3.1.5 Hubungan Pengangguran dan Inflasi
Kurva Philiips pertama kali dikemukakan oleh A.W. Philips, pada tahun 1958. Philips menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara pengangguran dan
perubahan tingkat upah. Philips menggunakan perubahan tingkat upah karena upah akan mempengaruhi harga barang dan jasa dan pada akhirnya juga
mempengaruhi inflasi. Pada perkembangannya, kurva Philips yang digunakan oleh para ekonom saat ini berbeda dalam penjelasan mengenai hubungan yang
terdapat dalam kurva tersebut. Philips menyatakan bahwa perubahan tingkat upah dapat dijelaskan oleh tingkat pengangguran dan perubahan tingkat inflasi.
Kurva Philips
Tingkat Inflasi
Tingkat Pengangguran Sumber : Samuelson and Nordhaus, 2004 : 395
Gambar 3.3 Kurva Philips
Bentuk kurva Philips memiliki kemiringan menurun, yang menunjukkan hubungan negatif antara perubahan tingkat upah dan tingkat pengangguran, yaitu
saat tingkat upah naik, pengangguran rendah, ataupun sebaliknya. Kurva Philips membuktikan bahwa antara stabilitas harga dan kesempatan kerja yang tinggi
tidak mugnkin terjadi secara bersamaan, yang berarti bahwa jika ingin mencapai kesempatan kerja yang tinggi tingkat pengangguran rendah, sebagai
konsekuensinya harus bersedia menanggung beban inflasi yang tinggi. Dengan
kata lain, kurva ini menunjukkan adanya trade-off hubungan negative antara inflasi dan tingkat pengangguran, yaitu tingkat pengangguran akan selalu dapat
diturunkan dengan mendorong kenaikan laju inflasi, dan bahwa laju inflasi akan selalu dapat diturunkan dengan membiarkan terjadinya kenaikan tingkat
pengangguran.
4.1 Pendidikan 4.1.1 Definisi Pendidikan
Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Adapun ciri-ciri wajib belajar yang diterapkan di negara maju compulsory education adalah sebagai berikut:
a Ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah b Diatur dengan undang-undang wajib belajar
c Tolak ukur keberhasilan program adalah tidak adanya orang tua yang terkena sanksi karena telah mendorong anaknya bersekolah
d Ada sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak sekolah. Sedangkan ciri-ciri wajib belajar yang diterapkan di Indonesia universal
primary education adalah sebagai berikut: a Tidak bersifat paksaan.