Hapusnya Utang Pajak

2. Hapusnya Utang Pajak

  Tentang hapusnya utang pajak dalam hukum perdata dapat dijumpai dalam Pasal 1381 KUH Perdata. Pasal tersebut memberikan 10 cara tentang hapusnya utang dalam bidang perdata, yaitu :

  a) Pembayaran

  b) Penawaran pembayaran yang diikuti dengan penetapan

  c) Pembaharuan utang

  d) Kompensai utang

  e) Percampuran Utang

  f) Pembebasan utang

  g) Musnahnya barang yang terutang

  h) Pembatalan, atau batal demi hukum

  i) Dipenuhi syarat batal j) Daluwarsa

  Dari 10 cara hapusnya hutang tersebut timbul pertanyaan, apakah ketentuan hukum perdata tersebut berlaku sepenuhnya terhadap hukum publik.

  Mengenai hal tersebut terdapat bermacam-macam pendapat, tetapi yang banyak dianut adalah pendapat bahwa hukum perdata merupakan hukum umum, dan hukum publik merupakan hukum khusus, kecuali apabila hukum khusus itu dengan tegas menyatakan bahwa ketetapan hukum perdata itu tidak berlaku atau hukum publik memberikan ketetapan lain untuk menggantikan ketetapan hukum umum yang bersangkutan .

  Di bawah ini diuraikan satu persatu mengenai cara hapusnya utang menurut hukum perdata tersebut dan bagaimana terhadap utang pajak.

  a) Pembayaran.

  Pada umumnya pembayaran (lunas) utang akan meng- hapuskan utang. Ketentuan ini berlaku sepenuhnya terhadap utang pajak. Utang pajak akan hapus apabila dibayar lunas, tetapi tidak setiap pembayaran lunas dapat menghapuskan utang pajak hanya pembayaran lunas dengan cara yang diterima baik atau diatur dalam bidang perpajakan (sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ) saja. Pembayaran yang dapat menghapuskan utang pajak adalah pembayaran lunas yang diterima baik oleh kantor Kas Negara, kantor pos dan giro maupun oleh bank-bank negara yang ditunjuk.

  b) Penawaran pembayaran diikuti dengan konsinyasi.

  Ketentuan ini tidak berlaku terhadap utang pajak,karena Kantor Kas Negara (dan Kantor Pos dan Giro serta bank-bank Pemerintah yang ditunjuk) tidak dapat menolak pembayaran pajak, betapa kecilnya pembayaran tersebut.

  c) Pembaharuan utang;

  Pembaharuan utang dapat terjadi diantaranya adalah karena ditempatkan suatu kreditur baru, yang menggantikan kreditur yang lama, yang memperbolehkan debitur dibebaskan dari perikatannya. Hal ini tidak mungkin terjadi dalam bidang perpajakan karena yang menjadi kreditur pajak adalah negara yang tidak mungkin kedudukannya dialihkan kepada siapapun. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembaharuan utang tidak dapat terjadi dalam hukum pajak Pembaharuan utang dapat terjadi diantaranya adalah karena ditempatkan suatu kreditur baru, yang menggantikan kreditur yang lama, yang memperbolehkan debitur dibebaskan dari perikatannya. Hal ini tidak mungkin terjadi dalam bidang perpajakan karena yang menjadi kreditur pajak adalah negara yang tidak mungkin kedudukannya dialihkan kepada siapapun. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembaharuan utang tidak dapat terjadi dalam hukum pajak

  Kompensasi atau memperhitungkan utang terjadi demi hukum, bahkan mungkin terjadi diluar pengetahuan debitur. Mengenai hal tersebut dapat diberikan ilustrasi sebagai berikut : jika Ahmad mempunyai utang pada Badrun (Ahmad sebagai debitor dan Badrun sebagai kreditor) dan sebaliknya Badrun mempunyai utang kepada Ahmad (Badrun sebagai Debitor dan Ahmad sebagai kreditor) maka utang Ahmad kepada Badrun dapat diperhitungkan (dikompensasikan) dengan utang Badrun kepada Ahmad. Jika jumlahnya sama besar maka utang tersebut akan saling menutup, sehingga utang menajdi hapus. Akan tetapi apabila utang Ahmad lebih besar daripada utang Badrun kepada Ahmad, maka sisanya yang tidak dikompensasikan, tetap menjadi utang Ahmad kepada Badrun yang masih harus dibayar oleh Ahmad kepada Badrun, dan yang masih dapat ditagihkan oleh Badrun kepada Ahmad.

