Pengaruh Paclobutrazol dan Komposisi Larutan Pulsing terhadap Kualitas Pasca Panen Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) sebagai Bunga Potong.

(1)

BUNGA MATAHARI (

Helianthus

annuus

L.) SEBAGAI

BUNGA POTONG

PRIMA TRIWAHYU NUGROHO A24070097

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

PRIMA TRIWAHYU NUGROHO. Pengaruh Paclobutrazol dan Komposisi Larutan Pulsing terhadap Kualitas Pasca Panen Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) sebagai Bunga Potong. Dibimbing oleh DEWI SUKMA.

Bunga potong merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup diminati oleh pasar, salah satu jenis bunga yang sangat berpotensi dijadikan sebagai bunga potong namun belum dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia adalah bunga matahari (Helianthus annuus L.).

Dalam pengembangannya sebagai bunga potong diperlukan suatu teknik yang dapat mengendalikan tinggi tanaman bunga matahari, salah satunya adalah dengan menggunakan retardan jenis paclobutrazol. Selain itu, dalam penanganan pasca panen bunga potong, dapat menggunakan metode pulsing sebagai upaya

untuk memperpanjang vaselife bunga matahari sebagai bunga potong. Penelitian

yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh paclobutrazol dan komposisi larutan pulsing terhadap kualitas pasca panen bunga matahari sebagai

bunga potong.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu pemberian paclobutrazol ketika budidaya tanaman, dengan dua taraf perlakuan P0 : tanpa pemberian paclobutrazol dan P1 : dengan pemberan paclobutrazol 10 ppm. Faktor kedua adalah jenis komposisi larutan pulsing pada saat pasca panen. Faktor kedua terdiri dari tiga

taraf yaitu R0 : aquades, R1 : aquades + 5% gula dan R3 : aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat.

Hasil analisis data dengan uji t student pada taraf 1% dan 5% untuk peubah-peubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman di lapangan menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol 10 ppm berpengaruh secara nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah ruas dan jumlah buku. Pemberian paclobutrazol 10 ppm tidak berpengaruh terhadap diameter batang, jumlah daun, diameter bunga primer dan waktu munculnya bunga pertama.


(3)

pulsing R2 yaitu aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat mampu

memperpanjang vaselife bunga matahari hingga tujuh hari setelah perlakuan

pulsing. Interaksi antara pemberian paclobutrazol dan komposisi larutan pulsing

pada peubah pengamatan jumlah mahkota segar, terlihat setelah dilakukan pengamatan pada hari ke-5 dan hari ke-7 setelah perlakuan pulsing. Bunga dengan

pemberian paclobutrazol 10 ppm dan menggunakan komposisi larutan pulsing R2

yaitu aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat memiliki jumlah mahkota bunga segar lebih banyak 24.69% dibandingkan perlakuan lainnya.


(4)

BUNGA MATAHARI (

Helianthus

annuus

L.) SEBAGAI

BUNGA POTONG

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PRIMA TRIWAHYU NUGROHO

A24070097

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(5)

JUDUL : PENGARUH PACLOBUTRAZOL DAN KOMPOSISI LARUTAN PULSING TERHADAP KUALITAS PASCA PANEN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus L.) SEBAGAI BUNGA POTONG

NAMA : PRIMA TRIWAHYU NUGROHO

NIM : A24070097

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si NIP. 19700404 199702 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 25 Mei 1989. Penulis merupakan anak pertama dari keluarga Bapak Sugiyanto dan Ibu Any Tri Mastuti.

Penulis memulai pendidikannya di TK Al Muhadjrin pada tahun 1993, kemudian melanjutkan ke SD Aren Jaya IX pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan studi di SMP Negeri 1 Bekasi dan pada tahun 2004 penulis masuk SMA Negeri 1 Bekasi. Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama proses perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan dan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai Vice Director of Partnership dan Control Council National Committee International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS) Indonesia. Selama kuliah prestasi yang

pernah diperoleh antara lain menjadi Poster Presenter pada symposium international Go Organic 2009 di Bangkok Thailand, penulis juga pernah menjadi

finalis Mojang Jajaka Kota Bogor 2011 dan pada tahun yang sama penulis juga terpilih sebagai Abang Favorit Kota Bekasi 2011.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Paclobutrazol dan Komposisi Larutan Pulsing terhadap Kualitas Pasca Panen Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) Sebagai Bunga Potong” ini disusun oleh penulis sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan kritik dan saran serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP. M.Si dan Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, M.Sc. Agr selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran, kritik dan masukan yang membangun dalam penyempurnaan tulisan ini.

3. Dr. Ir. Hajrial Aswidinoor, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh perkuliahan.

4. Papa dan Mama, terima kasih atas tiap doa yang tercurah, serta dukungan moril dan materil yang tidak pernah ada habisnya

5. Kakak yang selalu ada untuk saya Ririn Eka Wahyu Ningtyas, Nanda Dwi Woro Wahyu Ningtyas dan Ma‟ruf Apriyanto. Terima kasih kepada dua jagoan hebat yang beranjak besar M. Ringga Vallenta Machandra dan M. Kiandra Apritama Widjaya.

6. Kepada mereka yang saya sebut sebagai sahabat Amel, Anin, Nissya, Feni, Pujo, Dama, Neneng, Enjim, Meyga, Gunar, Robi, Okvi, Ika, Hanna, Devi, Erik, Arya, Evi serta para wanita Blobo.

7. Teman-teman seperjuangan Ira Fauziah Noer dan Titin Suningsih.

8. Keluarga besar AGH 44 Bersatu yang telah menghadirkan cerita berbeda. 9. Keluarga besar IAAS LC IPB dan IAAS Indonesia yang telah menjadi tempat

bekerja, bercerita dan tertawa.

10.Orang-orang yang telah memberi inspirasi Doddy Juli Irawan, Ayupry Diptasari, dan Yoghatama Cindya Zanzer.


(8)

11.Someone over the rainbow, thank you for the story we made. 12.Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta memajukan pertanian Indonesia. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kedepannya.

Bogor, Desember 2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Klasifikasi dan Botani Bunga Matahari ... 4

Budidaya Bunga Matahari ... 5

Paclobutrazol ... 6

Pulsing ... 6

Asam Salisilat……….. 7

BAHAN DAN METODE ... 9

Waktu dan Tempat ... 9

Alat dan Bahan ... 9

Metode Penelitian ... 9

Pelaksanaan ... 11

Pengamatan ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Kondisi Umum ... 15

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman di Rumah Kaca ... 16

Pengamatan Pasca Panen ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Tinggi Tanaman Bunga Matahari pada Perlakuan

Paclobutrazol……….. 16 2 Diameter Batang Tanaman Bunga Matahari pada Perlakuan

Paclobutrazol……….. 18 3 Jumlah Daun pada Batang Utama Tanaman Bunga Matahari

pada Perlakuan Paclobutrazol………...………... 19 4 Jumlah Ruas pada Batang Utama Tanaman Bunga Matahari

pada Perlakuan Paclobutrazol……….……… 20 5 Jumlah Buku pada Batang Utama Tanaman Bunga Matahari

pada Perlakuan Paclobutrazol……….……… 21 6 Jumlah Cabang Tanaman Bunga Matahari pada Perlakuan

Paclobutrazol……….………. 22

7 Waktu Berbunga Tanaman Bunga Matahari pada Perlakuan

Paclobutrazol……….………. 23

8 Diameter Bunga Primer Tanaman Bunga Matahari pada

Perlakuan Paclobutrazol……….……… 24 9 Pengaruh Komposisi Larutan Pulsing dan Perlakuan

Paclobutrazol terhadap Jumlah Mahkota Segar……….. 25 10 Pengaruh Komposisi Larutan Pulsing dan Perlakuan


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Perbandingan Tinggi Tanaman Bunga Matahari pada 8

MSA Paclobutrazol………. 17

2 Grafik Interaksi Perlakuan Paclobutrazol dengan Komposisi Larutan Pulsing terhadap Peubah Jumlah Mahkota Bunga

Segar pada 5 Hari Setelah Perlakuan (HSP)... 27 3 Grafik Interaksi Perlakuan Paclobutrazol dengan Komposisi

Larutan Pulsing terhadap Peubah Jumlah Mahkota Bunga

Segar pada 7 Hari Setelah Perlakuan (HSP)... 27 4 Grafik Interaksi Perlakuan Paclobutrazol dengan Komposisi

Larutan Pulsing terhadap Peubah Volume Larutan Terserap

pada 5 Hari Setelah Perlakuan (HSP)... 30 5 Grafik Interaksi Perlakuan Paclobutrazol dengan Komposisi

Larutan Pulsing terhadap Peubah Volume Larutan Terserap

pada 7 Hari Setelah Perlakuan (HSP)... 30 6 Perbandingan Keragaan Tangkai Bunga Matahari Setelah

Pemberian 10 ppm Paclobutrazol dalam Komposisi Larutan


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi 10 ppm Paclobutrazol dan Jenis Komposisi Larutan Pulsing terhadap Jumlah Mahkota

Segar Bunga Matahari……….………. 38 2 Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi 10 ppm Paclobutrazol dan

Jenis Komposisi Larutan Pulsing terhadap Volume Larutan


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman hias merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak diminati saat ini, baik sebagai tanaman dalam pot maupun sebagai bunga potong segar. Xia et al. (2006) mengklasifikasikan tanaman hias berdasarkan produknya

menjadi bunga potong segar, tanaman dalam pot serta tanaman lanskap. Saat ini Belanda, Amerika Serikat serta Jepang menjadi tiga negara produsen dan pangsa pasar tanaman hias terbesar di dunia. Laws (2004) dalam Xia et al., (2006) mengemukakan bahwa berdasarkan data statistik yang dilaporkan PBB, lebih dari 95 negara di dunia menghasilkan 7.9 milyar dollar Amerika dari hasil perdagangan tanaman hias. Jumlah tersebut jika dihitung, terdiri dari penjualan bunga potong sebesar 50.5%, bunga utuh sebesar 40.7%, serta daun potong sebesar 8.8%. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa bunga potong memiliki peran yang cukup penting dalam mengendalikan perdagangan tanaman hias dunia. Widyawan dan Sarwintyas (1994) menjelaskan bahwa bunga potong adalah bunga yang dimanfaatkan sebagai bahan rangkaian bunga untuk berbagai keperluan dalam hidup manusia: mulai dari kelahiran, perkawinan, dan kematian. Bunga potong di samping sebagai bahan untuk rangkaian bunga juga merupakan kebutuhan dalam prosesi tradisional, agama, upacara kenegaraan dan keperluan ritual lainnya, bahkan dibutuhkan pula untuk berbagai keperluan industri makanan, minuman, obat maupun kosmetika atau minyak wangi.

Bunga matahari (Helianthus annuus L.) merupakan salah satu jenis

tanaman hias yang memiliki potensi cukup besar untuk dijadikan sebagai bunga potong secara komersial. Tinggi tanaman bunga matahari dapat mencapai hingga 3 meter dengan diameter bunga hingga 30 cm (Burnie et al., 2004). Di Indonesia bunga matahari belum umum untuk dijadikan bunga potong, berbeda dengan kawasan Eropa dan Amerika yang sudah cukup lama menjadikan bunga matahari sebagai bunga potong. Dalam upaya pengembangan bunga matahari sebagai bunga potong diperlukan suatu teknik yang dapat mengendalikan tinggi tanaman bunga matahari, salah satunya adalah dengan menggunakan retardan. Retardan merupakan kelompok zat pengatur tumbuh yang dapat menghambat pemanjangan


(14)

batang melalui penghambatan biosintesis giberelin (Wattimena, 1988). Perlakuan retardan (paclobutrazol) pada bunga matahari telah dilaporkan oleh Rani (2006) untuk produksi tanaman hias pot dengan dosis yang optimal sebesar 4 mg/tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan batang sebesar 47.6%. Selain dapat mengendalikan pertumbuhan tinggi tanaman, retardan juga diduga dapat mempengaruhi kualitas pasca panen bunga potong. Sankhla dan Mackay (2006) menggunakan retardan dengan merek dagang PROHEX-Ca untuk meningkatkan kualitas pasca panen dan umur keragaan mahkota bunga Phlox paniculata.

Berdasarkan penelitian tersebut komposisi GA+ PROHEX-Ca + SUC mampu memperpanjang kualitas dan umur keragaan dari mahkota bunga Phlox paniculata

dengan menghambat perkembangan warna mahkota bunga.

Memotong bagian bunga dari tanaman induknya dapat mengakibatkan berkurangnya umur dari bunga tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan suatu metode yang dapat mempertahankan kualitas bunga agar konsumen dapat menikmati bunga potong dalam keadaan tetap segar setelah dipanen. Murtiningsih et al

(2000) menyatakan bahwa daya simpan bunga potong sangat dipengaruhi oleh penanganan pasca panen, pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan.

Salah satu cara penanganan pascapanen untuk memperpanjang kesegaran dan ketahanan simpan bunga potong adalah dengan melakukan pulsing. Yulianingsih et al. (2006) menyatakan bahwa pulsing merupakan proses perendaman tangkai bunga segera setelah panen dalam larutan yang berfungsi sebagai penyegar dengan selang waktu 2-24 jam. Penggunaan larutan pulsing

yang berfungsi sebagai larutan penyegar merupakan salah satu upaya untuk memperpanjang masa kesegaran bunga potong. Larutan penyegar bunga potong umumnya mengandung karbohidrat sebagai sumber energi, yang kemudian dikombinasikan dengan germisida dan asam sitrat.

Material lainnya yang dapat digunakan sebagai larutan pulsing adalah

asam salisilat. Ramadiana (2008) dalam penelitiannya menggunakan asam salisilat 150 ppm sebagai campuran dalam larutan pulsing untuk memperpanjang


(15)

Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan perkembangan bunga matahari di lapang serta kualitas pasca panen bunga matahari.

2. Untuk memperoleh komposisi larutan pulsing yang tepat dalam

memperpanjang masa kesegaran bunga matahari sebagai bunga potong.

Hipotesis

1. Pemberian paclobutrazol akan menghambat pertumbuhan, mempercepat pembungaan serta memperkecil ukuran bunga matahari.

2. Paclobutrazol dapat memperpanjang vaselife bunga matahari.

3. Komposisi larutan pulsing tertentu dapat memperpanjang vaselife bunga matahari.

4. Terdapat interaksi antara pengaruh pemberian paclobutrazol dengan penggunaan larutan pulsing yang tepat untuk memperpanjang kesegaran


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Botani Bunga Matahari

Menurut Kristio (2007) dalam taksonomi tumbuhan, bunga matahari dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Helianthus

Spesies : Helianthus annuus

Cobia (1978) menjelaskan bahwa bunga matahari merupakan tanaman asli Amerika Utara yang berasal dari negara bagian Kansas dan tumbuh liar di kawasan Amerika Serikat. Sebelum pertengahan abad ke-16, tanaman ini dibawa ke Spanyol hingga akhirnya tersebar melalui jalur perdagangan dunia, kemudian sampai ke Italia, Mesir, Afganistan, India, Cina serta Rusia. Bunga matahari digunakan oleh suku Indian sebagai bahan pangan sebelum jagung dibudidayakan. Selain itu, bunga matahari juga digunakan sebagai sebagai salah satu tanaman obat, pewarna alami, minyak pada saat upacara adat serta sebagai penanda waktu atau musim. Budidaya bunga matahari dimulai saat masa dunia baru yang kemudian dimanfaatkan sebagai bahan pangan tambahan. Setelah itu, bunga matahari mulai banyak digunakan sebagai tanaman penghias halaman.

Kristio (2007) mendeskripsikan bunga matahari sebagai bunga yang memiliki daun berwarna hijau berbentuk jantung, saling berhadapan dengan panjang 15 cm dan lebar 12 cm, merupakan daun tunggal. Ujung daunnya meruncing, sedangkan pangkal daunnya membelah. Tepi daunnya rata dan tulang daunnya menyirip. Tangkai daunnya yang panjang tersusun pada batang utama. Tumbuhan ini berbatang lunak (herbaceus) yang lunak dan berair. Batangnya berbentuk bulat dan tumbuh tegak lurus mencapai tinggi 1-3 meter. Batang utama tidak berkambium, kasar, dan berbulu. Bunga matahari berakar serabut serta memiliki epidermis berupa rambut-rambut akar. Bunganya berukuran besar


(17)

berbentuk cawan dengan mahkota seperti pita kuning di sepanjang tepi cawan. Di tengah cawan itu terdapat bunga-bunga kecil berbentuk tabung dengan warna coklat. Diameter bunganya sekitar 10-15 cm. Biji bunga matahari berasal dari bunga-bunga kecil yang dibuahi, berwarna hitam dengan garis-garis berwarna putih berkumpul di dalam cawan. Bila sudah matang, biji-biji ini mudah dilepaskan dari cawannya.

Budidaya Bunga Matahari

Tanaman bunga matahari tumbuh subur di daerah pegunungan, daerah yang memiliki kelembaban cukup dan banyak mendapatkan sinar matahari langsung. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah sampai dengan ketinggian 1000-1500 meter di atas permukaan laut (Kristio, 2007).

Cobia (1978) menjelaskan bahwa benih bunga matahari sangat sensitif terhadap garam. Oleh sebab itu pupuk Nitrogen (N) yang ditambahkan dengan Potasium (K2O) ataupun Fosfat (P2O5) harus dibatasi ketika harus diberikan, yaitu

sekitar 453.6 kg/ha. Selain itu hal penting lainnya yang perlu dipertimbangkan ketika menanam bunga matahari adalah kelembaban lubang tanam untuk meletakkan benih, lubang tanam tidak boleh lebih dari 7.5 cm. Lubang tanam yang ideal bagi perkecambahan benih bunga matahari adalah 2.5-5 cm. Lubang tanam yang dangkal mengakibatkan suhu tanah yang rendah, kelembaban yang tinggi, tekstur tanah yang baik serta ukuran benih yang kecil. Benih bunga matahari dapat ditanam lebih dalam (7.5 cm) jika suhu tanah cukup tinggi, kelembaban rendah, tekstur tanah berpasir dan benih berukuran besar. Jarak tanam bunga matahari umumnya adalah 50 x 75 cm, namun pada jarak tanam 100 x 35 cm bunga matahari akan memberikan hasil yang baik. Populasi tanaman bunga matahari yang baik untuk produksi minyak adalah berkisar antara 32000 – 52000 tanaman/hektar, sedangkan populasi yang baik jika tidak untuk memproduksi minyak adalah berkisar antara 26000 – 38000 tanaman/hektar. Pemanenan dapat dilakukan setelah bunga matahari berumur 120 hari setelah tanam atau 30 - 45 hari setelah pembungaan berlangsung.


(18)

Paclobutrazol

Zat penghambat tumbuh mempunyai efek biologis lain disamping memperlambat pemanjangan batang. Daun-daun dari tanaman yang diberikan zat penghambat pertumbuhan berwarna hijau tua jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberikan zat tersebut. Zat penghambat tumbuh juga mendorong pembungaan pada beberapa tanaman tertentu. Pengaruh fisiologis dari zat penghambat tumbuh antara lain adalah : menghambat elongasi sel pada sub apikal meristem, memperpendek ruas tanaman, mempertebal batang, mencegah kerebahan, menghambat etiolasi, mempertinggi perakaran stek, menghambat

senescence, memperpanjang masa simpan, meningkatkan pembuahan serta membantu perkecambahan dan pertunasan (Wattimena, 1988).

Salah satu jenis zat penghambat tumbuh yang umum digunakan pada tanaman adalah paclobutrazol. Rimando (2003) mengemukakan bahwa paclobutrazol merupakan salah satu bahan kimia yang menghambat perpanjangan sel tanpa membatasi fungsi dari meristem apikal ataupun menyebabkan perubahan dari bagian tanaman yang lain. USDOE (2000) dalam Rani (2006) menambahkan, paclobutrazol merupakan zat pengatur tumbuh yang bekerja melalui xylem dan menghambat pertumbuhan vegetatif dengan menghambat biosintesis giberelin.

Berdasarkan penelitian Rani (2006), paclobutrazol dengan konsentrasi yang optimum dapat memberikan pengendalian tanaman bunga matahari yang optimum, yaitu 4 mg/tanaman untuk kultivar „Hallo‟ dan 2 mg/tanaman untuk kultivar „Teddy Bear‟ dengan persentase pengendalian masing-masing kultivar secara berturut-turut adalah sebesar 47.6% dan 13.0%.

Pulsing

Pengawetan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memperpanjang kesegaran bunga potong. Tiga hal yang dilakukan berkenaan dengan pengawetan, yaitu, menambahkan nutrisi, menurunkan pH air sehingga kondisi masam, dan menghambat perkembangan jasad renik pembusuk (Amiarsi

et al., 2002). Prabawati et al. (2002) menjelaskan bahwa, pulsing merupakan perlakuan pengawetan bunga segera setelah panen untuk memberi bekal sumber nutrisi pada bunga dan melindungi tangkai bunga dari serangan mikroorganisme


(19)

penyebab penyumbatan pembuluh pada tangkai bunga. Komposisi pulsing

umumnya terdiri atas sumber karbohidrat, germisida, dan asam yang dapat diperkaya dengan senyawa antagonis etilen.

Yulianingsih (2000) mengungkapkan bahwa penggunaan larutan perendam tidak hanya mencukupi kebutuhan air dari bunga potong, tetapi juga karbohidrat yang diperlukan untuk aktivitas hidup bunga potong selama dalam peragaan. Kandungan sukrosa yang cukup tinggi dalam larutan perendam memungkinkan ketersediaan karbohidrat yang cukup banyak untuk aktivitas bunga potong, sehingga masa kesegarannya dapat lebih lama dipertahankan dan persentase kuncup yang mekar dapat lebih banyak.

Sukrosa banyak ditambahkan ke dalam zat pengawet yang pengaruhnya sama efektifnya seperti flukosa dan fruktosa (Amiarsi, 2002). Berdasarkan penelitian Murtiningsih et al. (2000), penambahan gula 15% kedalam larutan pulsing dapat menambah jumlah bunga mekar dan memperpanjang ketahanan

simpannya.

