Manajemen Pemanenan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

(1)

(

Elaeis guineensis

Jacq.) DI GUNUNG SARI ESTATE,

PT LADANGRUMPUN SUBURABADI, MINAMAS

PLANTATION, TANAH BUMBU, KALIMANTAN SELATAN

MIDIAN ROMEO SIREGAR

A24070161

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

MIDIAN ROMEO SIREGAR. Harvesting Management of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) in Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. (Mentored by ADE WACHJAR).

Internship activities aim to acquire knowledge, practice skill and gain work experience both technical and managerial aspects in the field at various level jobs. In addition internship activities aim to studying and analyzing the problems in the management of harvesting in order to provide effective and efficient input in harvesting activities. Internship activities carried out in Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Tanah Bumbu, South Kalimantan from February 2011 until June 2011.

The method used in this internship is direct and indirect methods. Direct method to obtain primary data done by working in the field according to the existing hierarchy in the estate and interviews with employees and staff of the estate. While the indirect method were conducted to obtain primary data supporting secondary data in the form of estate management reports (daily, monthly, and yearly), study of literature, and other sources. In studying specific aspects of harvesting, the authors made the observation of criteria ripe harvest, the calculation yields a number density (AKP) and the production assessed, observation of fresh fruit bunches (FFB) is not harvested and quality of loose fruit quotation, and observations the cutting losses of loose fruit from long stalk.

Average of productivity FFB in Gunung Sari Estate is 20.84 tonnes/ha, including good category. Productivity of FFB is good, because it is supported by a good estate conditions with optimum plant population and crop management techniques ranging from maintenance activities to the transport of FFB to palm oil mills (PKS) has done well.


(3)

on the plant, cutting up the long stalk, lags loose fruit, and transportation of FFB to PKS. In general, harvesting management in Gunung Sari Estate is fairly well seen from the cutting of long stalk, harvesting organizations, and transportation management. But the quality of the harvesting in Division 2 Gunung Sari Estate is not thoroughly meet the standards set by the company.

Observation of the quality from fruit harvested in Division 2 indicates there are unripe fruit 0.7 % (standard 0%), ripe fruit (ripe) 88.11 % (standard> 95%), and empty fruit bunch 8.9 % (standard 0%). Observation of FFB show that there are 2.46% FFB lags on the plant per small group of harvesters (KKP) and lags loose fruit 2.55% per FFB. Observation of quality loose fruit quotation shows the percentage lag loose fruit in the cyrcle of plant is highest 52.95 % and 42.67 percent in plant. Value illustrates that the harvesting quality in Gunung Sari Estate Division 2 is still needs to be improved.

The strategy should be drawn to improve the performance of harvesters in Gunung Sari Estate Division 2, is the normalization of crop rotation to maintain the quality of the harvesting, harvester performance oversight and regulatory penalties should be increased. Cleaning the cyrcle of plant needs to be done to facilitate quoting loose fruit harvesters. In addition, the training necessary to practice the skill of harvester in cutting up the long stalk to minimize losses. Transportation management needs to be improved again so that the percentage of leftover fruit may be reduced.


(4)

MIDIAN ROMEO SIREGAR. Manajemen Pemanenan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. (Dibimbing oleh ADE WACHJAR).

Kegiatan magang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, melatih keterampilan dan mendapatkan pengalaman kerja baik aspek teknis maupun manajerial di lapangan pada berbagai taraf pekerjaan. Selain itu kegiatan magang bertujuan mempelajari dan menganalisis permasalahan dalam pengelolaan pemanenan agar dapat memberikan masukan yang efektif dan efisien dalam kegiatan pemanenan. Kegiatan magang dilaksanakan di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan mulai bulan Februari 2011 sampai Juni 2011.

Metode yang digunakan dalam magang ini adalah metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan cara bekerja di lapangan sesuai jenjang jabatan yang ada di kebun dan wawancara dengan para karyawan dan staf kebun. Sedangkan metode tidak langsung dilakukan untuk mendapatkan data sekunder pendukung data primer berupa laporan manajemen kebun (laporan harian, laporan bulanan, dan tahunan), studi pustaka, dan sumber lainnya. Dalam mempelajari aspek khusus pemanenan, penulis melakukan pengamatan kriteria matang panen, perhitungan angka kerapatan panen (AKP) dan taksasi produksi, pengamatan tandan buah segar (TBS) tidak terpanen dan kualitas kutip brondolan, dan pengamatan losses brondolan akibat pemotongan gagang panjang.

Produktivitas TBS di Gunung Sari Estate rata-rata 20.84 ton/ha, termasuk kategori baik. Produktivitas TBS yang baik, karena didukung oleh kondisi kebun yang baik dengan populasi tanaman yang optimum dan pengelolaan teknik budidaya tanaman mulai dari kegiatan pemeliharaan sampai dengan pengangkutan TBS ke pabrik kelapa sawit (PKS) sudah dilakukan dengan baik.

Kualitas panen ditentukan oleh mutu TBS yang dipanen, TBS tertinggal pada pokok, pemotongan gagang panjang, brondolan tinggal, dan pengangkutan


(5)

cukup baik dilihat dari nilai pemotongan gagang panjang, organisasi panen, dan manajemen pengangkutan. Akan tetapi kualitas panen di Divisi 2 Gunung Sari Estate belum seluruhnya memenuhi standar yang ditetapkan oleh perusahaan.

Hasil pengamatan terhadap mutu buah panen di Divisi 2 menunjukkan terdapat buah unripe (mentah) sebanyak 0.7 % (standar 0 %), buah ripe (matang) 88.11 % (standar > 95 %), dan buah empty bunch (janjang kosong) 8.9 % (standar 0 %). Hasil pengamatan TBS tinggal menunjukkan terdapat TBS tinggal sebesar 2.46 % per kelompok kecil pemanen (KKP) dan brondolan tinggal 2.55 % per TBS. Hasil pengamatan kualitas kutip brondolan menunjukkan persentase brondolan tinggal di piringan paling tinggi 52.95 % dan di pokok 42.67 persen. Nilai tersebut menggambarkan bahwa kualitas panen di Divisi 2 Gunung Sari Estate masih perlu ditingkatkan.

Strategi yang perlu disusun untuk meningkatkan kinerja pemanen di Divisi 2 Gunung Sari Estate, yaitu meliputi normalisasi rotasi panen untuk menjaga mutu dan kualitas panen, pengawasan terhadap kinerja pemanen dan peraturan denda perlu ditingkatkan. Pembersihan piringan perlu dilakukan untuk memudahkan pemanen mengutip brondolan. Di samping itu perlu dilakukan pelatihan untuk melatih keterampilan pemanen dalam memotong gagang panjang untuk meminimalisasi losses. Manajemen pengangkutan perlu ditingkatkan lagi agar persentase buah restan dapat dikurangi.


(6)

(

Elaeis guineensis

Jacq.) DI GUNUNG SARI ESTATE,

PT LADANGRUMPUN SUBURABADI, MINAMAS

PLANTATION, TANAH BUMBU, KALIMANTAN SELATAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Midian Romeo Siregar

A24070161

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(7)

‘‘

(

Elaeis guineensis

Jacq.) DI GUNUNG SARI

‘’

ESTATE, PT LADANGRUMPUN SUBURABADI,

‘’

TANAH BUMBU KALIMANTAN SELATAN

Nama : MIDIAN ROMEO SIREGAR

NRP : A24070161

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr Ir Ade Wachjar, MS NIP. 19550109 198003 1 008

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr NIP. 19611101 198703 1 003


(8)

Penulis dilahirkan di Padang Sidempuan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 19 Maret 1989. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Bapak Partomuan Siregar dan Ibu Helde Risma Sitompul.

Tahun 2001 penulis lulus dari SD Budi Mulia Pematangsiantar, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Budi Mulia Pematangsiantar dan lulus pada tahun 2004. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Budi Mulia Pematangsiantar pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Tahun 2008/2009 penulis menjabat sebagai ketua Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa Siantar dan Sekitarnya (Omda Ikanmass) dan sebagai Bendahara Asrama Sylvalestari. Tahun 2009/2010 penulis menjabat sebagai Koordinator di Komisi Literatur Persekutuan Mahasiswa Kristen (Komlit PMK), dan sebagai Koordinator Hubungan Luar dan Alumni Asrama Sylvalestari.


(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan anugerah yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Manajemen Pemanenan Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis Jacq.) di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas

Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan”, disusun oleh penulis sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr Ir Ade Wachjar, MS atas bimbingan dan pengarahannya selama ini. 2. Bapak Ir Supijatno, MSi dan Ibu Dr Ani Kurniawati, SP MSi atas masukan

dan saran selama menguji penulis.

3. Bapak Mulyo Joko (Manajer Gunung Sari Estate) dan Bapak Ir Syafrizal Taher (Senior Asisten Divisi 2 Gunung Sari Estate) dan karyawan di Divisi 2 Gunung Sari Estate atas bimbingan dan arahannya selama penulis melaksanakan magang.

4. Direksi PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation. 5. Bapak, Mama, Kakak, dan Adek tercinta di Pematangsiantar.

6. Teman-teman seperjuangan magang: Rano, Brury, Winda, dan Walad.

7. Teman-teman di Asrama Pinus (Asrama Sylvalestari dan Asrama Sylvasari), Omda Ikanmass, dan Komisi Literatur PMK IPB.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2011


(10)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Botani Kelapa Sawit ... 3

Syarat Tumbuh ... 4

Penunasan Tanaman Menghasilkan ... 5

Persiapan Panen ... 5

Kriteria dan Cara Panen ... 5

Rotasi Panen ... 6

Organisasi Potong Buah dan Kerapatan Panen ... 7

METODE MAGANG ... 9

Tempat dan Waktu ... 9

Metode Pelaksanaan ... 9

Pengumpulan Data dan Informasi ... 9

Analisis Data dan Informasi ... 10

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG ... 11

Letak Geografis ... 11

Keadaan Iklim dan Tanah ... 11

Luas Areal dan Tata Guna Lahan ... 13

Keadaan Tanaman dan Produksi ... 13

Fasilitas Kesejahteraan Karyawan ... 14

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 16

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 18

Aspek Teknis ... 18

Perbaikan Infrastruktur ... 18

Pengendalian Gulma ... 19

Aplikasi Janjang Kosong (JJK) ... 23

Aplikasi Limbah Cair Kelapa Sawit ... 25

Pengambilan Contoh Daun ... 26

Pemupukan ... 27

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 32

Penunasan (Prunning) ... 36


(11)

Pendamping Mandor ... 49

Pendamping Asisten ... 52

PEMBAHASAN ... 54

Penetapan Target ... 54

Kriteria Matang Panen ... 55

Kualitas Tenaga Kerja Pemanen ... 57

Penanganan Pasca Panen ... 59

KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

Kesimpulan ... 61

Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(12)

Nomor Halaman 1. Daftar Satuan Peta Lahan (SPL) di Gunung Sari Estate ... 12 2. Populasi Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan Tahun Tanam di

Gunung Sari Estate... 14 3. Produksi dan Produktivitas TBS di Gunung Sari Estate Tahun

2005 - 2010 ... 14 4. Jumlah Karyawan di Gunung Sari Estate ... 17 5. Target dan Realisasi Produksi yang Dapat Dicapai di Divisi 2

Gunung Sari Estate pada Bulan Januari – Mei 2011 ... 37 6. Hasil Pengamatan Kualitas Potong Buah di Divisi 2 Gunung

Sari Estate ... 39 7. Hasil Pengamatan Losses Brondolan Akibat Pemotongan

Gagang Panjang di Divisi 2 Gunung Sari Estate ... 41 8. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Kualitas Kutip Brondolan ... 42 9. Pengamatan Brondolan Tinggal per TBS dan per Pokok Panen ... 43 10.Hasil Pengamatan TBS Tidak Terpanen di Divisi 2 Gunung

Sari Estate ... 43 11.Premi Siap Borong, Basis Borong, dan Lebih Borong Berdasarkan

Divisi, Tahun Tanam dan BJR di Gunung Sari Estate ... 44 12.Kejadian Buah Restan di Divisi 2 Gunung Sari Estate Bulan

Januari – Mei 2011 ... 47 13.Jumlah Hari Kerja (HK), Jumlah Pemanen, Rotasi, dan Curah

Hujan di Divisi 2 pada Bulan Januari - Mei 2011... 55 14.Standar Kematangan (Ripeness Standard) Buah ... 56 15.Rendemen Minyak dengan Kadar ALB Menurut Tingkatan

Fraksi Tandan Buah Segar (TBS) ... 56 16.Rendemen dan ALB dari TBS yang Menginap di Lapangan ... 59


(13)

Nomor Halaman 1. Perawatan Jalan: a. Rawat Jalan Manual, b. Rawat Jalan dengan

Menggunakan Grader ... 19

2. Kegiatan Dongkel Anak Kayu (DAK) ... 21

3. Pengaplikasian Janjang Kosong di Lahan: a. Pendistribusian JKK dan b. Penyusunan JJK ... 24

4. Pengangkutan Pupuk Menggunakan Dump Truck ... 30

5. Penaburan Pupuk Menggunakan Bin dan Takaran ... 32

6. Pertumbuhan Antigonon leptopus pada Tiang Rambatan ... 33

7. Pengendalian Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros): a. Alat Pherotraps, b. Pemasangan Pherotraps di Lapangan ... 35

8. Alat-alat Panen: a. Kapak dan Karung Bekas, b. Egrek dan Angkong, c. Karung G bag, d. Gancu... 38


(14)

Nomor Halaman 1. Jurnal Kegiatan Magang Sebagai Karyawan Harian Lepas di Gunung

Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation,

Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan ... 64

2. Jurnal Kegiatan Magang Sebagai Pendamping Mandor di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas „Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan ... 65

3. Jurnal Kegiatan Magang Sebagai Pendamping Asisten di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas „Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan ... 66

4. Peta Wilayah Gunung Sari Estate ... 68

5. Keadaan Curah Hujan dan Hari Hujan di Gunung Sari Estate Tahun 2002-2010 ... 69

6. Struktur Organisasi Gunung Sari Estate Tahun 2011 ... 70

7. Format Pemeriksaan Hancak dan Mutu Buah di TPH ... 71

8. Blanko Rekapitulasi Taksasi Potong Buah di Divisi 2 ... 73


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan di Indonesia saat ini. Menurut Pardamean (2008) komoditas kelapa sawit cocok dikembangkan di Indonesia, baik berbentuk pola usaha perkebunan besar maupun skala kecil untuk petani pekebun. Tanaman kelapa sawit lebih tahan menghadapi berbagai kendala dan masalah dibandingkan tanaman lain. Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan bahwa komoditas kelapa sawit memiliki peluang bisnis yang besar dan dapat menciptakan lapangan kerja yang mengarah kepada kesejahteraan masyarakat dan sebagai sumber devisa negara.

Kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang penting. Kelapa sawit dapat diolah menjadi minyak sawit yang dikenal sebagai Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO). Crude Palm Oil dan Palm Kernel Oil dapat diolah menjadi bermacam-macam produk lanjutan dengan bermacam-macam kegunaan seperti minyak goreng, mentega, sabun, kosmetika, dan obat. Selain itu, minyak kelapa sawit dapat menjadi substitusi bahan bakar minyak yang saat ini sebagian besar dipenuhi dari minyak bumi (Setyamidjaja, 2006).

Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Pada tahun 2003 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 5 283 557 ha dengan produksi CPO sebesar 10 440 834 ton dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 7 534 581 ha dengan produksi CPO sebesar 20 202 641 ton (Badan Pusat Statistik, 2010). Potensi perkebunan kelapa sawit memiliki peranan yang sangat besar bagi pemasukan devisa negara dan peningkatan pendapatan petani Indonesia.

Pemanenan merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan produksi tanaman kelapa sawit. Pelaksanaan kegiatan pemanenan kelapa sawit berpengaruh langsung terhadap kualitas minyak yang dihasilkan. Kualitas minyak yang dihasilkan bergantung pada kriteria panen buah yang layak dipanen. Menurut Pahan (2008) pelaksanaan pemanenan akan berjalan normal bila dikelola dengan baik. Oleh karena itu, kegiatan panen kelapa sawit harus dilakukan dengan sebaik–baiknya agar diperoleh target produksi dengan kualitas yang memenuhi


(16)

permintaan pasar. Keberhasilan panen dan produksi sangat bergantung pada bahan tanam yang digunakan, manusia (pemanen) dengan kapasitasnya, peralatan yang digunakan untuk panen, kelancaran transportasi serta faktor pendukung lainnya seperti organisasi panen yang baik, keadaan areal, insentif yang disediakan, dan lain-lain (Lubis, 2008). Pelaksanaan pemanenan kelapa sawit yang tepat meliputi penentuan kriteria panen, penyebaran dan rotasi panen, penyediaan tenaga kerja yang terampil, teknis panen, pengumpulan hasil dan pengawasan serta pengangkutan panen.

Tujuan

Kegiatan magang secara umum bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, melatih keterampilan dan mendapatkan pengalaman kerja dari aspek teknis dan manajerial di lapangan pada berbagai taraf pekerjaan.

Tujuan khusus dari kegiatan magang adalah mempelajari dan menganalisis permasalahan dalam pengelolaan pemanenan agar dapat memberikan masukan yang efektif dan efisien dalam kegiatan pemanenan.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelapa Sawit

Klasifikasi tanaman kelapa sawit yang dikutip dari Lubis (2008) adalah sebagai berikut:

Divisi : Tracheophyta Sub divisi : Pteropsida Kelas : Angiospermae Sub kelas : Monocotyledonae Ordo : Cocoidae

Famili : Palmae Sub family : Cocoidae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq

Elaeis berasal dari Elaion yang berarti minyak dalam bahasa Yunani. Guineensis berasal dari kata Guinea (Pantai Barat Afrika). Jacq berasal dari nama botanist Amerika yaitu Jacquin (Lubis, 2008).

Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuarter (Fauzi et al., 2008). Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara.

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dibungkus pelepah daun (frond base) (Lubis, 2008). Batang berbentuk silinderis berdiameter 0.5 m pada tanaman dewasa. Bagian bawah umumnya lebih besar disebut bongkol batang atau bowl. Pada tanaman yang masih muda batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun. Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar (Fauzi et al., 2008). Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai 7.5 - 9 m. Jumlah anak daun di setiap pelepah berkisar antara 250 - 400 helai.


(18)

Tanaman kelapa sawit di lapangan mulai berbunga pada umur 12–14 bulan, tetapi baru ekonomis untuk dipanen pada umur 2.5 tahun (Lubis, 2008). Dari setiap ketiak pelepah daun akan keluar satu tandan bunga jantan atau betina. Sex diferensiasi terjadi 17–25 bulan sebelum anthesis dan setelah anthesis membutuhkan waktu 5–6 bulan baru matang panen. Secara visual tandan bunga jantan atau betina baru dapat diketahui setelah muncul dari ketiak pelepah daun yaitu 7–8 bulan sebelum matang.

Bunga betina setelah dibuahi akan berkembang pada spikelet. Karena kondisi terjepit maka buah yang terletak di bagian dalam akan lebih kecil dan kurang sempurna bentuknya dibandingkan dengan yang terletak di bagian luar (Lubis, 2008). Kematangan buah dibedakan atas matang morfologis dan matang fisiologis. Matang morfologis adalah kematangan buah yang telah sempurna bentuknya serta kandungan minyak optimal. Matang fisiologis adalah kematangan buah yang sudah lebih lanjut yaitu telah siap untuk tumbuh dan berkembang biasanya satu bulan sesudah matang morfologis.

Syarat Tumbuh

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah kawasan khatulistiwa di sekitar 12 derajat Lintang Utara–Selatan dengan kelas iklim Af dan Am baik menurut sistem klasifikasi Koppen maupun sistem klasifikasi Schmidth–Ferguson. Jumlah curah hujan yang baik (optimum) untuk tanaman kelapa sawit adalah 2 000 - 2 500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, hujan agak merata sepanjang tahun (Lubis, 2008).

Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, seperti Podsolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu (HK), Regosol, Andosol, Organosol, dan Alluvial (Lubis, 2008). Tanah gambut juga dapat ditanami kelapa sawit asalkan ketebalan gambutnya tidak lebih dari satu meter dan sudah tua (saphrik). Sifat tanah yang perlu diperhatikan untuk budidaya kelapa sawit yaitu sifat fisik tanah (kedalaman tanah, tekstur, dan struktur tanah) dan sifat kimia tanah (kandungan unsur hara).

Kelapa sawit dapat tumbuh dan berbuah hingga ketinggian 1 000 meter di atas permukaan laut (dpl) dan sebaiknya ditanam di lahan yang memiliki kemiringan lereng 0-120 atau 21 persen. Sebenarnya lahan yang kemiringan


(19)

lerengnya 13-250 masih bisa ditanami kelapa sawit, tetapi pertumbuhannya kurang baik (Sunarko, 2008)

Penunasan Tanaman Menghasilkan

Penunasan (prunning) kelapa sawit adalah pembuangan daun–daun tua atau daun yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit (Fauzi et al., 2008). Tujuan penunasan adalah mempermudah pekerjaan potong buah (melihat dan memotong buah masak), menghindari tersangkutnya brondolan pada ketiak buah, dan memperlancar proses penyerbukan alami. Selain itu, penunasan dilakukan untuk sanitasi (kebersihan) tanaman sehingga menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan hama dan penyakit (Pahan, 2008).

Untuk mencapai tujuan penunasan dan tetap mempertahankan produksi maksimum maka harus dihindari terjadinya over prunning. Over prunning adalah terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan yang akan mengakibatkan penurunan produksi. Untuk mendapatkan produksi yang maksimum diperlukan jumlah pelepah optimum, yaitu 48-56 pada tanaman muda dan 40-48 pada tanaman tua (Pahan, 2008).

Persiapan Panen

Keberhasilan panen sangat bergantung pada bahan tanam yang digunakan, tenaga kerja pemanenan, peralatan panen yang digunakan, kelancaran transportasi, organisasi panen yang baik, sistem panen yang terkoordinasi, keadaan areal, dan insentif yang diperoleh (Lubis, 2008). Persiapan panen yang baik akan menjamin tercapainya target produksi dengan biaya panen seminimal mungkin. Hal-hal yang perlu dilakukan di dalam mempersiapkan pelaksanaan pekerjaan potong buah, yaitu persiapan kondisi areal, penyediaan tenaga kerja potong buah, pembagian seksi potong buah, dan penyediaan alat-alat kerja (Pahan, 2008).

