Persepsi Pimpinan Manajer dan Karyawan

88 pengamatan beberapa kajian agar diperoleh kemudahan dalam mencari titik temu yang menghubungkan diantara kejadian tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk melengkapi dalam memperoleh data primer dan sekunder. Observasi dan interview digunakan untuk menjaring data primer yang berkaitan dengan kepemimpinan gaya Korea di Indonesia.

4.2.3. Persepsi Pimpinan Manajer dan Karyawan

Dalam proses penelitian ini juga dilakukan analisis terhadap persepsi pimpinan pada bawahannya serta persepsi bawahan terhadap pimpinannya dimana terdapat perbedaan budaya antara kelompok pimpinan yang merupakan manajer ekspatriat Korea dengan bawahan yang merupakan penduduk lokal Indonesia. Setelah dilakukan pengumpulan dan reduksi data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber dan pengamatan lokasi dapat dianalisis mengenai persepsi pimpinan terhadap bawahan begitu pula sebaliknya. Hal ini untuk mendukung dan menguatkan hasil penelitian terkait kepemimpinan lintas budaya khususnya kepemimpinan gaya Korea di Indonesia.

4.2.3.1. Persepsi Pimpinan Manajer Ekspatriat Korea terhadap Karyawan

Manajer ekspatriat pada PT. Semarang Garment berasal dari Korea Selatan dan kebanyakan dari mereka kurang mampu menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris secara baik dan benar. Komunikasi terjalin dengan cukup baik antara orang lokal dengan orang Korea khususnya terkait pekerjaan meskipun mengalami kesulitan pada awalnya. Perbedaan budaya dan bahasa yang terjadi antara karyawan lokal dengan atasannya yang berkebangsaan Korea 89 menimbulkan persepsi tersendiri bagi pimpinan, yaitu para manajer dari Korea terhadap bawahannya yang merupakan karyawan lokal. Para manajer memiliki anggapan tersendiri terhadap karyawan lokal di PT. Semarang Garment. Penyesuaian yang cukup sulit dilakukan oleh manajer dari Korea selama tahun-tahun awal mereka bekerja di perusahaan tersebut. Banyak karyawan yang menurut mereka lamban dalam belajar dan bekerja juga sering melakukan kesalahan. Hal ini bertentangan dengan sikap mereka yang rajin, cekatan dan cepat dalam bekerja. Setelah berjalan beberapa tahun, seiring dengan pelatihan dan pemahaman yang diberikan atasan pada karyawan, mereka mampu bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Ketiga narasumber R1, R2 dan R3 yang merupakan manajer ekspatriat Korea berpendapat bahwa karyawan lokal sempat membuat mereka tertekan pada awal tahun mereka bekerja di PT. Semarang Garment. Pendapat ketiga narasumber diwakili R1 sebagai berikut : “Each persons have each characteristics. Some of them learn quickly, some of them is doing something slowly. Some is good some is not good. The first two years i worked here i often found employees which often late, not fast, slowly learning, not working. And i got alot of headache because of that. But now, i’m not really headache and stressful anymore, they become more skillful.” Selain itu, mereka juga menganggap orang Indonesia sangat baik dan ramah dan membuat orang asing seperti mereka merasa nyaman dan dihargai oleh karyawan. Ketiga narasumber R1, R2 dan R3 juga memiliki pendapat yang sama mengenai hal ini. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan R3 yang mewakili ketiga narasumber sebagai berikut : “ Orang Indonesia di sini baik dan ramah. Sudah tidak banyak masalah dengan pekerjaan sekarang. Mereka sudah bekerja dengan baik. Kami melatih dan membuat karyawan lebih baik. ” 90 Dengan pernyataan dari ketiga narasumber yang sejenis, dapat diketahui bahwa mereka sudah mulai mampu beradaptasi dengan orang Indonesia seiring pelatihan yang diberikan pada mereka dan menjadikan mereka karyawan yang lebih baik dalam persepsi manajer. Satu hal yang sulit diubah dari kebanyakan karyawan Indonesia adalah penggunaan waktu yang tidak efektif dan efisien dalam pekerjaan. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan narasumber 1 R1 dalam wawancara yang telah dilakukan sebagai berikut : “ Do you know the sentences “jam karet Indonesia”? Exactly often happen. Pasti ada jam karet. In Korea when working we have to do “balii..balii..ballii..”. our boss will tell us to do so. Balli means do it faster and faster. Tapi di sini daripada on time, mereka santai-santai. Besok ada lagi besok ada lagi. ” Menurut para manajer, kebiasaan karyawan dari Indonesia seringkali menunda pekerjaan sehingga terkesan lama dalam pengerjaan. Bagi mereka jika terdapat sisa waktu, mereka dapat menggunakannya untu pekerjaan lain atau segera beristirahat jika tidak ada lagi yang dikerjakan. Perbedaan cara kerja antara manajer dan bawahan menimbulkan penyesuaian dari kedua belah pihak dan akhirnya tidak terjadi masalah yang berarti.