Asam Salisilat

Asam salisilat memiliki rumus kimia C7H6O3. Asam salisilat biasanya

berbentuk jarum halus atau serbuk hablur putih, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintesis warna putih dan tidak berbau, jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol. Sifat asam salisilat yaitu sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih dimana titik didih asam salisilat adalah 280oC dengan densitas 25oC pada 1.84 kg/L (Depkes RI, 1995)

Asam salisilat memegang peran penting dalam Ketahanan Sistemik Terinduksi (KST). Beberapa produk dari gen KST mempunyai sifat antimikrobia atau dapat dimasukkan ke dalam kelas protein anti mikrobia. Protein itu antara lain berupa b,1-3, Glukanase, kitinase, thaumatin, dan protein PR-1 (Kessman et al., 1994).

Dalam aplikasinya bagi tanaman hias khususnya bunga potong, asam salisilat dapat digunakan sebagai bahan larutan perendam (pulsing) untuk


(20)

memperpanjang masa keragaan bunga potong. Dalam penelitiannya Ramadiana (2008) menggunakan 150 ppm asam salisilat yang dilarutkan dengan aquades dan 3% sukrosa untuk memperpanjang masa kesegaran bunga anggrek vanda (Vanda teres) selama 10 hari dengan persentase kesegaran sebesar 58.6%.


(21)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret 2011 hingga Juli 2011 berlokasi di Green House Kebun Percobaan Cikabayan dan di Laboratorium

Produksi dan Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih bunga matahari aksesi Jepang. Retardan yang digunakan adalah paclobutrazol dengan merek dagang Patrol yang memiliki konsentrasi bahan aktif paclobutrazol sebesar 250 g.L-1 (250000 mg.L-1 = 250000 ppm). Benih bunga matahari disemai dalam kertas

tissue lembab. Setelah calon akar muncul dari benih atau ketika kecambah bunga

matahari berumur satu minggu, kecambah dipindahkan ke dalam polybag 30 x 30 cm dengan media campuran pupuk kandang : tanah : sekam dengan perbandingan 2 : 2 : 1 (v/v). Pada saat transplanting, tiap tanaman diberikan pupuk dasar NPK Mutiara sebanyak 2 g/polybag. Bahan yang dibutuhkan selama proses penanganan pasca panen bunga matahari sebagai bunga potong adalah bunga hasil panen yang telah diseleksi serta terlihat segar, sehat dan seragam dengan panjang tangkai bunga sekitar 50 cm diukur dari ujung tangkai ke kelopak bunga. Bahan larutan

pulsing yang digunakan adalah aquades, gula pasir, dan asam salisilat.

Alat yang digunakan selama berlangsungnya penelitian ini adalah polybag dengan diameter 30 cm, ember, gembor, gelas plastik, botol, cutter, corong, gelas piala, gelas ukur, sudip, kertas pH meter, timbangan, kamera, penggaris, pipet, kertas tissue, plastik, karet, dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor yaitu pemberian paclobutrazol dan komposisi larutan


(22)

terdiri dari dua taraf yaitu P0 : tanpa pemberian paclobutrazol dan P1 : dengan pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi 10 mg/L atau setara dengan 10 ppm. Faktor kedua yang menjadi perlakuan adalah jenis komposisi larutan pulsing, dimana terdapat tiga taraf yaitu :

R0 : aquades

R1 : aquades + 5% gula pasir

R2 : aquades + 5% gula pasir + 150 ppm asam salisilat

Dengan rancangan perlakuan di atas terdapat 6 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 5 ulangan, sehingga terdapat sebanyak 30 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari satu tanaman. Model statistik yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman di lapangan adalah:

Yijk = μ + αi+ βj + εij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan (respon) perlakuan pada perlakuan paclobutrazol ke-i

ulangan ke-j

μ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan paclobutrazol pada taraf ke-i

βj = Pengaruh ulangan/kelompok ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan paclobutrazol i ulangan

ke-j

Data pertumbuhan dan perkembangan di lapang dianalisis dengan menggunakan uji t-student pada selang kepercayaan 5% dan 1%.

Model statistik untuk pengamatan pasca panen adalah: Yijk= μ + αi+ βj+ (αβ)ij+ ρk + εijk

Keterangan:

Yijk =Nilai pengamatan (respon) perlakuan pada perlakuan paclobutrazol ke-i

dan komposisi larutan pulsing ke-j μ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan paclobutrazol pada taraf ke-i


(23)

(αβ)ij = Komponen interaksi perlakuan paclobutrazol pada taraf ke-i dengan

komposisi pulsing pada taraf ke-j

ρk = Pengaruh kelompok atau ulangan ke-k

εijk = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan paclobutrazol ke-i dengan

komposisi larutan pulsing taraf ke-j, dan ulangan ke-k

Data diuji dengan analisis uji-F pada selang kepercayaan 5% dan 1% dengan menggunakan piranti lunak SAS (Statistical Analytic System). Pengujian kemudian dilanjutkan dengan menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5% dan 1%.

Pelaksanaan

Tahapan penelitian ini dimulai dengan persiapan berbagai alat-alat dan bahan yang akan digunakan dalam penanaman bunga matahari. Benih bunga matahari disemai dalam kertas tissue lembab. Setelah akar muncul atau saat kecambah berumur satu minggu, kecambah dipindahkan ke dalam polybag berdiameter 30 cm dengan media jadi campuran media pupuk kandang : tanah : sekam. Bibit bunga matahari kemudian diletakkan di rumah kaca. Pada saat

transplanting, tiap tanaman diberikan pupuk dasar NPK Mutiara sebanyak 2

g/polybag.

Aplikasi paclobutrazol dilakukan dengan cara disiramkan ke media tanam (soil drenching) dengan konsentrasi 10 ppm. Tiap polybag diaplikasikan

paclobutrazol dengan volume siram 200 ml/pot. Aplikasi ini dilakukan satu kali yaitu pada saat tanaman berumur satu bulan setelah transplanting.

Pembuatan larutan paclobutrazol diawali dengan pengambilan Patrol yang memiliki konsentrasi 250000 ppm untuk dibuat larutan stok paclobutrazol dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 14000 ml dengan cara :

V1 x M1 = V2 x M2

Vpatrol x 250000 mg/L = 14000 mL x 10 mg/L Vpatrol = 0,56 ml

Ditambahkan Patrol sebanyak 0,56 ml ke dalam 13999,44 ml aquades untuk mendapatkan 14000 mL larutan paclobutrazol dengan konsentrasi 10 ppm yang diaplikasikan pada tanaman bunga matahari. Paclobutrazol kemudian


(24)

diaplikasikan satu kali yaitu pada saat tanaman berumur empat minggu setelah

transplanting.

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman dan pemupukan. Pemupukan dilakukan setiap dua minggu sekali menggunakan pupuk NPK Mutiara dengan konsentrasi 2 g/L dan pupuk cair dengan konsentrasi 2 ml/L, serta volume semprot 200 ml/polybag secara bergantian. Selain pemupukan, dilakukan juga pengendalian gulma yang dilakukan secara manual dengan membuang gulma yang mengganggu serta penyiraman.

Pemanenan bunga matahari dilakuan saat mahkota bunga matahari ada pada stadia 75% mekar. Pemanenan dapat dilakukan pada saat yang tidak bersamaan, namun berada pada stadia yang sama. Ukuran panjang tangkai bunga matahari saat dilakukan pemanenan adalah 50 cm. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan cutter untuk memotong tangkai bunga matahari.

Perlakuan pasca panen dilakukan dengan segera setelah bunga matahari dipanen. Pembuatan komposisi larutan pulsing dilakukan beberapa jam sebelum

perlakuan. Larutan pulsing yang sudah jadi sebanyak 300 ml dimasukkan ke dalam wadah botol sauce ABC bervolume 500 ml yang telah diberi label untuk masing-masing perlakuan. Setelah bunga matahari dimasukkan ke dalam wadah berdasarkan masing-masing perlakuan yang telah disebutkan, wadah tersebut kemudian kembali ditutup dengan plastik, agar larutan pulsing tidak terkontaminasi dengan udara luar. Setelah dilakukan perendaman pada larutan pulsing pada komposisi tertentu selama 24 jam, bunga matahari kemudian dipindahkan ke dalam botol peraga berisi air aquades sebanyak 300 ml untuk diamati keragaannya pada suhu ruang. Penelitian diakhiri setelah terlihat adanya diskolorasi/pencokelatan pada mahkota bunga matahari sebesar 50%.

Pengamatan

Pengamatan yang akan dilakukan selama penelitian ini dilakukan di lapang dan di laboratorium produksi dan pasca panen. Adapun pengamatan-pengamatan yang dilakukan pada saat di lapang adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah ruas, jumlah daun, jumlah bunga, jumlah cabang, jumlah buku pada batang utama, serta diameter bunga utama. Pengamatan saat dilakukan


(25)

penanganan pasca panen bunga matahari adalah pengamatan terhadap mutu fisik bunga yang meliputi jumlah larutan terserap (ml), jumlah mahkota segar dan masa peragaan bunga matahari (hari), pengamatan ini dihitung mulai peragaan hingga terlihat adanya pencokelatan pada mahkota bunga dengan persentase 50%.

Pengamatan di Lapang

1. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari buku pertama batang hingga titik tumbuh tanaman. Pengamatan dilakukan tiap minggu, dimulai satu minggu setelah pengaplikasian paclobutrazol.

2. Diameter batang (mm)

Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan meteran pada batang ruas pertama, pengamatan dilakukan setiap minggu setelah dilakukan pengaplikasian paclobutrazol.

3. Jumlah ruas

Pengamatan jumlah ruas dilakukan pada saat satu minggu setelah pengaplikasian paclobutrazol dengan menghitung jumlah ruas pada batang utama yang dimilliki masing-masing tanaman.

4. Jumlah daun

Jumlah daun dihitung setiap minggu sejak diaplikasikannya paclobutrazol. Daun yang dihitung adalah daun yang masih segar dan tidak layu atau kuning. 5. Jumlah cabang

Pengamatan terhadap jumlah cabang pada batang utama dilakukan saat cabang minimal sudah memiliki empat helai daun dan bakal bunga sekunder. 6. Jumlah buku pada batang utama

Jumlah buku pada batang utama diamati setiap minggu pada masing-masing tanaman bunga matahari setelah pengaplikasian paclobutrazol.

7. Diameter bunga utama (mm)

Pengukuran diameter bunga dilakukan saat bunga telah membuka sempurna atau telah mekar penuh. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris.


(26)

Pengamatan di Laboratorium Produksi dan Pasca Panen

1. Jumlah larutan terserap (ml/tangkai)

Jumlah larutan terserap diukur pada waktu sebelum dan sesudah perendaman dengan larutan pulsing dengan mengukur larutan pada gelas ukur kemudian menghitung selisihnya.

2. Jumlah mahkota segar

Jumlah mahkota segar dihitung dengan cara menghitung mahkota segar dalam satu bunga matahari yang diamati.

3. Masa peragaan bunga (hari)

Bunga matahari yang telah direndam dalam larutan pulsing selama 24 jam kemudian dipindahkan ke dalam larutan air suling (aquades). Setelah dipindahkan ke dalam larutan aquades, bunga matahari diamati hingga terlihat persentase kecokelatan braktea lebih dari 50%.


(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yang berbeda, yaitu di Green House Kebun Percobaan Cikbayan dan Laboratorium Produksi dan Pasca Panen

Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Green House Kebun Percobaan Cikabayan terletak pada ketinggian sekitar 250 m di atas permukaan laut. Suhu rata-rata di dalam rumah kaca pada pagi hingga siang hari berkisar antara 28-40 oC sedangkan kelembabannya bekisar antara 54.5 - 65%.

Proses penanaman bunga matahari dimulai dengan menyemai benih bunga matahari pada media tissue, kemudian bibit bunga matahari yang sudah berumur satu minggu dipindahkan ke dalam polybag berdiameter 30 cm. Tanaman disusun berbaris secara selang-seling antara yang mendapat perlakuan paclobutrazol dengan tanaman kontrol.

Secara umum seluruh tanaman bunga matahari tumbuh dengan baik, walaupun beberapa tanaman terserang hama belalang pada saat berumur 4 MSP dan kutu putih saat tanaman berumur 8 MSP. Serangan belalang tidak terlalu mengganggu karena dengan sekali penyemperotan insektisida saja sudah dapat teratasi dan tanaman kembali tumbuh normal, namun serangan kutu putih saat tanaman berumur 8 MSP cukup mengkhawatirkan, karena hampir 35% tanaman bunga matahari mati akibat serangan hama tersebut. Penanggulangan hama kutu putih dilakukan dengan pemberian deterjen yang dilarutkan ke dalam air dengan konsentarsi sebesar 5% (w/v). Larutan ini kemudian disemprotkan ke bagian tanaman yang terkena serangan kutu putih seminggu sekali.

Aplikasi paclobutrazol dilakukan setelah 4 minggu setelah transplanting

dengan konsentrasi paclobutrazol sebesar 10 ppm. Paclobutrazol diberikan dengan menyiramkan larutan paclobutrazol 10 ppm pada media tanam di masing-masing polybag, dengan volume siram 200 ml/polybag. Aplikasi pacobutrazol dilakukan hanya satu kali, dengan harapan reduksi pertumbuhan tanaman yang diberi paclobutrazol 10 ppm sebesar 30% dibandingkan dengan tanaman kontrol.


(28)

Tanaman bunga matahari yang dapat bertahan hidup hingga akhir penelitian berjumlah 46 tanaman bunga matahari dari total 70 tanaman bunga matahari yang ditanam. Sebagian tanaman merana karena serangan hama kutu putih. Hama kutu putih lebih banyak menyerang tanaman yang diberi paclobutrazol dibandingkan dengan tanaman kontrol. Secara umum, tanaman yang diberi perlakuan paclobutrazol terlihat lebih pendek dibandingkan dengan tanaman kontrol.

Tanaman bunga matahari kemudian dipanen bunganya setelah mahkotanya mencapai stadia 75% mekar penuh, panjang tangkai bunga matahari yang dapat dipanen berukuran 50 cm. Pemanenan dilakukan sore hari sekitar pukul 16.00-18.00. Setelah dilakukan pemanenan, tangkai bunga matahari direndam dengan menggunakan komposisi larutan pulsing sesuai dengan

perlakuan di Laboratorium Produksi dan Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman di Rumah Kaca

Tinggi Tanaman. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa pertumbuhan tinggi tanaman bunga matahari mengalami peningkatan selama dilakukannya pengamatan 10 Minggu Setelah Perlakuan (MSP) paclobutrazol 10 ppm. Perlakuan pacobutrazol berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman bunga matahari.

Tabel 1. Tinggi Tanaman Bunga Matahari pada Perlakuan Paclobutrazol

Perlakuan

Minggu Setelah Perlakuan (MSP)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ….………..………...cm... P0 35.6 42.2 49.2 59.6 65.2 73.2 89.5 104 119.6 132.9 P1 23.6 29.6 33.6 40.6 45.9 51.2 63.8 73.7 86.8 92 Uji t student ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Keterangan : P0 : Tanaman kontrol

P1 : Tanaman bunga matahari dengan aplikasi 10 ppm paclobutrazol **) : Berbeda nyata pada taraf 1%

Pada 1 MSP hingga 10 MSP terlihat perbedaan yang sangat nyata pada tinggi tanaman bunga matahari. Tanaman bunga matahari yang diberi


(29)

paclobutrazol memilliki tinggi yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman kontrol. Berdasarkan Tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa pertambahan tinggi paling rendah pada tanaman bunga matahari yang diberi aplikasi paclobutrazol sebesar 4.07 cm terjadi saat tanaman berumur 3 MSP dan pertambahan tinggi tanaman yang paling tinggi yaitu 12.88 cm terjadi saat umur tanaman 9 MSP. Pertambahan tinggi pada tanaman kontrol dengan nilai terkecil terjadi saat tanaman berumur 5 MSP yaitu sebesar 5.63 cm, sedangkan pertambahan tinggi terbesar yaitu 16.27 cm yang terjadi saat tanaman berumur 7 MSP.

Paclobutrazol mampu mereduksi pertumbuhan tinggi tanaman bunga matahari rata-rata sebesar 31.3% pada setiap minggunya jika dibandingkan dengan tanaman kontrol. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Whipker dan McCall (2000) yang menyatakan bahwa pengaplikasian paclobutrazol pada

Helianthus annus dengan metode siram ke media dengan dosis 2 mg/tanaman dan

4 mg/tanaman mampu menghasilkan tanaman yang 24% dan 33% lebih pendek pendek dibandingkan dengan tanaman kontrol. Santiasrini (2009) mengemukakan bahwa pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi yang semakin tinggi akan menyebabkan tinggi tanaman semakin rendah.

Gambar 2. Penampilan tanaman bunga matahari hasil penelitian. A : Tanaman kontrol; B : Tanaman yang diberi perlakuan 10 ppm paclobutrazol pada 8 MSA.


(30)

Diameter Batang. Pengamatan berikutnya adalah diameter batang tanaman bunga matahari. Berbeda dengan tinggi tanaman, hasil uji t student

terhadap diameter batang tanaman bunga matahari menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata sejak tanaman berumur 1 MSP hingga tanaman berumur 10 MSP.

Tabel 2. Diameter Batang Tanaman Bunga Matahari pada Perlakuan Paclobutrazol

Perlakuan

Minggu Setelah Perlakuan (MSP)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

……….………cm………….……….

P0 0.8 0.9 0.9 1.1 1.1t 1.1 1.2 1.3 1.4 1.3 P1 0.7 0.9 1.0 1.1 1.1 1.2 1.2 1.3 1.4 1.3 Uji t

student tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn

Keterangan : P0 : Tanaman kontrol

P1 : Tanaman bunga matahari dengan aplikasi 10 ppm paclobutrazol tn) : Tidak berbeda nyata

Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa tidak terjadi peningkatan yang signifikan terhadap ukuran diameter batang pada tanaman bunga matahari, baik pada tanaman yang diberikan aplikasi paclobutrazol maupun tanaman kontrol. Rata-rata pertumbuhan diameter batang tanaman bunga matahari setiap minggunya berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 2 adalah sebesar 0.06 cm/minggu.

Hasil penelitian di atas berbeda dengan hasil penelitian yang diperoleh Rani (2006), dimana tanaman bunga matahari yang diaplikasikan paclobutrazol memiliki diameter batang yang 0.9 - 9.6 mm lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi perlakuan. Peningkatan diameter batang karena perlakuan retardan bisa saja terjadi, karena menurut Wattimena (1988) salah satu pengaruh fisiologis dari retardan adalah mempertebal batang. Cathey (1975) juga menyatakan bahwa zat penghambat tumbuh dapat menghambat biosintesis giberelin dan mempertebal batang. Penebalan batang disebabkan karena produksi sel di dalam kambium distimulir dan terjadi peningkatan volume dari sel parenkim di daerah korteks.

Jumlah Daun. Pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi 10 ppm hanya berpengaruh sangat nyata pada peubah jumlah daun tanaman bunga


(31)

matahari saat berumur 1 MSP. Pada saat tanaman bunga matahari berumur 2 MSP hingga 10 MSP pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi 10 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman bunga matahari.

Tabel 3. Jumlah Daun pada Batang Utama Tanaman Bunga Matahari pada Perlakuan Paclobutrazol

Perlakuan

Minggu Setelah Perlakuan (MSP)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

…………....………helai……….

P0 17.2 19.9 21.0 23.8 23.9 24.7 27.9 28.7 28.5 28.2 P1 16.1 19.6 21.8 24.0 24.7 23.9 26.7 27.0 26.2 23.7 Uji t student ** tn tn tn tn tn tn tn tn tn

Keterangan : P0 : Tanaman kontrol

P1 : Tanaman bunga matahari dengan aplikasi 10 ppm paclobutrazol tn) : Tidak berbeda nyata

**) : Berbeda nyata pada taraf 1%

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 3, terjadi fluktuasi jumlah daun dari minggu ke minggu baik pada tanaman bunga matahari yang diberi aplikasi paclobutrazol maupun pada tanaman kontrol. Pada tanaman kontrol rata-rata jumlah daun berkurang saat dilakukan penngamatan minggu ke-9 dan ke-10, sedangkan pada tanaman yang diberi aplikasi paclobutrazol jumlah daun berkurang saat tanaman berumur 6 MSP, 9 MSP dan 10 MSP. Penurunan jumlah daun pada kedua perlakuan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya akibat daun yang layu mengering kemudian gugur, serta akibat telah dilakukannya pemanenan terhadap tanaman bunga matahari sehingga kemungkinan rata-rata diperoleh dari tanaman yang jumlah daunnya lebih sedikit. Berdasarkan rata-rata jumlah daun pada tabel 2 tersebut, penurunan jumlah daun pada tanaman bunga matahari yang diberi aplikasi paclobutrazol lebih besar jika dibandingkan dengan tanaman kontrol, hal ini dikarenakan pada tanaman bunga matahari yang diberikan aplikasi paclobutrazol lebih banyak yang terserang kutu putih jika dibandingkan dengan tanaman kontrol.

Rata-rata jumlah daun pada tanaman bunga matahari berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa tanaman bunga matahari yang diberi aplikasi paclobutrazol memiliki jumlah daun yang lebih sedikit yaitu sebanyak 23.35 helai, sedangkan jumlah daun pada tanaman kontrol sebanyak


(32)

24.39 helai, meskipun dari hasil uji t student yang telah dilakukan paclobutrazol tidak berpengaruh berpengaruh terhadap jumlah daun saat tanaman tanaman berumur 2 MSP hingga 10 MSP.

Hasil penelitian Rani (2006) terhadap tanaman bunga matahari menunjukkan bahwa secara statistik jumlah daun pada tanaman bunga matahari yang diberi perlakuan paclobutrazol dan tanaman kontrol tidak berbeda nyata. Hasil tersebut sesuai dengan apa yang dinyatakan Khrisnamoorthy (1981), bahwa efek fisiologis retardan yaitu menghambat pemanjangan sel-sel di meristem sub apikal sedangkan pertumbuhan daun terletak pada meristem apikal sehingga jumlah daun tidak terpengaruh oleh pemberian paclobutrazol.

