Timbulnya Utang Pajak
1. Timbulnya Utang Pajak
Untuk mengetahui dan menentukan kapan timbulnya utang pajak dalam teori perpajakan terdapat dikenal 2 (dua) teori ajaran, yaitu Ajaran Utang Pajak Materiil dan Ajaran Utang Pajak Formil.
Menurut Ajaran Utang Pajak Materiil, utang pajak timbul karena bunyi Undang-Undang saja, tanpa diperlukan suatu perbuatan manusia (sekalipun tidak dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh Fiscus) asalkan dipenuhi syarat terdapatnya suatu tatbestand, yang terdiri dari perbuatan-perbuatan, keadaan-keadaan atau peristiwa-peristiwa tertentu.
Jadi apabila suatu perbuatan, keadaan atau peristiwa telah memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang, maka sejak saat itu utang pajak timbul, tanpa perlu menunggu diterbitkannya Surat ketetapan Pajak.
Ajaran ini diterapkan pada self assessment system (Mardiasmo, 1997 : 9).
Kelemahan dari Ajaran Utang Pajak Materiil ini adalah bahwa pada saat utang pajak timbul tidakbelum diketahui dengan pasti, berapa besarnya utang pajak, karena kebanyakan wajib pajak tidak menguasai ketentuan Undang-Undang Perpajakan, sehingga kurang mampu menerapkannya.
Kemudian Ajaran Utang Pajak Formil menyatakan bahwa utang pajak itu timbul pada saat dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh Direktorat Jenderal Pajak. Jadi selama belum ada Surat Ketetapan Pajak, belum ada utang pajak, walaupun syarat subyektif, obyektif dan waktu telah dipenuhi.
Ajaran ini diterapkan pada official assessment system (Mardiasmo, 1997 : 9).
Keuntungan dari Ajaran Utang Pajak Formil ini adalah bahwa pada saat utang pajak timbul, sekaligus dapat diketahui dengan pasti berapa besarnya utang pajak, karena yang menentukan besarnya utang pajak itu adalah Direktorat Jenderal Pajak.
Kelemahan ajaran ini adalah :
a) Besar sekali kemungkinannya utang pajak ditetapkan tidak
sesuai dengan keadaan sebenarnya;
b) Ajaran ini tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya; dan
c) Ajaran ini tidak dapat diterapkan terhadap pajak tidak
langsung, karena pajak tidak langsung tidak menggunakan Surat Ketetapan Pajak.
Di Indonesia kedua ajaran tersebut digunakan, misalnya dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Bea Meterai masih menerapkan Ajaran Utang Pajak Materiil, sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan berlaku Ajaran Utang Pajak Formil.
Sistem Self Assessment yang diterapkan dalam Undang- Undang Pajak Penghasilan erat hubungannya dengan Ajaran Utang Pajak Materiil sehingga dapat dikatakan bahwa Sistem Self Assessment mendukung Ajaran Utang Pajak Materiil.
Penentuan saat timbulnya Utang Pajak tersebut adalah penting, karena mempunyai peranan yang menentukan yaitu dalam hal :
(a) Pembayaran Penagihan Pajak.
Undang-undang lazimnya menentukan suatu jangka waktu setelah saat terutangnya pajak untuk pelunasan utang pajak. Dengan kata lain pembayaran pajak dilakukan dalam waktu tertentu yang ditetapkan oleh Undang-Undang setelah diketahui atau sejak saat timbulnya utang pajak.
Jika utang pajak pada suatu saat sudah jatuh waktunya tetapi belum dibayar, maka akan dilakukan penagihan oleh Kantor Pelayanan Pajak, jika terlambat dibayar, atau tidak dibayar pada waktunya, maka untuk pembayaran yang terlambat dilakukan, dikenakan denda sebesar 2 setiap bulan.
Jika peringatan atau teguran yang dikirimkan kepada wajib pajak tidak mendapatkan respons dari wajib pajak, akan dilakukan penagihan dengan surat Paksa.
(b) Memasukkan Surat Keberatan
Surat Keberatan hanya dapat dimasukkan dalam jangka waktu 3 bulan setelah diterimanya Surat Ketetapan Pajak saat terutangnya pajak menurut ajaran utang pajak formal.
Misalnya dalam Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UUKUP) dinyatakan bahwa keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(c) Penentuan daluwarsa.
Lazimnya daluwarsa dihitung 5 tahun sejak terutangnya pajak. Akan tetapi dalam UUKUP Pasal 22 (1) dinyatakan bahwa hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan.
(d) Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Surat Ketetapan Pajak hanya dapat diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun sejak saat terutangnya pajak. Namun menurut
UUKUP Pasal 13 ayat (1) dinyatakan bahwa dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut : (a) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar ; (b) apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; (c) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0 (nol persen); (d) apabila kewajiban sebagaimana.dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.