4.2.3.2. Persepsi Karyawan terhadap Pimpinan Manajer Ekspatriat Korea

Karyawan yang dimaksud merupakan karyawan perusahaan yang berkebangsaan Indonesia dan sebagian besar merupakan warga sekitar Ungaran, khususnya daerah Kecamatan Bergas yang sangat dekat dengan PT. Semarang Garment. Komunikasi terjalin dengan cukup baik antara orang lokal dengan orang Korea khususnya terkait pekerjaan meskipun mengalami kesulitan pada awalnya. 91 Perbedaan budaya dan bahasa yang terjadi antara karyawan lokal dengan atasannya yang berkebangsaan Korea menimbulkan persepsi tersendiri bagi karyawan lokal terhadap manajernya yang berkebangsaan Korea, khususnya Korea Selatan. Para karyawan memiliki anggapan tersendiri terhadap manajer ekspatriat dari Korea di PT. Semarang Garment. Penyesuaian yang cukup sulit dilakukan oleh karyawan lokal dari Korea selama tahun-tahun awal mereka bekerja di perusahaan tersebut. Menurut karyawan lokal, manajer mereka pada dasarnya cukup baik dan ingin seluruh karyawannya mengusahakan yang terbaik bagi perusahaan. Menurut tiga narasumber R4, R5 dan R6 mereka menganggap manajer dari Korea cukup baik dan mengupayakan hal yang baik bagi karyawannya seperti diwakili oleh pernyataan R4 sebagai berikut : “ Pada dasarnya mereka baik dan tidak memberikan kesulitan untuk kami bawahannya saat bekerja. Ketika kita berbuat salah, selama kita tahu kesalahan kita dan segera mengakui serta minta maaf, mereka akan sangat menghargai itu. ” “ ...Mereka cenderung membatasi diri dan menjaga jarak antara atasan dengan bawahan di lingkungan kerja dan sangat serius...” Selain itu, menurut karyawan lokal, para manajer dari Korea cenderung bersikap serius saat bekerja dan memilih untuk membatasi diri dengan karyawan. 4.2.4. Karakteristik Kepemimpinan Lintas Budaya Berdasarkan Kluchkholn dan Strodtbeck serta Pola-Pola Parson Pembahasan mengenai studi lintas budaya khususnya kepemimpinan gaya Korea di Indonesia pada PT. Semarang Garment dibatasi dimensi-dimensi yang spesifik untuk melihat secara mendalam mengenai kepemimpinan dengan latar 92 belakang budaya Korea di Indonesia. Dimensi tersebut merupakan dimensi budaya Kluchkhon dan Stridtbeck serta pola-pola Parson yang mendukung telaah teori penelitian ini. Selanjutnya akan dianalisis mengenai pandangan setiap narasumber yang merupakan manajer dari Korea terhadap gaya kepemimpinan dengan latar belakang budaya Korea yang mereka upayakan serta pandangan karyawan lokal yang menerima gaya kepemimpinan tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendukung studi lintas budaya yang dilakukan oleh peneliti. 4.2.4.1. Dimensi Budaya Kluchkhon Strotdbeck Dalam studi ini, digunakan enam dimensi Kluchkhon dan Strotdbeck untuk mengamati dan menganalisis kepemimpinan gaya Korea di Indonesia. Berikut akan diberikan pembahasan secara lengkap. 1. Nature of humans karakter dasar manusia Terdapat dua pandangan terhadap karakter dasar manusia. Karakter yang dimaksud adalah sifat dasar yang melekat pada diri manusia. Dimana yang pertama memandang manusia memiliki sifat baik dan buruk di dalam dirinya, sementara yang kedua memandang manusia memiliki sifat yang dapat berubah atau tidak dapat berubah sama sekali. Berdasarkan simpulan hasil wawancara terhadap narasumber dapat diketahui bahwa pandangan orang Korea meyakini manusia memiliki karakter baik dan buruk di dalam dirinya. Pada dasarnya mereka terlahir sama, namun lingkungan, pendidikan dan banyak faktor lain yang menentukan sifat mana yang berkembang dalam dirinya serta akan menjadi orang yang bagaimana nantinya. 93 Ketiga narasumber R1, R2 dan R3 yang merupakan manajer dari Korea memberikan pernyataan yang sama dan ditunjukkan oleh salah satu dari mereka, yaitu pernyataan R1 sebagai berikut : “ The philosophy in our country, there are two kind of characteres of human which are good and bad. Basically human being is born the same. But how do they grow, it’s depending on their surrounding, their education from home, school and society that determine what kind of person he will be .” Pernyataan tersebut juga dibenarkan dan telah divalidasi oleh pernyataan dari tiga narasumber yang merupakan bawahan mereka di PT. Semarang Garment, yaitu R4, R5 dan R6. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan mereka sebagai berikut: “ Mereka percaya pada yin-yang, dimana karakter manusia ada dua yaitu baik dan buruk. ” “Saya kurang tahu mengenai pandangan orang Korea mengenai ini. Tapi yang saya tahu mereka menganut ajaran China yang percaya yin-yang, ada karakter baik positif dan karakte r buruk negatif.” Berdasarkan pernyataan dari narasumber yang merupakan manajer dari Korea maupun narasumber karyawan lokal membenarkan pandangan manajer Korea mengenai karakter dasar manusia tersebut. Hal tersebut membawa pada kesimpulan bahwa manajer dari Korea pada PT. Semarang Garment memiliki kecenderungan memandang manusia memiliki karakter dasar baik dan buruk di dalam dirinya. 2. Relationship among people focus responsibility hubungan dengan individu lain dan fokus tanggungjawab Orientasi terhadap tanggung jawab pada orang lain merupakan aspek yang sangat penting berkaitan dengan hubungan antar manusia dan paling membedakan antara budaya barat dengan budaya timur. Terdapat tiga jenis orientasi terhadap orang lain, yaitu individualistik, dimana tujuan individu dianggap mampu 94 mengatasi tujuan kelompok. Selanjutnya collateral atau biasa disebut kolektif, dimana individu merupakan bagian dari suatu kelompok sosial yang diakibatkan hubungan yang diperluas secara menyamping. Kemudian yang terakhir adalah hierarchical , dimana pembagian kekuasaan dan tanggungjawab secara alami terbagi dalam kelompok berdasarkan hirarki atau kedudukan mereka dalam sebuah organisasi. Mereka yang berada pada hirarki yang lebih tinggu memiliki kekuasaan dan tanggungjawab pada mereka yang berada di hirarki lebih rendah. Berdasarkan hasil olah data wawancara yang diperoleh peneliti, tampak bahwa manajer dari Korea sangat menganggap tanggung jawab sebagai suatu hal yang penting dan perlu dilakukan untuk masing-masing pekerjaan individu. Dapat dilihat pula bahwa mereka juga memperhatikan hirarki atau kedudukan mereka dalam sebuah struktur organisasi, dimana tanggung jawab juga terbagi berdasarkan posisi mereka dalam suatu sistem sosial tertent. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban narasumber yang merupakan manajer dari Korea dan diwakili oleh pernyataan narasumber 1 R1 sebagai berikut : “ I want make an example in this. You see this watch. The watch has so many materials that need to work together to make this watch is working. So as an individual we have to do our best in our each job to get this company work. This is the responsibility in my opinion. We have to work together in this company to achieve the main goal of this company. ” “Responsibility. It’s clearly divided as the structure organization. ” Sementara itu, pernyataan dari narasumber yang merupakan karyawan lokal baik yang berinteraksi langsung dengan manajer dari korea maupun karyawan yang bekerja operasional di pabrik sebagian besar menyatakan bahwa pembagian kerja berdasarkan struktur organisasi dan tanggungjawab individu dalam pekerjaannya masing-masing akan membantu jalannya perusahaan. Pernyataan tersebut diwakili oleh narasumber 5 R5, sebagai berikut : 95 “ Tanggung jawab dibagi berdasarkan posisi mereka dalam perusahaan dan setiap orang memegang perannya masing-masing untuk kelangsungan perusahaan. ” Hal ini lebih dikuatkan lagi dengan penyataan karyawan dari operasional produksi yang merupakan narasumber 7 R7 sebagai berikut : “ Tanggung jawab harus dilakukan. Orang Korea cukup tanggungjawab pada bawahannya.” Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan gaya Korea mengharapkan kebersamaan dan kerjasama yang baik di dalam pekerjaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Pastinya terdapat hirarki di dalam suatu struktur organisasi, begitu pula pada PT. Semarang Garment. Mereka melakukan pembagian tanggungjawab berdasarkan posisi mereka dalam struktur organisasi. Semakin tinggi hirarki mereka semakin tinggi tanggung jawab yang dipegang karena menyangkut banyak orang di bawahnya. 3. Relation to broad environment hubungan dengan alamlingkungan Pada dasarnya, seseorang memiliki cara pandang yang berbeda terkait hubungannya dengan alam. Hal ini banyak dipengaruhi oleh budaya yang melatarbelakangi individu tersebut dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitar. Terdapat tiga kategori individu dalam kaitannya dengan sikap mereka terhadap alam, yaitu mastery, subjugation, dan harmony . Mastery merupakan sikap manusia yang menguasai, mengendalikan dan mengubah lingkungan sesuai kebutuhan kita tanpa memperhatikan keselarasan lingkungan. Sementara subjugation merupakan sikap yang ingin menaklukan lingkungan namun tidak mengubah elemen-elemen dasar dalam alam. Kemudian yang terakhir, harmony berarti hidup selaras dengan lingkungan alam maupun lingkungan sekitar. 96 Berdasarkan hasil olah data wawancara yang diperoleh peneliti, tampak bahwa manajer dari Korea memilih hidup selaras dan berdampingan dengan alam juga lingkungan sekitar. Hal ini ditunjukkan dengan tidak banyak yang masalah yang ditimbulkan dari kegiatan pabrik bagi alam maupun bagi lingkungan sekitar sehingga semua dapat berjalan selaras tanpa saling merugikan. Pernyataan yang mendukung tentang pandangan manajer dari Korea yang berupaya hidup selaras dengan alam dapat disimpulka dari hasil wawancara dengan narasumber 1, 2 dan 3 R1, R2 dan R3 yang diwakili dengan pernyataan dari R1 dan R2 : “ We need to live in harmony with the environment. In my opinion, our company manage everything quiet well related with the environment and also the surrounding. It shows that the surrounding do not complain about the factory activity. ” “ Kita harus menjaga lingkungan. Lingkungan harus tetap baik supaya kita hidup nyaman di dalam lingkungan. Factory kami sudah memiliki manajemen yang ramah lingkungan. ” Pernyataan tersebut dibenarkan oleh bawahan mereka yang merupakan karyawan lokal. Mereka melihat bahwa manajer dari Korea memilih hidup selaras dengan alam dan lingkungan sekitar mereka. Hal ini didukung oleh pernyataan dari narasumber 4, 5, 6, 7, dan 8 R4, R5, R6, R7, R8, R9 dan R10 yang merupakan karyawan lokal. Berikut diwakili oleh R7 dan R4: “ Hubungan pabrik dengan lingkungan sekitar baik. Banyak pegawai yang juga berasal dari daerah sekitar sini. Kegiatan pabrik tidak sampai mengganggu masyarakat. Jam kerjanya juga jam 7 sampai jam 4 sore sekitar 8 jam. ” “ Manajemen pengolahan limbah dan sistem pembuangan di factory ini sudah cukup baik dan tidak merugikan masyarakat sekitar. ” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manajer dari Korea memiliki kepemimpinan gaya Korea yang mencoba selaras hidup dengan alam dan lingkungan 97 sekitar. Hal ini sesuai dengan budaya Timur yang kebanyakan diterapkan oleh negara- negara Asia. 4. Activity aktivitas Orientasi terhadap aktivitas manusia berkaitan dengan sikap manusia terhadap suatu aktivitas atau kegiatan. Terdapat tiga kategori manusia berdasarkan cara mereka melakukan aktivitas. Ada masyarakat yang berorientasi pada pelaksanaan dan melakukan sesuatu doing , ada pula mpatasyarakat yang berpikir dan mempertimbangkan setiap keputusan yang akan dilakukan sebelum melakukan tindakan thingking dan yang terakhir tipe masyarakat yang yang melakukan segala sesuatu secara spontan dan pada waktu yang mereka tentukan sendiri being . Melihat hasil dari olah data wawancara yang dilakukan pada manajer dari Korea maupun karyawan lokal menunjukkan bahwa orang Korea cukup bijaksana dalam bertindak, dimana mereka mempertimbangkan setiap keputusan yang akan mereka ambil dengan cermat namun melakukan tindakan dengan cepat setelahnya. Untuk membuktikan hal tersebut, dapat dilihat pada pernyataan narasumber 1, 2 dan 3 R1, R2 dan R3 yang diwakili oleh R2 dan R3 menyatakan bahwa : “ Kita perlu mempertimbangkan banyak hal dalam bertindak atau melakukan sesuatu. Tetapi terus menjalankan yang seharusnya kita lakukan. ” “ Pekerjaan harus diselesaikan karena merupakan bagian dari tanggung jawab masing- masing. Think before act but don’t wait too long.” Hal tersebut dibenarkan oleh bawahan yang berinteraksi langsung dengan manajer dari Korea, yaitu narasumber 4, 5 dan 6 R4, R5 dan R6 yang diwakili dengan pernyataan dari R4 sebagai berikut : “ Saya melihat atasan saya manajer berusaha melakukan segala sesuatunya dengan hati-hati penuh pemikiran tetapi mereka cepat dalam bertindak. ” 98 Kesimpulan yang dapat ditarik dari karakter gaya kepemimpinan korea terkait dengan cara mereka melakukan tindakan yaitu thingking , dimana mereka mempertimbangkan setiap hal yang akan dilakukan tetapi memilih bertindak dengan cepat. 