  Utang pajak dengan sendirinya dapat dikompensasikan dengan pembayaran di muka atau kelebihan pembayaran pajak dari wajib pajak yang sama, tidak perlu menjadi syarat bahwa kelebihan pembayaran pajak harus terjadi dalam jenis pajak yang sama untuk kepentingan administrasi, kompensasi tersebut hanya dapat dilakukan atas permintaan wajib pajak dengan pemindah bukukan dan tidak terjadi dengan sendirinya demi hukum.

  e) Percampuran utang

  Percampuran utang terjadi apabila sifat kreditor dan debitor bercampur pada satu orang, dan ini terjadi dengan sendirinya demi hukum. Jumlah atau barang yang terutang adalah sama sehingga percampuran mengakibatkan hapusnya utangperikatan. Misal : Hak memungut hasil atas suatu tanah ada pada A, dan B yang memiliki tanah tersebut dengan “Blote eigenaar” Blote eigendom pada suatu waktu blote eigendom tersebut beralih di tangan A, sehingga A pada saat itu sekaligus menjadi kreditor dan debitor mengenai hal yang sama, yang menyebabkan lenyapnya utang tersebut. Cara ini tidak dapat diterapkan dalam bidang perpajakan.

  f) Peniadaan utang atau pembebasan utang.

  Peniadaaan utang debitur artinya adalah kreditur membebaskan kreditur dari kewajibannya untuk membayar utangnya. Dalam hukum perdata apa yang menjadi sebab untuk peniadaan itu tidak menjadi masalah, misalnya; dapat terjadi karena suaminya meninggal, atau karena belas kasihan atau dapat juga sebagai hadiah.

  Dalam hukum pajak cara ini dapat diterapkan tetapi utang pajak hanya dapat ditiadakan karena sebab tertentu, misalnya karena sawah terkena bencana alam atau karena dasar penetapannya tidak benar.

  Dengan peniadaan utang ini maka perikatan pajak menjadi hapus, sehingga wajib pajak tidak lagi mempunyai kewajiban membayar utangnya. Pembebasan ini hanya dapat diberikan apabila subyek pajak setelah dikenakan pajak ternyata memnuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang untuk diberikan pembebasan.

  Peniadaaan utang ini tidak berlaku dengan sendirinya atau berlaku dengan sendirinya, tetapi harus ada perbuatan positif dari pihak negara (Ditjen Pajak) dan inipun sering harus didasarkan pada permintaan wajib pajak.

  g) Musnahnya barang yang terutang;

  Apabila objek yang menjadi tujuan pajak itu musnah atau hilang di luar perbuatan atau kesalahan para pihak, yang menyebabkan debitor tidak mampu untuk menyerahkan objek tersebut, maka perikatan itu hapus. Untuk hukum pajak, maka tidak dengan sendirinya perikatan (utang) pajak hapus jika objek pajak itu musnah, karena utang pajak tidak timbul dari perjanjian, melainkan timbul karena undang-undang.

  Oleh karena itu, hapusnya atau musnahnya objek yang telah dikenakan pajak tidak dengan sendirinya menghapus utang pajak atau kewajiban membayar jumlah uang dalam kas negara.

  h) Batal atau pembatalan;

  Perikatan yang dibuat oleh anak yang belum dewasa atau anak yang ada di bawah pengampuan adalah batal dengan sendirnya Perikatan yang dibuat oleh anak yang belum dewasa atau anak yang ada di bawah pengampuan adalah batal dengan sendirnya

  Utang pajak yang timbul karena Undang-Undang berdasarkan ajaran materiil tidak akan batal dengan sendirinya demi hukum. Utang pajak yang terjadi dengan Surat Ketetapan Pajak menurut ajaran formal hanya akan hapus apabila Surat Ketetapan Pajak itu dibatalkan.

  i) Dipenuhi syarat batal;

  Terdapat suatu perikatan yang diperjanjikan menjadi hapus jika syarat-syarat tertentu pada suatu saat dipenuhi. Syarat ini merupakan suatu hal yang belum tentu, artinya dapat terjadi tapi juga mungkin tidak terjadi.

  Lain halnya dengan perikatan dengan ketetapan waktu yang pasti akan terjadi di kemudian hari. Dalam hukum pajak ketetapan ini tidak mungkin berlaku, karena kita ketahui, bahwa hutang pajak timbul karena Undang-Undang tanpa syarat.

  j) Daluwarsa.

  Daluwarsa adalah hapusnya perikatan ( hak untuk menagih utang atau kewajiban untuk membayar utang karena lampaunya jangka waktu tertentu), sesusi dengan apa yang ditetapkan dalam Undang-Undang , menurut cara-cara yang ditentukan dalam Undang-Undang .

  Dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 jo Undang- Undang Nomor 9 tahun 1994 dimuat suatu ketentuan bahwa hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda administrasi dan biaya penagihan gugur (daluwarsa) setelah lampau waktu 5 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan, kecuali jika sebelum saat daluwarsa, dilakukan pencegahan daluwarsa. Namun dalam UUKUP tahun 2007 dalam Pasal 22 (1) dinyatakan bahwa Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung Dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 jo Undang- Undang Nomor 9 tahun 1994 dimuat suatu ketentuan bahwa hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda administrasi dan biaya penagihan gugur (daluwarsa) setelah lampau waktu 5 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan, kecuali jika sebelum saat daluwarsa, dilakukan pencegahan daluwarsa. Namun dalam UUKUP tahun 2007 dalam Pasal 22 (1) dinyatakan bahwa Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung