacat anatomi dalam jantung (Eldredge et al. 2007). Penyebab paling umum dari murmur adalah terjadi perubahan bentuk ruang jantung atau katup jantung dan terjadi perubahan viskositas atau kecepatan dari aliran darah melalui jantung (Wotton 1998).

Tidak semua murmur secara klinis signifikan, pada murmur fisiologis dapat didengar jelas akibat kecepatan darah mengalir dengan normal tanpa terjadi perubahan morfologi jantung. Misalnya, dalam kasus anemia berat, hipoproteinaemia, hipertiroidisme dan kondisi stres. Murmur sistolik adalah murmur jantung yang terdengar selama sistol, biasanya akibat dari regurgitasi katup mitral atau katup trikuspid atau murmur yang biasanya berhubungan dengan


(23)

obstruksi aorta atau pulmonal. Murmur diastolik adalah murmur jantung yang terdengar selama diastol, biasanya karena regurgitasi katup semilunar atau aliran darah melalui katup atrioventrikular mengalami perubahan, seperti stenosis ataupun obstruksi. Hal ini biasanya terkait dengan insufisiensi aorta, sehingga terjadi regurgitasi aorta atau pulmonal. Murmur diastolik memiliki suara gemuruh yang khas. Intensitas murmur dapat dinilai dari kelas 1 sampai 6, yaitu sebagai berikut, kelas 1 = suara sangat lembut hanya dapat terdengar, setelah diperhatikan beberapa menit, hanya dalam ruangan yang tenang dapat terdengar intens, kelas 2 = suara lembut, tetapi dapat terdengar langsung dengan stetoskop, kelas 3 = suara murmur terdengar cukup keras dengan intensitas sedang, kelas 4 = suara murmur keras terdengar dengan stetoskop namun getaran belum bisa dirasakan dengan palpasi thoraks, intensitas sedang, kelas 5 = murmur keras disertai dengan getaran prekordial teraba pada saat palpasi thoraks, kelas 6 = murmur sangat keras dengan getaran prekordial yang terasa, dapat terdeteksi tanpa stetoskop (Tilley et al. 2008).

Penyakit Jantung pada Anjing Peliharaan

Penyakit jantung ada beberapa jenis, yang terdiri dari penyakit jantung kongenital, penyakit jantung dapatan, pulmonary hypertension, cor pulmonale, heartworm disease (dirofilariasis), pericardial disease, cardiac neoplasia, dan miscellaneous acquired disease. Penyakit jantung kongenital terdiri dari 1) penyakit pada katup (valvular disease), seperti aortic stenosis, pulmonic stenosis, tricuspid dysplasia, dan mitral dysplasia; 2) patent ductus arteriosus; 3) abnormalities of cardiac septation, seperti atrial septal defect, ventricular septal defect; 4) miscellaneous and complex congenital disease. Penyakit jantung dapatan (acquired heart disease), seperti 1) acquired valvular heart disease (pada katup jantung) yaitu endokardiosis dan infeksi endokarditis; 2) myocardial disease (pada otot miokardial) yaitu dilated cardiomyopathy, hypertrophic cardiomyopathy, dan restrictive cardiomyopathy (Penninck & d’Anjou 2008).

Penyakit jantung kongenital yang menyerang katup adalah 1) stenosis aorta, adalah penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi pada katup atau bagian subvalvular atau supravalvular dari ventrikel kiri. Karakteristik yang khas


(24)

dari penyakit ini adalah penyempitan atau pelebaran saluran ventrikel kiri, dilatasi aorta setelah stenosis dan penebalan daun katup aorta dan katup mitral anterior; 2) stenosis paru-paru merupakan penyakit cacat jantung bawaan pada anjing yang umum terjadi, tetapi jarang pada kucing. Fitur ekhokardiografinya terlihat pembesaran atrium kanan, pelebaran batang paru-paru dan hipertrofi konsentris dari ventrikel kanan dengan penebalan septum dan dinding ventrikel kanan; 3) displasia dari katup trikuspid, dapat mengakibatkan berbagai kelainan struktural. Kondisi ini ditularkan secara genetik pada anjing jenis Labrador Retriever. Temuan ekhokardiografik pada penyakit ini menyebabkan regurgitasi katup trikuspid dan volume overload pada ventrikel kanan serta dilatasi ventrikel kanan; 4) katup mitral displasia adalah penyakit dimana terjadi kelainan struktural dan fungsional daerah sekitar katup, antara lain chordae tendineae yang memanjang atau menebal, dan strukturnya berubah abnormal. Pada penyakit ini terjadi stenosis mitral atau obstruksi aorta dan keadaan semakin parah bila pada katup terjadi ruptur daun katup mitral anterior (Penninck & d’Anjou 2008).

Patent ductus arteriosus merupakan penyakit jantung kongenital yang mana pada aorta dan batang paru-paru dapat membesar bersamaan akibat dari aliran darah yang terus-menerus meningkat. Kondisi dari penyakit ini yaitu dapat terjadi pelebaran ventrikel kiri dan atrium kiri, hipertrofi ventrikel kiri dan stroke volume meningkat tajam atau overload. Abnormalities of cardiac septation adalah kegagalan pembentukan septa jantung pada saat masa embriogenesis yang mana terjadi kerusakan pada septa atrium dan septa ventrikel, atau kombinasi dari keduanya. Kerusakan septa atrium menyebabkan volume overload dan dilatasi pada ventrikel kanan. Kerusakan septa ventrikel meningkatkan stroke volume pada ventrikel kiri. Miscellaneous and complex congenital disease ialah penyakit cacat bawaan akibat kerusakan jantung parah yang mempengaruhi pembuluh darah dan ruang jantung, biasanya terjadi penyakit arteri koroner, infark miokardial dan aritmia secara bersamaan sehingga menjadi penyakit bawaan yang kompleks (Penninck & d’Anjou 2008).

Salah satu penyakit jantung dapatan adalah valvular heart disease merupakan penyakit jantung dapatan dengan kelainan pada katup, proses yang mempengaruhi satu atau lebih katup dari jantung. Ada empat katup utama jantung


(25)

yang mungkin akan terpengaruh oleh penyakit katup jantung, termasuk trikuspid dan katup aorta di sisi kanan jantung, serta mitral dan katup aorta di sisi kiri jantung. Penyakit katup jantung dapatan, antara lain 1) endokardiosis yang mana terjadi degenerasi katup mitral. Anjing dengan endokardiosis parah dan regurgitasi katup mitral dengan derajat yang berat ditandai dengan pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri, yang mana berada pada resiko tanda-tanda gagal jantung kongestif; 2) infeksi endokarditis merupakan penyakit jantung akibat adanya peradangan dari lapisan bagian dalam jantung, yaitu pada endokardium. Struktur umum yang paling terlibat adalah katup jantung (Morgan 2008).

Penyakit jantung dapatan yang menyerang miokardial ada beberapa jenis. Jenis yang pertama terjadi peningkatan ukuran ruang jantung yang mana lumen jantung melebar atau meluas, tetapi otot-otot yang membentuk dinding jantung menjadi menipis yang disebut dilated cardiomyopathy. Dilated cardiomyopathy (DCM) ditandai dengan kontraktilitas miokardium yang lemah, dengan atau tanpa aritmia. Anjing yang mengidap penyakit dilated cardiomyopathy pada jantungnya dapat berkembang menjadi congestive heart failure (CHF) atau gagal jantung kongestif. Hal ini umum untuk anjing yang terkena gagal jantung untuk jantung yang berdilatasi lumennya, sehingga membesar dan tidak lagi mampu memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh (Tilley et al. 2008).

Jenis yang kedua dari penyakit kardiomiopati adalah hypertrophic cardiomyopathy yang mana terjadi penebalan dinding kamar jantung dan lumen jantung yang menyempit atau mengecil menyebabkan penurunan efisiensi pemompaan (Mannion 2006). Hypertrophic cardiomyopathy (HCM) didefinisikan sebagai kelainan miokardium primer, yang merupakan penyebab dari gagal jantung kongestif namun jarang terjadi pada anjing (Tilley et al. 2008). Anjing yang usianya telah menua umum terjadi kerusakan pada katup yang mengontrol aliran darah dalam jantung (Mannion 2006). Dinding jantung menjadi lebih tebal dari biasanya dan kaku, secara signifikan terlihat kurang sesuai dan membuat ukuran ruang jantung berkurang. Kondisi jantung seperti ini, bersama dengan efek yang terjadi pada jantung, bertanggung jawab atas penurunan pemasukan darah ke dalam ruang jantung selama fase diastolik dan untuk penurunan output darah dari ruang jantung selama fase sistolik. Gejala yang


(26)

mungkin sama dapat terlihat pada anjing dengan dilated cardiomyopathy atau congestive heart failure. Hal ini terlihat dengan ukuran jantung yang membesar, lesu, batuk, sesak nafas, pingsan, intoleransi terhadap aktivitas, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan. Arrhythmogenic right ventricular cardiomyopathy (ARVC) adalah penyakit yang muncul akibat gangguan listrik jantung yang mana otot jantung digantikan oleh jaringan parut fibrosa. Ventrikel kanan yang paling sering terkena dampak pada umumnya (Tilley et al. 2008). Restrictive cardiomyopathy (RCM) merupakan kardiomiopati dengan dinding ventrikelnya kaku, tetapi mungkin tidak menebal dan mengalami kelainan dalam pengisian darah pada ruang jantung (Penninck & d’Anjou 2008).

Gagal jantung kongestif (congestive heart failure atau CHF) adalah suatu kondisi yang parah dari jantung. Jantung mengalami gangguan secara struktural atau fungsional, sehingga merusak kemampuan jantung untuk mengisi atau memompa darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan jantung berhenti bekerja atau mengalami kematian (Tilley et al. 2008). Cor pulmonale, merupakan penyakit jantung yang mengalami kegagalan fungsional dari sisi kanan jantung

(Penninck & d’Anjou 2008).

Hypertensive heart disease (penyakit jantung hipertensi) adalah penyakit jantung disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Kondisi yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung hipertensi meliputi : left ventricular hypertrophy, coronary heart disease (penyakit jantung koroner), congestive heart failure, hypertensive cardiomyopathy dan cardiac arrhythmias (Penninck & d’Anjou 2008).

Endokardiosis

Endokardiosis yang juga dikenal sebagai penyakit katup mitral kronis merupakan penyakit yang umum pada anjing, yang mana mempengaruhi keadaan katup mitral. Pada penyakit ini terjadi degenerasi katup mitral jantung, katup mitral adalah salah satu dari empat set katup dalam jantung anjing. Katup mitral yang mengalami degenerasi myxomatous yang mengacu pada melemahnya patologis jaringan ikat menyebabkan katup tidak lagi sepenuhnya menutup sempurna pada setiap aksi pemompaan, istilah ini sering digunakan dalam konteks katup mitral yang prolaps, sehingga menyebabkan darah mengalir balik, dari


(27)

ventrikel kiri kembali ke atrium kiri. Ketika kondisi semakin memburuk, lebih banyak darah yang terpompa menyebabkan tekanan yang sangat kuat berasal dari aliran balik melalui katup. Pada tahap akhir, katup menjadi prolaps, dan menyebabkan katup ruptur sepenuhnya. Konsekuensi akhir dari penyakit ini adalah gagal jantung kongestif. Prevalensi dan keparahan penyakit meningkat dengan berjalannya usia. Pada pasca mortem, lebih dari separuh populasi anjing usia tua sudah terdistorsi katup mitral. Sebagai konsekuensi dari degenerasi katup secara progresif, katup menjadi semakin tidak mampu bekerja dengan baik dan dalam beberapa kasus, tingkat regurgitasi mitral menjadi begitu parah sehingga anjing mengalami gagal jantung kongestif. Studi terbaru menunjukkan bahwa penyakit ini dapat didiagnosis menggunakan ekhokardiografi pada tahap awal, misalnya dengan mengukur tingkat katup mitral yang prolaps, yaitu derajat abnormalitas dari daun katup untuk terjadinya penonjolan keluar terhadap atrium kiri pada saat sistol. Dengan menggunakan auskultasi jantung saja untuk pemeriksaan pada tahap awal penyakit katup mitral, dimana tidak adanya regurgitasi katup mitral, dapat menjadi cara yang sulit untuk mendiagnosisnya (Pedersen 2000).

Ada beberapa temuan khas terlihat yaitu penebalan daun katup mitral pada tahap akhir, dilatasi ventrikel kiri, anulus mitral dan atrium kiri, dalam banyak kasus jet lession, ruptur chordae tendineae dan fibrosis sekunder pada daun katup juga ditemukan. Lesi serupa, meskipun biasanya kecil, sering juga ditemukan pada katup trikuspid. Secara histologi, penyakit ini ditandai oleh pengendapan glukosaminoglikan di spongiosa dan lapisan fibrosa pada daun katup dan terjadi fragmentasi secara bersamaan dan adanya gangguan pada kumpulan jaringan kolagen dalam fibrosa. Penyakit endokardiosis ini jauh lebih sering terlihat parah di beberapa bagian katup mitral daripada di bagian katup lainnya. Katup biasanya tidak dapat bekerja dengan baik karena daun katup yang menyusut dan tidak dapat menutup sempurna, tetapi terkadang juga karena daun katup mengalami penebalan, sehingga tidak dapat menutup dengan sempurna akibat adanya penumpukan pada ujung katup lainnya. Ketika melakukan pemeriksaan lebih lanjut, kita harus coba bayangkan bagaimana katup pada saat sistol mengerahkan tekanan tinggi agar darah dapat mengalir dengan baik. Keadaan katup yang


(28)

berubah, menyebabkan aliran darah ventrikel kiri menjadi mengalir balik ke atrium kiri dan bercampur darahnya sehingga menimbulkan regurgitasi katup. Hal ini cukup membuktikan bahwa bukan hanya karena penebalan otot ventrikel yang menjadi faktor mendasar, tetapi kondisi katup harus diperhitungkan juga menjadi penyebab insufisiensi paling tinggi (Pedersen 2000).

Karakteristik penyakit ini adalah dengan periode pre-klinis yang panjang dan banyak anjing yang mati untuk alasan lain, bukan akibat lanjut dari penyakit katup ini dan bahkan penyakit tidak berkembang menjadi CHF. Anjing yang terkena endokardiosis, lalu bertambah parah menjadi CHF, waktu kelangsungan hidupnya dapat dihubungkan dengan beberapa faktor termasuk kepatuhan dari pemilik hewan dalam memberikan perawatan yang memadai, pengobatan, adanya komplikasi kardiovaskular seperti hipertensi paru-paru atau pecahnya chordae tendineae, dan adanya penyakit bersamaan lainnya yang memperparah kondisi anjing tersebut (Borgarelli & Haggstrom 2010).

Ekhokardiografi

Ekhokardiografi atau ultrasonografi jantung adalah teknik untuk menghasilkan citra jantung melalui gelombang ultrasound yang dipantulkan (echo). Prinsip dari ekhokardiografi adalah gelombang suara berfrekuensi sangat tinggi dihasilkan dari kristal piezo-electric yang terdapat dalam transduser. Perubahan bentuk akibat gaya mekanis pada kristal, akan menimbulkan tegangan listrik. Listrik yang dihasilkan oleh generator diubah menjadi energi akustik, yang dipancarkan dengan arah tertentu pada bagian tubuh. Sebagian pulse akan dipantulkan, diserap dan sebagian lagi akan diteruskan menembus jaringan yang akan menimbulkan bermacam-macam echo sesuai dengan jaringan yang dilaluinya (hiperekhoik, hipoekhoik, dan anekhoik). Pencitraan hiperekhoik akan dihasilkan ketika gelombang suara mengenai tulang, udara, dan jaringan ikat. Hipoekhoik akan dihasilkan ketika gelombang suara mengenai jaringan lunak. Serta pencitraan anekhoik akan dihasilkan ketika gelombang suara mengenai cairan dan darah. Pantulan echo yang berasal dari jaringan-jaringan tersebut akan membentur transduser, dan kemudian diubah menjadi pulse listrik lalu diperkuat dan selanjutnya diperlihatkan dalam bentuk cahaya pada layar oscilloscope. Bila


(29)

transduser digerakkan, seolah-olah kita melakukan irisan-irisan pada bagian jaringan tubuh yang diinginkan, dan gambaran irisan-irisan tersebut akan dapat dilihat pada layar monitor (Mannion 2006).

Metode ekhokardiografi berbeda dengan teknik abdominal dimana penempatan transduser hanya pada window yang terbatas di antara tulang rusuk dan paru-paru yang terisi udara. Keterbatasan ini membutuhkan transduser dengan footprint yang kecil. Pemeriksaan ekhokardiografi menampilkan gambaran terbaik dengan transduser sector atau curvelinear. Ekhokardiografi juga membutuhkan resolusi temporal yang tinggi, yang didapatkan dengan menurunkan kedalaman dan meminimalkan sudut sektor (sector width). Frekuensi transduser yang disarankan yaitu 8-12 MHz untuk kucing dan anjing dengan ukuran kecil, 3-8 MHz untuk anjing dengan bobot berkisar 5-40 kg, dan 2-4 MHz untuk anjing besar (>2-40 kg). Axis sentral ventrikel kiri (left ventricular atau LV) dapat dibayangkan sebagai garis imajiner yang memanjang antara apex dan basis jantung pada bagian tengah lumen ventrikel kiri. Saat transduser diorientasikan pada scan plane atau sejajar garis axis ini, didapatkan gambaran long-axis. Jika scan plane tegak lurus garis axis, didapatkan gambaran short-axis

(Penninck & d’Anjou 2008).

Impedansi yang tidak sepadan dan atenuasi ultrasound oleh rusuk dan paru-paru berisi udara, menyebabkan ekhokardiografi trans-thoraks terbatas untuk akses window yang relatif kecil. Hal ini mengelilingi jantung pada bagian ventral thoraks kanan dan kiri, dengan kata lain di samping sternum (parasternal). Akses tambahan dapat diperoleh dengan posisi subkostal (subxiphoid), pengambilan gambaran jantung melalui hati dan caudal mediastinum, sudut pandang terbatas melalui arkus aorta bisa diperoleh melalui lekukan thoraks (posisi transduser suprasternal). Pemeriksaan ekhokardiografi dapat dikelompokkan menurut penempatan transduser dan sudut pandangnya, yaitu right parasternal view (RPS), left apical view (LAp), left parasternal view (LPS), serta subcostal dan suprasternal view (Penninck & d’Anjou 2008).

Terdapat standar dalam pencitraan ekhokardiografi, walaupun mungkin saja diperoleh jumlah yang tak terhingga dari potongan-potongan citra jantung


(30)

(Goddard 1995). Standar ini ditetapkan oleh American Society of Echocardiography pada tahun 2004 (Penninck & d’Anjou 2008).

1. Right parasternal view (RPS)

Biasanya terdapat dua atau lebih ruang antar rusuk yang memungkinkan pencitraan RPS, termasuk bagian kranial yang berhubungan dengan ruang interkostal keempat dan bagian yang lebih kaudal pada interkostal kelima. Pencitraan yang cocok dengan perhitungan LV, transduser diposisikan pada ruang interkostal sehingga berkas pusat dari transduser tegak lurus pada LV long-axis di ujung daun katup bikuspidalis. Pencitraan short-axis didapatkan dengan memutarkan transduser sehingga potongan melintang LV sedekat mungkin

dengan potongan sirkuler (Penninck & d’Anjou 2008).

Sudut pandang ini adalah posisi dimana bisa didapatkan pencitraan M-mode untuk pengukuran left ventricular internal dimension at end-diastole (LVIDd) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir diastol, left ventricular internal dimension at end-systole (LVIDs) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir sistol, left ventricular posterior wall thickness at end-diastole (LVWd) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir diastol, left ventricular posterior wall thickness at end-systole (LVWs) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir sistol, interventricular septal thickness at end-diastole (IVSd) yaitu ketebalan dinding septa interventrikular saat akhir diastol, interventricular septal thickness at end- systole (IVSs) yaitu ketebalan dinding septa interventrikular saat akhir sistol, mitral valve e-point to ventricular septal separation (EPSS) yaitu jarak pembukaan leaflet anterior katup aortik dengan septa interventrikular, aortic root dimension at end-diastole (AOD) yaitu dimensi pangkal aorta saat akhir diastol dan left atrial dimension during ventricular systole (LAD) yaitu dimensi atrium kiri selama fase sistol ventrikular. Pengukuran LVID, LVW dan IVS dilakukan untuk mengetahui fungsi miokardial, kemudian didapatkan nilai fractional shortening (FS) dari perhitungan rumus : FS = (LVIDd – LVIDs)/LVIDd. Nilai ini digunakan untuk mengetahui daya kerja ventrikel. Diameter aorta (AOD) dan atrium kiri (LAD) dihitung untuk melihat daya kerja masing-masing, serta dapat dihitung rasio


(31)

LAD/AOD untuk mengetahui adanya dilatasi pada atrium kiri (Penninck &

d’Anjou 2008).

2. Left apical view (LAp)

Pencitraan left apical position (LAp) terbaik didapatkan dengan posisi pasien berbaring ke kiri, dengan transduser diposisikan pada bagian kiri ventral thoraks dari arah bawah. Hasil pencitraan apical yang sebenarnya didapat saat transduser diposisikan pada lokasi yang kaudal dan sangat ventral, mendekati posisi subkostal. Transduser diarahkan ke kranial sehingga pusat berkas ultrasound mengarah ke basis jantung sepanjang bagian tengah axis LV. Angulasi transduser ke kranial dari posisi LAp akan menampilkan empat ruang jantung dan membawa aorta masuk ke dalam scan plane sehingga memungkinkan visualisasi katup aortik. Scan plane ini memberikan citra apical five-chamber dan cocok untuk perhitungan kecepatan aliran darah aorta. Dari sudut apical four-chamber, transduser diputar 90o searah jarum jam menghasilkan apical two-chamber termasuk atrium dan ventrikel kiri (Penninck & d’Anjou 2008).

3. Left parasternal view (LPS)

Sudut pandang left parasternal view pada jantung, didapatkan dengan pasien berada dalam posisi berbaring ke kiri. Transduser diposisikan ke arah kranial jantung, pada ruang interkostal keempat sampai kelima, dan kira-kira pada pertemuan costochondral dengan arah dorsoventral. Ketika scan plane paralel dengan aorta ascendens, pemutaran transduser akan memberikan potongan longitudinal dari struktur tersebut. Bagian dari ventrikel dan atrium kiri, katup bikuspidalis, dan right ventricular (RV) outflow tract dapat terlihat pada posisi ini. Sudut ini terutama sekali berguna untuk evaluasi tumor basis jantung dan RV outflow tract (Penninck & d’Anjou 2008).

4. Suprasternal dan subcostal view

Sudut pandang suprasternal memerlukan posisi transduser pada lekukan thoraks dengan scan plane yang berorientasi sejajar dengan sumbu sagital pasien. Sudut pandang ini sangat baik untuk pencitraan arkus aortikus dan berguna untuk perhitungan insufisiensi aorta. Sudut pandang subkostal didapatkan dengan pasien pada posisi right lateral recumbency, dengan menempatkan transduser


(32)

pada processus xiphoideus dan menekannya ke abdomen sekaligus mengarahkan transduser hampir secara langsung ke kranial (Penninck & d’Anjou 2008).

Ekhokardiografi B-mode

Ekhokardiografi B-mode (brightness mode) (Gambar 3) merupakan teknik pencitraan yang mana pada tipe B-mode ini gelombang suara yang digunakan adalah gelombang suara jamak. Echo yang direfleksikan akan memberikan gambaran berupa titik atau dot pada layar monitor. Posisi dari yang terlihat pada layar merupakan posisi dari refleksi struktur organ. Kekuatan dari echo ditunjukkan oleh keterangan berupa titik pada layar sehingga gambaran dua dimensi menunjukkan potongan organ yang ditampilkan pada layar. Saat ini untuk gambaran B-mode, hanya echo yang kuat yang dapat ditampilkan. Hal ini berarti tepi dari struktur dari organ yang diperiksa dapat dilihat tetapi hanya seperti gambaran yang tidak begitu jelas (Mannion 2006).

Gambar 3 Salah satu pencitraan ekhokardiografi B-mode.

Keterangan : katup mitral terlihat ruptur (KMR), ventrikel kiri (LV), atrium kiri (LA), daun katup mitral anterior (AML), daun katup mitral posterior (PML). skala garis putih = 1 cm.

Ekhokardiografi M-mode

Ekhokardiografi M-mode (motion mode) (Gambar 4) merupakan USG pertama yang dapat menampilkan gambaran echo yang bergerak dari organ jantung. Dengan demikian gerakan dari fungsi miokardium dan katup jantung dapat terlihat. Teknik M-mode dapat langsung memberikan pencitraan tanpa harus melalui gambaran 2 dimensi (2D) (Stoylen 2006). Gelombang suara yang digunakan pada tipe ini adalah gelombang suara tunggal yang akan direfleksikan sebagai echo berupa titik atau dot yang memanjang pada garis vertikal. Posisi

KMR

LV LA

AML


(33)

dari titik yang memanjang pada garis menunjukkan kedalaman struktur organ yang direfleksikan. Keterangan dari titik tersebut menunjukkan kekuatan echo. Garis tersebut terus berjalan horizontal pada layar. Gambar yang dihasilkan mewakili pergerakan dari struktur yang diamati sepanjang garis (Barr 1990).

Gambar 4 Salah satu pencitraan ekhokardiografi M-mode.

Keterangan : posisi right parasternal scanning short-axis view. otot ventrikel kiri (LVW), lumen ventrikel kiri (LVID). skala garis putih = 1 cm.

Pencitraan melalui M-mode berasal dari echo yang bergerak berupa gelombang tunggal. Pada saat kursor tepat mengenai jantung dan fungsi dari M-mode diaktifkan maka akan terlihat gelombang yang berkelanjutan, untuk mengetahui besarnya detak jantung yang teramati, oleh karena itu penghitungan dilakukan pada satu gelombang (Penninck & d’Anjou 2008).

Ekhokardiografi color flow Doppler

Ekhokardiografi Doppler (Gambar 5) merupakan teknik pencitraan berdasarkan deteksi perubahan frekuensi suara antara pancaran sinar ultrasound dan echo yang dipantulkan dari sel darah merah yang bergerak untuk menggambarkan aliran darah. Gambaran yang optimal dari perhitungan kecepatan aliran darah maksimal terjadi jika sinar ultrasound sejajar dengan aliran darah. Posisi ini berlawanan dengan ekhokardiografi M-mode dan 2D, dimana orientasi sinar ultrasound tegak lurus terhadap struktur yang menghasilkan gambar (Nelson & Couto 2008). Pencitraan dari color flow Doppler (CFD) menyediakan cara baru untuk pencitraan aliran darah, sehingga dapat mengukur

B-mode

M-mode

LVW LVID


(34)

perubahan dengan detail dan akurat dalam sistem sirkulasi. Teknik USG Doppler membutuhkan pemahaman dari tiga komponen utama yaitu kemampuan dan keterbatasan USG Doppler, parameter yang berbeda yang berkontribusi ke tampilan aliran, serta aliran darah dalam arteri dan vena (Nicolaides et al. 2002).

Teknik pencitraan CFD menggunakan gelombang arus berdenyut, dimana karakteristik kecepatan aliran darah yang dikodekan dengan tampilan warna, melalui pemetaan yang dipilih kemudian diubah ke dalam gambar dua dimensi real time. Teknik ini memudahkan untuk memvisualisasikan langsung sumber kecepatan aliran dalam jantung serta termasuk pembuluh darah, yang mana CFD hanya sensitif pada diferensiasi antara laminar dan pola aliran turbulen darah

(Penninck & d’Anjou 2008).

Ekhokardiografi CFD dengan aliran dikodekan dalam warna untuk menunjukkan arah, yaitu warna merah berarti aliran mendekati transduser, dan warna biru untuk aliran yang menjauhi transduser. Warna pada Doppler tergantung pada sudut pancaran sinar ultrasound atau keadaan alirannya. Transduser yang baik memiliki pola pancaran sinar USG yang dapat menghasilkan gambar berwarna dengan aliran yang kompleks, tergantung pada orientasi dari arteri dan vena. Color flow Doppler digunakan untuk menggambarkan pola aliran turbulen darah sehingga kebocoran katup dapat diketahui dengan mendeteksi adanya regurgitasi katup serta kelainan aliran darah pada sistem sirkulasi. Teknik ini memudahkan untuk mendiagnosis beberapa penyakit (Nicolaides et al. 2002).

Gambar 5 Salah satu pencitraan ekhokardiografi colorflow Doppler.

Keterangan : regurgitasi katup mitral tidak ada, ventrikel kiri (LV), atrium kiri (LA), aorta (Ao), darah mendekati transduser (warna merah), darah menjauhi transduser (warna biru).

LV

Ao


(35)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di klinik Animal Clinic My Vets Kemang Jakarta Selatan. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011.

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan antara lain alat USG (Sonoscape SSI 1000) (Gambar 6) dengan fungsi B-mode, M-mode dan CFD, scanner transduser tipe phased array dengan small footprint dengan frekuensi 3,5-7 MHz (Gambar 7), stetoskop, tissue, alat cukur, tempat berbaring hewan khusus, dan three lead electrode elektrokardiografi (EKG) yang disambungkan pada mesin USG.

Gambar 6 Alat USG (Sonoscape SSI-1000).

Gambar 7 Scanner transduser tipe phased array dengan small footprint.

Bahan Penelitian

Hewan penelitian yang digunakan adalah 8 (nomor 1-8) ekor anjing pasien klinik My Vets, ras Pomeranian dengan umur diatas 2 tahun, terdiri dari 6 ekor jantan dan 2 ekor betina, 7 ekor yang diduga menderita kelainan jantung. Gel


(36)

USG yang digunakan sebagai media dalam menghantarkan gelombang ultrasound terbuat dari bahan polimer, humectants, air, parfum, dan pengawet yang tidak memberikan efek negatif pada hewan coba (Paramitha 2009).

Metode Penelitian

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada 8 ekor anjing. Fokus pemeriksaan auskultasi jantung dilakukan untuk mengetahui ritme jantung dan mendengar ada atau tidaknya suara ikutan murmur. Teknik pemeriksaan auskultasi dilakukan dari sisi kiri hewan dengan handling dan restrain hewan yang baik. Stetoskop diletakkan pada daerah thoraks sebelah kiri tempat jantung berada. Auskultasi harus dilakukan pada empat area prekordial, yaitu wilayah katup aorta, wilayah katup pulmonal, wilayah katup trikuspid, dan wilayah katup mitral. Wilayah katup aorta, diperiksa pada posisi kiri anjing, pada ruang interkostal keempat di perbatasan costochondral junction. Wilayah katup pulmonal, diperiksa pada posisi kiri anjing, antara ruang interkostal kedua dan keempat di perbatasan sternum kiri. Wilayah katup trikuspid, diperiksa pada posisi kanan anjing, antara ketiga sampai kelima ruang interkostal dekat dengan costochondral junction. Wilayah katup mitral, diperiksa pada posisi kiri anjing, dekat apeks jantung, pada ruang interkostal kelima di costochondral junction (Tilley et al. 2008). Frekuensi debar jantung serta ritme jantung harus diketahui juga, sehingga dapat ditemukan suara-suara abnormal jantung, seperti aritmia dan suara ikutan murmur yang khas terdengar.

Sistem scoring atau pembobotan nilai digunakan pada penelitian ini untuk memberikan nilai dengan skala tertentu pada tiap-tiap hasil pengamatan. Hasil data pada pemeriksaan keadaan umum diberikan nilai hanya pada data suara ikutan (murmur), dengan skala 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Nilai 0 diberikan untuk jantung yang tidak ada suara murmur, nilai 1 sampai 6, diberikan untuk jantung yang ada suara murmur sistoliknya. Penentuan nilai 1 sampai 6 disesuaikan dengan kelas murmur sistolik, yang terdiri dari 6 kelas, dimana makin tinggi


(37)

nilainya, semakin tinggi juga derajat keparahan dari suara murmur sistolik. Pada pemeriksaan fisik, diberikan nilai untuk semua data gejala klinis, yaitu dimana nilai 0 diberikan untuk anjing yang tidak memiliki gejala klinis batuk, sering pingsan, dan kehilangan nafsu makan. Nilai 1 diberikan untuk anjing yang gejala klinisnya ada, yaitu nilai 1 untuk anjing dengan batuk, nilai 1 untuk anjing yang sering pingsan, dan nilai 1 untuk anjing yang kehilangan nafsu makan.

Pemeriksaan Ultrasonografi

Daerah orientasi pemeriksaan ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan dengan USG dan dilakukan pencukuran rambut agar didapatkan sonogram yang lebih baik. Pemeriksaan hewan dilakukan tanpa diberikan sedatikum dan anaesthetikum. Hewan dibaringkan pada meja pemeriksaan yang dirancang khusus untuk memudahkan peletakkan transduser. Pengambilan gambar untuk ekhokardiografi B-mode, M-mode dan CFD dilakukan dengan posisi hewan right lateral recumbency untuk pemeriksaan right parasternal long-axis dan right parasternal short-axis view dengan probe yang telah diberikan gel ultrasound (Penninck & d’Anjou 2008). Posisi dan sudut yang dibentuk oleh transduser dipertahankan kurang dari 60o dari permukaan tubuh terhadap jantung (Mannion 2006).

Interpretasi Sonogram

Pada ekhokardiografi, sebagian pulse dipantulkan, diserap dan sebagian lagi akan diteruskan menembus jaringan yang akan menimbulkan bermacam-macam echo sesuai dengan jaringan yang dilaluinya (hiperekhoik, hipoekhoik, dan anekhoik). Pencitraan hiperekhoik akan dihasilkan ketika gelombang suara mengenai tulang, udara, dan jaringan ikat, seperti pada endokardium dan katup mitral yang tersusun atas jaringan ikat. Warna yang dihasilkan adalah putih karena echo yang dihasilkan tinggi atau bright. Pencitraan hipoekhoik akan dihasilkan ketika gelombang suara mengenai jaringan lunak, seperti mengenai miokardium dan otot papillari. Warna yang dihasilkan adalah abu-abu karena echo yang dihasilkan rendah. Warna hipoekhoik dapat juga dijadikan acuan dalam mengetahui adanya tumor pada jantung dan adanya cacing pada ruang


(38)

jantung. Pada pencitraan anekhoik akan dihasilkan ketika gelombang suara mengenai cairan dan darah, seperti aliran darah pada ruang jantung dan pembuluh darah. Warna yang dihasilkan adalah hitam, karena tidak ada echo yang dihasilkan.

Teknik pencitraan ekhokardiografi B-mode digunakan untuk mendeteksi adanya efusi pleura, mendeteksi adanya perubahan pada otot jantung, seperti adanya penebalan dinding dan perubahan ruang jantung, serta perubahan pada katup jantung. Teknik pencitraan ekhokardiografi M-mode digunakan untuk mendapatkan nilai dari ketebalan dinding dan dimensi jantung diamati langsung berdasarkan pengukuran melalui ekhokardiografi M-mode. Parameter left ventricular internal dimension (LVID) dan left ventricular posterior wall thickness (LVW) diukur pada saat end-diastole (d) dan saat end-systole (s). Parameter LVIDd diukur saat akhir diastol yang bertepatan dengan dimensi internal di left ventricle (LV) yang terbesar pada ruangan LV, segera setelah onset dari kompleks QRS pada tampilan layar EKG. Parameter LVIDs diukur pada saat akhir sistol bertepatan dengan dimensi internal LV yang terkecil dan dekat dengan akhir dari gelombang T dari tampilan layar EKG. Parameter LVWd dan LVWs diukur pada lokasi yang sama dengan pengukuran LVIDd dan LVIDs, hanya saja dihitung pada dinding ventrikel kiri yang terletak di bagian bawah dari ruang LV. Nilai fraction shortening (FS), dihitung secara otomatis oleh alat USG. Nilai FS berguna untuk penentuan jenis kardiomiopati, yaitu dilated cardiomyopathy atau hypertrophic cardiomyopathy. Pengukuran aortic root dimension at end-diastole (AOD) didapat pada saat akhir diastol, bertepatan dengan jarak maksimal AOD dari tranduser, dan pengukuran left atrial dimension during ventricular systole (LAD) didapat pada saat dimensi maksimumnya terjadi, bertepatan dengan akhir sistol (Paramitha 2009). Diameter aorta (AOD) dan atrium kiri (LAD) dihitung untuk melihat nilai rasio LAD:AOD, sehingga dapat diketahui adanya dilatasi pada atrium kiri. Nilai LAD:AOD yang normal seharusnya 1:1 tetapi apabila ada dilatasi atrium kiri nilai LAD:AOD >1 (Penninck & d’Anjou 2008). Pencitraan ekhokardiografi CFD adalah suatu teknik untuk melihat apakah ada regurgitasi katup mitral, yang ditandai dengan ditemukannya warna turbulensi (Mannion 2006).


(39)

Sistem scoring digunakan juga untuk pemberian nilai pada hasil data untuk ekhotekstur endokardium, katup mitral dan kelainan pergerakan katup mitral. Cara ini mempermudah untuk menunjukkan adanya kelainan pada daerah endokardium dan katup mitral, dengan menggunakan skala 0, 1, 2, dan 3. Nilai 0 diberikan untuk hasil ekhogenitas endokardium dan katup mitral yang hiperekhoik, karena pencitraan echo pada endokardium dan katup mitral normalnya adalah hiperekhoik. Pada derajat ketebalan dari endokardium dan katup mitral, masing-masing disesuaikan dengan semakin parahnya ketebalan. Nilai 0 diberikan pada endokardium dan katup mitral yang tipis karena tidak ada perubahan, sedangkan nilai 1 untuk ketebalan (+). Nilai 2 untuk ketebalan (++), nilai 3 untuk ketebalan (+++), dan nilai 4 untuk ketebalan (++++). Pergerakan katup mitral yang tidak ada kelainan atau membuka dan menutup sempurna diberikan nilai 0, untuk katup yang memendek diberi nilai 1. Katup yang membuka dan menutup kurang sempurna diberi nilai 2 dan untuk katup yang prolaps diberikan nilai 3 karena keadaan katup yang prolaps berarti katup sudah dalam tahap yang cukup parah mengalami perubahan, sehingga menyebabkan fungsi dari pemompaan darah tidak lagi berjalan sempurna.

Pemberian nilai untuk ketebalan otot ventrikel kiri, didasarkan pada hasil dari nilai LVW saat sistol dan diastol, dengan skala 0, 1, 2, dan 3. Nilai LVW saat sistol apabila didalam kisaran normal (6-10 mm) diberi nilai 0, sedangkan yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan otot sudah menebal saat sistol, sehingga diberi nilai 1 untuk nilai LVWs (10-12 mm). Nilai 2 untuk nilai LVWs (12-14 mm), dan nilai 3 untuk nilai LVWs lebih dari 14 mm. Pada nilai LVW saat diastol yang berada dalam kisaran normal (4-6 mm) diberi nilai 0, sedangkan yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan otot sudah menebal saat diastol, sehingga diberi nilai 1 untuk nilai LVWd (6-8 mm). Nilai 2 untuk nilai LVWd (8-10 mm), dan nilai 3 untuk nilai LVWd lebih dari (8-10 mm.

Pemberian nilai untuk dimensi ruang ventrikel kiri, didasarkan pada hasil dari nilai LVID saat sistol dan diastol, dengan skala 0, 1, 2, dan 3 dimana apabila nilai LVID saat sistol didalam kisaran normal (8-16 mm) diberi nilai 0. Nilai LVIDs yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan dimensi ruang sudah membesar saat sistol, sehingga diberi nilai 1 untuk nilai LVIDs (16-18 mm), nilai


(40)

2 untuk nilai LVIDs (19-20 mm), dan nilai 3 untuk nilai LVIDs lebih dari 20 mm. Pada nilai LVID saat diastol yang berada dalam kisaran normal (16-28 mm) diberi nilai 0, sedangkan yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan dimensi ruang sudah membesar saat diastol, sehingga diberi nilai 1 untuk nilai LVIDd (28-30 mm), nilai 2 untuk nilai LVIDd (30-32 mm), dan nilai 3 untuk nilai LVIDd lebih dari 32 mm. Pada hasil dari FS dapat diketahui, hasil yang berada pada kisaran normal (25-45)% diberi nilai 0, sedangkan yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan keadaan kelainan jantung, yaitu kardiomiopati hipertropik, dimana otot menebal tetapi lumen jantung mengecil. Nilai 1 diberikan dengan FS (45-55)%, nilai 2 dengan FS (55-65)%, dan nilai 3 untuk FS lebih dari 65%. Sistem scoring diberikan sesuai dengan semakin parahnya derajat kardiomiopati hipertropik.

Pemberian nilai untuk ukuran diameter aorta, didasarkan pada hasil dari nilai AOD, dengan skala 0, 1, 2, dan 3 dimana apabila nilai AOD didalam kisaran normal (8-13 mm) diberi nilai 0, sedangkan yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan lumen aorta sudah berdilatasi, sehingga diberi nilai 1 untuk nilai AOD (13-15 mm), nilai 2 untuk nilai AOD (15-17 mm), dan nilai 3 untuk nilai AOD lebih dari 17 mm. Hasil dari ukuran diameter ruang atrium kiri diberikan juga sistem scoring yang mana pemberian nilai untuk ukuran diameter ruang atrium kiri, didasarkan pada hasil dari nilai LAD, dengan skala 0, 1, 2, dan 3 dimana apabila nilai LAD didalam kisaran normal (8-18 mm) diberi nilai 0, sedangkan yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan ruang atrium kiri sudah berdilatasi, sehingga diberi nilai 1 untuk nilai LAD (18-20 mm), nilai 2 untuk nilai LAD (20-22 mm), dan nilai 3 untuk nilai LAD lebih dari 22 mm. Pemberian nilai untuk perbandingan LAD:AOD digunakan untuk menunjukkan derajat keparahan dari keadaan atrium kiri yang membesar (left atrial enlargement), dengan skala 0, 1, 2, dan 3 dimana apabila nilai perbandingan LAD:AOD didalam kisaran normal yaitu 1:1, maka diberi nilai 0, sedangkan yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan telah terjadi dilatasi atrium kiri, sehingga diberi nilai 1 untuk nilai perbandingan LAD:AOD = 1:1 sampai 1:1.5. Nilai 2 untuk nilai perbandingan LAD:AOD = 1:1.5 sampai 1:2, dan nilai 3 untuk nilai perbandingan LAD:AOD = 1:2 sampai 1:2.5.


(41)

Hasil dari regurgitasi katup mitral diberikan nilai yang tinggi, dengan kata lain skalanya bukan 0, 1, 2, dan 3, melainkan dengan skala 0, 2, 4, dan 6, hal ini dikarenakan keparahan katup mitral sudah berada dalam derajat yang tinggi dengan adanya bukti yang terlihat bahwa aliran balik sudah terjadi pada area katup mitral. Katup yang tidak ada regurgitasinya diberi nilai 0, sedangkan nilai 2 untuk katup dengan regurgitasi derajat ringan (+). Nilai 4 untuk katup dengan regurgitasi derajat sedang (++), dan nilai 6 untuk katup dengan regurgitasi derajat berat (+++). Derajat keparahan penyakit endokardiosis dapat diketahui dari penjumlahan semua nilai pada tiap-tiap data penelitian yang didapatkan pada penelitian ini. Jumlah total nilai keseluruhan dari 1 sampai 15 diberikan untuk tipe endokardiosis derajat ringan. Nilai 15 sampai 30 diberikan untuk tipe endokardiosis derajat sedang, dan nilai 30 sampai 45 diberikan untuk tipe endokardiosis derajat parah.

Analisis Data


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pemeriksaan keadaan umum dan klinis yang telah dilakukan, diperoleh hasil dari setiap anjing yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Hasil pemeriksaan keadaan umum tersebut menunjukkan bahwa nilai debar jantung yang diperoleh masih dalam kisaran normal pada semua anjing.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan keadaan umum pada anjing ras Pomeranian

Anjing nomor Jenis kelamin Umur (tahun) Debar jantung (bpm) Ritme jantung Suara ikutan (murmur)/Nilai Total nilai

1. ♂ 2 110 Teratur Tidak ada/0 0

2. ♂ 2.5 85 Teratur Tidak ada/0 0

3. ♂ 13 98 Teratur Tidak ada/0 0

4. ♂ 13 110 Teratur Tidak ada/0 0

5. ♀ 13 120 Teratur Tidak ada/0 0

6. 7.