5. Time waktu Pada dimensi time atau waktu ini akan dianalisis bagaimana manajer dari Korea menghargai sebuah waktu dan orientasi mereka terhadap masa lalu, saat ini atau pun masa depan. Berikut adalah pernyataan manajer dari Korea tentang waktu, yang diwakili oleh narasumber 1 R1 dan narasumber 3 R3: “ Of course we believe our past and want to keep our tradition until now. But the young generations now get a lot influenced by western culture. Korea have 5000 years history. Also history of each family is important for us. ” “ Past made what we are now. The present now made what we are in the future. I will keep my tradition from the past of my country to work in everywhere even it’s abroad.” “ Jam kerja di Korea lebih panjang daripada orang Indonesia. Kebiasaan kami bekerja dengan cepat dengan hasil yang baik. ” Melihat pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa orang Korea sangat menghargai sejarah dan tradisi dari negaranya. Jika memungkinkan akan terus dijaga dan dilestarikan, tetapi tidak berarti setiap hal harus dilakukan berdasarkan tradisi dan adat- istiadat setempat. Terlebih lagi bagi orang Korea yang hidup di luar negaranya, mereka berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dan budaya di negara dimana mereka tinggal. Hal ini didukung oleh pernyataan karyawan yang berinteraksi langsung dengan manajer dari Korea dan diwakili dengan pernyataan dari narasumber 5 R5 dan narasumber 6 R6 sebagai berikut: “ Perbedaan budaya, ras maupun gender dijembatani dengan peraturan kerja bersama yang ada sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Mereka berusahan menyesuaikan budaya kita. ” 99 “ Mereka manajer sangat menghargai waktu. Loyalitas orang Korea pada pekerjaan sangat tinggi. Pernah ada kejadian dimana seorang manajer sedang sakit, harus infus 2 jam istirahat di mess tetapi yang mengejutkan setelah itu dia tetap kembali bekerja di factory. ” “ Mereka manajer juga pernah bercerita pada saya, di pabrik-pabrik di Korea jika sesorang wanita harus melahirkan bahkan tetap bekerja sampa i tiba saatnya dia melahirkan kemudian dibawa ke rumah sakit, tetapi 3 jam setelah persalinan mereka siap kembali bekerja. Hal seperti ini terjadi di Korea. ” Menyimpulkan pernyataan dari manajer Korea dan bawahan mereka yang merupakan karyawan lokal, diketahui bahwa gaya kepemimpinan Korea memiliki dedikasi pada pekerjaan yang sangat tinggi, menghargai waktu dan berusaha menjaga tradisi mereka sekalipun harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana dia tinggal dan bekerja untuk hal-hal tertentu yang dianggap perlu. 6. Space ruang Dimensi space atau keruangan ini membedakan pandangan orang terhadap sebuah ruang, khususnya tempat bekerja di PT. Semarang Garment dan bagaimana mereka menginginkan tempat tersebut agar tetap terjaga secara pribadi private atau bisa berbagi dengan orang lain public . Beberapa diantara mereka menggunakan ruang tersendiri sebagai ruang kerja namun ada beberapa manajer yang memiliki ruang kerja tanpa sekat dan menyatu dengan karyawan lain yang merupakan bawahan dalam depertemen yang sama. Hal tersebut ditunjukkan dengan pernyataan dari manajer Korea maupun karyawan lokal yang diwakili oleh Narasumber 2 dan 4 R2 dan R4 berikut : “ Saya suka ruang yang privat. Tetapi ruangan saya di sini sudah cukup buat saya. Saya menyatu dengan pekerja yang lain. ” - R2 “ Terdapat ruang-ruang tertentu yang khusus bagi atasan dan tidak dapat dimasuki oleh karyawan tanpa ijin terlebih dahulu kepada manajer. ” - R4 Pernyataan perwakilan dari pihak manajer dan karyawan lokal tersebut menunjukkan kriteria orang Korea dalam menentukan ruangannya. 100

