sering terjadi adalah kombinasi dari kedua jenis inflasi tersebut, dan sering kali keduanya saling memperkuat satu sama lain. Khalwaty, 2000, P : 20.
3.1.3 Teori Inflasi
Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi, masing- masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi, dan masing-masing
bukan teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga ini. Untuk menerapkannya kita harus menentukan aspek-aspek
mana yang dalam kenyataan penting dimana proses inflasi di suatu negara, dengan demikian teori mana atau kombinasi mana yang lebih cocok. Budiono, 1990, P :
167-175.
Teori Kuantitas
Teori kuantitas merupakan teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern
terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang beredar dan harapan masyarakat mengenai
kenaikan-kenaikan harga ekspektasi. Inti teori ini adalah:
• Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar. Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar, kejadian seperti kegagalan
panen hanya akan menaikkan harga – harga sementara saja. Bila uang tidak ditambah inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebab awal
kenaikan harga tersebut.
• Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dalam harapan masyarakat megenai kenaikan harga-harga di masa yang
akan datang. Ada 3 kemungkinan keadaan:
- Bila masyarakat tidak mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan mendatang. Sebagian besar dari pernambahan jumlah uang yang beredar
akan diterima oleh masyarakat untuk menambah likuiditasnya. Ini berarti sebagian besar dari kenaikan jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan
untuk pembelian barang. Selanjutnya tidak ada kenaikan permintaan yang berarti terhadap barang-barang, jadi tidak ada kenaikan harga. Kenaikan
ini biasa dijumpai pada saat inflasi masih naru, masyarakat belum sadar bahwa inflasi sering berlangsung.
- Masyarakat mulai sadar bahwa ada inflasi. Penambahan jumlah uang beredar tidak lagi diterima masyarakat untuk menambah pos kasnya, tetapi
menambah pembelian barang-barang. Hal ini dilakukan karena orang- orang berusaha untuk menghindari kerugian yang ditimbulkan seandainya
mereka memegang uang tunai. Orang secara perorangan. Melakukan penyesuaian dalam neracanya dengan membelanjakan kasnya untuk
membeli barang-barang. Dari masyarakat secara keseluruhan ini berarti ada permintaan barang-barang. Akibat selanjutnya kenaikan harga barang-
barang tersebut. Bila masyarakat mengharapkan kenaikan harga-harga untuk naik dimasa mendatang sebesar laju inflasi di bulan bulan yang lalu,
maka kenaikan jumlah uang beredar sepenuhnya diterjemahkan menjadi
kenaikan permintaan akan barang-barang. Keadan ini biasa di jumpai pada waktu inflasi sudah berjalan cukup lama dan orang-orang mempunyai
cukup waktu untuk menyeseuaikan sikapnya terhadap situasi yang baru. - Dalam tahap ketiga terjadi hiperinflasi. Orang-orang sudah kehilangan
kepercayaannya terhadap mata uang. Keadaan ini ditandai dengan makin cepatnya perderan uang. Hiperinflasi menyebabkan hancurnya sendi-sendi
ekonomi moneter dan sosial politik masyarakat. Struktur masyarakat yang baru akan timbul menggantikan yang lama.
Teori Keynes
Dimana, inflasi didasarkan pada teori makro dan menyoroti aspek lain selain inflasi. Menurut teori ini inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar batas
ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini adalah proses perebutan rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang mengiginkan bagian yang lebih besar
daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses ini akhirnya menimbulkan keadaan dimana permintaan masyarakat melebihi jumlah yang
tersedia, yang pada akhirnya menimbulkan inflationary gap. Inflationary gap timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut berhasil menerjemahkan
aspirasi mereka menjadi permintaan efektif. Bila jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat tersebut, pada
tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah maksimum barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat maka inflationary gap timbul. Karena permintaan total
melebihi jumlah barang yang tersedia, maka harga-harga akan naik. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan
masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan masyarakat. Inflasi akan berhenti bila jumlah permintaan efektif total melebihi jumlah output yang tersedia
pada tingkat harga yang berlaku.
Teori Strukturalis
Yaitu teori dimana inflasi didasarkan pada pengalaman di negara-negara Amerika latin. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran rigidities dari struktur
perekonomian negara-negara sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian, yang berubah secara gradual
dalam jangka panjang maka teori ini dapat disebut sebagai teori inflasi jangka panjang. Menurut teori strukturalis ada dua ketegaran utama pada negara-negara
berkembang yang menimbulkan inflasi, antara lain: - Ketidakelastisan penerimaan ekspor
Yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara perlahan dibandingkan dengan pertambahan sektor lain. Hal ini disebabkan oleh :
a Harga pasar dunia barang-barang ekspor semakin tidak menguntungkan dibandingkan dengan haraga impor yang disebut dengan memburuknya
term of trade. Harga barang-barang hasil alam yamg merupakan ekspor negara berkembang tumbuh lebih lambat dibanding harga barang-barang
industri yang merupakan impor negara sedang berkembang. b Produksi barang-barang ekspor tidak responsive terhadap kenaikan harga.
Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Akibatnya negara
tersebut terpaksa mengambil kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada penggalakan produksi dalam negeri untuk barang-
barang sebelumnya di impor impor substitution strategy, meskipun seringkali produksi dalam negeri mempunyai biaya produksi lebih tinggi
dari pada barang sejenis yang di impor. Biaya produksi yang lebih tinggi ini menyebabkan harga yang lebih tinggi. Bila proses substitusi impor ini
terus berlangsung juga meluas maka kenaikan biaya produksi juga meluas ke berbagai barang yang tadinya diimpor sehingga makin banyak harga-
harga yang naik, sehingga terjadi inflasi.
- Ketidakelastisan Supply atau Produksi Bahan Makanan dalam Negeri. Pertambahan produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh
secepat pertambahan penduduk dan pendapatan perkapita, sehingga bahan makanan dalam negeri cenderungnaik melebihi harga-harga barang lain.
Kenaikan harga barang menyebabkan tuntunan kenaikan upah dan kenaikan upah diikuti oleh kenaikan harga lagi. Proses ini akan terhenti
dengan sendirinya jika harga bahan makanan tidak terus naik. Dalam teori strukturalis ada tiga hal yang perlu dicatat:
1. Teori ini menjelaskan proses inflasi jangka panjang di negara-negara yang sedang berkembang
2. Proses inflasi tersebut hanya berlangsung terus apabila jumlah uang yang beredar bertambah terus. Tanpa kenaikan jumlah uang yang beredar maka proses
tersebut akan berhenti dengan sendirinya.
3. Sering dijumpai bahwa ketegaran structural tersebut disebabkan oleh kebijikan hargamoneter pemerintah sendiri. Sering pula dijumpai bahwa ketidakmampuan
produksi barang ekspor untuk tumbuh disebabkan oleh kurs valuta asing yang ditekan terlalu rendah dengan maksud menekan inflasi. Sering pula
ketidakelastisan ini disebabkan oleh adanya pungli sehingga harga yang diterima
produsen benar-benar rendah, dan kurang cukup menggairahkan industri. 3.1.4 Pengukuran Tingkat Inflasi
1. Indeks Harga Konsumen Salah satu cara untuk mengukur tingkat inflasi adalah dengan
menggunakan Indeks Harga Konsumen IHK, IHK merupakan indeks yang paling banyak digunakan dalam menghitung inflasi termasuk di Indonesia yang
dilakukan oleh badan pusat Statisk BPS. IHK dapat digunakan untuk menghitung inflasi bulanan, triwulan, semester, dan tahunan. Untuk menghitung
inflasi dapat digunakan rumus :
Keterangan: I
= Tingkat inflasi pada tahun atau periode t IHKt = Indeks harga konsumen pada tahun atau periode t
IHK
t-1
= Indek harga konsumen pada tahun atau periode
t-1
Perhitungan ini mempunyai kelemahan yaitu sangat peka terhadap fluktuasi barang-barang yang berpengaruh terhadap Indeks Biaya Hidup Konsumen
ISHK, terutama harga barang-barang kebutuhan pokok. Akibat tingkat inflasi relative tinggi mendorong para pekerja menuntut kenaikan upah dan gaji mereka.
Kenaikan upah akan mendorong kenaikan biaya prosduksi. Disamping itu tingkat inflsi yang tinggi mendorong perintah untuk memberi subsidi pada masyarakat
dan proteksi pada kalangan industri agar dapat hidup dan bersaing terutama industri yang berorientasi ekspor. Keadaan tersebut dalam jangka panjang akan
semakin menigkatkan inflasi. 2. Indeks Biaya Hidup IBH
Angka indeks tersebut tidak mengikuti perkembangan nilai mata uang sehingga kebijaksanaan pemerintah dan pola konsumsi sudah berubah banyak
barang yang tercakup dalam IBH sudah tidak dijual lagi, dan hanya mencakup pengeluaran buruh kelas bawah dan jumlah sampel relaitf kecil, sehingga faktor
penimbangnya menjadi tidak realistis. Pengangguran indikator inflasi di Indonesia berganti dengan IHK karena kelemahan-kelemahan IBH tersebut.
3. GDP Deflator PDB deflator GDP deflator adalah rasio antara GDP nominal PDB nominal dengan GDP
real PDBriil dari tahun tersebut, GDP Deflator yang mempunyai cakupan lebih luas disbanding kedua indeks terdahulu, sebenarnya mencerminkan
perkembangan tingkat harga umum general price index. 4. Indeks Harga Perdagangan Besar
IHPB Indeks harga perdagangan bebas mengukur inflasi berdasarkan harga-harga barang pada tingkat produsen, metode perhitungannya
sama dengan IHK hanya berbeda jumlah dan jenis barang dalam keranjang. Barang yang termasuk kategori barang ini merupakan barang mentah dan barang
setegah jadi. Badan Pusat Statistik, 2010
3.1.5 Hubungan Pengangguran dan Inflasi