STUDI LINTAS BUDAYA KEPEMIMPINAN GAYA KOREA DI INDONESIA Pada PT. Semarang Garment - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) BAB IV & V

(1)

71 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN STUDI LINTAS BUDAYA

KEPEMIMPINAN GAYA KOREA DI INDONESIA

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum PT. Semarang Garment

PT. Semarang Garment merupakan perluasan usaha dari perusahaan internasional Kukdong Corporation yang berpusat di Seoul, Korea Selatan. Selain PT. Semarang Garment, PT. Kukdong Corporation (sebagai head office) telah memiliki perluasan usaha di Bekasi Jawa Barat, Indonesia tepatnya di Desa Cikiwul, Bantar Gebang serta beberapa negara lain seperti Amerika Serikat dan Meksiko. Untuk America Office, kantornya berlokasi di Wilshire Blvd, Los Angeles. Sementara Mexico Office & Factory berlokasi di Rancho Los Soles Atlico De Puebla, Mexico. PT. Semarang Garment sendiri terletak di wilayah Desa Wujil Bergas, Kabupaten Semarang. Perusahaan tersebut memiliki 2572 karyawan. Di dalam perusahaan, mereka menempatkan pimpinan serta jajaran manajer ekspatriat yang berasal dari negaranya yaitu Korea Selatan dan para pemimpin ini membawahi sejumlah karyawan yang merupakan penduduk lokal.

Perusahaan yang memiliki luas area (factory site) kurang lebih 30.000 m2 dengan luas bangunan (factory building) 22.000 m2 tersebut bergerak di bidang industri garment dan berdiri di Kabupaten Semarang sejak bulan September 2003. Total produksi pakaian jadi yang dihasilkan dalam perusahaan tersebut kurang


(2)

72

lebih 700.000 pieces per bulannya. Negara tujuan eksport dari PT. Semarang Garment antara lain Perancis, Jerman, Benelux, Inggris, Spanyol, Italia, Denmark, Belanda, Australia, Jepang, dan Amerika. Produksi pakaian jadi yang telah siap dikemas akan didistribusikan pada konsumer utama (main customers) seperti Nike, Columbia, H&M, Walmart, Hema, D&D, Daiz, Elcorte Ingles, VF Imagewear dan beberapa pembeli (buyer) lainnya.

4.1.2. Struktur Organisasi Perusahaan

PT. Semarang Garment memiliki dua buah factory pada satu area yang sama. Perusahaan yang dipimpin langsung oleh seorang pimpinan yang juga sebagai pemilik perusahaan yaitu Byun Hyo Su, berkebangsaan Korea Selatan dan telah mengembangkan usahanya ke beberapa negara di dunia ini mempekerjakan 1451 karyawan pada factory I dan sejumlah 1121 karyawan pada factory II sehingga total karyawan keseluruhan adalah 2572 orang yang merupakan penduduk lokal. Struktur organisasi perusahaan yang terdapat pada PT. Semarang Garment terdiri dari tiga struktur organisasi yang merupakan bagian dari perusahaan, dimana terdapat struktur organisasi pada kantor (office) dan struktur organisasi pada factory pertama dan factory kedua. Keseluruhan struktur organisasi yang ada menggambarkan tatanan organisasi pada PT. Semarang Garment.


(3)

73 Gambar 4.1

Struktur Organisasi PT. Semarang Garment 2013

A. Struktur Organisasi Office


(4)

74 B. Struktur Organisasi Factory I


(5)

75 C. Struktur Organisasi Factory II


(6)

76 4.1.3. Lokasi Perusahaan

Perusahaan yang bergerak di bidang industri garmen ini telah beroperasi kurang lebih sepuluh tahun di Kabupaten Semarang. Lokasi PT. Semarang Garment sendiri tepatnya berada pada :

Jalan : Jl. Soekarno Hatta Km.25 Desa : Desa Wujil

Kecamatan : Kecamatan Bergas Kabupaten : Semarang

Propinsi : Jawa Tengah Negara : Indonesia

Lokasi tersebut merupakan area yang telah disetujui untuk kegiatan industri dan telah terdaftar serta mendapat sertifikasi dari pemerintah sebagai lokasi untuk kegiatan operasional industri.

PT. Semarang Garment memiliki area dengan luas wilayah 30.000 m2 dimana terdapat bangunan untuk kantor (office), factory I dan factory II, serta terdapat rumah inap (mess) bagi karyawan ekspatriat dari Korea Selatan dan berbagai fasilitas pendukung operasional pabrik. Semuanya terletak pada satu komplek yang sama, yaitu di area PT. Semarang Garment.

4.1.4. Aktivitas dalam Perusahaan Semarang Garment

Setiap perusahaan menjalankan aktivitas untuk mendukung operasional perusahaan tersebut. PT. Semarang Garment memiliki berbagai kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan produk dan manajemen dalam perusahaan sendiri.


(7)

77 4.1.4.1. Aktivitas Produksi

Berbagai kegiatan terjadi pada perusahaan, khususnya untuk mendukung proses produksi. Perusahaan yang bergerak di bidang industri garmen ini memiliki kegiatan produksi sebagai berikut :

Gambar 4.2

Proses Produksi pada PT. Semarang Garment

Sumber : Hasil observasi peneliti, 2013

Proses produksi dimulai dengan barang (bahan baku) yang datang disimpan dalam gudang atau penyimpanan. Setelah itu disusun sebuah sample yang akan disetujui oleh pusat dan dikonsultasikan dengan buyer. Jika telah didapat sample yang dibutuhkan, akan masuk ke tahap autocad yaitu penggambaran desain pasti yang akan digunakan sebagai acuan pembuatan produk. Selanjutnya melalui proses cutting, printing¸ embroidery (jika diperlukan materi atau produk yang berbordir) selanjutnya ke tahap penjahitan (sewing). Setelah berupa pakaian jadi akan masuk ke tahap pengecekan (quality control)

Gudang Cutting

Embroidery

Sample Autocad

QC

Printing Sewing

Ironing Packing Gudang Finishing

Spot Cleaning


(8)

78

untuk dilihat dan ditinjau mengenai kualitas produk dan selanjutnya spot cleaning hingga ironing. Setelah produk siap semuanya akan dilanjutkan ke tahap pengemasan (packing) dan masuk ke gudang (finishing) sebelum pada akhirnya akan diekspor.

Gambar 4.3

Beberapa Kegiatan Produksi Perusahaan PT. Semarang Garment

Sewing Department Embroidery Department

Warehouse Departement Cutting Department

Finishing Sumber : Hasil observasi peneliti, 2013


(9)

79 4.1.4.2. Aktivitas Pelatihan (Training)

Selain kegiatan produksi, juga terdapat kegiatan pelatihan pada PT. Semarang Garment yang dilakukan secara berkala. Diantaranya terdapat pelatihan terhadap karyawan yang merupakan fungsional perusahaan sebagai penjaga keamanan (security) yaitu berupa pelatihan terkait dengan pengamanan di lingkungan perusahaan. Selain itu juga terdapat pelatihan bagi karyawan baru yang akan bergabung sebagai tenaga penjahit, pembordir, maupun tenaga untuk desain di bagian autocad dan lainnya. Bagi karyawan yang telah bekerja di PT. Semarang Garment juga memperoleh pelatihan mengenai abuse & harrasment atau pelecehan dan kekerasan yang mungkin terjadi pada lingkungan kerja. Hal ini dilakukan untuk upaya mencegah terjadinya kekerasan dan pelecehan pada lingkungan kerja di PT. Semarang Garment.

Pelatihan lain yang juga diberikan pada karyawan di PT. Semarang Garment antara lain, pelatihan menganai sistem pinjaman atau lean system, juga pelatihan mengenai sistem gaji yang diterapkan di PT. Semarang Garment (payroll system) serta berbagai pelatihan lain untuk mencegah keamanan, kenyamanan serta kelancaran para karyawan dalam melakukan pekerjaan di PT. Semarang Garment.

Keseluruhan pelatihan yang diberikan pada karyawan merupakan bentuk pelatihan yang meningkatkan kemampuan atau keahlian karyawan serta pelatihan untuk mengamankan diri dan menjadikan suasana kerja lebih nyaman serta bertujuan untuk melancarkan kegiatan operasional perusahaan.


(10)

80 Gambar 4.4

Beberapa Kegiatan Pelatihan PT. Semarang Garment

EVACUATION DRILL FIRE DRILL

TRAINING PAYROLL SYSTEM TRAINING ABUSE AND HARASSMENT TRAINING LEAN SYSTEM TRAINING CTPAT


(11)

81 4.1.4.3. Aktivitas Penunjang Lainnya

PT. Semarang Garment juga memiliki kegiatan di dalam manajemen perusahaan, seperti rapat rutin komitte, rapat komitte HSE, rapat dan pelatihan dengan buyer. Selain itu, secara berkala akan ada kunjungan dan rapat dengan pihak pemerintah dan kegiatan sertifikasi tertentu bagi perusahaan. Ketika tiba waktunya peringatan hari buruh, juga terdapat acara yang diadakan perusahaan bagi seluruh karyawan sebagai bentuk apresiasi perusahaan atas kinerja seluruh karyawan selama bekerja di PT. Semarang Garment.

Gambar 4.4

Beberapa Kegiatan Lain PT. Semarang Garment

Bipartite Comitte Meeting & Training with Buyer

Government Visitation & Training

Human Right Celebration Day Sumber : Hasil observasi peneliti, 2013


(12)

82 4.1.5. Produk PT. Semarang Garment

PT. Semarang Garment bergerak di bidang industri garmen dan telah menjalankan usahanya di Semarang selama sepuluh tahun. Perusahaan ini memiliki capital (paid up) sebesar US $ 2.000.000; dan line produksi sebanyak 33 sewing lines yqng terdiri dari 17 lines pada factory I dan 15 lines pada factory II. Jumlah keseluruhan mesin yang digunakan untuk kegiatan produksi sebanyak 1447 mesin jahit (sewing machines) dengan 15 mesin komputer pembordiran.

Total produktivitas yang dilakukan pada PT. Semarang Garment kurang lebih 700.000 pieces per bulan. Item-item yang diproduksi pada perusahaan ini, antara lain knit sweat shirt, training suits, pants, polo shirts, T-shirts, dress skirtts, cardigan, overall, lycra pants, body suit, dan night wear (pyjamas, night gown).

Produk-produk yang telah selesai diproduksi dan dikemas selanjutnya akan diekspor ke negara-negara seperti Perancis, Jerman, Benelux, Inggris, Spanyol, Italia, Denmark, Belanda, Australia, Jepang dan Amerika.

4.1.6. Kondisi Lingkungan Kerja pada Office PT. Semarang Garment PT. Semarang Garment memiliki wilayah yang cukup luas namun sebagian besar wilayahnya digunakan untuk kegiatan operasional pabrik. Sementara ruang-ruang yang digunakan untuk kantor hanya sebagian kecil wilayah dari keseluruhan bangunan di area Semarang Garment. Staff office yang bekerja pada PT. Semarang Garment berjumlah 34 orang dan merupakan karyawan lokal. Terdapat dua lantai yang merupakan bangunan office dan tempat karyawan melakukan pekerjaannya. Lantai pertama digunakan untuk administrasi, ruang autocad dan klinik kesehatan. Sementara lantai kedua digunakan untuk


(13)

83

kantor bagi staff yang lain. Terdapat pula ruangan bagi pimpinan utama perusahaan, wakil pimpinan dan beberapa ruangan manajer, serta sebuah ruang rapat atau meeting yang digunakan untuk rapat berkala dan menerima tamu-tamu dari instansi tertentu pada lantai kedua tersebut. Bangunan yang digunakan untuk office ini terletak di bagian depan dari area Semarang Garment dan terhubung langsung dengan pabrik, tempat produksi. Pada kantor ini juga terdapat beberapa pintu dan jendela yang langsung menghubungkan dengan pabrik sehingga kondisi pabrik dan setiap aktivitas yang dilakukan dalam proses produksi dapat dilihat secara langsung melalui jendela-jendela yang mengarah pada ruang-ruang operasional di pabrik.

Terdapat beberapa pajangan dinding yang menghiasi sepanjang ruangan yang digunakan untuk kantor tersebut. Diantaranya terdapat poster-poster mengenai pedoman dalam berperilaku bagi karyawan maupun bagi pihak manajemen yang dikeluarkan oleh Nike, Inc. yang merupakan buyer utama dari PT. Semarang Garment.

Selain beberapa hal tersebut, PT. Semarang Garment juga memberikan peringatan terhadap daerah atau area berbahaya tertentu dengan menggunakan tiga bahasa, diantaranya bahasa Korea, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hal ini terjadi pula pada kalimat mutiara yang terdapat tidak hanya pada satu ruangan, tetapi terdapat hingga tiga buah pajangan sejenis di sepanjang kantor dimana menyerukan kalimat “Orang rajin selalu mencari cara, orang malas selalu mencari alasan.” Terdapat tiga bahasa dalam setiap pajangan yang ditempelkan pada sisi ruangan tertentu pada kantor tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kalimat tersebut menjadi kalimat yang dipegang oleh diri mereka sendiri dan


(14)

84

mengharapkan karyawan lain mengikuti pemikiran yang demikian. Kerajinan dan semangat kerja sangat penting bagi orang Korea, khususnya para manajer dan pimpinan yang berada di PT. Semarang Garment.

Pada dinding kantor juga terpajang beberapa foto pimpinan beserta wakil pimpinan dengan seluruh jajaran manajer ekspatriat yang berkebangsaan Korea dan piagam serta sertifikat yang diberikan oleh perusahaan buyer yang telah bekerjasama dengan PT. Semarang Garment.

Ruangan pimpinan yang menyatu dengan bawahan juga ditemukan pada PT. Semarang Garment. Ruang khusus hanya diadakan untuk pimpinan utama atau presiden direktur dan wakil pimpinan atau wakil presiden direktur PT. Semarang Garment. Untuk para manajer ruangan yang dimiliki terkesan menyatu dengan karyawan (staff) lain namun deng space atau area yang sedikit lebih luas. Tidak terdapat penyekat khusus antara ruang manajer dengan karyawan atau staff yang lain.

Pada kantor tersebut hanya terdapat satu ruang rapat atau pertemuan yang memiliki jendela-jendela yang langsung menghadap pada pabrik, tempat produksi. Pada ruang pertemuan ini terdapat beberapa display dari sample produk yang siap didistribusikan pada buyer, antara lain untuk Nike, Columbia, H&M, Walmart, Hema, D&D, Daiz, Elcorte Ingles dan VF Imagewear.

Para manajer pabrik, untuk factory I maupun factory II memiliki ruangan khusus yang terletak pada pabrik atau factory dan tidak memiliki ruangan khusus di kantor atau office tersebut.


(15)

85 Gambar 4.5

Kondisi Lingkungan Office

Sumber: Hasil observasi peneliti, 2013

Ruangan manajer yang tidak terpisah dengan staff; Ruang pertemuan dengan display sample produk dan jendela yang langsung menghadap ke pabrik, tempat produksi.

Serifikat dan piagam dari perusahaan buyer; kalimat mutiara sebagai filosofi kerja; karyawan teladan 2012; peringatan; dan pedoman perilaku oleh Nike, Inc.


(16)

86 4.2. Pembahasan

Guna melengkapi penelitian mengenai kepemimpinan lintas budaya khususnya kepemimpinan gaya Korea di Indonesia ini selain melakukan observasi, menerangkan perilaku yang terlihat dan lingkungan fisik serta mencatat gejala atau fenomena yang terjadi pada objek penelitian, tetapi juga memperhatikan makna dari hal-hal tersebut bagi karyawan di perusahaan tersebut. Untuk mengetahui kepemimpinan lintas budaya, khususnya kepemimpinan gaya Korea di Indonesia pada PT. Semarang Garment, diperlukan teknik pengumpulan data dengan dokumentasi berbagai bentuk data yang dibutuhkan sebagai pendukung penelitian kualitatif. Analisis data terkait kepemimpinan gaya Korea di Indonesia pada penelitian ini mengacu kerangka pikir penelitian dan literatur yang mendukung. Mengenai sumber untuk mengkaji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam hal ini, guna menguji kredibilitas data tentang gaya kepemimpinan Korea di Indonesia, dilakukan terhadap bawahan yang dipimpin dan merupakan karyawan lokal dari Indonesia.

4.2.1. Profil Narasumber

Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian terhadap objek penelitian yang merupakan karyawan pada PT. Semarang Garment. Para narasumber terdiri dari manajer ekspatriat perusahaan yang berasal dari Korea Selatan dan karyawan lokal yang diantaranya adalah karyawan yang berhubungan langsung dengan manajer ekspatriat, pekerja pabrik, hingga cleaning service dan security yang merupakan penduduk lokal Indonesia pada PT. Semarang Garment


(17)

87

dengan masa kerja minimal 3 tahun. Terdapat jumlah total 10 narasumber untuk penelitian kepemimpinan gaya Korea di PT. Semarang Garment.

Tabel 4.1

Daftar Nama Narasumber

Kode Nama Narasumber Jabatan/Divisi Masa Bekerja R1 Kim Hak Hee

(Richard Kim)

Manager of Factory I

5 tahun R2 Byun Sang In General Manager,

Acc. Manager, Ex-Im Manager

10 tahun

R3 Park Tae Seon Finishing Manager

10 tahun R4 Tri J. M/ Labor concern 5 tahun R5 Ambar Sample Chief 5 tahun R6 Hernowo Finishing Chief 8 tahun

R7 Endang S. Worker 5 tahun

R8 Winarni Worker 6 tahun

R9 Rini Cleaning service 10 tahun

R10 Hertanto Security 10 tahun

4.2.2. Analisis dan Keabsahan Data

Dalam menguji keabsahan data penelitian menggunakan teknik triangulasi. Menurut lexy J. Moleong (2007) triangulasi adalah bentuk pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

Denzin (1978) dalam Lexy J. Moleong (2007) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori yang mendukung. Triangulasi dilakukan dengan wawancara, observasi langsung, observasi tidak langsung. Observasi tidak langsung ini dimaksudkan untuk melakukan


(18)

88

pengamatan beberapa kajian agar diperoleh kemudahan dalam mencari titik temu yang menghubungkan diantara kejadian tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk melengkapi dalam memperoleh data primer dan sekunder. Observasi dan interview digunakan untuk menjaring data primer yang berkaitan dengan kepemimpinan gaya Korea di Indonesia.