4.2.4.2. Dimensi Budaya Pola-pola Parson

Selain menggunakan enam dimensi Kluchkhon dan Strotdbeck untuk mengamati dan menganalisis kepemimpinan gaya Korea di Indonesia, juga didukung oleh lima dimensi dari pola-pola Parson. Berikut akan diberikan pembahasan secara lengkap.

1. Afektivitas – netralitas

Dimensi ini menentukan bagaimana pandangan orang terhadap sebuah organisasi dimana kita menjadi bagian dari organisasi tersebut, apakah sebaiknya menciptakan kenyamanan dan kepuasan emosional diantara anggota organisasi atau sebaiknya bersikap netral dan tidak terlalu terikat dengan seluruh organisasi tersebut. Berdasarkan olah data hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan manajer dari Korea dan bawahan yang merupakan karyawan lokal memiliki pernyataan jawaban yang hampir serupa. Hal ini ditunjukkan dengan perwakilan pernyataan dari narasumber 1 R1 dan narasumber R4 sebagai berikut : “So far i’m satisfied with the people here. Only the first two years i felt stress and alot of headache, but now i think we can work together profesionally. I’m trying to act the same for all the employees. I don’t personally getting close with one of them or some of them. I think i have to be fair to all the employees. ” - R1 Para manajer bersikap serius saat bekerja dan sangat menjaga jarak antara atasan dengan bawahan.- R4 Menyimpulkan kedua pendapat tersebut yang berasal dari narasumber yang memimpin manajer dari Korea dan bawahan karyawan lokal diketahui bahwa kepemimpinan gaya Korea yang mereka terapkan di Semarang Garment memilih 101 hubungan yang lebih netral antara atasan dengan bawahan dan tidak terlalu menjalin hubungan personal selain hubungan kerja.

2. Orientasi diri – orientasi kolektif

Orientasi diri mementingkan kepentingan individu. Sementara orientasi kolektif mementingkan kepentingan kelompok dan orang lain yang menjadi bagian kelompok tersebut. Berdasarkan olah data hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan manajer dari Korea dan bawahan yang merupakan karyawan lokal memiliki pernyataan jawaban yang hampir serupa. Hal ini ditunjukkan dengan perwakilan pernyataan dari narasumber 1 R3 dan narasumber R6 sebagai berikut : “ Kerja bersama penting untuk mencapai tujuan company. Masing-masing orang punya pekerjaan yang harus selesai dengan baik untuk dapat membuat factory ini berjalan baik. ” – R3 “ Kerjasama dan kerjakeras sangat ditekankan di company kami. ” – R6 Menyimpulkan dari dua pernyataan dari kedua pihak tersebut, menunjukkan bahwa orientasi kolektif merupakan salah satu kriteria kepemimpinan gaya Korea yang diterapkan di PT. Semarang Garment.

3. Universalisme – partikularisme

Dimensi ini menentukan bagaimana seseorang melihat sesuatu. Ada yang melihat sesuatu secara keseluruhan dan garis besarnya saja, sementara yang lain melihat sesuatu secara spesifik. Dalam kaitannya dengan hubungan kerja di PT. Semarang Garment, dimensi ini akan membantu dalam menganalisis bagaimana gaya kepemimpinan Korea melihat dan memaknai hubungan dengan bawahan. Apakah terjadi secara spesifik melebur dengan suku, agama dan kelompok 102 tertentu atau hubungan yang terjadi hanya mencakup standar-standar yang juga diterapkan pada semua orang lain dan tidak terlalu mendalam. Berdasarkan olah data hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan manajer dari Korea dan bawahan yang merupakan karyawan lokal memiliki pernyataan jawaban yang saling mendukung dan menguatkan pernyataan tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan perwakilan pernyataan dari narasumber 1 R2 dan narasumber 6 R6 sebagai berikut : “ Pembagian tanggung jawab sesuai struktur organisasi dan job masing- masing pegawai. ” – R2 “ Saya bersikap netral pada seluruh karyawan dan berusaha berlaku sama untuk semuanya. ” – R6 “ Keterlibatan antara manajer dengan bawahannya terjadi sebatas hubungan kerja. Tetap ada jarak antara atasan dengan bawahan. ” – R6 Menurut pernyataan kedua pihak, baik manajer dari maupun karyawan lokal menekankan bahwa hubungan yang terjadi antara atasan dengan bawahan hanya sebatas rekan kerja dan hubungan profesional yang dibatasi oleh aturan- aturan umum selayaknya pada sebuah perusahaan dan saling menghormati berdasarkan kedudukan di dalam struktur organisasi perusahaan, tidak ada keterlibatan secara khusus yang melebihi hubungan kerja.

4. Askripsi – prestasi

Penilaian seorang individu didasarkan pada askripsi atau prestasi yang dia peroleh. Dimensi akripsi-prestasi ini membantu peneliti dalam menganalisis mengenai karakter kepemimpinan gaya Korea, apakah mereka memiliki kecenderungan menilai orang lain berdasarkan klasifikasinya dalam masyarakat atau sebuah prestasi yang dia peroleh sekalipun dia bukan dari kelas sosial yang terpandang. 103 Berdasarkan olah data hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan manajer dari Korea dan bawahan yang merupakan karyawan lokal memiliki pernyataan jawaban yang saling mendukung dan menguatkan pernyataan tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan perwakilan pernyataan dari narasumber 1 R1 dan narasumber 6 R6 sebagai berikut : “ Different class of society does exist. Every person has a history and has a tree of family. It’s very wide cases. I can’t say it in a word. Long time ago, we have something like that. Kim family, Choi family, etc is famous as the rich family. It was very common. Some name seen as rich families, some name seen as lower social class by the society. But nowadays, they are judged by the achievement they got. We have to see the people from the higher class so that we able to try harder and work harder for someday to be one of them. I think class of society in every part of the world does exist, even in America or in Indonesia. ” “ Saya pernah mendengar dari atasan saya bahwa terdapat klasifikasi sosial di Korea. Nama “Kim” adalah nama yang dikenal keluarga kaya begitu pula nama-nama lain dengan kelas sosial yang berbeda. Pemilik perusahaan Semarang Garment ini bukan berasal dari keluarga dengan nama dan latar belakang yang terpandang. “Byun” adalah nama dari kelas sosial yang cukup bawah namun kerja kerasnya sejak muda membuahkan hasil hingga dia menjadi orang yang terpandang saat ini. ” Berdasarkan justifikasi di atas, dapat dikatakan bahwa karakter manajer dari Korea menyatakan masih melihat seseorang berdasarkan kedudukannya di dalam kelas sosial. Hal ini lazim di Korea Selatan. Nama keluarga tertentu dengan sejarah keluarganya dipandang sebagai keluarga kaya dan memiliki pengaruh di Korea. Ada pula nama-nama lain dengan kelas sosial tertentu. Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman dapat dikatakan bahwa pandangan askriptif dari orang Korea mulai bergeser ke pandangan dengan orientasi prestasi ketika melihat orang lain. Tidak dipungkiri jika nama sebuah keluarga masih dipandang dan memiliki nilai tersendiri bagi mereka, tetapi pencapaian seseorang hingga kini menjadi sukses juga menjadikan orang tersebut terpandang di Korea Selatan. 104

