3 Biaya Penagihan ( ta'widh) iB Hasanah Card

D. Perbedaan antara Kartu Kredit Konvensional dengan Kartu Kredit Syariah

TABEL 2.1 Perbedaan antara Kartu Kredit dengan Syariah Card

Kartu Kredit Syariah Dasar Hukum

Kartu Kredit Konvensional

UU Perbankan, PBI

Al-Qur'an, Al-Hadist, UU Perbankan, PBI, UUPS, Fatwa DSN

Perjanjian

Berdasar Bunga

Berdasar akad Kafalah, Qardh & Ijarah

Ketentuan

Hanya dapat digunakan Penggunaan

Tidak dibatasi

untuk transaksi yang sesuai syariah

Fitur Cash Advance, Danaplus, Fitur sama dengan kartu Extra Dana, Smartspending, kredit

reguler, yang transfer balance, Executive membedakan

cara

penetapan fee-nya Pendapatan Bank Annual Fee, Monthly Fee, Annual Fee, Monthly Fee, Merchant Fee, Bunga atas Merchant Fee,

Lounge, dsb.

Biaya

transaksi, Biaya

Denda Administrasi, Ta'widh

Administrasi. Sumber: BNI Syariah (Data diolah)

E. Pengertian Akad

QS. Al-Maidah [5]:1:

“Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu” Didalam hukum syariah, kesepakatan antara dua pihak atau lebih untuk

bekerja sama dalam suatu bentuk usaha atau suatu transaksi diwujudkan dalam bentuk akad. Akad merupakan perikatan, perjanjian, dan pemufakatan yang

dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih, dimana isi kesepakatan tidak boleh menyimpang dan harus sejalan dengan hukum-hukum syariah. Akad akan menjadi semacam pedoman dalam bertransaksi, sekaligus mengandung konsekuensi bagi

para pihak untuk menaatinya 22 . Aqad adalah ikatan kontrak dua pihak yang telah bersepakat. Hal ini

berarti didalam akad masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Aqad telah disepakati secara rinci dan spesifik tentang terms and condition-nya. Dengan demikian, bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka salah satu atau kedua pihak tersebut

menerima sanksi yang sudah disepakati dalam akad 23 . Didalam Bank Syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi

duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan / perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggung jawaban hingga yaumil

qiyamah nanti 24 . Pengertian akad secara khusus yang diterima oleh banyak pakar fiqh

adalah pertalian ijab (yang disampaikan salah satu pihak yang mengadakan

22 Yusak Laksamana, Panduan Praktis Account Officer Bank Syariah: Memahami Praktik Proses Pembiayaan di Bank Syariah, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009), Hal. 8

23 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YPKN, 2011) Hal. 85

24 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001) Hlm.29

kontrak) dengan qabul (yang disampaikan pihak lain) dengan cara yang menimbulkan pengaruh pada objek kontrak 25 .

Kontrak merupakan pertalian antara dua pihak yang timbul karena kesesuaian kehendak keduanya. Ijab dan qabul yang dilakukan oleh setiap pihak yang berkontrak merupakan wujud dari kesesuaian kehendak antara keduanya. Terjadinya ijab dan qabul memengaruhi status objek kontrak. Setiap transaksi yang terjadi antara para pihak, selalu melibatkan kontrak antara keduanya. Walaupun perbedaan antara keduanya bisa dijelaskan, tetapi hakikatnya, kedua- duanya senantiasa tidak bisa dipisahkan. Sebuah transaksi akan menjadi sah

apabila syarat dan rukun kontrak telah dipenuhi oleh para pihak 26 . Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku

transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal- hal berikut 27 .

1. Rukun Seperti penjual, pembeli, barang, harga, dan akad/ijab-qabul

2. Syarat Seperti syarat berikut:

a. Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah

b. Harga barang dan jasa harus jelas

c. Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi

25 Juhaya S. Pradja, Ekonomi Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Hlm. 111 26 Ibid,. Hlm. 111 27 Muhammad Syafi'i Antonio Op. Cit., Hlm. 29-30

d. Barang yang di traksaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi shortsale dalam pasar modal.

Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dan menanggung risiko usaha dan berbagai jenis hasil usaha antara pemilik dana (shahibul mal) yang menyimpan uangnya di lembaga, lembaga selaku pengelola dana (mudarib), dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha. Pengelolaan dana tersebut didasarkan pada akad-akad yang disesuaikan dengan kaidah muamalat. Dari segi ada atau tidaknya kompensasi, fikih muamalat membagi akad menjadi dua bagian,

yaitu akad 28 tabarru’ dan akad tijarah . Akad tabarru’ yaitu segala macam perjanjian yang menyangkut non-profit

transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter part nya untuk sekedar menutup biaya (cover the cost) yang dikeluarkan untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Akan tetapi ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba dari akad 29 tabarru’ itu .

28 Amir Machmud, Rukmana, Bank Syariah: Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris Di Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2010) Hlm. 26

29 Ibid., Hlm 26

Berbeda dengan akad tabarru’, akad tijarah (compensational contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut profit transaction. Akad-akad

ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan sehingga bersifat komersil 30 . Akad tabarru terbagi dalam tiga jenis transaksi, yaitu:

1. Transaksi Meminjamkan Uang, yaitu:

a. Qardh merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang atau barang yang dilakukan tanpa ada tujuan keuntungan, namun pihak bank sebagai pemberi pinjaman dapat meminta pengganti biaya yang diperlukan dalam

pelaksanaan kontrak qardh 31 .

b. Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta pemilik/peminjaman sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Tujuannya untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang dijadikan jaminan dalam kontrak harus memenuhi kriteria berikut: (1) milik nasabah bersangkutan, (2) memiliki ukuran, sifat, dan nilai yang jelas sesuai dengan riil pasar, dan (3) dapat

dikuasai oleh bank namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank 32 .

c. Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berhutang)

30 Ibid., Hlm. 27 31 Tri Hendro, Conny Tjandra Rahardja, Bank dan Institusi Keuangan Non Bank di Indonesia

(Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014) Hlm.195 32 Ibid., Hlm 195

menjadi tanggungan muhal'alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang 33 .

2. Transaksi Meminjamkan Jasa, yaitu:

a. Wadi'ah, adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggungjawab atas pengembalian titipan. Prinsip wadi ’ah adalah dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua, selaku penerima titipan dengan konsekuensi, titipan tersebut sewaktu- waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan, maka wadi’ah dibedakan menjadi wadi’ah ya dhamanah, yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, sedang disisi lain ada wadi’ah amanah, yaitu tidak memberikan

penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan 34 .

kewenangan

kepada

b. Wakalah, yaitu pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua (sebagai wakil) untuk urusan tertentu dan pihak kedua mendapatkan

imbalan berupa fee atau komisi 35 .

33 Muhammad Syafi'i Antonio Op. Cit., Hlm. 126 34 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2009) Hlm. 92 35 Mia Lasmi Wardiah, Dasar-dasar Perbankan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013) Hlm. 93

c. Kafalah, yaitu pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas kegiatan yang dilakukan oleh pihak kedua sepanjang sesuai dengan yang diperjanjikan, yaitu pihak pertama menerima imbalan berupa fee atau

komisi (garansi) 36 .

3. Transaksi Memberikan Sesuatu, yaitu transaksi pemberian sesuatu dimana pihak yang memberi tidak mengharapkan sesuatu tersebut dikembalikan kepadanya, contoh: infaq, sedekah, wakaf, hadiah, hibah.

Sementara akad tijarah terbagi dalam dua golongan, yaitu:

1. Natural Certainty Contract (NCC) Akad yang secara alamiah dapat dipastikan, yakni segala jenis akad transaksi bisnis dimana cara pembayaran meliputi nilai nominal yang akan dibayar dan jangka waktu pembayaran sudah diketahui secara pasti di awal perjanjian. Bentuk akadnya adalah:

a. Murabahah, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang

lebih sebagai laba 37 .

b. Salam,adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat- syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh 38 .

c. Istishna, adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan

pembayaran sesuai dengan kesepakatan 39 .

36 Ibid,. Hlm. 93 37 Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 38 Abdul Ghafur Anshori, Aspek Hukum Reksa Dana di Indonesia (Bandung: Refika Aditama,

2008) Hlm. 23

d. Ijarah, merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan

kepemilikan atas barang itu sendiri 40 .

e. Ijarah Muntahiya Bitamlik, yaitu kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa bila terdapat kesepakatan pengalihan

pemilikan pada akhir masa sewa 41 .

2. Natural Uncertainty Contract (NUC) Akad yang secara alamiah tidak dapat dipastikan, yakni segala jenis akad transaksi bisnis dimana diawal perjanjian belum dapat dipastikan hasilnya. Para pihak yang berakad di awal perjanjian hanya menyepakati nisbah atau besaran persentase bagi hasil untuk masing-masing pihak dari hasil yang akan diperoleh. Bentuk akadnya meliputi:

a. Musyarakah, adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak bersama-sama berkontribusi dalam dana dan pekerjaan sesuai kesepakatan bersama.

b. Mudharabah, merupakan akad kerjasama usaha antara shahibul mal (pemilik dana) dengan mudharib (pengelola dana) melalui nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka. Jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian maka seluruh kerugian akan ditanggung oleh pemilik

39 Ibid., Hlm 24 40 Thamrin Abdullah, Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan (Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2012) Hlm. 224 41 Mia Lasmi Wardiah, Op. Cit., Hlm.93

usaha, kecuali adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana 42 .

GAMBAR 2.1 Akad-akad di Bank Syariah dan Contoh Aplikasinya AKAD TABARRU'

› QARDH: Pembiayaan talangan umroh. Pembiayaan "Qardhul Hasan" › RAHN: Gadai Emas › HIWALAH: Pembiayaan Take Over › WADIAH: Safe Deposit Box, Rekening Giro › WAKALAH: Transfer uang, Inkaso, Kliring warkat cek/BG › KAFALAH: Bank Garansi, L/C, SKBDN

TIJARAH

Natural Certainty Contract

› MURABAHAH: Pembiayaan rumah dan mobil, pembiayaan investasi mesin, pembiayaan pembelian barang dagangan

› SALAM: Pembiayaan pertanian › ISTISHNA: Pembiayaan konstruksi bangunan

› IJARAH: Pembiayaan sewa kendaraan, sewa gedung Natural Certainty Contract

› MUDHARABAH: Perhimpunan dana tabungan dan deposito. Pembiayaan modal kerja, perdagangan, proyek, dan sebagainya.

› MUSYARAKAH: Pembiayaan modal kerja, perdagangan, proyek dan sebagainya

Sumber : Yusak Laksamana, Panduan Praktis Account Officer Bank Syariah, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009)

42 Tri Hendro, Conny Tjandra Rahardja, Op. Cit., Hlm.189

F. Akad-akad yang digunakan dalam Syariah Card

1. Kafalah Perkataan kafalah terdapat dalam Q.S. Ali Imran:37

Artinya: "Allah menjadikan Zakaria sebagai penjamin Maryam". Secara etimologi berarti penjaminan, secara terminologi Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggungjawab atas pembayaran suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.

Menurut Ascarya, Kafalah (guaranty) adalah jaminan, beban, atau tanggungan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful). Kafalah dapat juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Atas jasanya

penjamin dapat meminta imbalan tertentu dari orang yang dijamin 43 . Firman Allah dalam Q.S. Yusuf : 72 :

"Penyeru-penyeru itu berseru: 'Kami kehilangan piala Raja; dan barang siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya."

43 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 106, hlm. 105

Jadi, secara singkat kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang kepada orang lain dengan imbalan. Bagan proses kafalah dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.2

Skema Kafalah

JASA/OBYEK

TERTANGGUNG

(MAKFUL'ALAIH)

NASABAH BANK

DITANGGUNG

PENANGGUNG (MAKFUL)

(KAAFIL)

Sumber : Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 106 (Data diolah)

Rukun dan Syarat Kafalah

a. Pihak Penjamin (Kafiil); Baligh (dewasa) dan berakal sehat, Berhak

penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.

b. Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu); Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin, Dikenal oleh penjamin.

c. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu); Diketahui identitasnya, Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa, Berakal sehat.

d. Obyek Penjaminan (Makful Bihi); Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan, Bisa

dilaksanakan oleh penjamin, Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan, Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya, Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan)

Kafalah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu kafalah dengan harta dan kafalah dengan jiwa. Sementara itu, jenis kafalah ada tiga, yaitu Kafalah Bit Taslim (jaminan pengembalian barang yang disewa); Kafalah Al-Munjazah (jaminan mutlak tanpa batas waktu); dan Kafalah Al-Mualaqah (jaminan yang dibatasi jangka waktu tertentu)

2. Qardh Qardh merupakan pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan yang wajib dikembalikan jumlah pokok pinjaman tersebut pada waktu yang telah disepakati bersama.

Kata qardh ini kemudian diadopsi menjadi credo (romawi), credit (inggris), dan kredit (Indonesia). Objek dari pinjaman qardh biasanya adalah uang atau alat tukar lainnya (Saleh, 1992), yang merupakan transaksi peminjam murni tanpa bunga ketika peminjam mendapatkan uang tunai dari pemilik dana (dalam hal ini bank) dan hanya wajib mengembalikan pokok utang pada waktu tertentu dimasa yang akan datang. Peminjam atas prakarsa sendiri dapat mengembalikan

lebih besar sebagai ucapak terimakasih 44 . Ulama-ulama tertentu membolehkan pemberi pinjaman untuk membebani

biaya jasa pengadaan pinjaman. Biaya jasa ini bukan merupakan keuntungan,

44 Ibd., hlm. 46

melainkan merupakan biaya actual yang dikeluarkan oleh pemberi pinjaman, seperti biaya sewa gedung, gaji pegawai, dan peralatan kantor (Al-Omar dan Abdel-Haq, 1996). Hukum islam memperbolehkan pemberi pinjaman untuk meminta kepada peminjam untuk membayar biaya-biaya operasi diluar pinjaman pokok, tetapi agar biaya ini tidak menjadi bunga terselubung komisi atau biaya ini

tidak boleh dibuat proporsional terhadap jumlah pinjaman (Ashker, 1987) 45 Qardh dapat digunakan sebagai akad simpanan (lihat gambar 2.3) dan

dapat pula digunakan sebagai akad pembiayaan (lihat gambar 2.4)

GAMBAR 2. 3

Skema Simpanan Qardh

Akad Qardh

PEMODAL PEMINJAM

Pemanfaatan dana

BONUS

& Bagi Hasil

DUNIA USAHA

Sumber : Ibd., hlm. 46 (Data diolah)

45 Ibd., hlm. 47

GAMBAR 2.4 Skema Pembiayaan Qardh

Akad Qardh Hasan

PEMINJAM

PEMODAL

DUNIA USAHA

KEUNTUNGAN

MODAL Sumber : Ibd., hlm. 47 (Data diolah)

3. Ijarah Ijarah adalah akad pemindahan hak atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.

Menurut bahasa ia adalah nama bagi suatu upah. Sedangkan menurut pengertian syarak, Ijarah ialah suatu bentuk akad atas kemanfaatan yang telah dimaklumi, disengaja dan menerima penyerahan, serta diperbolehkannya dengan

penggantian yang jelas 46 .

46 Imron Abu Umar, Terjemahan Fat-hul qarib jilid 1, (Kudus: Menara Kudus, 1984), hlm. 296

Firman Allah dalam Q.S. Al-Zukhruf: 32:

"Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar seba-gian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."

Firman Allah SWT Q.S. Al-Qashash: 26:

"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, "Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya."

Adapun rukun dan syarat Ijarah adalah Pertama, Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain; Kedua, Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan penyewa/pengguna jasa; Ketiga, Obyek akad ijarah adalah : manfaat barang dan sewa; atau manfaat jasa dan upah.

Selanjutnya ketentuan obyek Ijarah yaitu Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa; Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan

dapat dilaksanakan dalam kontrak; Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan); Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari'ah; Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa; Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik; Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah; Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak; Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak

GAMBAR 2.5 Skema Ijarah

Ijab Qabul

Mu'ajjir

Musta'jir

(Pemberi Sewa) (Penyewa)

UJRAH/UPAH Obyek / Ma'jur

Manfaat Sewa

Sumber : Sumber : Ascarya. Op. Cit., hlm. 102 (Data diolah)

BAB III GAMBARAN UMUM BANK BNI SYARIAH

A. Sejarah Bank BNI Syariah

Tempaan krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan sistem perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu adil, transparan dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap sistem perbankan yang lebih adil. Dengan berlandaskan pada Undang-undang No.10 Tahun 1998, pada tanggal tanggal 29 April 2000 didirikan Unit Usaha Syariah (UUS) BNI dengan 5 kantor cabang di Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin. Selanjutnya UUS BNI terus berkembang menjadi 28 Kantor Cabang

dan 31 Kantor Cabang Pembantu 1 . UUS BNI bersinergi dengan BNI Konvensional guna melakukan "Office

channeling" untuk memudahkan nasabah dalam layanan syariah, Sehingga nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di Kantor Cabang BNI Konvensional dengan lebih kurang 1500 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun, bukan berarti pengelolaan dana masyarakat tercampur antara BNI Syariah dengan BNI Konvensional. Di dalam pelaksanaan operasional perbankan, BNI Syariah tetap memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah. Dengan kata lain dana masyarakat yang disimpan BNI Syariah diperuntukkan hanya untuk pembiayaan di BNI Syariah, dan sejak awal pembukuan rekening telah dibukukan secara terpisah. Dengan diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah

1 www.bnisyariah.co.id/sejarah-bni-syariah diakses pada tanggal 9 Mei 2016 pukul 18.30 WIB

yang saat ini diketuai oleh KH. Ma'ruf Amin, semua produk BNI Syariah telah melalui pengujian dari DPS sehingga telah memenuhi aturan syariah.

Selanjutnya pada tanggal 21 Mei 2010 PT BNI Tbk. berencana melakukan pemisahan (spin off) unit usaha syariahnya. Berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 12/41/KEP.GBI/2010 mengenai pemberian izin usaha kepada PT Bank BNI Syariah. Dan di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun 2003 ditetapkan bahwa status UUS bersifat temporer. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal 19 Juni 2010 dengan beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum Syariah (BUS). Realisasi waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari faktor eksternal berupa aspek regulasi yang kondusif yaitu dengan diterbitkannya UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Disamping itu, komitmen Pemerintah terhadap pengembangan perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan produk perbankan syariah juga semakin meningkat.

B. Visi dan Misi Bank BNI Syariah

Visi BNI Syariah adalah Menjadi bank syariah pilihan masyarakat yang unggul dalam layanan dan kinerja Misi BNI Syariah adalah Memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan peduli pada kelestarian lingkungan, Memberikan solusi bagi masyarakat untuk kebutuhan jasa perbankan syariah, Memberikan nilai investasi yang optimal bagi investor, Menciptakan wahana terbaik sebagai tempat

kebanggaan untuk berkarya dan berprestasi bagi pegawai sebagai perwujudan ibadah, Menjadi acuan tata kelola perusahaan yang amanah.

C. Struktur Organisasi

GAMBAR 3.1 Struktur Organisasi Kantor Pusat PT. Bank BNI Syariah

Sumber : Bank BNI Syariah (diolah kembali)

D. Produk-Produk Bank BNI Syariah

1. Deposito iB Hasanah (BNI Syariah Deposito) yaitu investasi berjangka yang dikelola berdasarkan prinsip syariah yang ditujukan bagi nasabah perorangan dan perusahaan, dengan menggunakan akad mudharabah.

2. Giro iB Hasanah (BNI Syariah Giro) yaitu titipan dana dari pihak ketiga yang dikelola berdasarkan prinsip syariah dengan akad Wadiah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan Cek, Bilyet Giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan.

3. Tabungan iB Baitullah Hasanah adalah tabungan dengan akad Mudharabah atau Wadiah yang dipergunakan sebagai sarana untuk mendapatkan kepastian porsi berangkat menunaikan ibadah Haji (Reguler/Khusus) dan merencanakan ibadah Umrah sesuai keinginan penabung dengan sistem setoran bebas atau bulanan dalam mata uang Rupiah dan USD.

4. Tabungan iB Hasanah Prima (BNI Syariah Tabungan Prima) adalah tabungan dengan akad Mudharabah yang memberikan berbagai fasilitas serta kemudahan bagi Nasabah segmen high networth individuals secara perorangan dalam mata uang rupiah dan bagi hasil yang lebih kompetitif.

5. BNI Syariah Tabungan Anak (Tabungan iB Tunas Hasanah) adalah tabungan dengan akad Wadiah yang diperuntukkan bagi anak-anak dan pelajar yang berusia di bawah 17 tahun.

6. Tabungan iB Bisnis Hasanah adalah tabungan dengan akad Mudharabah yang dilengkapi dengan detil mutasi debet dan kredit pada buku tabungan dan bagi hasil yang lebih kompetitif dalam mata uang rupiah.

7. Tabungan iB Hasanah yaitu Tabungan dengan akad Mudharabah atau

Wadiah yang memberikan berbagai fasilitas serta kemudahan dalam mata uang Rupiah.

8. Tabungan iB Tapenas Hasanah (BNI Syariah Tabungan Rencana) adalah tabungan berjangka dengan akad Mudharabah untuk perencanaan masa depan yang dikelola berdasarkan prinsip syariah dengan sistem setoran bulanan yang bermanfaat untuk membantu menyiapkan rencana masa depan seperti rencana liburan, ibadah umrah, pendidikan ataupun rencana masa depan lainnya.

9. TabunganKu iB ialah produk simpanan dana dari Bank Indonesia yang dikelola sesuai dengan prinsip syariah dengan akad Wadiah dalam mata uang Rupiah untuk meningkatkan kesadaran menabung masyarakat.

10. Multiguna iB Hasanah (BNI Syariah Multiguna) Fasilitas Pembiayaan Konsumtif yang diberikan kepada anggota masyarakat untuk pembelian barang kebutuhan konsumtif dan/ atau jasa sesuai prinsip syariah dengan disertai agunan berupa tanah dan bangunan yang ditinggali berstatus SHM atau SHGB dan bukan barang yang dibiayai.

11. Oto iB Hasanah (BNI Syariah Otomotif) adalah fasilitas pembiayaan konsumtif murabahah yang diberikan kepada anggota masyarakat untuk pembelian kendaraan bermotor dengan agunan kendaraan bermotor yang dibiayai dengan pembiayaan ini.

12. Pembiayaan Emas iB Hasanah (BNI Syariah Kepemilikan Emas) merupakan fasilitas pembiayaan yang diberikan untuk membeli emas logam mulia dalam

bentuk batangan yang diangsur secara pokok setiap bulannya melalui akad murabahah (jual beli).

13. CCF iB Hasanah (BNI Syariah Pembiayaan Jaminan Cash) adalah pembiayaan yang dijamin dengan cash, yaitu dijamin dengan Simpanan dalam bentuk Deposito, Giro, dan Tabungan yang diterbitkan BNI Syariah.

14. Fleksi iB Hasanah Umroh (Fleksi Umroh) merupakan Pembiayaan konsumtif bagi anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pembelian Jasa Paket Perjalanan Ibadah Umroh melalui BNI Syariah yang telah bekerja sama dengan Travel Agent sesuai dengan prinsip syariah.

15. BNI Syariah KPR Syariah (Griya iB Hasanah) adalah fasilitas pembiayaan konsumtif yang diberikan kepada anggota masyarakat untuk membeli, membangun, merenovasi rumah (termasuk ruko, rusun, rukan, apartemen dan sejenisnya), dan membeli tanah kavling serta rumah indent, yang besarnya disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan dan kemampuan membayar kembali masing-masing calon.

16. iB hasanah card merupakan kartu pembiayaan yang berfungsi sebagai kartu kredit berdasarkan prinsip syariah, yaitu dengan sistem perhitungan biaya bersifat tetap, adil, transparan, dan kompetitif tanpa perhitungan bunga.

BAB IV PEMBAHASAN

A. Mekanisme Syariah Card menurut Fatwa DSN-MUI No. 54 Tahun 2006

Dalam memutuskan fatwa tentang Syariah Card DSN-MUI telah menimbang bahwa dalam rangka memberikan kemudahan, keamanan, dan kenyamanan bagi nasabah dalam melakukan transaksi dan penarikan tunai, Bank Syariah dipandang perlu menyediakan sejenis Kartu Kredit, yaitu alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suat kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai, di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran

tersebut pada waktu yang disepakati secara angsuran 1 . Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang

hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa No.54/DSN- MUI/X/2006. Adapun para pihak sebagaimana dimaksud adalah pihak penerbit kartu (mushdir al-bithaqah), pemegang kartu (hamil al-bithaqah) dan penerima kartu (merchant, tajir atau qabil al-bithaqah)

1 DSN-MUI, Fatwa DSN Nomor: 54/DSN-MUI/X/2006 Tentang Syariah Card, hlm 1

Akad-akad yang digunakan dalam syariah card adalah Kafalah,Qardh, dan Ijarah. Kafalah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah kafalah). Qardh; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu(muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Ijarah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan membership fee.

Syariah Card memberi ketentuan tentang batasan (Dhawabith wa Hudud), yaitu Tidak menimbulkan riba, Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah, Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara antara lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan, Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya, Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah.

Syariah Card atau kartu kredit syariah, sudah dikeluarkan fatwa No. 54 tahun 2006. Jadi bagaimana mekanisme yang tepat adalah dengan mengikuti sesuai fatwa tersebut. Kalau dari sisi syariah, cara mengukur sesuai atau tidaknya itu dari sisi akad. Ada tiga akad yang mesti di lakukan (ijarah, kafalah, dan qardh), bukan pilihan, semuanya harus dilakukan. Ijarah, bank sebagai penerbit kartu, nasabah sebagai pengguna kartu, yang disewa adalah sistem fasilitasi kartu.

Adanya akad sewa ini direpresentasikan sebagai fee tahunan yang harus dibayarkan meski si nasabah tidak menggunakan kartu tersebut. Kafalah, Bank sebagai penjamin nasabah yang akan bertransaksi di merchant. Kafalah ini tidak gratis, kafalah bil ujrah. Besaran ujrah kafalah ini disesuaikan dengan limit kartu, yaitu fee bulanan. Qardh, nasabah sebagai peminjam jika melakukan tarik tunai ke ATM bank penerbit, namun jika nasabah melakukan tarik tunai ke ATM selain bank penerbit maka akan menjadi Qardh dan Kafalah, berhutang ke pihak lain dan ditanggung. Ada biaya tetap yang dibebankan kepada nasabah karena

penggunaan fasilitas ATM 2 . Ketentuan Fee dan Ta'widh:

1. Iuran keanggotaan (membership fee) adalah iuran keanggotaan, termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu, sebagai imbalan izin menggunakan kartu yang pembayarannya berdasarkan kesepakatan. Penerbit Kartu berhak menerima iuran keanggotaan (rusum al- ’udhwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang Kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu.

2. Merchant fee adalah fee yang diberikan oleh merchant kepada penerbit kartu sehubungan dengan transaksi yang menggunakan kartu sebagai upah/imbalan (ujrah) atas jasa perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al- dayn). Penerbit Kartu boleh menerima fee yang diambil dari harga objek

2 Hasanudin, Hasil Wawancara DSN-MUI (Jakarta, 11 Mei 2016)

transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn).

3. Fee penarikan uang tunai adalah fee atas penggunaan fasilitas untuk penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud). Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.

4. Fee Kafalah Penerbit kartu boleh menerima fee dari Pemegang Kartu atas pemberian Kafalah.

5. Semua bentuk fee tersebut di atas harus ditetapkan pada saat akad aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant fee.

6. Ta’widh Ta’widh adalah ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh

penerbit kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo. Penerbit Kartu dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Penerbit

Kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo. Besar ganti rugi (ta'widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real lost) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss)

karena adanya peluang yang hilang (oppor-tunity loss atau al-furshah al-dho- i'ah) 3

7. Denda keterlambatan (late charge) adalah denda akibat keterlambatan

pembayaran kewajiban yang akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial.

B. Operasional iB Hasanah Card Bank BNI Syariah

iB Hasanah Card adalah kartu pembiayaan yang berfungsi seperti kartu kredit sesuai dengan prinsip syariah dengan menggunakan akad kafalah, qardh, dan ijarah yang insya Allah membawa berkah. iB Hasanah Card tidak dapat digunakan ditempat maksiat. iB Hasanah Card adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit sehingga diterima diseluruh tempat usaha bertanda Master Card dan semua ATM yang bertanda CIRRUS di seluruh dunia.

TABEL 4.1 Syarat Umum Pemohon iB Hasanah Card

Pemegang Kartu Hasanah

iB Penghasilan

Pemegang Kartu

Minimum Utama Tambahan Card Hasanah

Usia min. 17 Tahun, Classic Tahun maks. 65 Tahun maks. 65 Tahun Hasanah

Rp 36 Juta /

Usia min. 21 Tahun,

Usia min. 17 Tahun, Gold Tahun maks. 65 Tahun maks. 65 Tahun Hasanah

Rp 60 Juta /

Usia min. 21 Tahun,

Rp 500 Juta /

Usia min. 21 Tahun,

Usia min. 17 Tahun, Platinum Tahun maks. 65 Tahun maks. 65 Tahun

Ketentuan penghasilan minimum dapat berubah sewaktu-waktu sesuai ketentuan yang berlaku

Sumber : Bank BNI Syariah

3 Fatwa DSN-MUI Nomor 43 tahun 2004

TABEL 4.2 Syarat Umum Pemohon iB Hasanah Card

Dokumen yang

Karyawan / TNI

Pengusaha diperlukan / Polisi Profesional lainnya

Dokter /

Fotokopi KTP / Paspor V V V Bukti Penghasilan

V V V Asli* Fotokopi Akte

V Pendirian / SIUP / TDP

Surat Izin Profesi V *Untuk Dokter/Profesional lainnya dapat berupa fotokopi Tabungan/SPT dan

untuk pengusaha fotokopi rekening koran 3 bulan terakhir/SPT Bila anda mendapati limit kartu Rp 50 juta atau lebih akan diperlukan NPWP

Sumber : Bank BNI Syariah

GAMBAR 4.1 Skema Pengajuan iB Hasanah Card MARKETING CALON NASABAH

PEMUTUS / PIMPINAN

Sumber: Bank BNI Syariah (data diolah)

Penjelasan:

1. Calon Nasabah melakukan akad di awal dengan mengisi formulir aplikasi, tanda tangan, melengkapi data atau dokumen yang diperlukan sebagai syarat umum pemohon iB Hasanah Card dan menyerahkannya kepada Pihak Marketing. Kemudian pihak marketing melakukan pengecekan ringan, dan wawancara.

2. Pihak Marketing menyerahkan seluruh kelengkapan data kepada Pihak Processing. Kemudian Pihak Processing melakukan pengecekan kembali, dari aspek 5c, BI checking, menganalisa kemampuan nasabah dan menentukan plafon/limit kartu. Pihak Processing berhak menentukan layak atau tidaknya nasabah mendapatkan pembiayaan iB Hasanah Card.

3. Jika dinilai layak, maka Pihak Processing menyerahkan kepada Pemutus dalam hal ini adalah pimpinan.

4. Jika pimpinan menyetujui, kembali lagi ke Pihak Processing untuk ditindak lanjuti ke akad.

5. Setelah mendapat persetujuan dari pimpinan, Unit Operasional akan mencetak kartu

6. Unit Operasional melakukan pengiriman kartu kepada nasabah

7. Unit Collection akan melakukan penagihan kepada nasabah yang sudah jatuh tempo billing statement-nya. Dalam Card Business Division ada 5 unit, yaitu Unit Product and Development, Unit Marketing Officer, Unit Processing, Unit Operational, Unit Collection

TABEL 4.3 Akad iB Hasanah Card

Akad Kafalah Penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi pemegang kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan atau penarikantunai selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas akad ini pemegang kartu Monthly Membership Fee

Akad Qardh Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas akad ini pemegang kartu dikenakan Cash Advance Fee

Akad Ijarah Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu, Atas Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan Annual Membership Fee

Sumber : Bank BNI Syariah

GAMBAR 4.2 Skema Akad Kafalah iB Hasanah Card

MERCHANT

ATM BANK LAIN

CARD ISSUER

CARD HOLDER

Sumber: Bank BNI Syariah (data diolah)

GAMBAR 4.3 Skema Akad Qardh iB Hasanah Card

CARD ISSUER CARD HOLDER

Sumber: Bank BNI Syariah (data diolah)

GAMBAR 4.4 Skema Akad Ijarah iB Hasanah Card CARD ISSUER CARD HOLDER

Sumber: Bank BNI Syariah (data diolah)

Dalam iB Hasanah Card, khususnya iB Hasanah Card Classic nasabah wajib untuk menyetorkan cash collateral/goodwill Investment minimal sepuluh persen dari limit kartu. Hal ini sesuai konfirmasi surat BI No.10/337/DPbs tanggal

11 Maret 2008. Yang bertujuan untuk mengurangi timbulnya NPF pada iB Hasanah Card Classic, dan sarana untuk penghimpunan DPK. Dengan nisbah 15% : 85%. Adapun ketentuan lainnya yaitu, dana diblokir, tidak dikenakan biaya kelolaan rekening, dapat ditambah dananya, aplikasi disi bersamaan dengan

aplikasi permohonan iB Hasanah Card, dan buku tabungan dapat diambil di cabang terdekat.

iB Hasanah Card memiliki fitur dan program yaitu, diterima diseluruh dunia, kemudahan pembayaran tagihan, layanan telepon 24 jam BNI call,

transaksi fitur di ATM BNI, SmartBill, Smart Spending, dan Danaplus.

Adapun fitur dan program iB Hasanah Card yang ditawarkan oleh BNI Syariah antara lain Smart Spending dan Danaplus. Smart Spending 0% adalah fitur/program yang disediakan oleh Pihak Pertama berupa layanan cicilan dengan jangka waktu tertentu atas suatu transaksi pembelanjaan dengan jumlah tertentu dengan menggunakan iB Hasanah Card pada program yang oleh Pihak Pertama ditetapkan sebagai Smart Spending. Semisal transaksi kurang dari dua juta rupiah akan dikenakan biaya administrasi sebesar empat ratus ribu rupiah dengan peroide cicilan dua belas bulan atau setahun. Selanjutnya transaksi lebih dari dua juta rupiah sampai dengan empat juta rupiah dikenakan biaya administrasi sebesar delapan ratus ribu rupiah dengan periode cicilan setahun, dan seterusnya bisa dilihat pada tabel berikut.

TABEL 4.4 Smart Spending iB Hasanah Card

NO Nilai Transaksi [Rp]

Biaya Adm [Rp]

Periode cicilan 12 bulan

2 >2.000.000 sd 4.000.000

Periode cicilan 12 bulan

3 >4.000.000 sd 6.000.000

Periode cicilan 12 bulan

4 >6.000.000 sd 8.000.000

Periode cicilan 12 bulan

5 >8.000.000 sd

Periode cicilan 12 bulan 10.000.000

6 >10.000.000 sd

Periode cicilan 12 bulan 90.000.000

Sumber : Bank BNI Syariah

Danaplus adalah fasilitas untuk melakukan transfer dana dari iB Hasanah Card ke rekening tabungan pemegang kartu di bank manapun. Maksimal dana yang bisa ditransfer adalah sebesar 20% dari batas kredit iB Hasanah Card. Semisal nilai transaksi kurang dari sama dengan dua juta rupiah akan dikenakan biaya administrasi sebesar dua puluh lima ribu rupiah. Dan untuk seterusnya biaya administrasi akan bertambah sesuai dengan nilai transaksi, bisa dilihat dalam tabel berikut.

TABEL 4.5 Danaplus iB Hasanah Card

No

Nilai Transaksi [Rp]

Biaya[Rp]

1 s/d 1.200.000 25.000

2 >1.200.000 s/d 2.400.000 50.000

3 >2.400.000 s/d 3.600.000 75.000

4 >3.600.000 s/d 4..800.000 100.000

5 >4.800.000 s/d 6.000.000 125.000

6 >6.000.000 s/d 7.200.000 150.000

7 >7.200.000 s/d 8.400.000 175.000

8 >8.400.000 s/d 9.600.000 200.000

9 >9.600.000 s/d 10.800.000 225.000

10 >10.800.000 s/d 12.000.000 250.000

12 >12.000.000 s/d 13.200.000 275.000

13 >13.200.000 s/d 14.400.000 300.000

14 >14.400.000 s/d 15.600.000 325.000

15 >15.600.000 s/d 16.800.000 350.000

Sumber : Bank BNI Syariah

BNI Syariah menggandeng Provider MasterCard International memastikan penggunaan iB Hasanah Card hanya dapat digunakan di mal atau pusat perbelanjaan dan tempat hiburan yang halal karena sudah dilengkapi dengan kode tertentu.

TABEL 4.6 MasterCard Code iB Hasanah Card

MCC TCC

MCC Category 5813

MCC Description

F Bars, Cocktail Loungers, Dischotheques, and Miscellaneous Tavern-Drinking Places (Alcoholic Beverages)

Stores 5921

R Package Stores, Beer, Wine, and Liquor Miscellaneous Stores

7273 R Dating and Escort Services Personal Service Providers

7995 U Gambling Transaction Amusement & Entertainment

Sumber: Bank BNI Syariah

TABEL 4.7 Perbedaan Kartu Kredit Regular dengan iB Hasanah Card

iB Hasanah Card Dasar Hukum

Kartu Kredit Regular

UU Perbankan

UU Perbankan, UUPS, Fatwa DSN

Penerbit

Bank Konvensional

BNI Syariah bekerjasama dengan Div. BSK

Master Card Perjanjian

Provider

Master Card & Visa

Berdasar Bunga

Berdasar akad Kafalah, Qardh & Ijarah

Ketentuan Penggunaan

Tidak dibatasi

Hanya dapat digunakan untuk transaksi yang sesuai syariah

Fitur Cash Advance, Danaplus, Fitur sama dengan kartu Extra

Dana, kredit

reguler, yang

Smartspending,

transfer membedakan cara penetapan

balance,

Executive fee-nya

Lounge, dsb.

Pendapatan Bank Annual Fee, Bunga atas Annual Fee, Monthly Fee, transaksi, Merchant Fee, Merchant

Fee, Biaya

Penagihan Cash Collateral

Denda, Keterlambatan

Diperlukan untuk kartu classic 10% dari limit kartu Sumber : Bank BNI Syariah

Tidak diperlukan

Tabel 4.8 Biaya iB Hasanah Card

No Parameter Kategori Classic Gold Platinum

1 Limit Kartu

1 4 juta 10 juta 40 juta

2 6 juta 15 juta 50 juta

3 8 juta 20 juta 75 juta

4 25 Juta 100 juta

5 30 juta ≥125 juta

2 Annual Basic 120.000 240.000 600.000 Membership

Supplementary 60.000 120.000 300.000 Fee

4 Ta'widh 0 DAYS – 29

DAYS 120 DAYS –

149 DAYS 150 DAYS –

179 DAYS >180 DAYS

5 Minimum 10% dari tagihan baru atau min. Rp 50.000 (mana yang Payment lebih besar)

6 Cash Deposit 10% dari 100% dari limit kartu diberlakukannya hanya untuk kartu classic

7 Cash advance Rp 25.000 setiap melakukan penarikan di ATM Fee

8 Penggantian

Rp 45.000

kartu hilang

9 Permintaan

Rp 30.000 / transaksi

Salinan Draft Sumber : Bank BNI Syariah

TABEL 4.9 Net Monthly Fee iB Hasanah Card

Contoh perhitungan Net Monthly Fee:

Keterangan

Nilai (Rp)

A Limit Kartu (Gold) 10.000.000

B Monthly Membership Fee 295.000

C Penggunaan Kartu 1.000.000

D Payment 100.000

E Outstanding Rafter payment 900.000

F Cash Rebate [F=(E-A)*2,65%)] (241.150)

G Net Monthly Membership Fee (F=B+E) 53.850

C. Perbandingan antara Mekanisme Syariah Card menurut Fatwa DSN- MUI No. 54 Tahun 2006 dengan Operasional iB Hasanah Card Bank BNI Syariah

TABEL 4.10 Perbandingan antara Mekanisme Syariah Card menurut Fatwa DSN-MUI No. 54 Tahun 2006 dengan Operasional iB Hasanah Card Bank BNI Syariah

Operasional iB

Mekanisme Fatwa No. 54 Tahun No

Hasanah Card Bank Keterangan 2006 tentang Syariah Card

BNI Syariah

1 Iuran keanggotaan (membership fee) Penerbit Kartu berhak menerima iuran keanggotaan (rusum al-

Annual Membership

’udhwiyah) termasuk perpanjangan Sesuai

Fee

masa keanggotaan dari pemegang Kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu. 2 Fee Kafalah Penerbit kartu boleh menerima fee Monthly Membership

Sesuai dari

Pemegang

Kartu

atas Fee

pemberian Kafalah. 3 Fee penarikan uang tunai Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusum sahb

Biaya pengambilan

al-nuqud) sebagai fee atas

Sesuai pelayanan dan penggunaan fasilitas transaksi yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan. 4 Ta’widh

tunai Rp. 25.000 per

Perhitungan biaya

Belum sesuai Penerbit Kartu dapat mengenakan

Ta'widh berdasarkan

ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap

jangka waktu

biaya-biaya riil (real lost) yang

keterlambatan

dikeluarkan oleh Penerbit

pembayaran si

Kartu(fixed cost) dan bukan

pemegang kartu

kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (oppor- tunity loss atau al-furshah al-dho- i'ah) akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo. 5 Denda keterlambatan (late charge)

Dulu ada dan akui

Penerbit kartu dapat mengenakan

sebagai dana sosial.

denda keterlambatan pembayaran Sesuai Tetapi sekarang sudah yang akan diakui seluruhnya

tidak ada

sebagai dana sosial.

6 Keterbatasan

Hanya digunakan untuk transaksi

MasterCard Code

Sesuai yang sesuai dengan syariah.

dalam membatasi transaksi non syariah 7 Menentukan limit kartu

Tidak mendorong pengeluaran yang

Sesuai berlebihan (israf),

sesuai kemampuan

nasabah 8 Biaya Administrasi dari fitur Smart Spending

Tidak diatur dalam fatwa Belum sesuai

yang didasari dari besarnya transaksi 9 Biaya Administrasi fitur Danaplus yang

Tidak diatur dalam fatwa Belum sesuai didasari dari besarnya

nilai transfer

1. Pembahasan No. 4

4 Ta’widh Penerbit Kartu dapat mengenakan ta’widh,

Perhitungan biaya yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya riil Ta'widh berdasarkan yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu dan jangka waktu

Belum bukan kerugian yang diperkirakan akan keterlambatan

sesuai terjadi karena adanya peluang yang hilang pembayaran si akibat keterlambatan pemegang kartu dalam pemegang kartu membayar kewajibannya yang telah jatuh

tempo.

Ta’widh menurut fatwa Penerbit Kartu dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya riil (real lost) yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu (fixed cost) dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (oppor-tunity loss atau al-furshah al- dho-i'ah) akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.

Namun yang terjadi dalam operasional iB Hasanah Card dalam perlakuan ta'widh perhitungan biayanya berdasarkan jangka waktu keterlambatan pembayaran si pemegang kartu. (lihat tabel 4.8 biaya iB Hasanah Card). Dan berdasarkan penelitian, hal tersebut sudah menjadi kebijakan Bank BNI Syariah dalam memutuskan perlakuan biaya ta'widh. Dan juga sudah menjadi kesepakatan antara nasabah dengan Bank di awal akad.

0 DAYS – 29 DAYS

30 DAYS – 59 DAYS

60 DAYS – 89 DAYS

340.000 120 DAYS – 149 DAYS

90 DAYS – 119 DAYS

410.000 150 DAYS – 179 DAYS

BNI Syariah dalam melakukan pendekatan biaya ta’widh berdasarkan penggolongan kartu didasari oleh besarnya jumlah plafon atau limit kartu (lihat tabel 4.8 biaya iB Hasanah Card) dan jumlah hari keterlambatan pembayarannya, berbeda dengan kartu kredit konvensional yang besar biaya keterlambatannya didasari oleh persentase bunga dari total tagihan.

Parameter Kategori Classic Gold Platinum Limit Kartu

1 4 juta 10 juta 40 juta

2 6 juta 15 juta 50 juta

3 8 juta 20 juta 75 juta

4 25 Juta 100 juta

5 30 juta ≥125 juta

Sebagai bahan perbandingan, peneliti memberi informasi bahwa perlakuan keterlambatan pada kartu kredit konvensional Bank CIMB Niaga yaitu 3 persen dari tagihan atau minimal Rp 100.000 (nilai mana yang lebih besar). Tentunya ini tidak sesuai dengan syariah karena perhitungan biaya tersebut berdasarkan persentase bunga.

iB Hasanah Card di sini sudah membuat perbedaan dengan kartu kredit konvensional. Pertama, biaya ta'widh pada iB Hasanah Card yang lebih murah daripada denda keterlambatan pada kartu kredit konvensional.

Hal ini sesuai dengan kaidah fikih yang berbunyi:

"kemudharatan yang lebih besar /berat dihilangkan dengan kemudharatan yang lebih ringan."

“bila harus memilih antara dua mudharat maka pilih yang paling ringan”

Kemudharatan yang lebih besar adalah adanya denda keterlambatan pada kartu kredit konvensional, sedangkan adanya kesepakatan dalam menentukan ta'widh agar tidak merugikan salah satu pihak merupakan kemudharatan yang lebih ringan.

Kedua, dalam iB Hasanah Card, khususnya iB Hasanah Card Classic nasabah wajib untuk menyetorkan cash collateral/goodwill Investment minimal

sepuluh persen dari limit kartu yang bertujuan untuk mengurangi timbulnya non performing financing (NPF) pada iB Hasanah Card Classic.

Adapun status kolektibilitas pembayaran iB Hasanah Card yaitu:

1. Lancar Adalah kondisi dimana pembayaran tagihan iB Hasanah Card tepat waktu dan tidak ada tunggakan yang melebihi batas waktu jatuh tempo. Unit Collection mencetak billing statement pada tanggal 18 dan mengirimnya pada tanggal 19 atau 20 kepada nasabah dan diharapkan nasabah sudah menerimanya sebelum tanggal jatuh tempo atau tanggal tujuh bulan berikutnya.

2. Dalam Perhatian Khusus Adalah kondisi dimana pembayaran tagihan iB Hasanah Card belum dilakukan pada 0 – 89 hari kalender setelah jatuh tempo. Pada kondisi ini BNI Syariah mengenakan ta’widh atau biaya ganti rugi atas keterlambatan pembayaran, melaksanakan upaya penagihan melalui SMS blast (Short Messge Services atau layanan pesan singkat) dan panggilan telepon kepada nasabah untuk mengingatkan bahwa sudah melewati tanggal jatuh tempo serta membuat janji bertemu dengan nasabah atau mendatangi langsung kerumah maupun kantor nasabah, dan melakukan pembatalan sementara terhadap fasilitas iB Hasanah Card dimana pemblokiran ini sifatnya sementara yang dapat digunakan kembali jika nasabah melunasi kewajibannya.

3. Kurang Lancar

Adalah kondisi dimana pembayaran tagihan kartu kredit iB Hasanah Card masih belum dilakukan pada 90-119 hari kalender setelah jatuh tempo. Pada kondisi ini BNI Syariah mengenakan ta’widh yang lebih tinggi, melaksanakan upaya penagihan, dan melakukan pembatalan permanent terhadap fasilitas iB Hasanah Card

4. Diragukan Adalah kondisi dimana pembayaran tagihan kartu kredit iB Hasanah Card masih belum dilakukan pada 120-179 hari kalender setelah jatuh tempo. Pada kondisi ini BNI Syariah mengenakan ta’widh yang lebih tinggi,

melaksanakan upaya penagihan secara lebih intensif.

5. Macet Adalah kondisi dimana pembayaran tagihan kartu kredit iB Hasanah Card masih belum dilakukan setelah lewatnya 180 hari kalender setelah jatuh tempo. Pada kondisi ini BNI Syariah mengenakan ta’widh yang lebih tinggi,

melaksanakan upaya penagihan secara lebih intensif melalui petugas lapangan atau pihak ketiga atau aparat hukum atau lembaga peradilan.

Write off atau penghapusbukuan utang iB Hasanah Card secara sistem otomatis melakukan write off saat tagihan macet melewati 180 hari kalender sejak jatuh tempo

2. Pembahasan No. 6:

6 Keterbatasan MasterCard Code Hanya digunakan untuk transaksi dalam membatasi transaksi non Sesuai* yang sesuai dengan syariah.

syariah

Ketentuan dan batasan dalam fatwa Syariah Card salah satunya yaitu, Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah. Namun, penulis melihat fakta minuman keras yang sudah beredar dipasar (minimarket dan supermarket) merupakan sebuah dilema sejauh mana kode merchant dapat memblokir transaksi non Halal.

BNI Syariah menggandeng Provider MasterCard International memastikan penggunaan iB Hasanah Card hanya dapat digunakan di mal atau pusat perbelanjaan dan tempat hiburan yang halal karena sudah dilengkapi dengan kode tertentu.

Di dalam penggolongan mesin EDC yang dilakukan oleh MasterCard, penggolongan mesin EDC ini didasari pada jenis usaha, disebut master card code (MCC). Dalam mesin EDC ditanamkan kode-kode sesuai jenis usaha. BNI bekerjasama dengan Mastercard sudah memastikan akan memblokir mesin EDC yang jenis usahanya tidak sesuai dengan syariah seperti tempat perjudian, club malam, diskotik, dan tempat khusus menjual minuman keras (lihat tabel 4.6).

MCC TCC

MCC Category 5813

MCC Description

F Bars, Cocktail Loungers, Dischotheques, and Miscellaneous Tavern-Drinking Places (Alcoholic Beverages)

Stores 5921

R Package Stores, Beer, Wine, and Liquor Miscellaneous Stores

7273 R Dating and Escort Services Personal Service Providers

7995 U Gambling Transaction Amusement & Entertainment

Permasahan yang akan peneliti bahas adalah jika nasabah membeli minuman keras di Mini Market atau Super Market (Carrefour). Mastercard tidak bisa memblokir transaksi tersebut karena jenis MCC tempat tersebut adalah

Groceries. Lain hal jika Carrefour yang memisahkan produk minuman keras dalam ruangan khusus, sudah dipastikan transaksi di ruangan khusus minuman keras tersebut di blokir

Usaha sudah dilakukan, ketika bisa ditolak secara sistem itu memang

sudah ketentuan. Namun ketika sistem tidak bisa lagi menjadi ukuran pembatasan, maka kembali lagi kepada akad, di sana terdapat syarat dan ketentuan. Pengawasan Bank hanya terbatas pada sistem, selanjutnya kembali kepada pihak

si pengguna kartu 4 . Dalam penggunaan kartu kredit, biasanya ada dua tipe nasabah. Pertama,

pengguna kartu kredit untuk style atau gaya hidup mewah. Kedua, pengguna kartu kredit untuk kebutuhan yang sifatnya produktif. Ketika adanya keterbatasan bahwa iB Hasanah Card tidak bisa memblokir transaksi minuman keras yang terdapat dalam minimarket maupun supermarket, keterbatasan itu tidak bisa atau belum bisa dijadikan alasan bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan fatwa.

Dalam kaidah fiqhiyah:

"Keyakinan tidaklah bisa dihilangkan dengan keraguan" Suatu hukum yang telah ditetapkan berdasarkan sesuatu yang yakin, tidak bisa atau belum bisa dijadikan alasan untuk mengubah status hukum. Peneliti berpendapat bahwa pihak Bank BNI Syariah sudah memberikan batasan penggunaan iB Hasanah Card yang hanya digunakan pada transaksi yang sesuai syariah kemudian nasabah menyetujuinya, secara akad sudah sah. Namun

4 Hasanudin, Hasil Wawancara DSN-MUI, (Jakarta, 11 Mei 2016)

ketika nasabah melanggar syarat batasan yang diberikan pihak penerbit kartu dengan membeli minuman keras pada minimarket maupun supermarket, hal ini tidak mengubah atau membatalkan keabsahan akad yang terjadi diawal.

Syarat batasan penggunaan iB Hasanah Card ini merupakan bentuk sikap wara' yang dilakukan pihak Bank BNI Syariah. Menurut Syaikhul Islam ibnu Taimiyah menggambarkan sikap wara ’ ini dengan ungkapan: “sikap hati-hati dari terjerumus dalam perkara yang berakibat bahaya yaitu yang jelas haramnya atau yang masih diragukan keharamannya. Dalam meninggalkan perkara tersebut tidak ada mafsadat yang lebih besar dari mengerjakannya” (Majmu’ Fatawa, 10/511). Hal ini disimpulkan secara ringkas oleh murid beliau imam Ibnu al- Qayim dengan ungkapan: “Wara’ adalah meninggalkan semua yang dikhawat irkan merugikan akhiratnya” (Al-Fawaaid

hlm 118) 5 .

3. Pembahasan No. 8 dan No 9:

8 Biaya Administrasi dari fitur Smart Spending

Tidak diatur dalam fatwa Belum sesuai

yang didasari dari besarnya transaksi 9 Biaya Administrasi fitur Danaplus yang

Tidak diatur dalam fatwa Belum sesuai didasari dari besarnya

nilai transfer

Ketentuan biaya administrasi tidak diatur dalam fatwa, sedangkan pada iB Hasanah Card ada biaya administrasi dari fitur Smart Spending (layanan cicilan dengan jangka waktu) yang di mana besarnya biaya administrasi terkait dengan

5 Khalid Syamhudi, Hakikat Wara': https://muslim.or.id/9864-hakikat-wara.html, diakses pada tanggal 15 Mei 2016

besarnya transaksi yang dilakukan oleh nasabah (lihat tabel 4.4 smart spending iB Hasanah Card)

Keterangan Sd. 2.000.000

Nilai Transaksi [Rp]

Biaya Adm [Rp]

Periode cicilan 12 bulan >2.000.000 sd 4.000.000

Periode cicilan 12 bulan >4.000.000 sd 6.000.000

Periode cicilan 12 bulan >6.000.000 sd 8.000.000

Periode cicilan 12 bulan >8.000.000 sd 10.000.000

Periode cicilan 12 bulan >10.000.000 sd 90.000.000

Periode cicilan 12 bulan Ada dua mekanisme smart spending, yaitu cicilan nol persen dan smart

spending reguler. Cicilan nol persen merupakan bentuk promo yang diberikan langsung oleh penerbit kartu tanpa adanya biaya administrasi. Sedangkan Smart Spending Reguler terjadi jika ada transaksi, kemudian si nasabah menelepon BNI call center dan merubah transaksi tersebut menjadi cicilan tetap selama 12 bulan, sehingga didapat perhitungan biaya administrasi smart spending sesuai dengan besarnya nilai transaksi yang terjadi

Juga ada fitur danaplus (merupakan fasilitas untuk melakukan transfer dana dari iB Hasanah Card ke rekening tabungan pemegang kartu dimanapun) di mana biaya administrasinya tidak diatur dalam fatwa. Besarnya biaya administrasi fitur danaplus ini terkait dengan besarnya nilai transfer yang dilakukan oleh nasabah (lihat tabel 4.5 danaplus iB Hasanah Card)

Nilai Transaksi [Rp] Biaya[Rp] s/d 1.200.000

25.000 >1.200.000 s/d 2.400.000

50.000 >2.400.000 s/d 3.600.000

75.000 >3.600.000 s/d 4..800.000

100.000 >4.800.000 s/d 6.000.000

125.000 >6.000.000 s/d 7.200.000

150.000 >7.200.000 s/d 8.400.000

175.000 >8.400.000 s/d 9.600.000

200.000 >9.600.000 s/d 10.800.000

>10.800.000 s/d 12.000.000 250.000 >12.000.000 s/d 13.200.000

275.000 >13.200.000 s/d 14.400.000

300.000 >14.400.000 s/d 15.600.000

325.000 >15.600.000 s/d 16.800.000

375.000 Cash advance fee ada dua jenis. Pertama, Penarikan Tunai dengan biaya

pengambilan tunai Rp 25.000,- per penarikan. Kedua, Danaplus, cara melakukan nya adalah dengan menelepon BNI call center, nanti pihak BNI yang akan mentransfer limit kartu kredit ke rekening yang dituju. Perhitungan biaya danaplus didasarkan pada perhitungan penarikan tunai senilai Rp 25.000 per penarikan, dengan asumsi maksimum penarikan Rp 1.200.000. Jadi perhitungan danaplus sebesar kelipatan Rp 25.000 per Rp 1.200.000

Menurut Hasanudin, biaya administrasi ini merupakan fee, dan Dasar fee ini seperti ujrah dalam ijarah, namun tidak mirip. Pada dasarnya ini kembali kepada kesepakatan awal. Di mana nasabah setuju dengan segala syarat dan ketentuan yang telah bank berikan dalam akad awal.

Melihat pembahasan No. 8 dan No. 9., Bank sudah menetapkan lebih awal besarnya biaya administrasi tanpa ada kejelasan rincian biaya tersebut. Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance pada industri perbankan syariah harus berlandaskan pada lima prinsip dasar. Pertama, transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas (accountability), kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif. Ketiga, pertanggungjawaban

(responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat, professional (professional) yaitu memiliki kompetensi, mampu bertindak obyektif dan bebas dari pengaruh/tekanan dari pihak manapun (independen) serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan bank syariah. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders

berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku 6 . Berdasarkan PBI tersebut diatas, Bank BNI Syariah sebagai penerbit kartu

dalam menentukan biaya administrasi sebuah produk harus berlandaskan prinsip dasar transparansi, yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi biaya administrasi secara rinci.

Sebagai contoh, ketika nasabah melakukan transaksi senilai Rp 2.400.000. lalu si nasabah melakukan Smart Spending dan mendapat biaya administrasi Rp 800.000, (lihat tabel 4.4). yang seharusnya akan lebih cukup adil jika transaksi mendekati empat juta dengan biaya administrasi tersebut diatas.

Peneliti berpendapat bahwa seharusnya akan lebih baik jika Bank dan Nasabah sepakat dalam menentukan biaya administrasi. Karena jika ditentukan sepihak oleh Bank, bisa menimbulkan ketidakridhoan antara nasabah dengan Bank. Disini Nasabah tidak punya pilihan. Dan peneliti menganggap ketidakadanya pilihan disini sebagai unsur keterpaksaan yang membuat keridhoan nasabah itu menjadi berkurang dan ini bisa membahayakan keberlangsungan akad tersebut.

6 Bank Indonesia, Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PBI/2009

Q.S. An-Nisa ayat 29 :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu".

Al-Qur'an secara jelas menyatakan dalam hal tijarah, harus ada keridhoan satu sama lain. Melihat adanya ketetapan sepihak dari pihak Bank, peneliti menganggap belum tercapainya kesepakatan antara nasabah dengan Bank.

Begitu pun biaya administrasi Danaplus, Rp 25.000 per kelipatan Rp 1.200.000 dengan adanya asumsi maksimum biaya penarikan Rp 1.200.000, (lihat tabel 4.5). Namun, di dalam penarikan mesin ATM Rp 100.000 dengan maksimum penarikan Rp 2.000.000, hanya terkena biaya pengambilan tunai Rp 25.000 per transaksi. Peneliti menganggap terdapat ketidakadilan dalam penetapan biaya administrasi Danaplus. Seharusnya ada kesamaan dalam penetapan biaya administrasi antara penarikan tunai dan Danaplus. Sebagai contoh biaya administrasi Danaplus Rp 25.000 per kelipatan Rp 2.000.000 dengan asumsi maksimum biaya penarikan Rp 2.000.000.

BAB V KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

1. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) membolehkan Syariah Card, dan mekanisme Syariah Card yang benar adalah harus sesuai dengan isi ketentuan-ketentuan fatwa NO:54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card. Hanya saja dari setiap fatwa yang digulirkan DSN- MUI bersifat umum atau menyeluruh. Perlu adanya pernyataan atau tinjauan khusus dari DSN-MUI yang menjabarkan setiap detil ketentuan-ketentuan dalam fatwa yang akan dijadikan pedoman operasional perbankan syariah.

2. Bank BNI Syariah pada umumnya sudah menjalankan operasional iB Hasanah Card sesuai dengan fatwa NO:54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card, hanya saja ada beberapa hal dari fitur program dan ketentuannya yang tidak sesuai atau tidak tercantum dalam fatwa tersebut. Namun pihak Bank BNI Syariah didampingi dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sudah memastikan bahwa segala ketentuan-ketentuan dalam operasional iB Hasanah Card tidak menyimpang atau bertentangan dengan fatwa yang ada.

3. Operasional iB Hasanah Card sudah sesuai dengan fatwa NO:54/DSN- MUI/X/2006 tentang Syariah Card. Adanya kartu kredit syariah menjadi sebuah pilihan yang tepat bagi umat muslim di indonesia khususnya dan di

dunia umumnya dibanding dengan menggunakan kartu kredit konvensional yang jelas terdapat riba di dalamnya.

B. SARAN

Sebaiknya Bank BNI Syariah dalam melakukan akad kepada nasabah tentang operasional iB Hasanah Card harus memberikan kejelasan secara rinci baik itu syarat dan ketentuan, ketentuan tentang batasan Syariah Card dan biaya administrasi khususnya dengan memberikan pilihan bagi nasabah dalam menyepakati biaya administrasi sesuai nilai transaksi.

Dengan adanya kartu kredit syariah seharusnya menguntungkan dan menjadi prioritas masyarakat dalam melakukan pembiayaan dibanding dengan kartu kredit konvensional yang biaya operasionalnya lebih besar di banding kartu kredit konvensional (bunga berbunga).

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, R. R. (2015). Riba. Dalam Noerdjamal, Islamic Digest (hal. 84). Jakarta: Multi Idea Production.

Abdullah, T., & Tantri, F. (2012). Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ali, U. (2014, September). Pengertian Syariah Menurut Pakar. Diambil kembali dari Pengertian Pakar We Site: http://www.pengertianpakar.com/2014/09/pengertian-syariah-menurut-para- pakar.html

Amin, M. (2008). Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: Elsas. Anshori, A. G. (2008). Aspek Hukum Reksa Dana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press. Ascarya. (2012). Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Brodjonegoro, B. (2015). Membumikan Ekonomi Islam. Dalam Noerdjamal, Islamic

Digest (hal. 8). Jakarta: Multi Idea Production. Direktorat, B. I. (2009). Buku Saku Perbankan. Jakarta: Press. DSN-MUI. (2000). Indonesia Paten No. 04/DSN-MUI/IV/2000. DSN-MUI. (2004). Indonesia Paten No. 43/DSN-MUI/VIII/2004. DSN-MUI. (2006). Indonesia Paten No. 54/DSN-MUI/X/2006. DSN-MUI. (2016, Mei 14). Sekilas Tentang DSN MUI. Diambil kembali dari DSN MUI Web

Site: http://dsnmui.or.id/index.php?page=sekilas Habibie, B. J. (1998). Indonesia Paten No. 10 Tahun 1998 Undang-Undang Republik

Indonesia. Hendro, T., & Rahardja, C. T. (2014). Bank dan Institusi Keuangan Non Bank di Indonesia.

Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Indonesia, B. (2009). Indonesia Paten No. 11/11/PBI/2009 Pasal 1 Angka (4). Indonesia, B. (2009). Indonesia Paten No. 11/33/PBI/2009.

Indonesia, M. U. (2004). Indonesia Paten No. 1 Tahun 2004 Tentang Bunga (Interest/Fa'idah).

Ismal, R. (2014). Penelitian Ilmiah: Teori dan Aplikasi Teknis. Forum RIset Keuangan

Syariah: Metodologi Riset dan Teknik Penulisan Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Keuangan Syariah, 4.

Kasmir. (2012). Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Laksamana, Y. (2009). Panduan Praktis Account Officer Bank Syariah: Memahami Praktik

Proses Pembiayaan di Bank Syariah. Jakarta: Elex Media Komputindo. Lestari, N. M. (2015). Sistem Pembiayaan Bank Syariah: Berdasarkan UU No.21 Tahun

2008. Jakarta: Grafindo Book Media. Machmud, A., & Rukmana. (2010). Bank Syariah: Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris di

Indonesia. Jakarta: Erlangga. Minka, A. (2011, April 7). Bahaya Riba Bagi Perekonomian Masyarakat. Diambil kembali

dari Agustianto Centre Web Site: http://www.agustiantocentre.com/?p=376 Muhammad. (2011). Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Mustafa, U. A. (2012). Syariah Card Perspektif Al-Maqasid Syariah. Jurnal Ekonomi Islam,

3. Mustafa, U. A. (2012). Syariah Card Perspektif Al-Maqasid Syariah. Jurnal Ekonomi Islam,

11. Pradja, J. S. (2012). Ekonomi Syariah. Bandung: Pustaka Setia. Rahardjo, M. D. (2015). Arsitektur Ekonomi Islam. Bandung: Mizan. Rivai, V., Basir, S., Sudarto, S., & Veithzal, A. P. (2013). Commercial Bank Management:

Manajemen Perbankan Dari Teori Ke Praktik. Depok: Raja Grafindo Persada. Rivai, V., Modding, B., Veithzal, A. P., & Mariyanti, T. (2013). Financial Instrument

Management. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suryabarata, S. (2015). Metodologi Penelitian. Depok: Raja Grafindo Persada. Sutedi, A. (2009). Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum. Bogor: Ghalia

Indonesia. Syamhudi, K. (2012, Agustus 6). Hakikat Wara'. Diambil kembali dari Muslim.or.id Web

Site: https://muslim.or.id/9864-hakikat-wara/html

Umar, I. A. (1984). Terjemahan Fat-hul Qarib Jilid 1. Kudus: Menara Kudus. Wahyuni, N. (2014, Oktober 28). In-Depth Interview (Wawancara Mendalam). Diambil

kembali dari BINUS QMC Web Site: http://qmc.binus.ac.id/2014/10/28/in- depth-interview-wawancara-mendalam

Wangsawidjaja, A. (2012). Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wardiah, M. L. (2013). Dasar-dasar Perbankan. Bandung: Pustaka Setia. Wikipedia. (2016, Mei 12). Fatwa. Diambil kembali dari Wikipedia Web Site:

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Fatwa Wikipedia. (2016, mei 12). Penelitian Kualitatif. Diambil kembali dari Wikipedia Web

Site: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kualitatif

Lampiran 1 Fatwa No.54/DSN-MUI/X/2006

98

99

Lampiran 2 Surat Keterangan Wawancara dengan Officer Card Bussiness Division Bank BNI Syariah

100

Lampiran 3 Surat Keterangan Wawancara dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)

101

Lampiran 4 Hasil Wawancara dengan Officer Card Bussiness Division Bank BNI Syariah

104

105

Lampiran 5 Hasil Wawancara dengan DSN MUI

107

108

Lampiran 6 Formulir Aplikasi iB Hasanah Card

111

BIODATA PENULIS

Achmad Boys Awaluddin Rifai, 25 tahun. Penulis lahir dari orang tua M.

Rifa’i dan Atina sebagai anak pertama dari empat bersaudara, yaitu Wulan, Rena, dan Ratu. Penulis lahir di Kota Tangerang pada tanggal 10 Januari 1991. Penulis menempuh pendidikan dimulai dari SDI Al-Ashar Kota Tangerang lulus tahun 2002, melanjutkan ke SLTPI Al- Ashar Kota Tangerang lulus tahun 2005, dan melanjutkan ke Pondok Pesantren Modern La Tansa Parakan Santri Lebak Gedong Banten lulus tahun 2009.

Kemudian melanjutkan kuliah di STAI Asy-Syukriyah program studi muamalah pada tahun 2012. Selama perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi, menjadi relawan Rumah Zakat tahun 2013 bersertifikat, menjadi ketua organisasi Kelompok Studi Ekonomi Islam Ekonom Syariah Asy-Syukriyah (KSEI EKSIS) tahun 2014-2015. Alhamdulillah telah lulus sidang skripsi dengan nilai 83,78 setara A pada tanggal 13 Agustus 2016 dengan judul Analisis Fatwa DSN-MUI Nomor 54 Tahun 2006 Tentang Syariah Card pada Produk iB Hasanah Card Bank BNI Syariah Tbk.

Oktober 2016, Penulis melanjutkan pendidikan kuliah program magister islamic economic and finance di IEF TRISAKTI. Semoga Allah Memberkati! Aamiin.