Jumlah Ruas. Pengamatan terhadap jumlah ruas tanaman bunga matahari dilakukan pada batang utama. Hasil pengamatan jumlah ruas pada batang utama antara tanaman bunga matahari yang diberi paclobutrazol dengan tanaman kontrol berbeda sangat nyata seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Ruas pada Batang Utama Tanaman Bunga Matahari pada Perlakuan Paclobutrazol

Perlakuan

Minggu Setelah Perlakuan (MSP)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ..………..…...…ruas……..………. P0 8.6 11.3 14 17.7 19.8 23.2 29 31.1 33 34.8 P1 6.8 9 10.7 14.9 17.7 19.7 25.3 27.8 30.3 31.3 Uji t student ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Keterangan : P0 : Tanaman kontrol

P1 : Tanaman bunga matahari dengan aplikasi 10 ppm paclobutrazol **) : Berbeda nyata pada taraf 1%

Jumlah ruas pada batang utama antara dua perlakuan tanaman bunga matahari terlihat meningkat dari minggu ke minggu seiring dengan bertambahnya tinggi tanaman. Pada minggu ke-7 setelah perlakuan paclobutrazol tanaman bunga matahari mengalami pertumbuhan ruas yang cukup signifikan dibandingkan dengan minggu-minggu lainnya selama pengamatan baik pada tanaman kontrol maupun pada tanaman yang diberi aplikasi paclobutrazol, namun demikian pertumbuhan penambahan jumlah ruas pada tanaman kontrol masih lebih besar jika dibandingkan dengan tanaman yan diberi aplikasi paclobutrazol 10 ppm.


(33)

Pertambahan ruas pada batang utama tanaman bunga matahari kontrol saat berumur 7 MSP adalah sebesar 5.8 ruas, sedangkan pada tanaman bunga matahari yang diberi aplikasi pacobutrazol sebesar 5.6 ruas.

Reduksi jumlah ruas terbesar pada batang utama tanaman bunga matahari dengan aplikasi paclobutrazol terjadi pada saat tanaman berumur 3 MSP dengan persentase penurunan jumlah ruas sebesar 23.8%, sedangkan reduksi jumlah ruas yang terendah terjadi pada saat tanaman berumur 9 MSP yaitu sebesar 8.16%, dengan rata-rata persentase penurunan jumlah ruas pada batang utama selama 10 minggu pengamatan setelah perlakuan paclobutrazol sebesar 15.0%.

Jumlah Buku. Buku yang diamati pada tanaman bunga matahari dalam penelitian ini adalah tempat keluarnya daun pada batang utama. Berdasarkan hasil uji t-student pada taraf 5% yang diperlihatkan pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa

jumlah buku pada batang utama pada pemberian paclobutrazol sebesar 10 ppm pada tanaman bunga matahari berbeda nyata dengan tanaman kontrol. Berbanding lurus dengan jumlah ruas, jumlah buku pada batang utama tanaman bunga matahari juga meningkat dari minggu ke minggu.

Tabel 5. Jumlah Buku pada Batang Utama Tanaman Bunga Matahari pada Perlakuan Paclobutrazol

Perlakuan

Minggu Setelah Perlakuan (MSP)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

…….………buku……….

P0 8.8 11.9 14.7 18 20.1 23.5 28.9 31.2 32.5 34.4 P1 7.5 9.9 11.7 15.5 18.1 20.1 25.9 28.1 30.3 31 Uji t student ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Keterangan : P0 : Tanaman kontrol

P1 : Tanaman bunga matahari dengan aplikasi 10 ppm paclobutrazol **) : Berbeda nyata pada taraf 1%

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan buku pada batang utama tanaman bunga matahari yang diberi aplikasi paclobutrazol 10 ppm lebih rendah dibandingkan dengan tanaman kontrol, yaitu sebesar 2.3 buku/minggu, sedangkan rata-rata pertumbuhan buku pada batang utama tanaman kontrol sebesar 2.5 buku/minggu. Pertumbuhan jumlah buku terbanyak terjadi


(34)

pada saat tanaman bunga matahari berumur 7 MSP, baik pada tanaman yang diberi aplikasi paclobutrazol maupun pada tanaman kontrol. Pertumbuhan jumlah buku pada batang utama tanaman bunga matahari yang diberi aplikasi paclobutrazol saat 7 MSP adalah sebanyak 5.7 buku, sedangkan pada tanaman kontrol pertumbuhan jumlah buku saat berumur 7 MSP adalah sebanyak 5.4 buku. Pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi 10 ppm juga mampu mereduksi jumlah buku pada batang utama tanaman bunga matahari rata-rata sebesar 12.8% dibandingkan dengan tanaman kontrol. Reduksi jumlah buku terbesar terjadi pada saat tanaman bunga matahari berumur 3 MSP, dengan persentase reduksi jumlah buku pada batang utama sebesar 20.2%.

Jumlah Cabang. Pengamatan jumlah cabang terhadap tanaman bunga matahari dilakukan pada saat cabang pada tanaman bunga matahari minimal sudah memilliki empat daun dan terdapat kuncup bunga di bagian tengahnya. Cabang tanaman bunga matahari muncul saat tanaman telah berumur 6 MSP.

Tabel 6. Jumlah Cabang Tanaman Bunga Matahari pada Perlakuan Paclobutrazol

Keterangan : P0 : Tanaman kontrol

P1 : Tanaman bunga matahari dengan aplikasi 10 ppm paclobutrazol tn) : Tidak berbeda nyata

*) : Berbeda nyata pada taraf 5% **) : Berbeda nyata pada taraf 1%

Berdasarkan data pada Tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa pemberian paclobutrazol memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap tanaman bunga matahari kontrol pada peubah jumlah cabang saat tanaman berumur 6 MSP dan 7 MSP. Perbedaan yang nyata antara tanaman yang diberi aplikasi paclobutrazol dengan tanaman bunga matahari kontrol dapat terlihat berdasarkan data uji

t-student (Tabel 6) pada saat tanaman berumur 8 MSP, 9 MSP dan 11 MSP. Perlakuan

Minggu Setelah Perlakuan (MSP)

6 7 8 9 10 11

...………...cabang………. P0 0.1 2.8 4.7 5.3 5.2 4.6 P1 0 2.0 2.8 2.7 2.5 2.4 Uji t student tn tn * * ** *


(35)

Jumlah cabang tanaman bunga matahari dengan pemberian paclobutrazol 10 ppm berbeda sangat nyata dengan jumlah cabang pada tanaman kontrol terjadi pada saat tanaman berumur 10 MSP. Penurunan jumlah cabang tanaman bunga matahari yang terjadi pada saat tanaman bunga matahari berumur 10 MSP dan 11 MSP diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya karena adanya cabang yang terkena penyakit sehingga warnanya berubah kecokelatan kemudian mati selain itu jumlah cabang yang menurun diakibatkan pula oleh telah dilakukannya pemanenan pada beberapa tanaman.

Waktu Berbunga. Pengamatan terhadap waktu berbunga dilakukan pada saat tunas bunga muncul. Berdasarkan hasil analisis uji t-student yang disajikan

pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa waktu berbunga pada tanaman bunga matahari yang diberi paclobutrazol 10 ppm dengan tanaman kontrol tidak berbeda nyata.

Tabel 7. Waktu Berbunga Tanaman Bunga Matahari pada Perlakuan Paclobutrazol

Keterangan : tn) : Tidak berbeda nyata

Hasil penelitian Rosmanita (2008), menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi paclobutrazol dan jenis pupuk daun pada tanaman anggrek Dendrobium „Jiad Gold x Booncho Gold‟ belum dapat mempercepat

pembungaan. Lebih lanjut Menhennet (1979) menyatakan bahwa perlakuan zat pengatur tumbuh pada waktu dan konsentrasi yang tidak tepat akan menunda pembungaan hal ini disebabkan pembentukan beberapa zat yang diperlukan tanaman untuk pembentukan primordia bunga terhambat.

Krishnamoorthy (1981) juga menyatakan bahwa retardan merupakan senyawa kimia yang mempunyai efek fisiologis menghambat pemanjangan sel di meristem apikal, sedangkan jumlah daun, bunga dan buah tidak dipengaruhinya.

Perlakuan Waktu Berbunga ….MSP…. P0 (Tanaman kontrol) 8.16tn P1 (Tanaman dengan aplikasi 10 ppm paclobutrazol 8.14tn


(36)

Pengaruh retardan terhadap pembungaan merupakan pengaruh sekunder, sedangkan pengaruh primernya adalah penekanan pertumbuhan vegetatif.

Diameter Bunga Primer. Bunga primer yang diamati dalam penelitian ini merupakan bunga yang pertama kali muncul pada ujung meristem apikal batang utama tanaman bunga matahari. Diameter bunga primer pada tanaman bunga matahari dalam penelitian ini, diamati dengan menggunakan penggaris pada saat dilakukan pemanenan.

Tabel 8. Diameter Bunga Primer Tanaman Bunga Matahari pada Perlakuan Paclobutrazol

Perlakuan Diameter Bunga Primer ….cm….

P0 (Tanaman kontrol) 12.6tn P1 (Tanaman dengan aplikasi 10 ppm paclobutrazol 12.7tn

Keterangan : tn) : Tidak berbeda nyata

Berdasarkan data hasil uji t-student yang disajikan pada Tabel 8 di atas,

dapat diketahui bahwa pada tanaman bunga matahari yang diberikan paclobutrazol dengan konsentrasi 10 ppm tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol pada pengamatan diameter bunga primer. Pemberian paclobutrazol yang tidak berpengaruh terhadap diameter bunga primer tanaman bunga matahari sesuai dengan pernyataan Whipker dan Dasoju (1998), yang mengemukakan bahwa aplikasi paclobutrazol melalui daun pada konsentrasi 5 – 80 ppm tidak mempengaruhi diameter bunga matahari. Hal yang sama juga ditemukan Rani (2006), dimana perlakuan paclobutrazol tidak berpengaruh secara nyta terhadap diameter mahkota bunga matahari pada kultivar „Hallo‟ dan ‟Teddy Bear‟.

Sebaliknya, menurut hasil penelitian Santiasrini (2009), cara aplikasi paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap diameter bunga gloksinia. Tanaman gloksinia dengan aplikasi penyemprotan pada daun memiliki diameter bunga sebesar 6.05 cm, lebih besar daripada tanaman dengan aplikasi penyiraman paclobutrazol pada media tanam yang memiliki diameter bunga berukuran 3.94 cm.


(37)

Pengamatan Pascapanen

Jumlah Mahkota Segar. Pengamatan terhadap jumlah mahkota segar pada bunga matahari dilakukan dengan cara menghitung jumlah mahkota segar pada bunga matahari selama dilakukan pengamatan. Kriteria bunga segar yang dihitung adalah bunga yang sebagian besar mahkotanya terlihat berwarna kuning segar serta tidak terlihat layu.

Tabel 9. Pengaruh Komposisi Larutan Pulsing dan Pemberian

Paclobutrazol 10 ppm terhadap Jumlah Mahkota Segar

Perlakuan

Hari Setelah Perlakuan (HSP)

0 1 3 5 7

Helai Perlakuan di lapang :

P0 : Tanpa paclobutrazol 22.5a 22.5a 21.9a 9.3a 4.5b P1 : Dengan paclobutrazol 10

ppm 22.9a 22.9a 22.9a 14.9a 10.7a Komposisi Larutan Pulsing :

R0 : Aquades 21.9a 22.1a 22.1a 12.2ab R1 : Aquades + 5% Larutan

Gula 22.7a 22.7a 22.7a 8.3b R2 : Aquades + 5% Larutan

Gula + 150 ppm Asam Salisilat 23.4a 23.4a 22.5a 16.2a 8.6b

Interaksi tn tn tn * **

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1 dan 5%.

tn) : Tidak berbeda nyata

*) : Berbeda nyata pada taraf 5% **) : Berbeda nyata pada taraf 1%

Berdasarkan data hasil uji statistik yang ditampilkan pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah mahkota bunga matahari segar pada tanaman yang diberi paclobutrazol 10 ppm saat di rumah kaca lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata jumlah mahkota bunga matahari segar pada tanaman yang tidak mendapat perlakuan paclobutrazol 10 ppm. Rata-rata jumlah mahkota bunga matahari saat berumur 0 HSP hingga 5 HSP tidak berbeda nyata antara tanaman yang diberi paclobutrazol 10 ppm saat di rumah kaca dengan tanaman kontrol, namun rata-rata jumlah mahkota bunga matahari segar hanya berbeda sangat nyata saat dilakukan pengamatan di hari ke tujuh setelah perendaman. Pengaruh


(38)

paclobutazol 10 ppm yang mampu menekan rata-rata jumlah mahkota layu pada penelitian ini sejalan dengan pernyataan Wattimena (1988) yang menyatakan bahwa salah satu pengaruh fisiologis dari retardan adalah memperpanjang masa simpan.

Berdasarka hasil uji pengaruh komposisi larutan pulsing terhadap rata-rata jumlah mahkota bunga matahari segar dapat diketahui bahwa dari ketiga macam jenis komposisi larutan pulsing yang digunakan, komposisi larutan pulsing

berpengaruh sangat nyata hanya pada 7 HSP. Dari ketiga jenis larutan pulsing

yang digunakan, larutan pulsing dengan komposisi R2 (aquades + 5% larutan gula

+ 150 ppm asam salisilat) mempunyai rata-rata jumlah mahkota segar yang nyata lebih banyak dibandingkan dengan komposisi larutan pulsing lainnya hingga akhir

pengamatan.

Berdasarkan Tabel 9 juga dapat diketahui bahwa penurunan jumlah mahkota segar pada komposisi larutan pulsing R0 (aquades) dan R1 (aquades +

5% gula) cukup signifikan di hari ke-5 dan ke-7 setelah perendaman. Secara berturut-turut penurunan jumlah mahkota segar bunga matahari yang direndam dengan larutan pulsing R0 dan R1 adalah sebesar 44.8% dan 63.4%. Penurunan jumlah mahkota segar yang tidak terlalu signifikan berdasarkan Tabel 9 adalah dengan menggunakan larutan pulsing R2 (aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat) dengan persentase penurunan jumlah mahkota segar sebesar 28%. Meningkatnya masa kesegaran mahkota bunga pada R2 (aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat) disebabkan oleh adanya penambahan asam salisilat ke dalam larutan pulsing. Hasil ini didukung oleh penelitian Ramadiana (2008), dimana 150 ppm asam salisilat yang dilarutkan dengan aquades dan 3% sukrosa dapat memperpanjang masa kesegaran bunga anggrek vanda (Vanda teres) selama 10

hari dengan persentase kesegaran sebesar 58.6%. Asam salisilat berfungsi menurunkan pH larutan sehingga dapat menekan pertumbuhan mikroba dan juga dapat memperlancar penyerapan air oleh tangkai bunga untuk menjaga kesegaran bunga. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Conrado et al. (1980) yang

mengemukakan bahwa zat pengasam seperti asam sitrat digunakan untuk menurunkan pH larutan menjadi 3 - 4,5 sehingga dapat meningkatkan penyerapan larutan oleh bunga potong.


(39)

Gambar 2. Grafik Interaksi Perlakuan Paclobutrazol dengan Komposisi Larutan Pulsing terhadap Peubah Jumlah Mahkota Bunga Segar pada 5 Hari Setelah Perlakuan (HSP)

Gambar 3. Grafik Interaksi Perlakuan Paclobutrazol dengan Komposisi Larutan Pulsing terhadap Peubah Jumlah Mahkota Bunga

Segar pada 7 Hari Setelah Perlakuan (HSP)

Interaksi yang nyata antara perlakuan aplikasi paclobutrazol 10 ppm dengan jenis komposisi larutan pulsing terjadi saat tangkai bunga matahari berumur 5 HSP terhadap peubah jumlah mahkota segar bunga matahari. Pada 7 HSP pulsing, terjadi interaksi yang sangat nyata antara aplikasi paclobutrazol 10

ppm dengan jenis komposisi larutan pulsing berdasarkan peubah pengamatan

jumlah mahkota segar.

Berdasarkan Gambar 2 dan Gambar 3 yang menunjukkan grafik interaksi pemberian paclobutrazol dengan komposisi larutan pulsing terhadap pengamatan

jumlah mahkota bunga segar pada 5 dan 7 HSP, pemberian paclobutrazol baik dilakukan terhadap komposisi larutan pulsing R0 (aquades) dan R2 (aquades +


(40)

dilakukan terhadap komposisi larutan pulsing R1 (aquades + 5% gula), hal ini dikarenakan jumlah mahkota bunga segar pada tanaman bunga matahari yang diberi perlakuan paclobutrazol lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah mahkota bunga matahari segar pada tanaman bunga matahari kontrol.

Keragaan tangkai bunga matahari antara tanaman kontrol dengan tanaman yang diberi aplikasi 10 ppm paclobutrazol dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan gambar tersebut tanaman bunga matahari dengan aplikasi 10 ppm paclobutrazol mampu bertahan lebih lama dibandingkan dengan tanaman kontrol, sedangkan komposisi larutan pulsing terbaik yang dapat memperpanjang vaselife

bunga matahari adalah R2 (aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat) meskipun berdasarkan gambar tersebut terdapat satu ulangan (pencilan) dari komposisi larutan pulsing R0 yang mampu bertahan hingga hari ke 9 setelah

pengamatan.

Volume Larutan Terserap. Volume larutan terserap merupakan volume larutan pulsing yang terserap selama 24 jam perendaman ditambah dengan volume larutan holding (aquades) yang terserap sampai 7 HSP. Penghitungan volume larutan terserap dilakukan setiap dua hari sekali hingga terjadi pencokelatan pada 50% jumlah mahkota bunga matahari.

Penyerapan larutan dilakukan berhubungan dengan adanya transpirasi yang dilakukan oleh bunga. Transpirasi merupakan kehilangan air karena adanya penguapan dari jaringan bunga. Untuk mengatasi hal kehilangan air tersebut, dilakukan penyerapan air dari lingkungannya dalam hal ini wadah bunga yang berisi air (Nofriati, 2005).

Dari hasil uji statistik berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata pada 3 HSP dan pengaruh yang sangat nyata pada 7 HSP. Sedangkan pada saat tangkai bunga matahari berumur 1 HSP dan 5 HSP, pemberian paclobutrazol 10 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap volume larutan terserap. Berdasarkan Tabel 10 juga dapat diketahui bahwa pada tanaman bunga matahari tanpa pemberian paclobutrazol terjadi fluktuasi volume larutan terserap, sedangkan pada tanaman bunga matahari dengan aplikasi paclobutrazol 10 ppm volume larutan terserap semakin menurun.


(41)

Tabel 10. Pengaruh Komposisi Larutan Pulsing dan Pemberian

Paclobutrazol 10 ppm terhadap Volume Larutan Terserap

Perlakuan

Volume larutan terserap (ml) pada Waktu Pengamatan (HSP)

1 3 5 7

………ml………..

Perlakuan di lapang :

P0 : Tanpa paclobutrazol 25.1a 31.3a 13.3a 16.0a P1 : Dengan paclobutrazol 10 ppm 27.9a 26.1b 12.5a 9.0b Komposisi Larutan Pulsing :

R0 : Aquades 31.8a 29.7a 9.1a 4.0c R1 : Aquades + 5% Larutan Gula 24.0b 29.0a 14.0a 26.0a R2 : Aquades + 5% Larutan Gula +

150 ppm Asam Salisilat 23.9b 28.2a 15.6a 11.0b

Interaksi tn tn * **

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1 dan 5%.

tn) : Tidak berbeda nyata

*) : Berbeda nyata pada taraf 5% **) : Berbeda nyata pada taraf 1%

Perbedaan yang nyata dari ketiga jenis komposisi larutan pulsing yang

diuji untuk peubah volume larutan terserap terlihat pada 1 HSP, dan perbedaan yang sangat nyata antara ketiga jenis komposisi larutan pulsing dengan volume

larutan terserap terjadi pada 7 HSP. Berdasarkan Tabel 10 tersebut, pada komposisi pulsing R0 (aquades) volume larutan terserap terus berkurang hingga akhir pengamatan pada 7 HSP. Fluktuasi volume larutan terserap terjadi pada tangkai bunga matahari yang direndam dengan larutan R1 (aquades + 5% gula). Sedangkan pada komposisi larutan pulsing R2 (aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat) volume larutan terserap terlihat peningkatan dan penurunan yang cukup stabil jika dibandingkan dua komposisi larutan pulsing lainnya.


(42)

Gambar 4. Grafik Interaksi Perlakuan Paclobutrazol dengan Komposisi Larutan Pulsing terhadap Peubah Volume Larutan Terserap

pada 5 Hari Setelah Perlakuan (HSP)

Gambar 5. Grafik Interaksi Perlakuan Paclobutrazol dengan Komposisi Larutan Pulsing terhadap Peubah Volume Larutan Terserap

pada 7 Hari Setelah Perlakuan (HSP)

Interaksi yang nyata antara pemberian paclobutrazol 10 ppm dengan jenis komposisi larutan pulsing terhadap volume larutan terserap pada tangkai bunga

matahari, hanya terjadi pada 5 HSP. Interaksi yang sangat nyata terjadi saat tangkai bunga matahari berumur 7 HSP, sedangkan pada 1 HSP dan 3 HSP terjadi interaksi yang tidak nyata. Berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5 dapat diketahui bahwa terjadi interaksi antara perlakuan paclobutrazol 10 ppm terhadap komposisi larutan pulsing berdasarkan pengamatan volume larutan terserap pada 5 HSP dan


(43)

+ 150 ppm asam salisilat) volume larutan terserap pada tanaman yang diberi perlakuan paclobutrazol lebih besar dibandingkan dengan tanaman kontrol. Berdasarkan perlakuan pulsing R1 (aquades + 5% gula), volume larutan terserap

Tanpa Pemberian Paclobutrazol (P0)

Perlakuan 0 HSP 1 HSP 3 HSP 5 HSP 7 HSP 9 HSP

R0

R1

R2

Dengan Perlakuan Paclobutrazol (P1) R0

R1

R2

Gambar 6. Keragaan tangkai bunga matahari antara tanaman kontrol dengan tanaman yang diberi aplikasi 10 ppm paclobutrazol dengan tiga jenis komposisi larutan pulsing berbeda


(44)

pada tanaman yang diberi perlakuan paclobutrazol 10 ppm lebih kecil dibandingkan dengan tanaman kontrol.

Gambar 6 menunjukkan bahwa tangkai bunga matahari yang diberi pacobutrazol 10 ppm dengan komposisi larutan pulsing R2 (aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat) mampu bertahan lebih lama dibandingkan dua perlakuan komposisi pulsing lainnya. Berdasarkan pengukuran pH larutan pulsing yang telah dilakukan, jenis komposisi larutan pulsing R2 memiliki pH 4.5, sedangkan pada komposisi larutan pulsing R0 (aquades) pH larutan sebesar 5.0 dan larutan pulsing R1 (aquades + 5% gula) pH larutan mencapai 5.5. Halvey dan Mayak (1979)

dalam Nofriati (2005) menyatakan bahwa pada pH 3.5 – 4.5 bunga secara

maksimum menyerap air. Pada kondisi tersebut timbulnya lendir pada permukaan tangkai bunga dapat dihambat, sehingga penyerapan air oleh tangkai bunga tidak terganggu.

Keragaan bunga matahari selama pengujian pasca panen seperti yang disajikan pada Gambar 6. Kondisi visual larutan holding pada Gambar 6

menunjukkan bahwa R2 (aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat) dapat menekan pertumbuhan mikroba selama perendaman dilakukan pada larutan

holding (aquades), sehingga dapat memperpanjang masa kesegaran bunga berdasarkan data jumlah mahkota bunga segar yang telah disajikan pada Tabel 9. Tangkai bunga matahari yang diberi perlakuan pulsing memiliki kondisi larutan yang berbeda-beda. Komposisi larutan R0 (aquades) ujung bagian bawah tangkai bunga matahari sangat lunak jika dipotong dan air larutan terlihat sangat keruh serta mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat. Komposisi R1 (aquades + 5% gula) memiliki kondisi air yang tidak terlalu keruh, bau yang cukup menyengat dan bagian bawah ujung tangkai bunga matahari tidak terlalu keras jika dipotong. Komposisi R2 (aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat), pada komposisi larutan pulsing jenis ini, ujung bagian bawah tangkai bunga matahari

masih terasa keras jika dilakukan pemotongan, kondisi air yang terlihat tidak keruh dan tidak terdapat bau yang menyengat. Sabari (1997) melaporkan bahwa tanda-tanda berkembangnya mikroba ditandai oleh keruhnya cairan perendam serta adanya lendir atau busuknya bagian ujung batang.


(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian paclobutrazol 10 ppm dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman bunga matahari, terutama terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah ruas dan jumlah buku,

2. Komposisi larutan pulsing R2 (aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat) memberikan pengaruh terbaik terhadap vaselife bunga matahari, karena hinga pengamatan hari ke-5 bunga matahari dengan komposisi larutan pulsing tersebut memiliki jumlah mahkota bunga segar yang lebih

banyak dan volume larutan terserap yang lebih stabil perubahannya.

3. Perlakuan 10 ppm paclobutrazol mampu memperpanjang vaselife bunga matahari potong hingga 5 hari.

4. Terjadi interaksi antara pemberian paclobutrazol 10 ppm dengan komposisi larutan pulsing R2 (aquades + 5% gula + 150 ppm asam

salisilat) yang dapat memperpanjang vaselife bunga matahari potong

hingga 5 hari.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, masih diperlukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh paclobutrazol terhadap vaselife bunga potong dengan menggunakan beberapa cara pengaplikasian, konsentrasi dan intensitas pemberian paclobutrazol yang disertai dengan beberapa jenis komposisi larutan pulsing yang


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Amiarsi, D., Yulianingsih, Murtiningsih dan Sjaifullah. 2002. Penggunaan larutan perendam pulsing untuk mempertahankan kesegaran bunga mawar potong idole dalam suhu ruangan. J. Hort. 12(3):178-183.

Burnie, G., S. Forrester, D. Greig, S. Guest, M. Harmony, S. Hobley, G. Jackson, P. Lavarack, M. Ledgett, R. McDonald, S. Macoboy, B. Molyneux, D. Moodie, J. Moore, D. Newman, T. North, K. Pienaar, G. Purdy, J. Silk, S. Ryan dan G. Schien. 2004. Botanica the illustrated A-Z of over 10,000 garden plants. KÖNEMANN, an imprint of Tandem Verlag GmbH. Königswinter.

Cathey, H.M. 1975. Comparative plant growth retarding activities of ancymidol with ACPA, Phospon, Chlormequat and SADH on ornamental plant species. Hrt. Scien. 10(3):204-216.

Cobia, D.W. 1978. Sunflower production and marketing. North Dakota State University of Agriculture and Applied Science. North Dakota.

Conrado, LL., R. Shanahan dan W.Eisinger. 1980. A new solution for Carnation bud opening, with promising improvements due to a quqrtenary-amonium compound. ActaHorticulturae. 114:183-189.

Conrado, L.L., R. Shanalan dan W. Eisinger. 1988. Effect of pH osmolarity and oxygen on solution uptake by rose flowers. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 105:

680-683. Dalam. Amiarsi, D., Yulianingsih, Murtiningsih dan Sjaifullah.

2002. Penggunaan larutan perendam pulsing untuk mempertahankan kesegaran bunga mawar potong idole dalam suhu ruangan. J. Hort. 12(3):178-183.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI. Jakarta.

Halevy, A.H. dan S. Mayak. 1979. Senescene and postharvest physiology of cut flower. J.Hortic. Rev 1: 204-236. Dalam. Nofriati, D. 2005. Kajian sistem pengemasan bunga mawar potong (Rosa hybrida) selama penyimpanan untuk memperpanjang untuk memperpanjang masa pajangan. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Kessmann, H., T. Staub, C. Hofmann, T. Maetzke, J. Herzog, E. Ward, S. Uknes and J. Ryals. 1994. Induction of systemic acquired disese resistance in plants by chemicals. Annu. Rev. Phytopathol. 32 : 439-459.

Khrisnamoorthy, H.N. 1981. Plant growth substances including applications in agriculture. McGaw-Hill Publ. New Delhi. 214p.


(47)

Kristio. 2007. Helianthus annuus. http://www.tanamanobatindonesia.multiply. com [14 November 2010]

Laws, N. 2004. UN Data: 2001 floriculture imports. FloraCulture International, Article Archive 701. Dalam. Xia, Y., X. Deng, P. Zhou, K. Shima, dan

J.A.T. Da Silva. 2006. The world floriculture industry: Dynamics of production and markets, p. 336-351. In Da Silva, J.A (Ed). Folriculture, Ornamental and Plant Biotechnology Advances and Tropical Issues First Edition Vol.IV. Global Sciences Book, Ltd. Middlesex, United Kingdom. Menhennet, R. 1979. Use of glass house crops. P 27-28. In: D. R. Clifford and J.

R. Lenton 1979. Recent development in the use of plant growth retardants. Brit. Plant Growth Regulator Group. London.

Murtiningsih, W., Syanti dan Setyadjit. 2000. Peranan pulsing terhadap mutu bunga sedap malam potong. J. Hort. 10(3):209-213.

Nofriati, D. 2005. Kajian sistem pengemasan bunga mawar potong (Rosa hybrida)

selama penyimpanan untuk memperpanjang untuk memperpanjang masa pajangan. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Prabawati, S., Murtiningsih, A.S Dondy dan Nurmalinda. 2002 Pengaruh komposisi pulsing terhadap mutu segar bunga krisan. J. Hort. 12(2):

124-130.

Ramadiana, S. Komposisi larutan perendam untuk menjaga vaselife bunga

anggrek vanda (Vanda teres) dalam vas. Prosiding Seminar Hasil

Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat Unila. Lampung. 230-236. Rani, I.2006. Pengendalian pertumbuhan tanamanbunga matahari (Helianthus

annuus L.) dengan aplikasi paclobutrazol. Skripsi. Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal. Rimando, T.J. 2003. Ornamental horticulture, a little giant in the tropics.

SEAMEO SEARCA. Laguna.

Rosmanita, B. 2008. Pengaruh paclobutrazol dan pupuk daun terhadap pertumbuhan dan perkembangan anggrek DendrobiumJiad Gold x Booncho Gold‟. Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sabari, S.D. 1997. Komposisi perendaman untuk menjaga kesegaran bunga mawar potong dalam vas. J.Hort. 7(3): 818-828

Sankhla, N dan W. A. Mackay. 2006. Post harvest performance and display life of cut phlox flower heads: Effect of Prohexadione-Ca. Proceedings 33rd PGRSA Annual Meeting. Texas.


(48)

Santiasrini, R. 2009. Pengaruh paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan pembungaan gloksinia (Sinningia speciosa Pink). Skripsi. Program Studi

Hortikultura. Fakultas Petanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wattimena, G.A. 1988. Zat pengatur tumbuh tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor Bekerjasama Dengan Lembaga Sumberdaya Informasi-IPB. Bogor.

Whipker, B.E. and S. Dasoju. 1998. Potted sunflower growth and flowering responses to foliar applications of dominozide, paclobutrazol, and unicanazole. HortTech. 8: 10-92.

Whipker, B.E. and I. McCall. 2000. Response of potted sunflower cultivars to daminozide foliar sprays and paclobutrazol drenches. HorTech. 10(1): 209-211.

Widyawan, R., dan P. Sarwintyas. 1994. Bunga potong tinjauan literatur. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Wiraatmaja, I. W., I. N. G. Astawa, N. N Devianitri. 2007. Memperpanjang kesegaran bunga potong krisan (Dendranthema grandifora Tzvelev.)

dengan larutan perendam sukrosa dan asam sitrat. Agritrop 26(3): 129-135.

Xia, Y., X. Deng, P. Zhou, K. Shima, dan J.A.T. Da Silva. 2006. The world floriculture industry: Dynamics of production and markets, p. 336-351. In

Da Silva, J.A (Ed). Folriculture, Ornamental and Plant Biotechnology Advances and Tropical Issues First Edition Vol.IV. Global Sciences Book, Ltd. Middlesex, United Kingdom.

Yulianingsih, D. Amiarsi dan Sjaifullah. 2000. Penggunaan larutan perendam dalam menjaga kesegaran bunga potong anggrek Dendrobium Sonia Deep

Pink. J. Hort. 9(4): 314-319.

Yulianingsih, D. Amiarsi dan S. Sabari. 2006. Formula larutan pulsing untuk


(49)

(50)

Tabel Lampiran 1. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi 10 ppm Paclobutrazol dan Jenis Komposisi Larutan Pulsing terhadap Jumlah Mahkota

Segar Bunga Matahari

HSP Sumber db JK KT Hitung F Pr>F (%) KK 0 Asal 1 1.20 1.20 0.14 0.51

Pengawet 2 11.27 10.75 0.65 0.68 12.96 Asal*Pengawet 2 36.60 18.30 2.12 0.98

1 Asal 1 2.13 2.13 0.24 0.63

Pengawet 2 8.47 4.23 0.48 0.63 13.12 Asal*Pengawet 2 36.47 18.23 2.05 0.16

3 Asal 1 9.63 9.63 0.86 0.36

Pengawet 2 1.87 0.93 0.08 0.92 14.88 Asal*Pengawet 2 65.87 32.93 2.96 0.08

5 Asal 1 180.14 180.14 3.84 0.07

Pengawet 2 282.03 141.01 3.01 0.08 54.59 Asal*Pengawet 2 465.57 232.79 4.97 0.02

7 Asal 1 57.04 57.04 <.0001 Pengawet 1 17.16 17.16 <.0001 0 Asal*Pengawet 0 0 . . <.0001


(51)

Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi 10 ppm Paclobutrazol dan Jenis Komposisi Larutan Pulsing terhadap Volume Larutan

Terserap Bunga Matahari

HSP Sumber db JK KT Hitung F Pr>F KK (%) 1 Asal 1 61.63 61.63 1.12 0.30

Pengawet 2 421.35 210.68 3.82 0.03 28.04 Asal*Pengawet 2 78.32 39.16 0.71 0.50

3 Asal 1 208.03 208.03 4.38 0.05

Pengawet 2 15.00 7.50 0.16 0.85 24.01 Asal*Pengawet 2 2.87 1.43 0.03 0.97

5 Asal 1 5.21 5.21 0.15 0.70

Pengawet 2 233.22 116.61 3.39 0.05 45.53 Asal*Pengawet 2 305.32 152.66 4.44 0.03

7 Asal 1 102.90 102.90 <.0001 Pengawet 2 322.90 161.45 <.0001 0 Asal*Pengawet 0 0 - <.0001


(52)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman hias merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak diminati saat ini, baik sebagai tanaman dalam pot maupun sebagai bunga potong segar. Xia et al. (2006) mengklasifikasikan tanaman hias berdasarkan produknya

menjadi bunga potong segar, tanaman dalam pot serta tanaman lanskap. Saat ini Belanda, Amerika Serikat serta Jepang menjadi tiga negara produsen dan pangsa pasar tanaman hias terbesar di dunia. Laws (2004) dalam Xia et al., (2006) mengemukakan bahwa berdasarkan data statistik yang dilaporkan PBB, lebih dari 95 negara di dunia menghasilkan 7.9 milyar dollar Amerika dari hasil perdagangan tanaman hias. Jumlah tersebut jika dihitung, terdiri dari penjualan bunga potong sebesar 50.5%, bunga utuh sebesar 40.7%, serta daun potong sebesar 8.8%. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa bunga potong memiliki peran yang cukup penting dalam mengendalikan perdagangan tanaman hias dunia. Widyawan dan Sarwintyas (1994) menjelaskan bahwa bunga potong adalah bunga yang dimanfaatkan sebagai bahan rangkaian bunga untuk berbagai keperluan dalam hidup manusia: mulai dari kelahiran, perkawinan, dan kematian. Bunga potong di samping sebagai bahan untuk rangkaian bunga juga merupakan kebutuhan dalam prosesi tradisional, agama, upacara kenegaraan dan keperluan ritual lainnya, bahkan dibutuhkan pula untuk berbagai keperluan industri makanan, minuman, obat maupun kosmetika atau minyak wangi.

Bunga matahari (Helianthus annuus L.) merupakan salah satu jenis

tanaman hias yang memiliki potensi cukup besar untuk dijadikan sebagai bunga potong secara komersial. Tinggi tanaman bunga matahari dapat mencapai hingga 3 meter dengan diameter bunga hingga 30 cm (Burnie et al., 2004). Di Indonesia bunga matahari belum umum untuk dijadikan bunga potong, berbeda dengan kawasan Eropa dan Amerika yang sudah cukup lama menjadikan bunga matahari sebagai bunga potong. Dalam upaya pengembangan bunga matahari sebagai bunga potong diperlukan suatu teknik yang dapat mengendalikan tinggi tanaman bunga matahari, salah satunya adalah dengan menggunakan retardan. Retardan merupakan kelompok zat pengatur tumbuh yang dapat menghambat pemanjangan


(1)

Santiasrini, R. 2009. Pengaruh paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan pembungaan gloksinia (Sinningia speciosa Pink). Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Petanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wattimena, G.A. 1988. Zat pengatur tumbuh tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor Bekerjasama Dengan Lembaga Sumberdaya Informasi-IPB. Bogor.

Whipker, B.E. and S. Dasoju. 1998. Potted sunflower growth and flowering responses to foliar applications of dominozide, paclobutrazol, and unicanazole. HortTech. 8: 10-92.

Whipker, B.E. and I. McCall. 2000. Response of potted sunflower cultivars to daminozide foliar sprays and paclobutrazol drenches. HorTech. 10(1): 209-211.

Widyawan, R., dan P. Sarwintyas. 1994. Bunga potong tinjauan literatur. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Wiraatmaja, I. W., I. N. G. Astawa, N. N Devianitri. 2007. Memperpanjang kesegaran bunga potong krisan (Dendranthema grandifora Tzvelev.) dengan larutan perendam sukrosa dan asam sitrat. Agritrop 26(3): 129-135.

Xia, Y., X. Deng, P. Zhou, K. Shima, dan J.A.T. Da Silva. 2006. The world floriculture industry: Dynamics of production and markets, p. 336-351. In Da Silva, J.A (Ed). Folriculture, Ornamental and Plant Biotechnology Advances and Tropical Issues First Edition Vol.IV. Global Sciences Book, Ltd. Middlesex, United Kingdom.

Yulianingsih, D. Amiarsi dan Sjaifullah. 2000. Penggunaan larutan perendam dalam menjaga kesegaran bunga potong anggrek Dendrobium Sonia Deep Pink. J. Hort. 9(4): 314-319.

Yulianingsih, D. Amiarsi dan S. Sabari. 2006. Formula larutan pulsing untuk bunga potong alpinia. J. Hort. 16(3):253-257.


(2)

37


(3)

Tabel Lampiran 1. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi 10 ppm Paclobutrazol dan Jenis Komposisi Larutan Pulsing terhadap Jumlah Mahkota Segar Bunga Matahari

HSP Sumber db JK KT Hitung F Pr>F (%) KK

0 Asal 1 1.20 1.20 0.14 0.51

Pengawet 2 11.27 10.75 0.65 0.68 12.96 Asal*Pengawet 2 36.60 18.30 2.12 0.98

1 Asal 1 2.13 2.13 0.24 0.63

Pengawet 2 8.47 4.23 0.48 0.63 13.12 Asal*Pengawet 2 36.47 18.23 2.05 0.16

3 Asal 1 9.63 9.63 0.86 0.36

Pengawet 2 1.87 0.93 0.08 0.92 14.88 Asal*Pengawet 2 65.87 32.93 2.96 0.08

5 Asal 1 180.14 180.14 3.84 0.07

Pengawet 2 282.03 141.01 3.01 0.08 54.59 Asal*Pengawet 2 465.57 232.79 4.97 0.02

7 Asal 1 57.04 57.04 <.0001

Pengawet 1 17.16 17.16 <.0001 0 Asal*Pengawet 0 0 . . <.0001


(4)

39

Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi 10 ppm Paclobutrazol dan Jenis Komposisi Larutan Pulsing terhadap Volume Larutan Terserap Bunga Matahari

HSP Sumber db JK KT Hitung F Pr>F KK (%) 1 Asal 1 61.63 61.63 1.12 0.30

Pengawet 2 421.35 210.68 3.82 0.03 28.04 Asal*Pengawet 2 78.32 39.16 0.71 0.50

3 Asal 1 208.03 208.03 4.38 0.05

Pengawet 2 15.00 7.50 0.16 0.85 24.01 Asal*Pengawet 2 2.87 1.43 0.03 0.97

5 Asal 1 5.21 5.21 0.15 0.70

Pengawet 2 233.22 116.61 3.39 0.05 45.53 Asal*Pengawet 2 305.32 152.66 4.44 0.03

7 Asal 1 102.90 102.90 <.0001 Pengawet 2 322.90 161.45 <.0001 0

Asal*Pengawet 0 0 - <.0001


(5)

PRIMA TRIWAHYU NUGROHO. Pengaruh Paclobutrazol dan Komposisi Larutan Pulsing terhadap Kualitas Pasca Panen Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) sebagai Bunga Potong. Dibimbing oleh DEWI SUKMA.

Bunga potong merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup diminati oleh pasar, salah satu jenis bunga yang sangat berpotensi dijadikan sebagai bunga potong namun belum dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia adalah bunga matahari (Helianthus annuus L.).

Dalam pengembangannya sebagai bunga potong diperlukan suatu teknik yang dapat mengendalikan tinggi tanaman bunga matahari, salah satunya adalah dengan menggunakan retardan jenis paclobutrazol. Selain itu, dalam penanganan pasca panen bunga potong, dapat menggunakan metode pulsing sebagai upaya untuk memperpanjang vaselife bunga matahari sebagai bunga potong. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh paclobutrazol dan komposisi larutan pulsing terhadap kualitas pasca panen bunga matahari sebagai bunga potong.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu pemberian paclobutrazol ketika budidaya tanaman, dengan dua taraf perlakuan P0 : tanpa pemberian paclobutrazol dan P1 : dengan pemberan paclobutrazol 10 ppm. Faktor kedua adalah jenis komposisi larutan pulsing pada saat pasca panen. Faktor kedua terdiri dari tiga taraf yaitu R0 : aquades, R1 : aquades + 5% gula dan R3 : aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat.

Hasil analisis data dengan uji t student pada taraf 1% dan 5% untuk peubah-peubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman di lapangan menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol 10 ppm berpengaruh secara nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah ruas dan jumlah buku. Pemberian paclobutrazol 10 ppm tidak berpengaruh terhadap diameter batang, jumlah daun, diameter bunga primer dan waktu munculnya bunga pertama.


(6)

Hasil uji DMRT untuk uji lanjut pengaruh faktor perlakuan paclobutrazol dan larutan pulsing pada taraf 1% dan 5% menunjukkan bahwa, jenis komposisi pulsing R2 yaitu aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat mampu memperpanjang vaselife bunga matahari hingga tujuh hari setelah perlakuan pulsing. Interaksi antara pemberian paclobutrazol dan komposisi larutan pulsing pada peubah pengamatan jumlah mahkota segar, terlihat setelah dilakukan pengamatan pada hari ke-5 dan hari ke-7 setelah perlakuan pulsing. Bunga dengan pemberian paclobutrazol 10 ppm dan menggunakan komposisi larutan pulsing R2 yaitu aquades + 5% gula + 150 ppm asam salisilat memiliki jumlah mahkota bunga segar lebih banyak 24.69% dibandingkan perlakuan lainnya.