4.2.3. Persepsi Pimpinan (Manajer) dan Karyawan

Dalam proses penelitian ini juga dilakukan analisis terhadap persepsi pimpinan pada bawahannya serta persepsi bawahan terhadap pimpinannya dimana terdapat perbedaan budaya antara kelompok pimpinan yang merupakan manajer ekspatriat Korea dengan bawahan yang merupakan penduduk lokal Indonesia. Setelah dilakukan pengumpulan dan reduksi data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber dan pengamatan lokasi dapat dianalisis mengenai persepsi pimpinan terhadap bawahan begitu pula sebaliknya. Hal ini untuk mendukung dan menguatkan hasil penelitian terkait kepemimpinan lintas budaya khususnya kepemimpinan gaya Korea di Indonesia.

4.2.3.1. Persepsi Pimpinan (Manajer Ekspatriat Korea) terhadap Karyawan

Manajer ekspatriat pada PT. Semarang Garment berasal dari Korea Selatan dan kebanyakan dari mereka kurang mampu menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris secara baik dan benar. Komunikasi terjalin dengan cukup baik antara orang lokal dengan orang Korea khususnya terkait pekerjaan meskipun mengalami kesulitan pada awalnya. Perbedaan budaya dan bahasa yang terjadi antara karyawan lokal dengan atasannya yang berkebangsaan Korea


(19)

89

menimbulkan persepsi tersendiri bagi pimpinan, yaitu para manajer dari Korea terhadap bawahannya yang merupakan karyawan lokal.

Para manajer memiliki anggapan tersendiri terhadap karyawan lokal di PT. Semarang Garment. Penyesuaian yang cukup sulit dilakukan oleh manajer dari Korea selama tahun-tahun awal mereka bekerja di perusahaan tersebut. Banyak karyawan yang menurut mereka lamban dalam belajar dan bekerja juga sering melakukan kesalahan. Hal ini bertentangan dengan sikap mereka yang rajin, cekatan dan cepat dalam bekerja. Setelah berjalan beberapa tahun, seiring dengan pelatihan dan pemahaman yang diberikan atasan pada karyawan, mereka mampu bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik.

Ketiga narasumber (R1, R2 dan R3) yang merupakan manajer ekspatriat Korea berpendapat bahwa karyawan lokal sempat membuat mereka tertekan pada awal tahun mereka bekerja di PT. Semarang Garment. Pendapat ketiga narasumber diwakili R1 sebagai berikut :

“Each persons have each characteristics. Some of them learn quickly, some of them is doing something slowly. Some is good some is not good. The first two years i worked here i often found employees which often late, not fast, slowly learning, not working. And i got alot of headache because of that. But now, i’m not really headache and stressful anymore, they become more skillful.”

Selain itu, mereka juga menganggap orang Indonesia sangat baik dan ramah dan membuat orang asing seperti mereka merasa nyaman dan dihargai oleh karyawan. Ketiga narasumber (R1, R2 dan R3) juga memiliki pendapat yang sama mengenai hal ini. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan R3 yang mewakili ketiga narasumber sebagai berikut :

Orang Indonesia di sini baik dan ramah. Sudah tidak banyak masalah dengan pekerjaan sekarang. Mereka sudah bekerja dengan baik. Kami melatih dan membuat karyawan lebih baik.


(20)

90

Dengan pernyataan dari ketiga narasumber yang sejenis, dapat diketahui bahwa mereka sudah mulai mampu beradaptasi dengan orang Indonesia seiring pelatihan yang diberikan pada mereka dan menjadikan mereka karyawan yang lebih baik dalam persepsi manajer.

Satu hal yang sulit diubah dari kebanyakan karyawan Indonesia adalah penggunaan waktu yang tidak efektif dan efisien dalam pekerjaan. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan narasumber 1 (R1) dalam wawancara yang telah dilakukan sebagai berikut :

Do you know the sentences “jam karet Indonesia”? Exactly often happen. Pasti ada jam karet. In Korea when working we have to do “balii..balii..ballii..”. our boss will tell us to do so. Balli means do it faster and faster. Tapi di sini daripada on time, mereka santai-santai. Besok ada lagi besok ada lagi.

Menurut para manajer, kebiasaan karyawan dari Indonesia seringkali menunda pekerjaan sehingga terkesan lama dalam pengerjaan. Bagi mereka jika terdapat sisa waktu, mereka dapat menggunakannya untu pekerjaan lain atau segera beristirahat jika tidak ada lagi yang dikerjakan.

Perbedaan cara kerja antara manajer dan bawahan menimbulkan penyesuaian dari kedua belah pihak dan akhirnya tidak terjadi masalah yang berarti.

4.2.3.2. Persepsi Karyawan terhadap Pimpinan (Manajer Ekspatriat Korea)

Karyawan yang dimaksud merupakan karyawan perusahaan yang berkebangsaan Indonesia dan sebagian besar merupakan warga sekitar Ungaran, khususnya daerah Kecamatan Bergas yang sangat dekat dengan PT. Semarang Garment. Komunikasi terjalin dengan cukup baik antara orang lokal dengan orang Korea khususnya terkait pekerjaan meskipun mengalami kesulitan pada awalnya.


(21)

91

Perbedaan budaya dan bahasa yang terjadi antara karyawan lokal dengan atasannya yang berkebangsaan Korea menimbulkan persepsi tersendiri bagi karyawan lokal terhadap manajernya yang berkebangsaan Korea, khususnya Korea Selatan.

Para karyawan memiliki anggapan tersendiri terhadap manajer ekspatriat dari Korea di PT. Semarang Garment. Penyesuaian yang cukup sulit dilakukan oleh karyawan lokal dari Korea selama tahun-tahun awal mereka bekerja di perusahaan tersebut. Menurut karyawan lokal, manajer mereka pada dasarnya cukup baik dan ingin seluruh karyawannya mengusahakan yang terbaik bagi perusahaan.

Menurut tiga narasumber (R4, R5 dan R6) mereka menganggap manajer dari Korea cukup baik dan mengupayakan hal yang baik bagi karyawannya seperti diwakili oleh pernyataan R4 sebagai berikut :

Pada dasarnya mereka baik dan tidak memberikan kesulitan untuk kami (bawahannya) saat bekerja. Ketika kita berbuat salah, selama kita tahu kesalahan kita dan segera mengakui serta minta maaf, mereka akan sangat menghargai itu.

...Mereka cenderung membatasi diri dan menjaga jarak antara atasan dengan bawahan di lingkungan kerja dan sangat serius...”

Selain itu, menurut karyawan lokal, para manajer dari Korea cenderung bersikap serius saat bekerja dan memilih untuk membatasi diri dengan karyawan.

4.2.4. Karakteristik Kepemimpinan Lintas Budaya Berdasarkan Kluchkholn dan Strodtbeck serta Pola-Pola Parson

Pembahasan mengenai studi lintas budaya khususnya kepemimpinan gaya Korea di Indonesia pada PT. Semarang Garment dibatasi dimensi-dimensi yang spesifik untuk melihat secara mendalam mengenai kepemimpinan dengan latar


(22)

92

belakang budaya Korea di Indonesia. Dimensi tersebut merupakan dimensi budaya Kluchkhon dan Stridtbeck serta pola-pola Parson yang mendukung telaah teori penelitian ini. Selanjutnya akan dianalisis mengenai pandangan setiap narasumber yang merupakan manajer dari Korea terhadap gaya kepemimpinan dengan latar belakang budaya Korea yang mereka upayakan serta pandangan karyawan lokal yang menerima gaya kepemimpinan tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendukung studi lintas budaya yang dilakukan oleh peneliti.

4.2.4.1. Dimensi Budaya Kluchkhon & Strotdbeck

Dalam studi ini, digunakan enam dimensi Kluchkhon dan Strotdbeck untuk mengamati dan menganalisis kepemimpinan gaya Korea di Indonesia. Berikut akan diberikan pembahasan secara lengkap.

1. Nature of humans (karakter dasar manusia)

Terdapat dua pandangan terhadap karakter dasar manusia. Karakter yang dimaksud adalah sifat dasar yang melekat pada diri manusia. Dimana yang pertama memandang manusia memiliki sifat baik dan buruk di dalam dirinya, sementara yang kedua memandang manusia memiliki sifat yang dapat berubah atau tidak dapat berubah sama sekali.

Berdasarkan simpulan hasil wawancara terhadap narasumber dapat diketahui bahwa pandangan orang Korea meyakini manusia memiliki karakter baik dan buruk di dalam dirinya. Pada dasarnya mereka terlahir sama, namun lingkungan, pendidikan dan banyak faktor lain yang menentukan sifat mana yang berkembang dalam dirinya serta akan menjadi orang yang bagaimana nantinya.


(23)

93

Ketiga narasumber (R1, R2 dan R3) yang merupakan manajer dari Korea memberikan pernyataan yang sama dan ditunjukkan oleh salah satu dari mereka, yaitu pernyataan R1 sebagai berikut :

The philosophy in our country, there are two kind of characteres of human which are good and bad. Basically human being is born the same. But how do they grow, it’s depending on their surrounding, their education from home, school and society that determine what kind of person he will be.”

Pernyataan tersebut juga dibenarkan dan telah divalidasi oleh pernyataan dari tiga narasumber yang merupakan bawahan mereka di PT. Semarang Garment, yaitu (R4, R5 dan R6). Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan mereka sebagai berikut:

Mereka percaya pada yin-yang, dimana karakter manusia ada dua yaitu baik dan buruk.

“Saya kurang tahu mengenai pandangan orang Korea mengenai ini. Tapi yang saya tahu mereka menganut ajaran China yang percaya yin-yang, ada karakter baik (positif) dan karakter buruk (negatif).”

Berdasarkan pernyataan dari narasumber yang merupakan manajer dari Korea maupun narasumber karyawan lokal membenarkan pandangan manajer Korea mengenai karakter dasar manusia tersebut. Hal tersebut membawa pada kesimpulan bahwa manajer dari Korea pada PT. Semarang Garment memiliki kecenderungan memandang manusia memiliki karakter dasar baik dan buruk di dalam dirinya.

2. Relationship among people / focus responsibility (hubungan dengan individu lain dan fokus tanggungjawab)

Orientasi terhadap tanggung jawab pada orang lain merupakan aspek yang sangat penting berkaitan dengan hubungan antar manusia dan paling membedakan antara budaya barat dengan budaya timur. Terdapat tiga jenis orientasi terhadap orang lain, yaitu individualistik, dimana tujuan individu dianggap mampu


(24)

94

mengatasi tujuan kelompok. Selanjutnya collateral atau biasa disebut kolektif, dimana individu merupakan bagian dari suatu kelompok sosial yang diakibatkan hubungan yang diperluas secara menyamping. Kemudian yang terakhir adalah hierarchical, dimana pembagian kekuasaan dan tanggungjawab secara alami terbagi dalam kelompok berdasarkan hirarki atau kedudukan mereka dalam sebuah organisasi. Mereka yang berada pada hirarki yang lebih tinggu memiliki kekuasaan dan tanggungjawab pada mereka yang berada di hirarki lebih rendah.

Berdasarkan hasil olah data wawancara yang diperoleh peneliti, tampak bahwa manajer dari Korea sangat menganggap tanggung jawab sebagai suatu hal yang penting dan perlu dilakukan untuk masing-masing pekerjaan individu. Dapat dilihat pula bahwa mereka juga memperhatikan hirarki atau kedudukan mereka dalam sebuah struktur organisasi, dimana tanggung jawab juga terbagi berdasarkan posisi mereka dalam suatu sistem sosial tertent. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban narasumber yang merupakan manajer dari Korea dan diwakili oleh pernyataan narasumber 1 (R1) sebagai berikut :

I want make an example in this. You see this watch. The watch has so many materials that need to work together to make this watch is working. So as an individual we have to do our best in our each job to get this company work. This is the responsibility in my opinion. We have to work together in this company to achieve the main goal of this company.

“Responsibility. It’s clearly divided as the structure organization.

Sementara itu, pernyataan dari narasumber yang merupakan karyawan lokal baik yang berinteraksi langsung dengan manajer dari korea maupun karyawan yang bekerja operasional di pabrik sebagian besar menyatakan bahwa pembagian kerja berdasarkan struktur organisasi dan tanggungjawab individu dalam pekerjaannya masing-masing akan membantu jalannya perusahaan. Pernyataan tersebut diwakili oleh narasumber 5 (R5), sebagai berikut :


(25)

95

Tanggung jawab dibagi berdasarkan posisi mereka dalam perusahaan dan setiap orang memegang perannya masing-masing untuk kelangsungan perusahaan.

Hal ini lebih dikuatkan lagi dengan penyataan karyawan dari operasional produksi yang merupakan narasumber 7 (R7) sebagai berikut :

Tanggung jawab harus dilakukan. Orang Korea cukup tanggungjawab pada bawahannya.”

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan gaya Korea mengharapkan kebersamaan dan kerjasama yang baik di dalam pekerjaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Pastinya terdapat hirarki di dalam suatu struktur organisasi, begitu pula pada PT. Semarang Garment. Mereka melakukan pembagian tanggungjawab berdasarkan posisi mereka dalam struktur organisasi. Semakin tinggi hirarki mereka semakin tinggi tanggung jawab yang dipegang karena menyangkut banyak orang di bawahnya.

3. Relation to broad environment (hubungan dengan alam/lingkungan) Pada dasarnya, seseorang memiliki cara pandang yang berbeda terkait hubungannya dengan alam. Hal ini banyak dipengaruhi oleh budaya yang melatarbelakangi individu tersebut dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitar. Terdapat tiga kategori individu dalam kaitannya dengan sikap mereka terhadap alam, yaitu mastery, subjugation, dan harmony. Mastery merupakan sikap manusia yang menguasai, mengendalikan dan mengubah lingkungan sesuai kebutuhan kita tanpa memperhatikan keselarasan lingkungan. Sementara subjugation merupakan sikap yang ingin menaklukan lingkungan namun tidak mengubah elemen-elemen dasar dalam alam. Kemudian yang terakhir, harmony berarti hidup selaras dengan lingkungan alam maupun lingkungan sekitar.


(26)

96

Berdasarkan hasil olah data wawancara yang diperoleh peneliti, tampak bahwa manajer dari Korea memilih hidup selaras dan berdampingan dengan alam juga lingkungan sekitar. Hal ini ditunjukkan dengan tidak banyak yang masalah yang ditimbulkan dari kegiatan pabrik bagi alam maupun bagi lingkungan sekitar sehingga semua dapat berjalan selaras tanpa saling merugikan.

Pernyataan yang mendukung tentang pandangan manajer dari Korea yang berupaya hidup selaras dengan alam dapat disimpulka dari hasil wawancara dengan narasumber 1, 2 dan 3 (R1, R2 dan R3) yang diwakili dengan pernyataan dari R1 dan R2 :

We need to live in harmony with the environment. In my opinion, our company manage everything quiet well related with the environment and also the surrounding. It shows that the surrounding do not complain about the factory activity.

Kita harus menjaga lingkungan. Lingkungan harus tetap baik supaya kita hidup nyaman di dalam lingkungan. Factory kami sudah memiliki manajemen yang ramah lingkungan.

Pernyataan tersebut dibenarkan oleh bawahan mereka yang merupakan karyawan lokal. Mereka melihat bahwa manajer dari Korea memilih hidup selaras dengan alam dan lingkungan sekitar mereka. Hal ini didukung oleh pernyataan dari narasumber 4, 5, 6, 7, dan 8 (R4, R5, R6, R7, R8, R9 dan R10) yang merupakan karyawan lokal. Berikut diwakili oleh R7 dan R4:

Hubungan pabrik dengan lingkungan sekitar baik. Banyak pegawai yang juga berasal dari daerah sekitar sini. Kegiatan pabrik tidak sampai mengganggu masyarakat. Jam kerjanya juga jam 7 sampai jam 4 sore (sekitar 8 jam).

Manajemen pengolahan limbah dan sistem pembuangan di factory ini sudah cukup baik dan tidak merugikan masyarakat sekitar.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manajer dari Korea memiliki kepemimpinan gaya Korea yang mencoba selaras hidup dengan alam dan lingkungan


(27)

97

sekitar. Hal ini sesuai dengan budaya Timur yang kebanyakan diterapkan oleh negara-negara Asia.

4. Activity (aktivitas)

Orientasi terhadap aktivitas manusia berkaitan dengan sikap manusia terhadap suatu aktivitas atau kegiatan. Terdapat tiga kategori manusia berdasarkan cara mereka melakukan aktivitas. Ada masyarakat yang berorientasi pada pelaksanaan dan melakukan sesuatu (doing), ada pula mpatasyarakat yang berpikir dan mempertimbangkan setiap keputusan yang akan dilakukan sebelum melakukan tindakan (thingking) dan yang terakhir tipe masyarakat yang yang melakukan segala sesuatu secara spontan dan pada waktu yang mereka tentukan sendiri (being).

Melihat hasil dari olah data wawancara yang dilakukan pada manajer dari Korea maupun karyawan lokal menunjukkan bahwa orang Korea cukup bijaksana dalam bertindak, dimana mereka mempertimbangkan setiap keputusan yang akan mereka ambil dengan cermat namun melakukan tindakan dengan cepat setelahnya.

Untuk membuktikan hal tersebut, dapat dilihat pada pernyataan narasumber 1, 2 dan 3 (R1, R2 dan R3) yang diwakili oleh R2 dan R3 menyatakan bahwa :

Kita perlu mempertimbangkan banyak hal dalam bertindak atau melakukan sesuatu. Tetapi terus menjalankan yang seharusnya kita lakukan.

Pekerjaan harus diselesaikan karena merupakan bagian dari tanggung jawab masing-masing. Think before act but don’t wait too long.”

Hal tersebut dibenarkan oleh bawahan yang berinteraksi langsung dengan manajer dari Korea, yaitu narasumber 4, 5 dan 6 (R4, R5 dan R6) yang diwakili dengan pernyataan dari R4 sebagai berikut :

Saya melihat atasan saya (manajer) berusaha melakukan segala sesuatunya dengan hati-hati (penuh pemikiran) tetapi mereka cepat dalam bertindak.


(28)

98

Kesimpulan yang dapat ditarik dari karakter gaya kepemimpinan korea terkait dengan cara mereka melakukan tindakan yaitu thingking, dimana mereka mempertimbangkan setiap hal yang akan dilakukan tetapi memilih bertindak dengan cepat.

5. Time (waktu)

Pada dimensi time atau waktu ini akan dianalisis bagaimana manajer dari Korea menghargai sebuah waktu dan orientasi mereka terhadap masa lalu, saat ini atau pun masa depan.

Berikut adalah pernyataan manajer dari Korea tentang waktu, yang diwakili oleh narasumber 1 (R1) dan narasumber 3 (R3):

Of course we believe our past and want to keep our tradition until now. But the young generations now get a lot influenced by western culture. Korea have 5000 years history. Also history of each family is important for us.

Past made what we are now. The present (now) made what we are in the future. I will keep my tradition from the past (of my country) to work in everywhere even it’s abroad.”

Jam kerja di Korea lebih panjang daripada orang Indonesia. Kebiasaan kami bekerja dengan cepat dengan hasil yang baik.

Melihat pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa orang Korea sangat menghargai sejarah dan tradisi dari negaranya. Jika memungkinkan akan terus dijaga dan dilestarikan, tetapi tidak berarti setiap hal harus dilakukan berdasarkan tradisi dan adat-istiadat setempat. Terlebih lagi bagi orang Korea yang hidup di luar negaranya, mereka berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dan budaya di negara dimana mereka tinggal.

Hal ini didukung oleh pernyataan karyawan yang berinteraksi langsung dengan manajer dari Korea dan diwakili dengan pernyataan dari narasumber 5 (R5) dan narasumber 6 (R6) sebagai berikut:

Perbedaan budaya, ras maupun gender dijembatani dengan peraturan kerja bersama yang ada sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Mereka berusahan menyesuaikan budaya kita.


(29)

99

Mereka (manajer) sangat menghargai waktu. Loyalitas orang Korea pada pekerjaan sangat tinggi. Pernah ada kejadian dimana seorang manajer sedang sakit, harus infus 2 jam istirahat di mess tetapi yang mengejutkan setelah itu dia tetap kembali bekerja di factory.

Mereka (manajer) juga pernah bercerita pada saya, di pabrik-pabrik di Korea jika sesorang wanita harus melahirkan bahkan tetap bekerja sampa i tiba saatnya dia melahirkan kemudian dibawa ke rumah sakit, tetapi 3 jam setelah persalinan mereka siap kembali bekerja. Hal seperti ini terjadi di Korea.

Menyimpulkan pernyataan dari manajer Korea dan bawahan mereka yang merupakan karyawan lokal, diketahui bahwa gaya kepemimpinan Korea memiliki dedikasi pada pekerjaan yang sangat tinggi, menghargai waktu dan berusaha menjaga tradisi mereka sekalipun harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana dia tinggal dan bekerja untuk hal-hal tertentu yang dianggap perlu.

6. Space (ruang)

Dimensi space atau keruangan ini membedakan pandangan orang terhadap sebuah ruang, khususnya tempat bekerja di PT. Semarang Garment dan bagaimana mereka menginginkan tempat tersebut agar tetap terjaga secara pribadi (private) atau bisa berbagi dengan orang lain (public).

Beberapa diantara mereka menggunakan ruang tersendiri sebagai ruang kerja namun ada beberapa manajer yang memiliki ruang kerja tanpa sekat dan menyatu dengan karyawan lain yang merupakan bawahan dalam depertemen yang sama. Hal tersebut ditunjukkan dengan pernyataan dari manajer Korea maupun karyawan lokal yang diwakili oleh Narasumber 2 dan 4 (R2 dan R4) berikut :

Saya suka ruang yang privat. Tetapi ruangan saya di sini sudah cukup buat saya. Saya menyatu dengan pekerja yang lain.- R2

Terdapat ruang-ruang tertentu yang khusus bagi atasan dan tidak dapat dimasuki oleh karyawan tanpa ijin terlebih dahulu kepada manajer.- R4

Pernyataan perwakilan dari pihak manajer dan karyawan lokal tersebut menunjukkan kriteria orang Korea dalam menentukan ruangannya.


(30)

100

4.2.4.2. Dimensi Budaya Pola-pola Parson

Selain menggunakan enam dimensi Kluchkhon dan Strotdbeck untuk mengamati dan menganalisis kepemimpinan gaya Korea di Indonesia, juga didukung oleh lima dimensi dari pola-pola Parson. Berikut akan diberikan pembahasan secara lengkap.

1. Afektivitas – netralitas

Dimensi ini menentukan bagaimana pandangan orang terhadap sebuah organisasi dimana kita menjadi bagian dari organisasi tersebut, apakah sebaiknya menciptakan kenyamanan dan kepuasan emosional diantara anggota organisasi atau sebaiknya bersikap netral dan tidak terlalu terikat dengan seluruh organisasi tersebut.

Berdasarkan olah data hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan manajer dari Korea dan bawahan yang merupakan karyawan lokal memiliki pernyataan jawaban yang hampir serupa. Hal ini ditunjukkan dengan perwakilan pernyataan dari narasumber 1 (R1) dan narasumber (R4) sebagai berikut :

“So far i’m satisfied with the people here. Only the first two years i felt stress and alot of headache, but now i think we can work together profesionally. I’m trying to act the same for all the employees. I don’t personally getting close with one of them or some of them. I think i have to be fair to all the employees.- R1

Para manajer bersikap serius saat bekerja dan sangat menjaga jarak antara atasan dengan bawahan.- R4

Menyimpulkan kedua pendapat tersebut yang berasal dari narasumber yang memimpin (manajer dari Korea) dan bawahan (karyawan lokal) diketahui bahwa kepemimpinan gaya Korea yang mereka terapkan di Semarang Garment memilih


(31)

101

hubungan yang lebih netral antara atasan dengan bawahan dan tidak terlalu menjalin hubungan personal selain hubungan kerja.

2. Orientasi diri – orientasi kolektif

Orientasi diri mementingkan kepentingan individu. Sementara orientasi kolektif mementingkan kepentingan kelompok dan orang lain yang menjadi bagian kelompok tersebut.

Berdasarkan olah data hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan manajer dari Korea dan bawahan yang merupakan karyawan lokal memiliki pernyataan jawaban yang hampir serupa. Hal ini ditunjukkan dengan perwakilan pernyataan dari narasumber 1 (R3) dan narasumber (R6) sebagai berikut :

Kerja bersama penting untuk mencapai tujuan company. Masing-masing orang punya pekerjaan yang harus selesai dengan baik untuk dapat membuat factory ini berjalan baik.” – R3

Kerjasama dan kerjakeras sangat ditekankan di company kami.” – R6

Menyimpulkan dari dua pernyataan dari kedua pihak tersebut, menunjukkan bahwa orientasi kolektif merupakan salah satu kriteria kepemimpinan gaya Korea yang diterapkan di PT. Semarang Garment.

3. Universalisme – partikularisme

Dimensi ini menentukan bagaimana seseorang melihat sesuatu. Ada yang melihat sesuatu secara keseluruhan dan garis besarnya saja, sementara yang lain melihat sesuatu secara spesifik. Dalam kaitannya dengan hubungan kerja di PT. Semarang Garment, dimensi ini akan membantu dalam menganalisis bagaimana gaya kepemimpinan Korea melihat dan memaknai hubungan dengan bawahan. Apakah terjadi secara spesifik melebur dengan suku, agama dan kelompok


(32)

102

tertentu atau hubungan yang terjadi hanya mencakup standar-standar yang juga diterapkan pada semua orang lain dan tidak terlalu mendalam.

Berdasarkan olah data hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan manajer dari Korea dan bawahan yang merupakan karyawan lokal memiliki pernyataan jawaban yang saling mendukung dan menguatkan pernyataan tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan perwakilan pernyataan dari narasumber 1 (R2) dan narasumber 6 (R6) sebagai berikut :

Pembagian tanggung jawab sesuai struktur organisasi dan job masing-masing pegawai.”– R2

Saya bersikap netral pada seluruh karyawan dan berusaha berlaku sama untuk semuanya.”– R6

Keterlibatan antara manajer dengan bawahannya terjadi sebatas hubungan kerja. Tetap ada jarak antara atasan dengan bawahan.”– R6

Menurut pernyataan kedua pihak, baik manajer dari maupun karyawan lokal menekankan bahwa hubungan yang terjadi antara atasan dengan bawahan hanya sebatas rekan kerja dan hubungan profesional yang dibatasi oleh aturan-aturan umum selayaknya pada sebuah perusahaan dan saling menghormati berdasarkan kedudukan di dalam struktur organisasi perusahaan, tidak ada keterlibatan secara khusus yang melebihi hubungan kerja.

4. Askripsi – prestasi

Penilaian seorang individu didasarkan pada askripsi atau prestasi yang dia peroleh. Dimensi akripsi-prestasi ini membantu peneliti dalam menganalisis mengenai karakter kepemimpinan gaya Korea, apakah mereka memiliki kecenderungan menilai orang lain berdasarkan klasifikasinya dalam masyarakat atau sebuah prestasi yang dia peroleh sekalipun dia bukan dari kelas sosial yang terpandang.


(33)

103

Berdasarkan olah data hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan manajer dari Korea dan bawahan yang merupakan karyawan lokal memiliki pernyataan jawaban yang saling mendukung dan menguatkan pernyataan tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan perwakilan pernyataan dari narasumber 1 (R1) dan narasumber 6 (R6) sebagai berikut :

Different class of society does exist. Every person has a history and has a tree of family. It’s very wide cases. I can’t say it in a word. Long time ago, we have something like that. Kim family, Choi family, etc is famous as the rich family. It was very common. Some name seen as rich families, some name seen as lower social class by the society. But nowadays, they are judged by the achievement they got. We have to see the people from the higher class so that we able to try harder and work harder for someday to be one of them. I think class of society in every part of the world does exist, even in America or in Indonesia.

Saya pernah mendengar dari atasan saya bahwa terdapat klasifikasi sosial di Korea. Nama “Kim” adalah nama yang dikenal keluarga kaya begitu pula nama-nama lain dengan kelas sosial yang berbeda. Pemilik perusahaan Semarang Garment ini bukan berasal dari keluarga dengan nama dan latar belakang yang terpandang. “Byun” adalah nama dari kelas sosial yang cukup bawah namun kerja kerasnya sejak muda membuahkan hasil hingga dia menjadi orang yang terpandang saat ini.

Berdasarkan justifikasi di atas, dapat dikatakan bahwa karakter manajer dari Korea menyatakan masih melihat seseorang berdasarkan kedudukannya di dalam kelas sosial. Hal ini lazim di Korea Selatan. Nama keluarga tertentu dengan sejarah keluarganya dipandang sebagai keluarga kaya dan memiliki pengaruh di Korea. Ada pula nama-nama lain dengan kelas sosial tertentu. Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman dapat dikatakan bahwa pandangan askriptif dari orang Korea mulai bergeser ke pandangan dengan orientasi prestasi ketika melihat orang lain. Tidak dipungkiri jika nama sebuah keluarga masih dipandang dan memiliki nilai tersendiri bagi mereka, tetapi pencapaian seseorang hingga kini menjadi sukses juga menjadikan orang tersebut terpandang di Korea Selatan.


(34)

104 5. Spesifitas – kekaburan

Hubungan dengan bawahan yang diterapkan oleh manajer dari Korea pada PT. Semarang Garment dilakukan dengan keterlibatan yang cukup dekat dimana kewajiban timbal-balik itu terbatas dan dibatasi dengan tepat (spesifik) atau kepuasan yang diterima dan diberikan oleh pihak yang saling berhubungan sangat luas sifatnya (kabur) tidak menentu.

Berdasarkan olah data hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan manajer dari Korea dan bawahan yang merupakan karyawan lokal memiliki pernyataan jawaban yang saling mendukung dan menguatkan pernyataan tersebut. Analisis untuk menentukan kriteria gaya kepemimpinan Korea bersifat spesifik atau terdapat kekaburan hampir serupa dengan analisis pada dimensi universalisme dan partikularisme. Hal ini ditunjukkan dengan perwakilan pernyataan dari narasumber 1 (R2) dan narasumber 6 (R6) sebagai berikut :

Pembagian tanggung jawab sesuai struktur organisasi dan job masing-masing pegawai.” – R2

Saya bersikap netral pada seluruh karyawan dan berusaha berlaku sama untuk semuanya.” – R6

Keterlibatan antara manajer dengan bawahannya terjadi sebatas hubungan kerja. Tetap ada jarak antara atasan dengan bawahan.” – R6

Menurut pernyataan kedua pihak, baik manajer dari Korea menekankan bahwa hubungan yang terjadi antara atasan dengan bawahan hanya sebatas rekan kerja dan hubungan profesional yang dibatasi oleh aturan-aturan umum selayaknya pada sebuah perusahaan dan saling menghormati berdasarkan kedudukan di dalam struktur organisasi perusahaan, tidak ada keterlibatan secara khusus yang melebihi hubungan kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa


(35)

105

hubungan timbal-balik yang terjadi adalah kewajiban yang terbatas dan dibatasi dengan tepat sehingga hubungan yang demikian disebut spesifik dan sebatas profesionalisme dalam pekerjaan.

Berikut adalah tabel yang merangkum keseluruhan hasil analisis yang membahas mengenai kepemimpinan gaya Korea yang diterapkan di Indonesia berdasarkan setiap dimensi yang telah dibahas sebelumnya.

Tabel 4.2

Hasil Analisis Mengenai Kepemimpinan Gaya Korea Berdasarkan Dimensi Budaya Kluchkhon & Strodtbeck dan Pola-pola Parson

No Dimensi Kepemimpinan gaya Korea yang diterapkan

Justifikasi 1. Karakter dasar

manusia

Percaya bahwa manusia memiliki dua karakter : baik dan buruk

R1, R2 dan R3 menyatakan bahwa manajer dari Korea meyakini dua macam karakter : baik dam buruk di dalam diri manusia (mengenai karakter dasar manusia) dan dibenarkan atau divalidasi oleh pernyataan oleh R4, R5 dan R6.

2. Fokus

tanggungjawab

Tanggung jawab bersama Kolektif/ berkelompok

Pernyataan R1, R2 dan R3 mengarah pada karakter manajer Korea yang fokus pada tanggung jawab kolektif dan divalidasi oleh pernyataan R4, R5, R6, R7 dan R8. 3. Hubungan dengan

lingkungan

harmony : hidup selaras dengan alam

Pernyataan R1, R2 dan R3 mengarah pada karakter manajer Korea dalam

hubungan dengan lingkungan yang harmony dan divalidasi oleh pernyataan R4 sampai dengan R10 mengenai hal tersebut.

4. Aktivitas Thinking :

mempertimbangkan setiap aspek dalam mengambil keputusan.

Pernyataan R1, R2 dan R3 mengarah pada karakter aktivitas thinking dan

divalidasi oleh pernyataan R4, R5dan R6.

5. Waktu  Sangat menghargai Pernyataan R1, R2 dan R3 mengarah pada dimensi waktu


(36)

106 waktu

 Tradisi dan sejarah dipegang erat

yang menunjukkan karakter manajer Korea sangat memperhatikan past serta menghargai setiap waktu yang dimiliki. Tetapi juga

memikirkan masa depan, tidak terpaku pada masa lalu. Hal ini divalidasi oleh pernyataan R4 sampai dengan R9.

6. Ruang Lebih memilih ruang untuk pribadi.

Pernyataan R1, R2 dan R3 mengarah pada dimensi ruang yang menunjukkan manajer Korea lebih memilih private namun penyesuain dengan kondisi yang ada telah dilakukan. Hal ini divalidasi oleh pernyataan R4 s.d. R6. 7. Afektivitas –

netralitas afektif

Netralitas afektif Pernyataan R1, R2 dan R3 mengarah pada dimensi netralitas dimana

menunjukkan pandangan manajer Korea yang afektif dan hal ini telah divalidasi oleh pernyataan R4 s.d. R10

8. Orientasi diri – orientasi kolektif

Orientasi kolektif Pernyataan R1, R2 dan R3 menunjukkan bahwa manajer Korea memiliki orientasi kolektif. Hal ini divalidasi oleh pernyataan R4 s.d. R6.

9. Universalisme – partikularisme

Universalisme Pernyataan R1, R2 dan R3 menunjukkan bahwa manajer Korea memiliki pandangan universalisme dan telah divalidasi oleh pernyataan R4 s.d. R6.

10. Askripsi – prestasi Askripsi yang mulai bergeser pada prestasi

Pernyataan R1, R2 dan R3 menunjukkan bahwa manajer Korea memiliki pandangan askripsi namun mulai bergeser pada prestasi. Hal ini telah divalidasi oleh pernyataan R4 s.d. R6.

11. Spesifitas – kekaburan

Spesifik. Pernyataan R1, R2 dan R3 menunjukkan bahwa manajer Korea memiliki pandangan spesifik dan telah divalidasi oleh pernyataan R4 s.d. R6. Sumber : Hasil Analisis Peneliti, 2013


(37)

107 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

PT. Semarang Garment merupakan perluasan usaha dari perusahaan internasional Kukdong Corporation yang berpusat di Seoul, Korea Selatan. Perusahaan yang dipimpin langsung oleh seorang pimpinan yang juga sebagai pemilik perusahaan yaitu Byun Hyo Su, berkebangsaan Korea Selatan ini telah mengembangkan usahanya ke beberapa negara di dunia. Pada PT. Semarang Garment terdapat 1451 karyawan pada factory I dan sejumlah 1121 karyawan pada factory II sehingga total karyawan keseluruhan adalah 2572 orang yang merupakan penduduk lokal.

Perusahaan ini memiliki pimpinan (presiden utama) dan jajaran manajer yang merupakan orang Korea Selatan dan telah bekerja serta tinggal di sini sesuai dengan penugasan yang mereka peroleh dari kantor pusat di Kukdong Corporation, Seoul. Perbedaan budaya terjadi pada perusahaan ini, dimana kepemimpinan di perusahaan tersebut memiliki latar belakang budaya Korea sementara pengikut mereka adalah karyawan yang merupakan penduduk lokal dengan latar belakang kebudayaan Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Proses kepemimpinan lintas budaya dari karakter kepemimpinan gaya Korea yang disesuaikan dengan pengikut yang berkebudayaan lokal merupakan suatu fenomena yang unik dan bagaimana mereka dapat melakukan kerja sama dengan baik di tengah perbedaan yang ada merupakan sesuatu yang menarik.


(38)

108

Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya diketahui karakter gaya kepemimpinan Korea yang diterapkan pada PT. Semarang Garment sesuai dengan dimensi yang membatasi penelitian ini, yaitu dimensi budaya dari Kluchkhon dan Strodtbeck serta pola-pola budaya Parson. Pada umumnya budaya Korea Selatan merupakan bagian dari budaya Timur sehingga karakter gaya kepemimpinan yang diterapkan tidak sulit untuk diikuti bagi karyawan lokal pada perusahaan tersebut.

5.2 Implikasi Kebijakan

1. Hasil penelitian ini menunjukkan mengenai karakter kepemimpinan gaya Korea di Indonesia khususnya pada PT. Semarang Garment. Hal ini bermanfaat bagi perusahaan jika mereka dapat mengelola perbedaan budaya lokal dengan gaya kepemimpinan Korea dimana perusahaan tersebut memiliki jajaran manajer dan pimpinan dari Korea, khususnya Korea Selatan dan karyawan lokal yang kebanyakan merupakan penduduk Jawa Tengah. 2. Hasil analisis mengenai dimensi karakter dasar manusia menunjukkan bahwa

budaya Korea cenderung melihat manusia memiliki dua macam karakter di dalam dirinya, baik dan buruk. Hal ini menentukan gaya atau karakter mereka dalam berhubungan dengan orang lain. Tentunya mereka akan berhati-hati dalam berhubungan dengan orang lain. Manajer dari Korea akan terlebih dahulu membaca keadaan jika berkomunikasi dengan karyawan lokal dan berusaha menguatkan sisi baik dari karyawan lokal dan membuat karyawan lokal meninggalkan sisi buruknya dengan pelatihan yang diberikan dalam perusahaan. Sebagian besar dari manajer Korea mempercayai bahwa lingkungan yang baik dapat membawa seseorang tumbuh menjadi lebih baik.


(39)

109

Berdasarkan fakta tersebut, mereka akan mengupayakan lingkungan yang baik, rajin, disiplin dan kerja keras dalam perusahaan agar diikuti oleh karyawan lokal.

3. Hasil analisis mengenai fokus tanggung jawab membuktikan bahwa manajer dari Korea menerapkan kepemimpinan dengan karakter yang mementingkan tanggung jawab terhadap orang lain, yaitu tanggung jawab bersama dalam kelompok. Hal ini berkaitan dengan kerja mereka yang memperhatikan kualitas kerja sama dan kerja keras antar karyawan untuk memenuhi dan mewujudkan target perusahaan.

4. Hasil analisis mengenai dimensi aktivitas menunjukkan bahwa dalam melakukan tindakan, para manajer Korea cenderung mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait dengan tindakan tersebut. Kecenderungan untuk berpikir dahulu (thinking) sebelum bertindak merupakan salah satu karakter dari manajer Korea, namun hal ini tidak menjadikan mereka lamban dalam bertindak. Segala pertimbangan dilakukan dengan baik dan tindakan cepat dilaksanakan. Hal seperti ini juga sangat baik bagi perusahaan.

5. Hasil analisis mengenai hubungan dengan lingkungan menunjukkan bahwa karakter manajer Korea memiliki pandangan yang sama dengan budaya Timur pada umumnya yaitu senantiasa berkeinginan hidup selaras dengan alam maupun lingkungan (harmony). Hal ini membantu dan memudahkan interaksi perusahaan dengan lingkungan sekitar karena dengan manajemen yang baik terhadap lingkungan akan meminimalkan konflik dengan lingkungan masyarakat sekitar dan tidak mengganggu alam. Karakter seperti


(40)

110

ini merupakan hal yang positif bagi perusahaan maupun lingkungan di sekitar perusahaan.

6. Hasil analisis mengenai dimensi waktu menunjukkan bahwa karakteristik kepemimpinan gaya Korea memiliki apresiasi yang sangat tinggi terhadap waktu dimana mereka memanfaatkan setiap waktu dengan baik, khususnya untuk bekerja sesuai dengan prinsip mereka kerja keras untuk sesuatu yang lebih baik. Selain itu, mereka juga berpegang pada masa lalu (past) sehingga masih memegang tradisi dan kebudayaan dari negaranya yang memiliki budaya Timur dan adat istiadat tersendiri. Hal ini tidak menjadikan mereka terbelenggu dalam masa lalu, namun tradisi baik yang dipegang oleh masyarakat Korea membawa mereka pada perilaku yang baik sesuai adat ketimuran tetapi perencanaan terhadap masa depan juga sangat dipertimbangkan dengan matang. Berdasarkan kriteria yang demikian, pengaruh yang diberikan manajer dari Korea akan terasa postif bagi lingkungan perusahaan dan memudahkan kerja sama dengan karyawan lokal. 7. Mengenai dimensi keruangan atau space, hasil analisis pada bab sebelumnya

menunjukkan bahwa karakter manajer Korea menginginkan sebuah ruang yang terjaga secara privat untuk dirinya sendiri dan tidak terganggu dengan karyawan lain. Keadaan pada PT. Semarang Garment menunjukkan bahwa beberapa ruang manajer menyatu dengan karyawan lain tanpa diberi sekat tersendiri menjadikan mereka mengubah pandangan mengenai ruang yang bersifat pribadi dan menyesuaikan dengan keadaan dan lingkungan perusahaan.


(41)

111

8. Terkait dengan afektivitas dan netralitas afektif, sesuai dengan hasil analisis, menunjukkan bahwa karakter manajer Korea yang bersikap netralitas afektif dimana terlihat secara jelas bagi karyawan jika mereka cukup membatasi diri dengan karyawan khususnya di lingkungan kerja dan bersikap netral terhadap seluruh karyawan. Sisi baik dari karakter yang demikian adalah terciptanya netralitas dalam penilaian atasan terhadap bawahan karena tidak ada tendensi tertentu terhadap kelompok tertentu di dalam perusahaan yang dianggap memiliki hubungan lebih baik atau bahkan hubungan yang kurang baik dengan atasan.

9. Karakter yang lain dari manajer dari Korea berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya adalah kecenderungan mereka berorientasi pada kelompok dan kerja sama tim sangat dipentingkan dalam perusahaan.

10. Terdapat pula kriteria yang menunjukkan pandangan universalisme yang menjadi salah satu karakter manajer Korea di perusahaan Semarang Garment. Hal ini hampir serupa dengan netralitas yang dilakukan oleh manajer terhadap bawahan, tidak ada hubungan yang lebih dari hubungan profesional kerja bagi atasan yang merupakan manajer dari Korea dengan karyawan lokal.

11. Askripsi merupakan suatu pandangan oleh masyarakat tertentu yang melihat orang lain berdasarkan struktur tertentu di dalam sebuah lingkungan atau berdasarkan sejarahnya di dalam masyarakat. Hal ini diakui oleh manajer dari Korea bahwa pandangan tersebut memang ada di Korea, dimana sebuah nama dengan marga tertentu memiliki pengaruh lebih dalam masyarakat dan sangat dihargai, ada pula nama dengan marga tertentu yang dianggap kelas lebih rendah dalam masyarakat. Perkembangan zaman membawa perubahan


(42)

112

mengenai pandangan tersebut. Pergeseran pandangan itu ditunjukkan dengan pandangan terhadap seseorang yang mulai mempertimbangkan prestasi dalam menilai orang lain sekalipun dari kelas sosial yang bagi mereka dari tingkatan cukup rendah dalam masyarakat akan dipandang baik jika mereka memiliki pencapaian tertentu dan dilihat oleh masyarakat lain.

12. Spesifik menunjukkan hubungan yang tercipta antara manajer dari Korea dengan karyawan lokal sangat memperhatikan batasan tatanan dan aturan yang telah ada dan disepakati bersama. Hubungan yang demikian dapat dikatakan spesifik dan sebatas profesional kerja.

5.3 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian hanya mengambil objek penelitian pada satu perusahaan multi nasional dari Korea di Indonesia.

2. Penelitian ini hanya dibatasi oleh dimensi budaya dari Kluchkhon & Strodtbeck serta pola-pola budaya Parson. Untuk melihat kepemimpinan gaya Korea dapat didukung dengan teori budaya nasional lain yang mendukung kedalaman penelitian.

5.4 Agenda Penelitian Mendatang

1. Agenda penelitian mendatang diharapkan dapat meneliti mengenai kepemimpinan gaya Korea pada beberapa perusahaan multi nasional dari Korea di Indonesia untuk melengkapi justifikasi mengenai karakteristik budaya dan gaya kepemimpinan dari Korea.


(43)

113

2. Dalam penelitian selanjutnya dapat pula digunakan teori budaya nasional yang lain, seperti teori Bass dan Avolio maupu teori Hofstede yang mendukung dalam penelitian mengenai kepemimpinan gaya Korea atau karakteristik kepemimpinan negara lain di Indonesia.

3. Pengembangan penelitian juga dapat dilakukan mengenai kepemimpinan lintas budaya dari negara selain Korea pada perusahaan multi nasional tertentu yang lain di Indonesia.


(1)

108

Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya diketahui karakter gaya kepemimpinan Korea yang diterapkan pada PT. Semarang Garment sesuai dengan dimensi yang membatasi penelitian ini, yaitu dimensi budaya dari Kluchkhon dan Strodtbeck serta pola-pola budaya Parson. Pada umumnya budaya Korea Selatan merupakan bagian dari budaya Timur sehingga karakter gaya kepemimpinan yang diterapkan tidak sulit untuk diikuti bagi karyawan lokal pada perusahaan tersebut.

5.2 Implikasi Kebijakan

1. Hasil penelitian ini menunjukkan mengenai karakter kepemimpinan gaya Korea di Indonesia khususnya pada PT. Semarang Garment. Hal ini bermanfaat bagi perusahaan jika mereka dapat mengelola perbedaan budaya lokal dengan gaya kepemimpinan Korea dimana perusahaan tersebut memiliki jajaran manajer dan pimpinan dari Korea, khususnya Korea Selatan dan karyawan lokal yang kebanyakan merupakan penduduk Jawa Tengah. 2. Hasil analisis mengenai dimensi karakter dasar manusia menunjukkan bahwa

budaya Korea cenderung melihat manusia memiliki dua macam karakter di dalam dirinya, baik dan buruk. Hal ini menentukan gaya atau karakter mereka dalam berhubungan dengan orang lain. Tentunya mereka akan berhati-hati dalam berhubungan dengan orang lain. Manajer dari Korea akan terlebih dahulu membaca keadaan jika berkomunikasi dengan karyawan lokal dan berusaha menguatkan sisi baik dari karyawan lokal dan membuat karyawan lokal meninggalkan sisi buruknya dengan pelatihan yang diberikan dalam perusahaan. Sebagian besar dari manajer Korea mempercayai bahwa lingkungan yang baik dapat membawa seseorang tumbuh menjadi lebih baik.


(2)

109

Berdasarkan fakta tersebut, mereka akan mengupayakan lingkungan yang baik, rajin, disiplin dan kerja keras dalam perusahaan agar diikuti oleh karyawan lokal.

3. Hasil analisis mengenai fokus tanggung jawab membuktikan bahwa manajer dari Korea menerapkan kepemimpinan dengan karakter yang mementingkan tanggung jawab terhadap orang lain, yaitu tanggung jawab bersama dalam kelompok. Hal ini berkaitan dengan kerja mereka yang memperhatikan kualitas kerja sama dan kerja keras antar karyawan untuk memenuhi dan mewujudkan target perusahaan.

4. Hasil analisis mengenai dimensi aktivitas menunjukkan bahwa dalam melakukan tindakan, para manajer Korea cenderung mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait dengan tindakan tersebut. Kecenderungan untuk berpikir dahulu (thinking) sebelum bertindak merupakan salah satu karakter dari manajer Korea, namun hal ini tidak menjadikan mereka lamban dalam bertindak. Segala pertimbangan dilakukan dengan baik dan tindakan cepat dilaksanakan. Hal seperti ini juga sangat baik bagi perusahaan.

5. Hasil analisis mengenai hubungan dengan lingkungan menunjukkan bahwa karakter manajer Korea memiliki pandangan yang sama dengan budaya Timur pada umumnya yaitu senantiasa berkeinginan hidup selaras dengan alam maupun lingkungan (harmony). Hal ini membantu dan memudahkan interaksi perusahaan dengan lingkungan sekitar karena dengan manajemen yang baik terhadap lingkungan akan meminimalkan konflik dengan lingkungan masyarakat sekitar dan tidak mengganggu alam. Karakter seperti


(3)

110

ini merupakan hal yang positif bagi perusahaan maupun lingkungan di sekitar perusahaan.

6. Hasil analisis mengenai dimensi waktu menunjukkan bahwa karakteristik kepemimpinan gaya Korea memiliki apresiasi yang sangat tinggi terhadap waktu dimana mereka memanfaatkan setiap waktu dengan baik, khususnya untuk bekerja sesuai dengan prinsip mereka kerja keras untuk sesuatu yang lebih baik. Selain itu, mereka juga berpegang pada masa lalu (past) sehingga masih memegang tradisi dan kebudayaan dari negaranya yang memiliki budaya Timur dan adat istiadat tersendiri. Hal ini tidak menjadikan mereka terbelenggu dalam masa lalu, namun tradisi baik yang dipegang oleh masyarakat Korea membawa mereka pada perilaku yang baik sesuai adat ketimuran tetapi perencanaan terhadap masa depan juga sangat dipertimbangkan dengan matang. Berdasarkan kriteria yang demikian, pengaruh yang diberikan manajer dari Korea akan terasa postif bagi lingkungan perusahaan dan memudahkan kerja sama dengan karyawan lokal. 7. Mengenai dimensi keruangan atau space, hasil analisis pada bab sebelumnya

menunjukkan bahwa karakter manajer Korea menginginkan sebuah ruang yang terjaga secara privat untuk dirinya sendiri dan tidak terganggu dengan karyawan lain. Keadaan pada PT. Semarang Garment menunjukkan bahwa beberapa ruang manajer menyatu dengan karyawan lain tanpa diberi sekat tersendiri menjadikan mereka mengubah pandangan mengenai ruang yang bersifat pribadi dan menyesuaikan dengan keadaan dan lingkungan perusahaan.


(4)

111

8. Terkait dengan afektivitas dan netralitas afektif, sesuai dengan hasil analisis, menunjukkan bahwa karakter manajer Korea yang bersikap netralitas afektif dimana terlihat secara jelas bagi karyawan jika mereka cukup membatasi diri dengan karyawan khususnya di lingkungan kerja dan bersikap netral terhadap seluruh karyawan. Sisi baik dari karakter yang demikian adalah terciptanya netralitas dalam penilaian atasan terhadap bawahan karena tidak ada tendensi tertentu terhadap kelompok tertentu di dalam perusahaan yang dianggap memiliki hubungan lebih baik atau bahkan hubungan yang kurang baik dengan atasan.

9. Karakter yang lain dari manajer dari Korea berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya adalah kecenderungan mereka berorientasi pada kelompok dan kerja sama tim sangat dipentingkan dalam perusahaan.

10. Terdapat pula kriteria yang menunjukkan pandangan universalisme yang menjadi salah satu karakter manajer Korea di perusahaan Semarang Garment. Hal ini hampir serupa dengan netralitas yang dilakukan oleh manajer terhadap bawahan, tidak ada hubungan yang lebih dari hubungan profesional kerja bagi atasan yang merupakan manajer dari Korea dengan karyawan lokal.

11. Askripsi merupakan suatu pandangan oleh masyarakat tertentu yang melihat orang lain berdasarkan struktur tertentu di dalam sebuah lingkungan atau berdasarkan sejarahnya di dalam masyarakat. Hal ini diakui oleh manajer dari Korea bahwa pandangan tersebut memang ada di Korea, dimana sebuah nama dengan marga tertentu memiliki pengaruh lebih dalam masyarakat dan sangat dihargai, ada pula nama dengan marga tertentu yang dianggap kelas lebih rendah dalam masyarakat. Perkembangan zaman membawa perubahan


(5)

112

mengenai pandangan tersebut. Pergeseran pandangan itu ditunjukkan dengan pandangan terhadap seseorang yang mulai mempertimbangkan prestasi dalam menilai orang lain sekalipun dari kelas sosial yang bagi mereka dari tingkatan cukup rendah dalam masyarakat akan dipandang baik jika mereka memiliki pencapaian tertentu dan dilihat oleh masyarakat lain.

12. Spesifik menunjukkan hubungan yang tercipta antara manajer dari Korea dengan karyawan lokal sangat memperhatikan batasan tatanan dan aturan yang telah ada dan disepakati bersama. Hubungan yang demikian dapat dikatakan spesifik dan sebatas profesional kerja.

5.3 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian hanya mengambil objek penelitian pada satu perusahaan multi nasional dari Korea di Indonesia.

2. Penelitian ini hanya dibatasi oleh dimensi budaya dari Kluchkhon & Strodtbeck serta pola-pola budaya Parson. Untuk melihat kepemimpinan gaya Korea dapat didukung dengan teori budaya nasional lain yang mendukung kedalaman penelitian.

5.4 Agenda Penelitian Mendatang

1. Agenda penelitian mendatang diharapkan dapat meneliti mengenai kepemimpinan gaya Korea pada beberapa perusahaan multi nasional dari Korea di Indonesia untuk melengkapi justifikasi mengenai karakteristik budaya dan gaya kepemimpinan dari Korea.


(6)

113

2. Dalam penelitian selanjutnya dapat pula digunakan teori budaya nasional yang lain, seperti teori Bass dan Avolio maupu teori Hofstede yang mendukung dalam penelitian mengenai kepemimpinan gaya Korea atau karakteristik kepemimpinan negara lain di Indonesia.

3. Pengembangan penelitian juga dapat dilakukan mengenai kepemimpinan lintas budaya dari negara selain Korea pada perusahaan multi nasional tertentu yang lain di Indonesia.