♀ 13 14

90 100

Teratur Teratur

Sistolik kelas 3/3 Sistolik kelas 4/4

3 4 8. ♂ 11 80 Teratur Sistolik kelas 5/5 5

Nilai referensi 70-145* Teratur** Tidak ada**

* Sumber : Penninck & d’Anjou (2008) ** Sumber : Tilley et al. (2008)

Keterangan : nilai 0 = tidak ada suara murmur nilai 1 = murmur sistolik kelas 1 nilai 2 = murmur sistolik kelas 2 nilai 3 = murmur sistolik kelas 3 nilai 4 = murmur sistolik kelas 4 nilai 5 = murmur sistolik kelas 5 nilai 6 = murmur sistolik kelas 6

Debar jantung adalah ukuran kecepatan denyut jantung yang dinyatakan dalam jumlah denyut per menit yang dibutuhkan untuk satu siklus jantung selama 60 detik. Siklus jantung adalah peristiwa yang terjadi pada permulaan sebuah denyut jantung sampai berakhirnya denyut jantung berikutnya (Cunningham 2002). Pemeriksaan auskultasi jantung dilakukan untuk mengetahui ritme jantung, yang pada hasil pemeriksaan semua anjing terdengar teratur. Walaupun demikian, pemeriksaan jantung dengan auskultasi menjadi kurang sensitif untuk mendeteksi ritme jantung yang tidak teratur untuk kasus penyakit jantung dapatan (Haggstrom et al. 1995).

Pada saat mendeteksi suara ikutan murmur, pada anjing 1 sampai 5 tidak ditemukan adanya kelainan suara jantung yang didengarkan dengan menggunakan


(43)

stetoskop. Pada anjing 6 sampai 8, ditemukan adanya suara ikutan murmur. Suara murmur sistolik kelas 3 ditemukan pada anjing 6, yang mana terdengar murmur yang cukup keras selama sistol. Suara murmur ini disebabkan oleh aliran turbulen darah yang bergerak mundur melewati daun katup yang rusak dari ventrikel kiri kembali ke atrium kiri. Keadaan katup yang menebal biasanya pada salah satu bagian daun katupnya, bisa pada daun katup anterior atau posterior, menyebabkan katup prolaps sehingga suara murmur sistolik kelas 3 dapat terdengar (Pedersen 2000). Suara ikutan ini tidak bisa dideteksi dengan palpasi thoraks tanpa stetoskop. Murmur sistolik kelas 4 terdeteksi pada anjing 7, dengan suara murmur yang cukup keras dan getaran bisa dirasakan dengan palpasi thoraks tanpa stetoskop, memiliki intensitas suara sedang, dikarenakan katup yang prolaps akibat perubahan ketebalan katup pada kedua daun katup mitral anterior dan posterior yang mengalami penebalan dengan derajat cukup berat (Pedersen 2000). Pada anjing 8, terdengar murmur sistolik kelas 5, yang mana suara terdengar sangat keras, dan ada getaran prekordial. Hal ini dikarenakan daun katup mitral anterior dan posterior sudah mengalami penebalan dengan derajat berat, sehingga katup menjadi melipat, dan posisinya mengarah ke atrium kiri. Perubahan katup ini menyebabkan regurgitasi katup mitral akibat katup yang sudah mengalami prolaps yang berat, sehingga dapat terdengar suara murmur sistolik yang sangat keras (Pedersen 2000). Intensitas murmur berkorelasi baik dengan tingkat regurgitasi katup mitral, karena suara murmur menunjukkan tingkat keparahan dari kebocoran katup (Tilley et al. 2008).

Murmur jantung adalah getaran berkepanjangan yang terdengar. Murmur sering menunjukkan penyakit jantung, dikaitkan dengan aliran darah kecepatan tinggi atau dengan getaran cairan yang bercampur. Turbulensi cenderung berkembang ketika kecepatan aliran atau viskositas darah menurun. Turbulensi terjadi ketika darah dari pembuluh darah mengalir masuk ke ruang jantung, atau pada saat darah dari ventrikel kiri mengalir balik ke atrium kiri (Tilley et al. 2008).

Penyebab umum dari murmur jantung meliputi: 1) stimulasi simpatis seperti olahraga, demam, atau hipertiroidisme. Stimulasi simpatis dapat meningkatkan kecepatan dari ejeksi ke dalam pembuluh darah besar dan juga


(1)

43

Ukuran jet size <30% pada atrium kiri, mengindikasikan regurgitasi katup mitral dengan derajat ringan, sedangkan untuk ukuran jet size >50% pada atrium kiri, mengindikasikan regurgitasi katup mitral derajat sedang (Morgan 2008), yang mana kasus ini tidak ditemukan pada penelitian ini. Anjing 8 seperti pada Gambar 18, terlihat pada daerah atrium kiri regurgitasi katup mitralnya sangat parah dengan ukuran jet size yang besar diatas 5-6 m/sec, mengindikasikan adanya peningkatan tekanan pada daerah atrium kiri (Morgan 2008). Pada anjing dengan penyakit katup mitral atau endokardiosis, indikasi derajat regurgitasi katup mitral dapat diketahui pada diameter akhir diastolik ventrikel kiri dan ukuran atrium kiri. Penilaian langsung dari derajat regurgitasi katup mitral dapat dilakukan dengan ekhokardiografi yang memungkinkan warna pemetaan aliran harus dilakukan dengan CFD, agar lebih akurat. Hal ini juga memungkinkan untuk mengevaluasi anjing dengan derajat regurgitasi katup mitral ringan ataupun yang sedang, yang seringkali tidak terlihat pembesaran jantung.

Metode CFD banyak digunakan untuk membuat penilaian derajat regurgitasi katup mitral yang berguna untuk mengukur ukuran jet regurgitasi. Posisi pemeriksaan ekhokardiografi untuk hasil CFD harus dilakukan dengan posisi anjing left apical four-chamber view agar mendapatkan nilai derajat regurgitasi katup mitral yang tepat. Regurgitasi katup mitral disebabkan oleh aliran turbulen darah, dengan tekanan yang sangat tinggi melalui daun katup yang rusak. Warna turbulensi terbentuk karena ada arus mundur atau arus balik yang tidak sewajarnya, dimana terlihat warna merah dan biru yang bercampur, mengindikasikan adanya kebocoran katup (Penninck & d’Anjou 2008).

Dari hasil ekhokardiografi yang diperoleh, diketahui bahwa endokardiosis dapat ditemukan dalam beberapa tipe, yang dapat dilihat pembagiannya pada Tabel 7, yaitu endokardiosis derajat ringan, derajat sedang, dan derajat berat. Pada endokardiosis derajat ringan, terlihat hanya adanya penebalan otot ventrikel dan katup mitral, pembesaran atrium kiri atau terjadi hipertrofi jantung sebelah kiri yang ringan. Pada daerah sekitar otot papillari dan chordae tendineae mengalami penebalan, serta pada katup mitral anterior maupun posterior juga menebal. Murmur jantung tidak terdeteksi pada saat auskultasi jantung.


(2)

44

Tabel 7 Hasil nilai total pada anjing ras Pomeranian

Keterangan : derajat endokardiosis → ringan = nilai 1–15 → sedang = nilai 15–30 → parah = nilai 30–45

Tipe endokardiosis derajat sedang terlihat penebalan otot ventrikel, pembesaran atrium kiri dan katup mitral yang menebal secara signifikan. Katup mitralnya terlihat prolaps, sehingga regurgitasi katup mitral dapat terdeteksi. Hal ini diketahui juga pada saat auskultasi jantung dengan temuan murmur jantung, yaitu murmur sistolik kelas 3 dan 4. Pada endokardiosis derajat parah, katup mitralnya mengalami prolaps yang berat. Kondisi otot papillari yang menebal, menyebabkan chordae tendineae memanjang untuk menyesuaikan keadaan pada saat menarik katup mitral. Otot ventrikel semakin menebal dan darah dipompa sangat cepat, sehingga jika keadaan ini terus berlangsung, chordae tendineae dapat menjadi putus. Pada tahap ini, dimana otot sudah menebal sangat parah. Lumen mengecil sehingga jantung memompa penuh darah dengan sangat cepat. Keadaan katup yang putus dan darah mengalir balik dari ventrikel kiri ke atrium, membuat keadaan jantung semakin bertambah parah. Regurgitasi katup mitral terlihat dengan derajat berat, bersamaan dengan hadirnya murmur sistolik kelas 5. Hal inilah yang dapat menjadi faktor predisposisi penyakit CHF pada anjing (Haggstrom et al. 2009).

Anjing Nomor Total nilai Nilai total keseluruhan Derajat endokardiosis Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6

1. 0 0 0 2 0 0 2 Ringan

2. 0 0 2 1 2 0 5 Ringan

3. 0 1 4 2 0 0 7 Ringan

4. 0 2 3 0 2 0 7 Ringan

5. 6. 7. 8. 0 3 4 5 1 3 3 3 4 8 9 11 2 4 2 8 0 2 4 4 0 2 2 6 7 22 24 37 Ringan Sedang Sedang Parah


(3)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan pengamatan ekhokardiografi yang terjadi pada endokardium, katup mitral, miokardium, dimensi ruang ventrikel dan atrium kiri, aorta serta regurgitasi katup mitral, maka endokardiosis dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu endokardiosis ringan, endokardiosis sedang, dan endokardiosis parah. Kelainan yang terjadi pada endokardium dan katup mitral, dapat mengawali perubahan atau kelainan-kelainan yang terjadi pada bagian lain sehingga memperparah derajat endokardiosis.

Saran

Teknik ekhokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat bantu untuk mendiagnosis penyakit endokardiosis lebih awal, sehingga dapat dilakukan terapi pengobatan sedini mungkin. Hasil akurat yang diperoleh memudahkan dokter hewan mengetahui penyakit tanpa harus dilakukan pemeriksaan lainnya.


(4)

EKHOKARDIOGRAFI PENYAKIT KATUP MITRAL

ENDOKARDIOSIS PADA ANJING

RETNO WULANDARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

46

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Anjing. [terhubung berkala]. http//:www.anjingkita.com. html [09 April 2011].

Barr F. 1990. Diagnostic Ultrasound in The Dog and Cat. Oxford: Blackwell Scientific Publications. Pp. 1-20.

Beer AJ & Morris P. 2004. Encyclopedia of Mammals. Singapore: Grange Books. Pp. 305-306.

Borgarelli M & Haggstrom J. 2010. Canine Degenerative Myxomatous Mitral Valve Disease: Natural History, Clinical Presentation and Therapy. Vet Clin Small Anim. 40: 651-663.

Burk RL & Feeney DA. 2003. Small Animal Radiology and Ultrasonography A Diagnostic Atlas and Text. Third edition. USA: Elsevier Science. Pp. 1. Colville T & Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary

Technicians. USA: MOSBY. Pp. 164-193.

Constable PD, Hinchcliff KW, Olson J, Hamlin RL. 1994. Athletic Heart Syndrome In Dogs Competing In Along Distance Sled Race. J Appl Physiol. 76: 433-438.

Cunliffe J. 2003. Pomeranian, A Comprehensive Guide To Owning and Caring For Your Dog. England: Kennel Club Books. Pp. Cover.

Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. USA: Saunders. Pp. 166-172, 180-182.

Eldredge DM, Carlson LD, Carlson DG, Giffin JM. 2007. Dog Owner’s “Home

Veterinary Handbook”. Fourth edition. New Jersey: Wiley

Publishing,Inc. Pp. 328-336.

Fogle B. 2006. Complete Dog Care Manual. England: Dorling Kindersley Limited. Pp. 6-9, 12-25, 122-123.

Goddard PJ. 1995. Veterinary Ultrasonography. England: CAB International. Pp. 1-20, 131-164.

Guyton AC & Hall JE. 2008. Textbook of Medical Fisiology. 11th Ed. Missisipi: EGC Medical Publisher. Pp. 107-163.

Haggstrom J, Hoglund K, Borgarelli M. 2009. An Update On Treatment and Prognostic Indicators in Canine Myxomatous Mitral Valve Disease. J Small Anim Pract. 50 (Suppl 1): 25-33.

Haggstrom J, Kvart C, Hansson K. 1995. Heart sounds and murmurs: changes related to severity of chronic valvular disease in the Cavalier King Charles spaniel. J Vet Intern Med. 9(2):75-85.

Kudriavtsev V, Polyshchuk V, Roy DL. 2007. Heart Energy Signature Spectrogram For Cardiovascular Diagnosis. Biomed Eng Online. 6:16.


(6)

47

Larkin P & Stockman M. 2001. The Ultimate Encyclopedia of Dogs, Dog Breeds & Dog Care. London: Anness Publishing Limited. Pp. 249.

Mannion P. 2006. Diagnostic Ultrasound in Small Animal Practice. United Kingdom: Blackwell Publishing. Pp. 1-19, 188-215.

Miller H. 1964. The Complete Book of Dog and Puppy Care. London: Bantam Books, Inc. Pp. 271-272.

Morgan RV. 2008. Handbook Of Animal Practice. Ed ke-5. USA: Saunders Elsevier Inc. Pp. 57-58, 94-98.

Nelson RW & Couto CG. 1998. Small Animal Internal Medicine. 2nd ed. USA: Mosby Inc. Pp. 34-42.

Nicolaides K, Rizzo G, Hecker K, Ximenes R. 2002. Doppler Ultrasound. [terhubung berkala]. http://www.centrus.com.br/DiplomaFMF/Series FMF/doppler/capitulos-html/chapter_03.htm#. html [10 April 2011]. Paramitha D. 2009. Nilai Referensi Motion mode Echocardiography pada Anjing

Kampung Normal (Canis lupus familiaris) [skripsi]. Bogor: Fakultas kedokteran Hewan-IPB. Pp. 12-15.

Pedersen HD. 2000. Diagnosing Canine Myxomatous Mitral Valve Disease. Waltham Focus. 10: 3-9.

Penninck D & d’Anjou MA. 2008. Atlas of Small Animal Ultrasonography. Ed ke-1. Iowa: Blackwell Publishing. Pp. 151-314, 406.

Rees Y. 1993. The Complete Book of Dogs. England: Coombe Books, Inc. Pp. 106.

Schille S & Skrodzki M. 1999. M-mode Echocardiographic Reference Value in Cats in The First Three Months of Life. Veterinary Radiology and Ultrasound. 40: 491-500.

Stoylen A. 2006. Basic Ultrasound for Clinicians. [terhubung berkala]. http://folk.ntnu.no. html [12 Jun 2009].

Tilley LP, Smith FWK, Oyama MA, Sleeper MM. 2008. Manual Of Canine And Feline Cardiology. Fourth Edition. Canada: Saunders Elsevier Inc. Pp. 1-23, 78-98, 139-149, 288-314.

Wotton PR. 1998. Cardiac Murmur And Abnormal Sounds. In: BSAVA Manual Of Small Animal Cardiorespiratory Medicine And Surgery. Pp.143-150.