Kriteria dan Cara Panen

Buah kelapa sawit menjadi matang sekitar 6 bulan setelah terjadinya polinasi (penyerbukan) dan fertilisasi (pembuahan). Kematangan buah adalah


(20)

aspek yang pengaruhnya paling menonjol terhadap kuantitas dan kualitas minyak. Buah yang tepat matang diartikan sebagai buah yang memberikan kuantitas dan kualitas minyak maksimal (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).

Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid (ALB atau FFA) minimal. Panen harus dilaksanakan pada saat yang tepat karena akan menentukan tercapainya kuantitas dan kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Pemanenan yang dilakukan sebelum proses pembentukan minyak selesai akan mengakibatkan hasil minyak mentah kurang dari semestinya. Sedangkan pemanenan yang melewati proses pembentukan minyak akan merugikan karena akan banyak buah yang terlepas dari tandan. Pada buah yang lewat masak, sebagian kandungan minyaknya akan berubah menjadi ALB atau FFA yang akan mengakibatkan penurunan mutu minyak kelapa sawit. Pada saat ini, kriteria umum yang banyak dipakai adalah pada setiap kilogram tandan buah segar (TBS) terdapat dua brondolan (Fauzi et al., 2008).

Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umum dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk tanaman yang tingginya 2–5 m digunakan cara panen membungkuk dengan alat dodos, sedangkan tanaman yang tingginya 5–10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak siam. Cara egrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih dari 10 m dengan alat arit bertangkai panjang.

Rotasi Panen

Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi panen dianggap baik bila buah tidak lewat matang, yaitu dengan menggunakan sistem 6/7. Artinya, dalam satu minggu terdapat 6 hari panen dan masing-masing ancak panen diulangi (dipanen) 7 hari berikutnya (Fauzi et al., 2008).

Pemotongan buah dilakukan dengan selang waktu (rotasi) sekitar 5–10 hari, bergantung pada umur tanaman. Pada tanaman yang berumur kurang dari 5 tahun, pemotongan buah dilakukan 5 hari sekali, sedangkan untuk tanaman yang


(21)

berumur 5–6 tahun, pemotongan buah dilakukan 10 hari sekali (Sastrosayono, 2003). Tanaman yang berumur 6 – 15 tahun memiliki tandan buah besar–besar sehingga proses masaknya buah lebih lama. Pada tanaman yang berumur di atas 15 tahun, pemotongan buah dilakukan 7 hari sekali. Selang waktu pemotongan buah menjadi lebih cepat karena tandan buah yang dihasilkan tanaman kelapa sawit yang sudah berumur lebih dari 15 tahun mulai mengecil, sehingga proses masaknya buah lebih cepat.

Organisasi Potong Buah dan Kerapatan Panen

Seksi potong buah sebaiknya terorganisir agar blok yang akan dipanen setiap hari menjadi terkonsentrasi (tidak terpencar–pencar). Selain itu harus dihindari adanya potongan–potongan ancak panen agar satu seksi selesai pada satu hari. Hal ini bertujuan untuk mempermudah kontrol pekerjaan, meningkatkan efisiensi transportasi buah, dan memudahkan pengaturan keamanan produksi (Pahan, 2008).

Sistem pengancakan potong buah secara umum dibagi dua yaitu sistem giring dan sistem tetap (Fauzi et al., 2008). Pada sistem giring, apabila suatu ancak telah selesai dipanen, pemanen pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor. Sistem ancak giring memudahkan pengawasan pekerjaan para pemanen dan hasil panen lebih cepat sampai di tempat pengumpulan hasil (TPH) dan pabrik. Sisi negatif sistem ancak giring adalah adanya kecenderungan pemanen akan memilih buah yang mudah dipanen sehingga ada tandan buah atau brondolan yang tertinggal karena pemanenannya menggunakan sistem borongan. Sedangkan, sistem ancak tetap sangat baik diterapkan pada areal perkebunan yang sempit, topografi berbukit atau curam, dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada sistem ancak tetap pemanen diberi ancak dengan luas tertentu dan tidak berpindah-pindah. Hal tersebut menjamin diperolehnya TBS dengan kematangan yang optimal. Rendemen minyak yang dihasilkannya pun tinggi. Kelemahan sistem ancak tetap adalah buah lebih lambat keluar sehingga lambat juga sampai ke pabrik.

Kerapatan panen adalah sejumlah angka yang menunjukkan tingkat kerapatan pohon matang panen di dalam suatu areal (Fauzi et al., 2008). Tujuan


(22)

perhitungan kerapatan panen adalah untuk memperkirakan produksi. Penentuan kerapatan panen dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan panen di areal yang akan dipanen. Penentuan kerapatan panen sangat penting dilakukan untuk menentukan jumlah tenaga kerja dan kebutuhan sarana pengangkutan hasil panen.


(23)

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan mulai bulan Februari 2011 sampai Juni 2011.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan magang yang dilaksanakan penulis adalah kegiatan teknis di lapangan dan kegiatan manajerial baik di perkebunan maupun di kantor. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan sesuai dengan waktu dan jadwal yang ditentukan oleh pihak perkebunan.

Kegiatan yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama satu bulan (Lampiran 1), kemudian sebagai pendamping mandor selama satu bulan (Lampiran 2) dan sebagai pendamping asisten selama dua bulan (Lampiran 3).

Kegiatan teknis di lapangan yang dilakukan penulis meliputi kegiatan pemeliharaan dan kegiatan pemanenan. Kegiatan pemeliharaan meliputi kegiatan perbaikan infrastruktur, pengendalian gulma, pengaplikasian janjang kosong, pengaplikasian Palm Oil Mill Efluent (POME), pemupukan organik dan anorganik, pengendalian hama dan penyakit, penunasan (prunning). Kegiatan panen meliputi persiapan panen, pelaksanaan panen, dan pengangkutan tandan buah segar (TBS).

Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis meliputi pengambilan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan informasi yang diperoleh secara langsung baik melalui pengamatan yang dilakukan oleh penulis di lapangan maupun diskusi langsung dengan KHL, mandor dan asisten kebun. Data primer yang diambil, yaitu: perhitungan angka kerapatan panen dan taksasi produksi, kriteria matang panen (kualitas potong buah), losses akibat pemotongan gagang


(24)

panjang, pengamatan TBS tidak terpanen dan pengamatan brondolan tertinggal. Berikut adalah rincian pengumpulan data primer oleh penulis:

1. Pengamatan kriteria matang panen,

Pengamatan dilakukan dengan mengamati mutu buah sesuai kriteria matang panen yang diterapkan di Divisi 2. Pengamatan dilakukan di masing-masing kemandoran dengan mengambil 15 TPH sampel perkemandoran.

2. Perhitungan angka kerapatan panen (AKP) dan taksasi produksi,

Pengamatan dilakukan dengan mengambil 10% pokok sampel dari total populasi dalam satu blok yang diambil secara acak.

3. Pengamatan tandan buah segar tidak terpanen dan kualitas kutip brondolan, Pengamatan dilakukan dengan mengamati kualitas kerja pemanen (cutter) dan pembrondol (picker). Masing-masing kemandoran diambil sebanyak 2 kelompok kecil pemanen (KKP). Satu KKP terdiri atas 3 orang pemanen. Satu pemanen diikuti oleh satu orang pembrondol.

4. Pengamatan losses brondolan akibat pemotongan gagang panjang

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah brondolan yang terikut dalam potongan gagang panjang oleh pemanen. Pengamatan dilakukan di masing-masing kemandoran. Masing-masing kemandoran diambil 19 TPH sampel.

Data sekunder diperoleh dari data kebun yang diberikan oleh kasie administrasi kebun dan studi pustaka. Data sekunder yang diperoleh yaitu data curah hujan, produksi dan historis produksi, struktur organisasi, ketenagakerjaan, dan peta areal. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif.

Analisis Data dan Informasi

Analisis data dan informasi yang dilakukan oleh penulis adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Hasil pengamatan yang berupa data primer dan data sekunder dianalisis secara perbandingan antara realitas di lapangan dengan norma kerja dan standar operasional prosedur (SOP) yang dimiliki oleh perkebunan. Hasil pengamatan secara kuantitatif menggunakan ukuran distribusi persen dan ukuran pemusatan rata-rata.


(25)

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

Letak Geografis

Gunung Sari Estate (GSE) adalah salah satu kebun kelapa sawit di bawah manajemen dari PT Ladangrumpun Suburabadi (PT LSI). PT Ladangrumpun Suburabadi merupakan salah satu anak perusahaan dari PT Minamas Gemilang, di bawah Sime Darby Group. PT Ladangrumpun Suburabadi terdiri atas Angsana Estate (ASE) dan Pabrik Kelapa Sawit Angsana (Angsana Factory). Gunung Sari Estate terletak di Desa Bayansari, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan dengan jarak ± 200 km dari Banjarmasin. Secara geografis, GSE berbatasan dengan ASE di sebelah utara, di sebelah timur berbatasan dengan KKPA 1 Blok C Desa Persiapan Makmur, di sebelah selatan berbatasan dengan KKPA 1 Desa Purwodadi dan Desa Bayansari, dan di sebelah barat berbatasan dengan PT Buana Karya Bakti (BKB) dan KKPA1.

Gunung Sari Estate terdiri atas tiga divisi, yaitu Divisi 1, Divisi 2, dan Divisi 3. Selama kegiatan magang, penulis melakukan semua kegiatan di Divisi 2. Sebelah utara Divisi 2 berbatasan dengan ASE; sebelah timur berbatasan dengan KKPA Desa Persiapan Makmur, Desa Persiapan Makmur dan KKPA Sebamban Kampung; sebelah selatan berbatasan dengan Blok D Desa Bayansari; dan sebelah barat berbatasan dengan Divisi 1 GSE.

Secara Geografis GSE terletak pada koordinat diantara 115033‟34” - 115039‟46” Bujur Timur dan 3041‟27” - 3037‟40” Lintang Selatan dengan ketinggian ± 15 m di atas permukaan laut (dpl). Peta wilayah GSE dapat dilihat pada Lampiran 4.

Keadaan Iklim dan Tanah

Rata-rata curah hujan tahunan GSE dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir (2002-2010) adalah 2 528 mm dengan jumlah curah hujan rata-rata 159 hari. Data curah hujan selama sembilan tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 5. Curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada bulan Juni (rata-rata 346 mm), sedangkan curah hujan terendah biasa terjadi pada bulan September


(26)

(rata-rata 110 mm). Rata–rata jumlah bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) berturut–turut yaitu 8.66 dan 2.22 bulan. Menurut kelas iklim Schmidth-Ferguson, keadaan iklim di GSE termasuk dalam tipe iklim B, yaitu daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika.

Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan oleh Minamas Research Centre (MRC) pada tahun 2006, jenis tanah di GSE tergolong ke dalam ordo Oxisol dengan seri tanah MM-18 Petroferric Hapludox dan MM-19 Plinthic Hapludox. Ciri-ciri seri tanah MM-18 Petroferric Hapludox adalah memiliki regim kelembaban Udik (tidak pernah kering selama 90 hari kumulatif setiap tahun pada kedalaman 10-19 cm dari permukaan tanah) dan pada kedalaman  125 cm terdapat kontak petroferik (lapisan hasil akumulasi sesquioksida atau Fe-oksida yang mengeras seperti batu). Ciri-ciri MM-19 Plinthic Hapludox adalah memiliki regim kelembaban Udik (tidak pernah kering selama 90 hari kumulatif setiap tahun pada kedalaman 10 – 90 cm dari permukaan tanah) dan pada kedalaman  125 cm mempunyai  1 horison yang mengandung plintit (karatan-karatan besi yang telah mengeras seperti kerikil) sebesar  0.5 volumenya atau kontinyu.

Satuan peta lahan (SPL) merupakan hasil overlaping antara jenis tanah dengan topografi lahan. Satuan peta lahan merupakan satuan unit terkecil dari lahan yang memiliki jenis tanah dan topografi/ kemiringan lereng sama. Satuan peta lahan di GSE terdiri dari 3 SPL dengan deskripsi seperti yang tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar Satuan Peta Lahan (SPL) di Gunung Sari Estate

SPL Seri Tanah Lereng (%) Luas

ha %

1 MM-18 3–8 912 35

2 MM-18 8–15 584 22

3 MM-19 3–8 1 121 43

Sumber: Departemen Riset Minamas Plantation (2006)

Hasil evaluasi kelas kesesuaian lahan pada masing-masing Satuan Peta Lahan (SPL) di GSE menunjukkan bahwa kelas lahan pada SPL 1 dan SPL 2


(27)

tergolong ke dalam kelas S3 (kurang sesuai/moderately suitable). Sedangkan kelas lahan pada SPL 3 tergolong ke dalam kelas S2 (sesuai/suitable).

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

PT Ladangrumpun Suburabadi (PT LSI) tercatat sebagai Badan Hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 26

Nopember 1998 Nomor C-632.HT.03.02.Th. 1998 dan SK Kepala BPN No. 9-XI–2000 Tanggal 11 April 2000. Total luas areal Hak Guna Usaha (HGU)

PT LSI adalah 6 082 ha dengan luas areal yang sudah tertanam seluas 5 604 ha. PT Ladangrumpun Suburabadi (PT LSI) terdiri atas Angsana Estate (ASE), Gunung Sari Estate (GSE), dan Angsana Factory (ASF).

Total luas GSE adalah 2 832.602 ha. Penggunaan lahan tersebut terdiri atas areal pertanaman seluas 2 571.348 ha, areal Pabrik Angsana Mini Factory (AMF) 37.657 ha, areal jalan, jembatan dan parit 95.03 ha, dan daerah okupasi seluas 120 ha. Gunung Sari Estate terdiri atas tiga divisi yaitu Divisi 1, Divisi 2, dan Divisi 3. Luas divisi 1 adalah 918.144 ha, Luas Divisi 2 dan 3 berturut-turut 1 061.268 ha dan 853.190 ha.

Penulis melaksanakan kegiatan magang di Divisi 2 yang memiliki total luas lahan yang ditanami 990.321 ha. Keseluruhan luas lahan yang ditanami merupakan tanaman menghasilkan (TM) dengan tahun tanam 1995 dan 1996. Dalam pengaturan blok cara lama, Divisi 2 memiliki 34 blok yang masing-masing memiliki rata-rata luas 30 ha. Untuk pengaturan blok cara baru, Divisi 2 memiliki 15 blok baru, satu blok merupakan penggabungan dari 2 atau 3 blok yang lama dengan luas perblok 66 ha. Pengaturan blok yang baru digunakan untuk memudahkan dalam administrasi.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Tanaman kelapa sawit yang diusahakan di Perusahaan PT Ladangrumpun Suburabadi merupakan hasil persilangan dari kelapa sawit Dura dan Psifera. Bibit yang digunakan berasal dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan PT Socfindo.Tanaman kelapa sawit ditanam dengan jarak tanam 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m dengan pola tanam berbentuk segitiga sama sisi dengan standar populasi


(28)

136 pokok/ha. Populasi tanaman berdasarkan tahun tanam (1995, 1996, dan 1998) berkisar 129-131 dengan rata-rata 130 pokok/ha. Perubahan jumlah populasi tanaman disebabkan oleh serangan penyakit yang mengakibatkan tanaman mati, roboh, tersambar petir dan terkena longsor. Populasi tanaman kelapa sawit berdasarkan tahun tanam yang ada di Gunung Sari Estate terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Populasi Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan Tahun Tanam di Gunung Sari Estate

Tahun Tanam

Divisi 1 Divisi 2 Divisi 3 Total

Jumlah Pokok Luas (ha) Pokok/ ha Luas (ha) Pokok/ ha Luas (ha) Pokok/ ha Luas (ha) Pokok/ ha

1995 - - 594 129 - - 594 129 76 601

1996 86 133 396 130 356 127 838 129 107 981

1998 678 133 - - 461 129

1

139 131 149 431

Total 764 133 990 129 817 128

2

571 130 334 013

Sumber: Kantor Besar GSE (Mei, 2011)

Rata-rata jumlah pokok tanaman kelapa sawit di Gunung Sari Estate perhektar yaitu 130 pokok. Tanaman kelapa sawit di GSE ditanam pada beberapa tahun tanam, yaitu pada tahun 1995 (594 ha), tahun tanam 1996 (838 ha), dan tahun tanam 1998 (1 139 ha). Produksi dan produktivitas TBS di Gunung Sari Estate tahun 2005 - 2010 disajikan pada pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi dan Produktivitas TBS di Gunung Sari Estate Tahun 2005 – 2010

Tahun Produksi (ton) Produktivitas TBS (ton/ ha)

Berat Janjang Rata-Rata (kg)

2006 58 541 22.77 14.55

2007 53 175 20.68 15.13

2008 52 809 20.54 16.18

2009 43 680 16.99 21.17

2010 59 697 23.22 19.15

Sumber: Kantor Besar GSE (Mei, 2011)

Fasilitas Kesejahteraan Karyawan

Gunung Sari Estate (GSE) memberikan fasilitas-fasilitas untuk kesejahteraan para karyawannya. Fasilitas tersebut berupa rumah, air, listrik,


(29)

sarana ibadah, poliklinik, penitipan anak, sarana pendidikan, balai karyawan dan sarana olah raga. Fasilitas rumah yang diberikan adalah perumahan staf dan perumahan karyawan. Perumahan staf terletak di emplasmen, sedangkan perumahan karyawan terletak di sekitar kantor divisi masing-masing. Rumah staf merupakan bangunan permanen, sedangkan rumah karyawan adalah bangunan semi permanen. Rumah karyawan terdiri atas dua tipe: tipe satu pintu (G1) untuk mandor 1, kerani divisi dan mantri, sedangkan tipe dua pintu (G2) untuk karyawan pada umumnya.

Fasilitas listrik dan air dikelola oleh masing-masing divisi. Perumahan staf dikelola oleh emplasmen dengan aliran listrik selama 24 jam, sedangkan perumahan di divisi mendapatkan aliran listrik selama 7 jam untuk hari biasa dan 8 jam untuk hari libur. Fasilitas sarana ibadah yang diberikan berupa masjid di masing-masing divisi dan gereja di Divisi 2. Sarana olahraga yang ada di emplasmen adalah lapangan voli, bulutangkis, tenis, tenis meja, bilyard, kolam renang anak, dan berbagai macam permainan untuk anak-anak, sedangkan sarana olah raga yang ada di masing-masing divisi adalah lapangan voli dan lapangan bola.

Sarana pendidikan yang difasilitasi oleh kebun adalah Play Group dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan SD menginduk pada SD kebun Angsana Estate. Selain itu, kebun juga memberikan fasilitas penitipan anak yang ada di masing-masing divisi. Selain memberikan fasilitas-fasilitas umum, kebun juga memberikan tunjangan-tunjangan kepada karyawannya, yaitu: tunjangan uang makan dan kendaraan bagi staf serta tunjangan beras bagi karyawan tetap (SKU). Selain itu, kebun juga memberi tunjangan pendidikan dengan membebaskan biaya sekolah, fasilitas bus sekolah, tunjangan kesehatan gratis ke poliklinik atau rumah sakit, tunjangan hari raya (THR) dan bonus akhir tahun. Upah pokok untuk karyawan SKU sesuai dengan upah minimum regional (UMR) yaitu Rp 1 260 000,-/ bulan atau sekitar Rp 45 040,-/ hari. Selain itu, karyawan staf dan non staf juga mendapatkan asuransi jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) dan dana pensiun.


(30)

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Gunung Sari Estate (GSE) dipimpin oleh seorang estate manager (EM) yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan perkembangan kebun yang dipimpinnya. Estate manager memiliki wewenang untuk mengkoordinir kebun yang dikelolanya serta mengambil setiap keputusan kegiatan operasional kebun.

Estate manager dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh staf-staf kebun, yaitu

kepala administrasi (kasie), senior asisten yang merangkap menjadi asisten divisi, dan asisten divisi. Kasie bertanggung jawab terhadap semua urusan administrasi kebun dan bersama dengan senior asisten bertugas mengelola gudang. Kasie membawahi para karyawan kantor besar. Senior asisten bertugas untuk mengelola traksi dan divisinya. Bila estate manager sedang tidak bertugas di kebun maka senior asisten bertugas untuk memimpin kebun. Asisten divisi menjalankan tugasnya di divisi yang dipimpinnya. Struktur organisasi Gunung Sari Estate dapat dilihat pada Lampiran 6.

Senior asisten biasa disebut asisten kepala (askep) bertugas untuk mengelola emplasmen, traksi dan gudang (bersama dengan kasie) serta mengorganisasi para asisten divisi. Selain itu, askep juga menjadi penanggung jawab sementara kebun apabila estate manager sedang tidak berada di kebun. Asisten divisi bertanggung jawab terhadap semua kegiatan, baik kegiatan administrasi maupun kegiatan operasional yang ada di divisi yang dipimpinnya. Dalam melaksanakan tugasnya, asisten divisi dibantu oleh mandor dan kerani divisi. Mandor bertugas mengorganisasi dan mengawasi kinerja karyawan kebun, sedangkan kerani divisi bertugas mengurus seluruh kegiatan administrasi di lapangan.

Status karyawan di GSE terdiri atas karyawan staf dan karyawan non staf. Karyawan staf meliputi estate manager, kasie, senior asisten dan asisten divisi, sedangkan karyawan non staf meliputi karyawan kantor besar, karyawan traksi, karyawan divisi dan karyawan harian. Keadaan karyawan yang ada di GSE terlihat pada Tabel 4. Indeks tenaga kerja atau perbandingan antara jumlah tenaga kerja dengan luas lahan di GSE sesuai dengan kaidah yang berlaku yaitu 0.2 tenaga kerja/ hektar.


(31)

Tabel 4. Jumlah Karyawan di Gunung Sari Estate

No. Status Karyawan

Divisi

Traksi Kantor

Besar Total

1 2 3

L P L P L P L P L P L P Jumlah

...orang... Staf:

1. Manager 1 0 1 0 1

2. Kasi 1 0 1 0 1

3. Senior Asisten 1 0 1 0 1

4. Asisten Divisi 1 0 0 0 1 0 1 0 1

Non staf:

1. a. Mandor 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 3 0 3

b. Mandor 6 0 9 0 6 0 0 0 0 0 21 0 21

c. Pekerja langsung

Perawatan 20 20 21 71 25 15 0 0 0 0 60 78 172 Panen 46 2 41 42 49 11 0 0 0 0 140 50 191 d. Pekerja tidak langsung

SKU B 2 0 2 0 3 0 11 0 5 3 23 3 26

SKU H 9 3 9 4 7 4 15 0 14 15 56 28 80

2. Borongan

Total 84 25 83 117 92 30 26 0 19 18 303 190 494


(32)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Perbaikan Infrastruktur

Perkebunan kelapa sawit menghasilkan produk dalam bentuk tandan buah segar (TBS) yang bersifat bulk. Untuk mengeluarkan TBS dari dalam blok ke tempat pengumpulan hasil (TPH) dan mengangkutnya ke pabrik pengolahan, mutlak diperlukan jaringan jalan yang dapat memenuhi beberapa persyaratan dan manfaat. Jaringan jalan tersebut yaitu pasar tikus, rintis tengah, collection road (CR) dan main road (MR).

Collection road merupakan jalan yang lurus dengan baris tanaman dan jalan

panen yang digunakan pemanen untuk mengumpulkan TBS. Collection road mempunyai panjang 800 - 1 000 m, bergantung pada kondisi di lapangan dengan arah utara - selatan. Main road berfungsi sebagai jalan utama bagi beberapa jalan koleksi lainnya yang merupakan rute pengangkutan utama untuk mengangkut TBS ke pabrik. Main road memiliki panjang 300 - 400 m (arah timur-barat), bergantung pada kondisi lapangan. Semua badan jalan harus berbentuk seperti batok tengkurap/punggung kerbau (cambering), agar tidak terjadi genangan air pada permukaan. Jalan yang lurus sebaiknya juga dibuat cambering dan seimbang pada kedua sisinya. Selama kegiatan magang, penulis melakukan perawatan jalan dan tunas pasar.

Rawat jalan. Sebagian besar konstruksi jalan di GSE terbuat dari tanah. Jalan yang terbuat dari tanah sangat rentan dan mudah rusak bila terkena air dan sering dilalui oleh kendaraan khususnya truk pengangkut TBS. Selama magang penulis melakukan rawat jalan terhadap jalan yang rusak. Rawat jalan dilakukan secara manual. Alat-alat yang digunakan adalah hammer, cangkul, dan angkong. Inti dari pekerjaan ini adalah menguras air yang tergenang di jalan dan menimbunnya dengan batu sehingga menjadi rata. Prestasi kerja karyawan untuk rawat jalan tidak tentu karena bergantung pada tingkat keparahan jalan. Rata-rata prestasi karyawan 2 m/HK. Prestasi penulis yaitu 2 m/HK.


(33)

Tunas pasar. Tunas pasar merupakan kegiatan membuang pelepah tanaman kelapa sawit yang menjorok ke jalan. Tujuan tunas pasar adalah mengurangi hambatan penyinaran sinar matahari ke permukaan jalan akibat dihalangi oleh pelepah kelapa sawit sehingga dapat memperlama penyinaran matahari pada jalan yang berakibat jalan cepat kering bila basah. Aturan dalam tunas pasar adalah penunasan dilakukan seperlunya, hanya memotong pelepah yang menghalangi masuknya sinar matahari (jangan sampai over prunning). Prestasi kerja karyawan untuk rawat jalan tidak tentu karena bergantung pada banyaknya pokok yang akan ditunas. Rata-rata prestasi karyawan 60 m/HK. Selama menjadi karyawan penulis bertugas sebagai penyusun pelepah disebabkan oleh keterbatasan alat. Kegiatan perawatan jalan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perawatan Jalan: a. Rawat Jalan Manual, b. Rawat Jalan dengan

„Menggunakan Grader

Pengendalian Gulma

Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang tidak diinginkan manusia. Pada umumnya, gulma mudah melakukan regenerasi sehingga timbul persaingan dengan tanaman yang dibudidayakan dalam hal perolehan ruang, cahaya, air, dan nutrisi. Gulma juga mensekresikan zat kimia (alelopati) yang dapat merugikan tanaman yang dibudidayakan. Oleh karena itu, penting dilakukan pengendalian gulma untuk meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Pengendalian gulma harus memperhatikan teknis pelaksanaan di lapangan (faktor teknis), biaya yang diperlukan (faktor ekonomis), dan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkannya.


(34)

Pengendalian gulma di GSE dilakukan pada piringan dan gawangan. Tidak semua gulma harus diberantas karena tanah yang gundul (bebas dari vegetasi) mendorong terjadinya erosi yang sangat merugikan. Jenis gulma yang harus tetap dipertahankan di gawangan yaitu pakis Nephrolepisbisserata, Cassia cobanensis, Euphorbia sp, Turnera subulata. Gulma-gulma tersebut dapat berfungsi sebagai inang musuh alami hama-hama kelapa sawit (beneficial plant). Oleh karena itu, keberadaan gulma-gulma tersebut harus dijaga. Jenis gulma dominan yang ditemukan di GSE adalah Imperata cylindrica, Sceliria sumatrensis, Mikania micrantha, Borreria alata, Ottochloa nodosa, Melastoma affine, dan Ageratum conyzoides.

Pengendalian gulma di GSE meliputi pengendalian gulma secara manual dan kimia. Teknik pengendalian gulma yang dilaksanakan bergantung pada jenis dan kerapatan gulma, cuaca, topografi lahan, ketersediaan tenaga kerja serta alat dan bahan. Pengendalian gulma di GSE dilakukan dengan rotasi 1 kali pengendalian gulma secara manual dan 3 kali pengendalian gulma secara kimia.

Pengendalian gulma secara manual. Pengendalian gulma secara manual adalah pengendalian gulma yang dilakukan dengan menggunakan alat seperti cados (cangkul dodos), arit, parang, dan garukan. Pengendalian gulma secara manual ini untuk mengendalikan gulma yang ada di piringan, pasar rintis, dan gawangan. Kelebihan pengendalian gulma secara manual yaitu dapat dilakukan kapan saja, tidak terpengaruh waktu dan cuaca serta hasil dapat langsung diketahui sehingga lebih mudah dalam melakukan pengawasan. Sedangkan kelemahan pengendalian gulma secara manual adalah terjadi kerusakan akar tanaman atau pelukaan yang disebabkan oleh penggunaan alat, tanah menjadi cekung sehingga pada waktu hujan dapat menyebabkan genangan air dan memperbesar peluang erosi pada tanah miring. Pengendalian gulma secara manual di GSE dilakukan oleh tenaga kerja harian. Pengendalian gulma manual di GSE yang pernah diikuti penulis yaitu pekerjaan dongkel anak kayu (DAK). Tidak ada ketentuan yang jelas mengenai prestasi kerja pada kegiatan ini karena karyawan ditugaskan untuk membersihkan beberapa blok yang dianggap semak. Norma kerja kegiatan ini adalah 2 ha/HK. Prestasi penulis adalah 1 ha/HK. Kegiatan dongkel anak kayu (DAK) dapat dilihat pada Gambar 2.


(35)

Gambar 2. Kegiatan Dongkel Anak Kayu (DAK)

Pengendalian gulma secara kimia. Pengendalian gulma secara kimia adalah pengendalian gulma dengan cara menyemprotkan herbisida yang telah dilarutkan dengan air pada gulma sasaran. Jenis herbisida yang digunakan di GSE adalah herbisida sistemik dengan merk dagang Prima Up dengan bahan aktif

Isopropilamina glifosat 480 g/l berbentuk cair berwarna kuning keemasan,

Kenlon dengan bahan aktif Triklopir butoksil etil eter 480 g/l berbentuk cair berwarna kuning bening, dan Starane dengan bahan aktif Fluroksipir 200g/l yang berbentuk cair berwarna ungu. Keuntungan pengendalian gulma secara kimia adalah dapat mengurangi penggunaan tenaga kerja dan dapat mengurangi pelukaan tanaman akibat penggunaan alat. Kelemahannya yaitu sangat bergantung pada cuaca, menyebabkan keracunan pada tanaman, dan adanya pengaruh samping pada penyemprot.

Pengendalian gulma secara kimia di GSE dilakukan dengan sistem Block Spraying System (BSS). BSS adalah sistem pekerjaan yang dikerjakan blok per blok dengan metode penyemprotan yang lebih baik, supervisi lebih fokus dan produktivitas penyemprot yang lebih tinggi. Peralatan dan perlengkapan yang digunakan oleh tim BSS adalah: (a) dua unit kendaraan roda empat (truk tim semprot kebun dan micron herby sprayer) yang masing-masing truk dilengkapi tangki berisi air sebagai pelarut, (b) 10-15 unit alat semprot (RB-15) untuk TSK dan 8-10 unit alat semprot untuk MHS, dan selang air untuk mengisi air. Keuntungan penggunaan unit semprot yaitu penghematan pengggunaan tenaga


(36)

supervisi, supervisi lebih baik, mobilitas unit semprot yang tinggi, kualitas pencampuran herbisida lebih baik karena pengisian air dilakukan di traksi/sumur dan dapat dikontrol oleh asisten serta pengorganisasian kerja lebih mudah.

Berdasarkan cara kerjanya, tim semprot kebun dengan sistem BSS dibagi menjadi dua yaitu: tim semprot MHS untuk mengendalikan gulma di piringan, pasar rintis dan tempat pengumpulan hasil (TPH) serta tim semprot TSK untuk mengendalikan gulma di gawangan.

(1) Penyemprotan gulma piringan, pasar rintis, dan TPH

Tim semprot piringan, pasar rintis dan TPH menggunakan alat semprot CDA (Controlled Droplet Application). Di pasaran, alat CDA dikenal dengan nama Micron Herbi. Alat semprot Micron Herbi digunakan untuk sistem aplikasi cairan dengan volume rendah (ultra low volume). Tipe nozel yang digunakan adalah nozel warna kuning. Alat Micron Herbi mempunyai kapasitas 5 atau 10 l/knapsack. Herbisida yang digunakan adalah campuran Prima Up dan Starane dengan perbandingan 4 : 1. Konsentrasi campuran yang digunakan setelah dilakukan kalibrasi adalah 3.1%, artinya ada 31 ml herbisida dalam 1 liter air. Jenis gulma dominan yang ada di Divisi 2 adalah Axonopus compressus,

Cytrococcum arescens, Eleusine indica, dan Paspalum conjugatum.

Tim semprot piringan, pasar rintis dan TPH terdiri atas sembilan orang karyawan tetap perempuan. Penyemprotan piringan dilakukan secara selektif, artinya bila saat penyemprotan ditemukan piringan yang masih bersih sesuai standar, maka piringan tersebut dapat ditinggalkan. Kendala yang sering dihadapi adalah kerusakan pada alat semprot dan cuaca yang tidak menentu. Standar prestasi karyawan adalah 5 ha/HK. Prestasi karyawan bergantung pada kondisi lahan. Bila kondisi lahan bersemak, prestasi karyawan akan menurun dan sebaliknya. Prestasi karyawan rata-rata 5 ha/HK. Prestasi kerja penulis lebih kecil yaitu 1 ha/HK disebabkan keterbatasan alat, penulis melakukan penyemprotan ketika karyawan sedang istirahat.

(2) Penyemprotan gulma gawangan

Pengendalian gulma gawangan adalah membersihkan gulma anak kayu yang merugikan tanaman dan menyulitkan kegiatan lain yang ada di gawangan,


(37)

piringan, pasar rintis dan TPH. Gawangan harus bebas dari anak kayu, pakis-pakisan (yang merugikan), keladi liar, pisang liar, bambu liar, kerisan, dan kentosan. Jenis gulma dominan yang ada di gawangan antara lain: Melastoma sp.,

Chromolaena odorata, dan gulma berkayu lainnya.

Penyemprotan gulma di gawangan menggunakan alat semprot punggung semi-otomatis RB 15 dengan kapasitas 15 l, dengan sistem aplikasi cairan volume rendah (ultra low volume). Tipe nozel yang digunakan adalah nozel cone warna putih. Herbisida yang digunakan untuk penyemprotan gulma di gawangan adalah Prima Up dan Starane dengan konsentrasi 0.33%, Kenlon dan Metaprima dengan konsentrasi 0.02%. Rotasi penyemprotan gawangan tiga kali dalam setahun.

Penyemprotan gulma di gawangan dilakukan oleh tim penyemprot yang terdiri atas 12 orang karyawan tetap wanita dan satu orang mandor dilengkapi dengan satu unit kendaraan roda empat (truk) untuk membawa tangki air, peralatan dan karyawan. Kendala-kendala yang sering dihadapi tim penyemprot gawangan adalah terjadinya kerusakan pada alat kerja seperti pada nozel dan pompa knapsack dan keadaan cuaca yang tidak menentu. Penyemprotan dilakukan block by block dengan standar prestasi kerja sebesar 3 ha/HK. Prestasi kerja karyawan rata-rata 3 ha/HK, sedangkan prestasi kerja penulis lebih kecil yaitu 1 ha/HK.

Aplikasi Janjang Kosong (JJK)

Aplikasi janjang kosong di lapangan dapat menambah unsur organik untuk tanah. Aplikasi janjang kosong akan meningkatkan penyerapan air dan daya menyimpan air tanah, memperbaiki struktur tanah, memacu pertumbuhan akar, dan dapat juga menjadi mulsa. Janjang kosong banyak mengandung unsur-unsur makro yang diperlukan oleh tanaman, seperti N, P, K, dan Mg serta mengandung unsur hara B, Cu, Zn, Fe, dan Mn. Pengaplikasian JJK di GSE mengikuti dosis yang dianjurkan oleh Minamas Research Centre (MRC). Dosis JJK perhektar yaitu 75 ton, diaplikasikan sebanyak ± 550 kg di antara dua pokok dalam satu baris.

Aplikasi janjang kosong di GSE, dilakukan pada blok-blok tertentu. Penyusunan dilakukan di areal datar sampai bergelombang untuk memudahkan


(38)

pelangsiran dan penyusunan janjang. JJK diangkut oleh dump truck dari pabrik kelapa sawit (PKS), kemudian diletakkan di pinggir petak. Tumpukan JJK tersebut akan dilangsir oleh pekerja untuk disusun di gawangan antar pokok kelapa sawit. JJK disusun rapi berbentuk persegi dengan lebar 10 buah janjangan ke samping gawangan dan panjang 12 buah janjangan ke arah pasar rintis. Penyusunan JJK dibuat satu lapis agar tidak menjadi media hidup bagi hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros).

Pengaplikasian JJK di blok harus dilakukan sesegera mungkin setelah diangkut dari PKS agar hara yang terkandung tidak tercuci di jalan. Di samping itu JJK juga dapat merusak jalan karena JJK menyerap air. Alat-alat yang digunakan untuk mengaplikasikan JJK adalah angkong, gancu, dan atau tojok. Kendala yang sering dialami untuk mengaplikasikan JJK di lapangan adalah bentuk lahan yang bergelombang sehingga menyulitkan karyawan dan dosis pemupukan yang tidak teratur kadang lebih besar atau lebih kecil dari dosis yang direkomendasikan. Kegiatan pengaplikasian dan penyusunan JJK dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaplikasian Janjang Kosong di Lahan: a. Pendistribusian JJK,

„dan „b. Penyusunan JJK

Pengaplikasian JJK dilakukan oleh karyawan harian lepas (borongan) sesuai dengan Surat Perjanjian Kerja (SPK) dengan perusahaan. Upah untuk karyawan dihitung berdasarkan target prestasi kerja. Basis yang harus dicapai oleh karyawan adalah 5 ton/HK, dengan upah Rp 7 000,-/ton. Prestasi kerja karyawan adalah 7 ton/HK, sedangkan prestasi kerja penulis 2.5 ton/HK.

b a


(39)

Aplikasi Limbah Cair Kelapa Sawit

Selain janjang kosong, GSE juga memanfaatkan limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) sebagai salah satu pupuk organik untuk membantu memberi tambahan hara bagi tanaman, menyediakan tambahan air dan memperbaiki sifat-sifat tanah. POME yang diaplikasikan di GSE memiliki

biological 0xygen demand (BOD) ≤1 000 ppm, kadar BOD sesuai dengan

peraturan yang telah ditetapkan oleh komisi penilai AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) daerah setempat. BOD adalah kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik. Semakin tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada kolam penampung limbah akan semakin tinggi. POME memiliki kadar BOD yang sangat tinggi, rata-rata berkisar 25 000 - 30 000 ppm. Kadar BOD yang sangat tinggi ini dapat mengubah keadaan normal air dan untuk pengembalian ke kolam penampung limbah harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu.

Pembuatan flatbed untuk aplikasi POME di kebun dilakukan pada gawangan mati/gawangan yang berselingan dengan jalan panen, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang 3.2 m, lebar 2.4 dan kedalaman efektif 0.3 m, sehingga volume per flatbed adalah 2.304 m3, setara dengan 2.304 ton. Jumlah flatbed sesuai rekomendasi departemen riset adalah ± 150-160 flatbed/ha.

Dosis aplikasi POME berdasarkan anjuran departemen riset adalah 750 ton/ha/tahun dengan rotasi 3 kali setahun. Rata-rata jumlah flatbed di GSE adalah 109 flatbed/ha dengan volume aktual flatbed ± 2.3 ton/ flatbed. Perbedaan jumlah flatbed per ha dan volume per flatbed tersebut disebabkan oleh topografi GSE yang umumnya bergelombang yaitu antara 3–20% dan jenis tanah Oxisol, yang bertekstur pasir sehingga memilik daya jerap air yang tinggi serta dipengaruhi oleh pendangkalan flatbed karena endapan lumpur POME.

Pengaplikasian POME dari kolam limbah ke flatbed dalam blok dilakukan mulai jam 07.00–16.00 WITA. Pengaplikasian dilakukan oleh satu orang karyawan. Aplikasi POME harus diawasi secara ketat untuk mencegah terjadinya limpasan POME dari blok aplikasi ke parit/sungai. Untuk menghindari pendangkalan dan kerusakan flatbed maka secara periodik selama tiga bulan sekali dilakukan rehabilitasi atau pengurasan lumpur endapan POME kemudian


(40)

dibuang ke kanan kiri flatbed di luar piringan untuk menghindari kebocoran flatbed, sedangkan usaha antisipasi untuk mencegah luapan POME antara lain pembuatan parit isolasi dan tanggul pengaman di akhir jalur flatbed.

Karyawan yang bekerja pada aplikasi POME bertugas untuk mengatur dan menjaga aliran POME yang dipalikasikan serta membersihkan flatbed dari sampah dan pelepah sawit yang menghambat aliran POME. Standar prestasi kerja karyawan POME adalah 7 jam/HK, sedangkan supervisi yang dilakukan di luar jam kerja dihitung sebagai lebih borong dengan upah Rp 7 116,- /jam.

Pengambilan Contoh Daun

Pengambilan contoh daun atau leaf sampling unit (LSU) merupakan faktor kunci dalam penentuan dosis rekomendasi pupuk. Pengambilan sampel daun dilakukan pertama kali pada tanaman umur 3 tahun dan selanjutnya dilakukan sekali setahun untuk setiap LSU. Pengambilan contoh daun tahun ini bertujuan untuk menentukan rekomendasi pemupukan tahun depan. Pengambilan sampel daun dilakukan di Blok LSU, setelah pemupukan terakhir dengan Urea, TSP, MOP, Kieserite, dan abu janjang selesai dilakukan minimal 2–3 bulan sebelumnya. Aplikasi kaptan, dolomite, janjang kosong ataupun solid tidak mempengaruhi jadwal pengambilan sampel daun. Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan sampel daun, yaitu: kantong plastik hitam dan putih, cat biru, kertas label, parang, gunting, galah bambu, egrek, buku notes dan pena. Pengambilan sampel daun di GSE dilakukan pada tanggal 14–19 April 2011. Tiap divisi memiliki dua tim LSU yang terdiri atas 3 orang di masing-masing tim. Prestasi kerja tim LSU adalah 90 ha/tim. Pengambilan daun dilakukan dari pagi hari hingga selesai pada kondisi cuaca yang cerah, bila terjadi hujan pengambilan daun harus ditunda.

Pada satu areal LSU harus diusahakan keseragaman dalam umur tanaman, jenis bibit, jenis tanah, keadaan topografi, drainase, dan tindakan kultur teknis yang dilakukan. Pohon sampel ditentukan dengan pola sistem tertentu, misalnya sistem 12 x 11, berarti untuk setiap 12 pokok antar baris dalam satu blok diambil satu pohon sampel pada pokok ke-11 pada baris tersebut. Daun yang digunakan sebagai contoh adalah pelepah daun ke-17 karena merupakan pelepah daun yang


(41)

paling peka terhadap unsur hara. Pelepah daun ke-17 diegrek dan diturunkan, kemudian tiga helai anak daun sebelah kanan dan sebelah kiri pada pelepah jarum (peralihan anak daun muda dan tua) dalam salah satu pelepah dipotong daunnya sepanjang ± 25 cm. Contoh daun yang sudah dipotong ± 25 cm dibuang lidinya dan dipisahkan menjadi dua sub sampel (A dan B). Satu sub sampel terdiri atas helai daun dari sisi kanan lidi dan sub sampel lainnya dari helai daun sisi kanan lidi. Anak daun sebelah kanan dan kiri dipisahkan pada tempat yang berbeda, kemudian daun dipotong dengan ukuran 2-3 cm. Potongan sampel daun dikeringkan selama ± 5-7 jam pada suhu 80 0C. Daun dikatakan kering apabila sudah rapuh dan mudah dipatahkan dan warna masih nampak hijau. Daun yang telah dioven kemudian dikirim ke MRC untuk dianalisis sebagai bahan penentuan rekomendasi pemupukan.

Dalam pengambilan pohon sampel perlu diperhatikan bahwa pohon yang ada di pinggir jalan, bangunan, bersebelahan dengan pohon mati, pohon steril atau yang terserang penyakit, dan tumbuhnya abnormal tidah boleh diambil sebagai pohon sampel. Apabila pohon sampel termasuk dalam kriteria tersebut maka yang menjadi tanaman contoh bergeser dua tanaman ke depan atau ke belakang.

Selama pengambilan sampel daun, pertumbuhan vegetatif meliputi tinggi tanaman, panjang pelepah, lebar pelepah, dan tebal pelepah juga diamati. Selain itu juga dilakukan pengamatan visual terhadap defisiensi hara. Tiap tim diberi foto tentang defisiensi hara untuk mempermudah pengamatan. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengambilan contoh daun adalah belum terampilnya tim sensus dalam menentukan pelepah ke-17, faktor ketelitian dalam pengukuran dan pengamatan tanaman yang tinggi sesuai dengan umur tanaman sehingga menyulitkan pengambilan pelepah. Standar prestasi kerja karyawan yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 30 ha/HK sesuai dengan tingkat kerapatan sampel yang diambil dan kriteria yang diukur. Prestasi kerja karyawan dan penulis yaitu 30 ha/HK.

Pemupukan

Pemupukan adalah upaya untuk menyediakan unsur hara yang cukup secara berkala dan berimbang baik secara langsung pada tanaman maupun tidak


(42)

langsung ke dalam tanah. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit bertujuan untuk mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman, produksi tandan buah segar (TBS) secara maksimum dan ekonomis serta meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit. Pemupukan di Gunung Sari Estate (GSE) dimulai dengan kegiatan perencanaan pemupukan. Perencanaan pemupukan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya karena berhubungan langsung dengan penyediaan biaya, material pupuk dan tenaga kerja yang digunakan.

Perencanaan pemupukan di GSE dibagi menjadi tiga tahap yaitu: rencana kerja tahunan (RKT), rencana kerja bulanan (RKB) dan rencana kerja harian (RKH). Rencana kerja tahunan (RKT) digunakan untuk mengetahui besarnya biaya operasional berdasarkan: jenis dan dosis pupuk yang digunakan, jumlah tenaga kerja, peralatan dan perlengkapan serta ekstra fooding dalam satu tahun. Rencana kerja bulanan (RKB) digunakan untuk menentukan jenis dan jumlah pupuk yang akan diaplikasikan, persiapan lapangan dan persiapan peralatan dan perlengkapan pemupukan, ekstra fooding pada bulan tersebut. Rencana kerja harian (RKH) digunakan untuk menentukan jumlah tenaga kerja yang digunakan, kesiapan unit transpor untuk karyawan dan pengeceran pupuk dan pembuatan bon permintaan pupuk untuk blok yang akan dipupuk.

Perencanaan pupuk tersebut meliputi jenis dan dosis pupuk yang akan diaplikasikan, waktu pelaksanaan pemupukan, peralatan dan perlengkapan kerja yang digunakan, tenaga kerja yang dibutuhkan, kesiapan blok-blok yang akan dipupuk dan hal-hal administrasi dalam pemupukan. Seksi pemupukan dibuat terlebih dahulu oleh mandor pupuk sebagai rencana pergiliran waktu pelaksanaan pemupukan pada tiap blok untuk setiap jenis pupuk, berdasarkan interval waktu aplikasi masing-masing jenis pupuk.

Jenis dan dosis pupuk yang akan diaplikasikan ditetapkan berdasarkan rekomendasi pemupukan dari Departemen Riset Minamas, yaitu Minamas

Research Centre (MRC). Rekomendasi pemupukan tersebut disusun atas dasar

hasil analisis hara daun, status hara tanah, jenis tanah, dan LCC, curah hujan serta proyeksi produksi (balance sheet) yang dilakukan setiap tahun. Jenis pupuk yang digunakan di GSE periode 2010-2011 adalah NK Blend, Kieserit, Rock Phosphat, dan HGFB.


(43)

Sistem aplikasi pemupukan yang digunakan di GSE adalah Block Manuring

System (BMS), yaitu sistem pemupukan yang terkonsentrasi dalam hancak

pemupukan per kebun, dikerjakan blok per blok dengan sasaran mutu pemupukan yang lebih baik, supervisi lebih fokus dan produktivitas yang lebih tinggi. Mekanisme pelaksanaan BMS adalah hancak pemupuk tetap tiap blok dan setiap tanaman diketahui pemupuknya dan pergeseran ancak diatur sedemikian rupa sehingga berlangsung cepat dan efisien. Organisasi pemupukan tim BMS meliputi tim pengecer pupuk, penabur pupuk dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas pemupukan.

Kegiatan pemupukan dimulai dengan persiapan blok yang akan dipupuk. Persiapan tersebut meliputi persiapan piringan yang harus dalam keadaan bersih dan persiapan sarana lain seperti jalan dan jembatan pada main road dan

collection road, pasar rintis untuk menunjang kelancaran transportasi dan

pelaksanaan aplikasi pupuk di lapangan. Blok-blok yang akan dipupuk diusahakan berada dalam satu hamparan sehingga mempermudah pengawasan pelaksanaan pemupukan, mobilisasi pengecer dan penabur.

Pengeceran pupuk. Kendaraan pengangkut pupuk dari gudang sentral ke lapangan, sehari sebelum pemupukan harus sudah dipastikan kesiapannya. Pada pukul 06.30 WITA, mandor pupuk melakukan antrian pagi dengan para pengecer pupuk untuk memberikan informasi mengenai jenis pupuk, kebutuhan jumlah pupuk (tonase) dan blok-blok yang akan diaplikasi. Setelah antrian pagi dengan mandor pupuk, pengecer pupuk mulai memuat pupuk dari gudang sentral ke dalam kendaraan.

Pada pukul 07.00 WITA, pengecer selesai memuat pupuk ke kendaraan, sehingga pukul 07.30 WITA pupuk sudah berada di lapangan. Pengeceran pupuk dari atas kendaraan harus dilakukan dengan baik dan diletakkan pada tempat pengeceran yang sudah ditentukan. Tumpukan pupuk yang diecer harus diletakkan di tempat pengumpulan pupuk (TPP) yang terdapat pada collection road (CR) yaitu pada sisi timur dan barat blok. Tiap TPP mewakili enam jalur tanaman atau tiga pasar rintis. Jumlah pupuk tiap TPP mewakili enam jalur tanaman atau tiga pasar rintis. Jumlah pupuk tiap TPP ditentukan berdasarkan dosis pupuk/pokok. Tenaga yang dipakai sebagai pengecer pupuk adalah empat


(44)

orang karyawan tetap laki-laki dengan standar kerja 2 ton/HK dan sisa tonase pupuk dianggap sebagai lebih borong dengan upah Rp 6 159/ton. Jika kondisi infrastruktur blok yang akan dipupuk kurang memadai seperti jalan kurang baik, jembatan rusak atau blok berbatasan dengan sungai maka pengeceran dapat dilakukan hanya pada satu titik saja.

Pupuk yang telah diecer di lapangan harus terjamin aman dari pencurian, pembuangan atau disembunyikan di gawangan/parit. Oleh karena itu, ada seorang karyawan yang bertanggung jawab terhadap keaman pupuk, sekaligus merangkap sebagai tenaga pengumpul eks goni pupuk dari pengecer pupuk. Pupuk yang telah diecer di lapangan harus selesai ditabur seluruhnya pada hari tersebut. Apabila pupuk tidak selesai ditabur karena hujan atau keadaan lainnya, maka sisa pupuk tersebut harus dibawa kembali ke gudang divisi. Gambar pengangkutan pupuk dapat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengangkutan Pupuk Menggunakan Dump Truck

Untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam hancak pemupukan pada suatu blok, maka dibentuk satuan tugas pemupukan yang disebut kelompok kecil pemupuk (KKP). Masalah-masalah yang sering muncul dalam hancak pemupukan adalah areal kebun yang berbukit, kondisi barisan tanaman yang tidak lurus, barisan dalam satu rintis tidak tembus karena berbatasan dengan sungai, jurang, atau palung. Selain itu juga karena jumlah tanaman dalam satu baris tanaman bervariatif.

Sebelum melakukan kegiatan pemupukan, tim pemupuk diingatkan untuk menggunakan alat pelindung diri (APD) yaitu baju lengan panjang, apron, sarung


(45)

tangan, sepatu boot, topi dan masker untuk kesehatan dan keselamatan tim pemupuk. Selain itu pemupuk juga diberikan ekstra fooding. Alat-alat yang digunakan dalam pemupukan adalah bin pupuk dan takaran pupuk. Bin pupuk yang digunakan sebagai tempat pupuk yang akan ditabur, sedangkan takaran adalah alat untuk menabur pupuk. Takaran terbuat dari plastik melamin yang sudah dikalibrasi terlebih dahulu disesuaikan dengan jenis dan dosis pupuk.

Kegiatan pemupukan di GSE dimulai pada pagi hari dengan kondisi cuaca yang cerah. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan pemupukan adalah jenis dan dosis pupuk, persiapan blok yang akan dipupuk, sarana dan prasarana (jalan, jembatan, titi pasar rintis), alat-alat yang digunakan (APD, takaran, dan bin) serta alat transportasi untuk karyawan dan pengeceran pupuk ke lapangan.

Penaburan pupuk. Setelah menempati hancak pemupukan, masing-masing penabur di tiap KKP mulai membuka karung pupuk kemudian memasukkan pupuk ke dalam bin pupuk. Tiap penabur biasanya memupuk dua jalur tanaman (1 pasar rintis). Penaburan pupuk pada tanaman menghasilkan di atas rumpukan

pelepah, berbentuk “U” (U shape front stacking). Penaburan pupuk harus dilakukan secara merata dan tipis. Apabila ditemukan pupuk yang menggumpal maka pupuk harus dihancurkan.

Sistem pemupukan di GSE tidak menggunakan pelangsir pupuk, pemupuk keluar masuk blok untuk mengisi bin pupuk. Penaburan pupuk dimulai dari tanaman yang terdekat dari collection road timur menuju ke pasar tengah. Setelah selesai, penabur pindah ke collection road barat.

Umumnya jumlah blok yang akan dipupuk disesuaikan dengan jumlah karyawan pupuk yang ada saat pemupukan hari tersebut. Oleh karena itu, tiap antrian pagi, mandor pupuk akan mengabsen kehadiran karyawannya untuk menentukan jumlah blok dan tonase pupuk yang akan diaplikasikan pada hari tersebut. Tenaga kerja yang digunakan sebagai tim pupuk (penabur) adalah karyawan SKU. Standar pemupukan untuk berbagai jenis pupuk di GSE yaitu: NK blend (600 kg/HK), Rock Phospate (400 kg/HK), Kieserit (400 kg/HK), HgFB (7 ha/HK). Gambar penaburan pupuk menggunakan bin dan takaran dapat dilihat pada Gambar 5.


(46)

Gambar 5. Penaburan Pupuk Menggunakan Bin dan Takaran

Pengumpulan karung bekas pupuk. Karung bekas pupuk dikumpulkan oleh seorang penabur pupuk yang khusus dipekerjakan sebagai pengumpul dan pembersih pupuk yang tercecer di jalan (collection road). Karung bekas pupuk dikumpulkan dan digulung setiap 10 lembar karung. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan pengawasan kembali jumlah pupuk yang dibawa ke lapangan, selain itu juga untuk pemeriksaan apakah seluruh pupuk sudah ditabur dan tidak ada pupuk yang hilang. Gulungan karung eks pupuk tersebut dibawa oleh pengumpul ke sudut blok untuk memudahkan pengambilan karung eks pupuk oleh pengecer pupuk. Kemudian karung bekas pupuk tersebut diletakkan di gudang dan ditata rapi.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama adalah pengganggu pada tanaman kelapa sawit yang disebabkan oleh serangga dan atau mamalia yang dapat menurunkan hasil dan secara ekonomis merugikan manusia. Penyakit adalah faktor pengganggu tanaman kelapa sawit yang disebabkan oleh jamur, bakteri, atau virus yang secara ekonomis dapat menurunkan hasil. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit dapat menimbulkan kerusakan berat hingga kematian pada tanaman sehingga perlu dilakukan pemberantasan dan pengendalian hama dan penyakit tersebut. Pemberantasan adalah pemusnahan semua populasi hama dan penyakit yang ada di areal pertanaman, sedangkan pengendalian adalah mengurangi, menekan hama dan penyakit sampai ambang batas ekonomi yang tidak merugikan.


(47)

Hama dan penyakit yang menyerang kelapa sawit di GSE terbilang masih di bawah batas ambang ekonomi yang berarti tidak merugikan secara ekonomi sehingga hanya dilakukan pengendalian. Pengendalian hama dan penyakit di GSE dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsep pengendalian hama terpadu yaitu penggunaan beneficial plants dan burung hantu (Tyto alba).

Beneficial plants. Menurut Minamas Plantation Indonesia (2008), beneficial

plants (tanaman berguna) adalah tanaman yang mempunyai unsur perangsang

alamiah untuk menarik populasi musuh-musuh alami dari ulat api dan ulat kantong pada tanaman kelapa sawit. Beneficial plants dapat menyediakan madu/makanan bagi beberapa parasitoid dan predator dari hama, yang merupakan makanan tambahan penting untuk bertahan hidup dan berkembang biak. Tanaman ini juga menyediakan tempat berteduh yang mampu meningkatkan masa hidup predator ini lebih lama selama kondisi lingkungan yang buruk, yang memastikan kehadirannya sepanjang waktu pada areal tanaman kelapa sawit. Pertumbuhan Antigonon leptopus dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pertumbuhan Antigonon leptopus pada Tiang Rambatan

Percobaan dari bagian proteksi tanaman Minamas Research Center (MRC), menunjukkan bahwa penanaman beneficial plant secara benar dan berkelanjutan dapat mengatasi serangan hama yang serius (kronis). Penggunaan beneficial plant ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan kimia sebagai pengendali hama. Terdapat empat spesies tanaman yang efektif dalam menekan serangan hama perusak daun pada tanaman kelapa sawit secara alami, yaitu Euphorbia


(1)

71 Lampiran 7. Format Pemeriksaan Hancak dan Mutu Buah di TPH

PT LADANGRUMPUN SUBURABADI

Gunung Sari Estate

FORMAT PEMERIKSAAN HANCAK DAN MUTU BUAH DI TPH

Kebun : ... Pusingan : ...

Divisi : ... Seksi Panen : ...

Blok/Ha/TT : ... Pemeriksa: ... Kemandoran : ... Tanggal/Bln : ... Pemanen : ...

No Brs

No Pkk

Jjg Panen

Pkk Panen

Brondolan/ Buah Lepas Buah Tinggal

Brd Hitam/Pkk

Kondisi Pokok Susunan Pelepah “U”

Shape Pir Pkk Psr

Rts

Gaw

Mati TTL N R PS OP PG SP

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

1 2 3 4 5 6 .... ....

A. Mutu Hancak

Total janjang dipanen : ...Jjg Total Pokok dipanen : ...Pkk Total buah masak tidak dipanen : ...Jjg

% Buah Masak Tidak dipanen : ...Jjg/Jjg Pnn % Buah Masak Tidak dipanen : ...Jjg/Pkk Pnn % Brondolan Hitam/ pokok : ...Brd/ pkk


(2)

72 Lampiran 7. (Lanjutan)

Total Brd/ Jjg Brd/ Pkk Pnn Keterangan Kondisi Blok Cek (diisi oleh Pengecek): Piringan

Pokok Pasar Rintis Gawangan Mati Total

B. Mutu Buah Blok:

No/ Nama Pemanen

No TPH

Jumlah Jjg cek

unripe

Under Ripe

Ripe

Normal Over Ripe Empty Bunch

Abnormal/ Dimakan

Tikus

Long Stalk

Kontaminasi/ kebersihan Brondolan

Ao A*

Jjg % Jjg % Jjg % Jjg % Jjg % Jjg % Jjg % Jjg % Jjg %

Total

Diperiksa Oleh Diketahui Oleh,

(...) (...)


(3)

73 Lampiran 8. Blanko Rekapitulasi Taksasi Potong Buah di Divisi 2

PT.LADANGRUMPUN SUBURABADI GUNUNG SARI ESTATE

REKAPITULASI TAKSASI POTONG BUAH

Divisi : II (Dua)

Tgl Divisi Mandor Panen Blok Tahun

Tanam Luas (Ha)

Jumlah Pokok

Kematangan (%)

Jml Janjang

BJR (kg)

Taksasi


(4)

74 Lampiran 9. Blanko Surat Pengantar Buah

MINAMAS PLANTATION

PT. LADANGRUMPUN SUBURABADI Unit Usaha : GSE

SURAT PENGATAR BUAH

NO. SEAL NO. SERIAL SPB

AFDELING NO. KENDARAAN

NO. TRIP

TANGGAL Jam Keluar Lapangan

PENGANTARAN Jam Tiba di Pabrik

KATEGORI JJG

TGL PANEN

PUSINGAN POT.BUAH

TAHUN

TANAM SEKSI BLOK JANJANG

BRONDOL EST (kg)

BJR (kg)

ESTIMASI

TONNASE G M Rp. TBS

RESTAN JUMLAH

PENGESAHAN KRANI BUAH/ Ast. Afd.


(5)

RINGKASAN

MIDIAN ROMEO SIREGAR. Manajemen Pemanenan Kelapa Sawit

(Elaeis guineensis Jacq.) di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun

Suburabadi, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. (Dibimbing oleh ADE WACHJAR).

Kegiatan magang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, melatih keterampilan dan mendapatkan pengalaman kerja baik aspek teknis maupun manajerial di lapangan pada berbagai taraf pekerjaan. Selain itu kegiatan magang bertujuan mempelajari dan menganalisis permasalahan dalam pengelolaan pemanenan agar dapat memberikan masukan yang efektif dan efisien dalam kegiatan pemanenan. Kegiatan magang dilaksanakan di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan mulai bulan Februari 2011 sampai Juni 2011.

Metode yang digunakan dalam magang ini adalah metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan cara bekerja di lapangan sesuai jenjang jabatan yang ada di kebun dan wawancara dengan para karyawan dan staf kebun. Sedangkan metode tidak langsung dilakukan untuk mendapatkan data sekunder pendukung data primer berupa laporan manajemen kebun (laporan harian, laporan bulanan, dan tahunan), studi pustaka, dan sumber lainnya. Dalam mempelajari aspek khusus pemanenan, penulis melakukan pengamatan kriteria matang panen, perhitungan angka kerapatan panen (AKP) dan taksasi produksi, pengamatan tandan buah segar (TBS) tidak terpanen dan kualitas kutip brondolan, dan pengamatan losses brondolan akibat pemotongan gagang panjang.

Produktivitas TBS di Gunung Sari Estate rata-rata 20.84 ton/ha, termasuk kategori baik. Produktivitas TBS yang baik, karena didukung oleh kondisi kebun yang baik dengan populasi tanaman yang optimum dan pengelolaan teknik budidaya tanaman mulai dari kegiatan pemeliharaan sampai dengan pengangkutan TBS ke pabrik kelapa sawit (PKS) sudah dilakukan dengan baik.

Kualitas panen ditentukan oleh mutu TBS yang dipanen, TBS tertinggal pada pokok, pemotongan gagang panjang, brondolan tinggal, dan pengangkutan


(6)

TBS ke PKS. Secara umum, pengelolaan panen di Gunung Sari Estate sudah cukup baik dilihat dari nilai pemotongan gagang panjang, organisasi panen, dan manajemen pengangkutan. Akan tetapi kualitas panen di Divisi 2 Gunung Sari Estate belum seluruhnya memenuhi standar yang ditetapkan oleh perusahaan.

Hasil pengamatan terhadap mutu buah panen di Divisi 2 menunjukkan terdapat buah unripe (mentah) sebanyak 0.7 % (standar 0 %), buah ripe (matang) 88.11 % (standar > 95 %), dan buah empty bunch (janjang kosong) 8.9 % (standar 0 %). Hasil pengamatan TBS tinggal menunjukkan terdapat TBS tinggal sebesar 2.46 % per kelompok kecil pemanen (KKP) dan brondolan tinggal 2.55 % per TBS. Hasil pengamatan kualitas kutip brondolan menunjukkan persentase brondolan tinggal di piringan paling tinggi 52.95 % dan di pokok 42.67 persen. Nilai tersebut menggambarkan bahwa kualitas panen di Divisi 2 Gunung Sari Estate masih perlu ditingkatkan.

Strategi yang perlu disusun untuk meningkatkan kinerja pemanen di Divisi 2 Gunung Sari Estate, yaitu meliputi normalisasi rotasi panen untuk menjaga mutu dan kualitas panen, pengawasan terhadap kinerja pemanen dan peraturan denda perlu ditingkatkan. Pembersihan piringan perlu dilakukan untuk memudahkan pemanen mengutip brondolan. Di samping itu perlu dilakukan pelatihan untuk melatih keterampilan pemanen dalam memotong gagang panjang untuk meminimalisasi losses. Manajemen pengangkutan perlu ditingkatkan lagi agar persentase buah restan dapat dikurangi.


Dokumen yang terkait

Manajemen Pemupukan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Tanaman Menghasilkan di Angsana Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

1 29 212

Manajemen Panen Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)di Gunung Kemasan Estate, PT.Bersama Sejahtera Sakti, Minamas Plantation, Pulau Laut, Kalimantan Selatan

1 7 5

Manajemen Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jaqc.) Di Gunung Sari Estate, Pt. Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

0 4 212

Pengelolaan panen tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) Di perkebunan pantai bonati estate, PT. Sajang heulang minamas plantation, tanah bumbu, Kalimantan Selatan

1 26 175

Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Angsana Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation Group, Kalimantan Selatan.

0 5 216

Manajemen Pemupukan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Tanaman Menghasilkan di Angsana Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

0 14 63

Manajemen Kualitas Panen Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Angsana Estate, Minamas Plantation, Kalimantan Selatan

0 3 50

Pengelolaan Gulma Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Angsana Estate PT Ladangrumpun Suburabadi Minamas Plantation Kalimantan Selatan

0 13 62

Pengelolaan pemanenan kelapa sawit (elaeis guineensis jacq.) di teluk bakau estate, pt bhumireksa nusa sejati minamas plantation, riau

1 9 70

Manajemen Pemanenan Kelapa Sawit (Elaeis guneensis Jacq.) di Teluk Siak Estate, PT Aneka Intipersada, Minamas Plantation, Riau

0 4 50