5. Spesifitas – kekaburan

Hubungan dengan bawahan yang diterapkan oleh manajer dari Korea pada PT. Semarang Garment dilakukan dengan keterlibatan yang cukup dekat dimana kewajiban timbal-balik itu terbatas dan dibatasi dengan tepat spesifik atau kepuasan yang diterima dan diberikan oleh pihak yang saling berhubungan sangat luas sifatnya kabur tidak menentu. Berdasarkan olah data hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan manajer dari Korea dan bawahan yang merupakan karyawan lokal memiliki pernyataan jawaban yang saling mendukung dan menguatkan pernyataan tersebut. Analisis untuk menentukan kriteria gaya kepemimpinan Korea bersifat spesifik atau terdapat kekaburan hampir serupa dengan analisis pada dimensi universalisme dan partikularisme. Hal ini ditunjukkan dengan perwakilan pernyataan dari narasumber 1 R2 dan narasumber 6 R6 sebagai berikut : “ Pembagian tanggung jawab sesuai struktur organisasi dan job masing- masing pegawai. ” – R2 “ Saya bersikap netral pada seluruh karyawan dan berusaha berlaku sama untuk semuanya. ” – R6 “ Keterlibatan antara manajer dengan bawahannya terjadi sebatas hubungan kerja. Tetap ada jarak antara atasan dengan bawahan. ” – R6 Menurut pernyataan kedua pihak, baik manajer dari Korea menekankan bahwa hubungan yang terjadi antara atasan dengan bawahan hanya sebatas rekan kerja dan hubungan profesional yang dibatasi oleh aturan-aturan umum selayaknya pada sebuah perusahaan dan saling menghormati berdasarkan kedudukan di dalam struktur organisasi perusahaan, tidak ada keterlibatan secara khusus yang melebihi hubungan kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 105 hubungan timbal-balik yang terjadi adalah kewajiban yang terbatas dan dibatasi dengan tepat sehingga hubungan yang demikian disebut spesifik dan sebatas profesionalisme dalam pekerjaan. Berikut adalah tabel yang merangkum keseluruhan hasil analisis yang membahas mengenai kepemimpinan gaya Korea yang diterapkan di Indonesia berdasarkan setiap dimensi yang telah dibahas sebelumnya. Tabel 4.2 Hasil Analisis Mengenai Kepemimpinan Gaya Korea Berdasarkan Dimensi Budaya Kluchkhon Strodtbeck dan Pola-pola Parson No Dimensi Kepemimpinan gaya Korea yang diterapkan Justifikasi 1. Karakter dasar manusia Percaya bahwa manusia memiliki dua karakter : baik dan buruk R1, R2 dan R3 menyatakan bahwa manajer dari Korea meyakini dua macam karakter : baik dam buruk di dalam diri manusia mengenai karakter dasar manusia dan dibenarkan atau divalidasi oleh pernyataan oleh R4, R5 dan R6. 2. Fokus tanggungjawab Tanggung jawab bersama Kolektif berkelompok Pernyataan R1, R2 dan R3 mengarah pada karakter manajer Korea yang fokus pada tanggung jawab kolektif dan divalidasi oleh pernyataan R4, R5, R6, R7 dan R8. 3. Hubungan dengan lingkungan harmony : hidup selaras dengan alam Pernyataan R1, R2 dan R3 mengarah pada karakter manajer Korea dalam hubungan dengan lingkungan yang harmony dan divalidasi oleh pernyataan R4 sampai dengan R10 mengenai hal tersebut. 4. Aktivitas Thinking : mempertimbangkan setiap aspek dalam mengambil keputusan. Pernyataan R1, R2 dan R3 mengarah pada karakter aktivitas thinking dan divalidasi oleh pernyataan R4, R5dan R6. 5. Waktu  Sangat menghargai Pernyataan R1, R2 dan R3 mengarah pada dimensi waktu 106 waktu  Tradisi dan sejarah dipegang erat yang menunjukkan karakter manajer Korea sangat memperhatikan past serta menghargai setiap waktu yang dimiliki. Tetapi juga memikirkan masa depan, tidak terpaku pada masa lalu. Hal ini divalidasi oleh pernyataan R4 sampai dengan R9. 6. Ruang Lebih memilih ruang untuk pribadi. Pernyataan R1, R2 dan R3 mengarah pada dimensi ruang yang menunjukkan manajer Korea lebih memilih private namun penyesuain dengan kondisi yang ada telah dilakukan. Hal ini divalidasi oleh pernyataan R4 s.d. R6. 7. Afektivitas – netralitas afektif Netralitas afektif Pernyataan R1, R2 dan R3 mengarah pada dimensi netralitas dimana menunjukkan pandangan manajer Korea yang afektif dan hal ini telah divalidasi oleh pernyataan R4 s.d. R10 8. Orientasi diri – orientasi kolektif Orientasi kolektif Pernyataan R1, R2 dan R3 menunjukkan bahwa manajer Korea memiliki orientasi kolektif. Hal ini divalidasi oleh pernyataan R4 s.d. R6. 9. Universalisme – partikularisme Universalisme Pernyataan R1, R2 dan R3 menunjukkan bahwa manajer Korea memiliki pandangan universalisme dan telah divalidasi oleh pernyataan R4 s.d. R6. 10. Askripsi – prestasi Askripsi yang mulai bergeser pada prestasi Pernyataan R1, R2 dan R3 menunjukkan bahwa manajer Korea memiliki pandangan askripsi namun mulai bergeser pada prestasi. Hal ini telah divalidasi oleh pernyataan R4 s.d. R6. 11. Spesifitas – kekaburan Spesifik. Pernyataan R1, R2 dan R3 menunjukkan bahwa manajer Korea memiliki pandangan spesifik dan telah divalidasi oleh pernyataan R4 s.d. R6. Sumber : Hasil Analisis Peneliti, 2013 107 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan