Kebijakan Penanggulangan Kejahatan Criminal Policy

38 j. Keadaan masyarakat di mana korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberikan cerminan keadaan masyarakat keseluruhan. 76 3. Faktor penyebab “top hat crimes” oleh Spinellis adalah a. opportunities b. their belief that hey will not be discovered or punished, c. the existence of gray fields between criminality and legality, d. the various techniques of neutralisation which give the perpetrator some pretexts to commit their offences and arguments to defend their activities when they are discovered, and in general the corruptive influence of power. 77 Crime opportunity theory dari Felson dan Clarke serta containment theory dari Reckless untuk selanjutnya digunakan sebagai landasan teori dalam menganalisa permasalahan angka 2 dalam penelitian ini.

D. Upaya Nonpenal Penanggulangan Korupsi

1. Kebijakan Penanggulangan Kejahatan Criminal Policy

Masyarakat akan menanggapi gejala korupsi yang muncul melalui usaha-usaha rasional yang terorganisasikan, atau yang sering disebut kebijakan kriminal politik kriminal. Marc Angel, sebagaimana dikutip Soeparman, mengemukakan bahwa politik kriminal dapat diberikan pengertian sebagai “the rational organization of the control of crime by society”. 78 Definisi tersebut tidak berbeda dengan pendapat G. Peter Hoefnagels yang menyatakan bahwa “criminal policy is the 76 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hal. 19. 77 Spinellis, Op. cit., hal. 25. 78 Soeparman, “Korupsi di Bidang Perpajakan,” Mimbar Hukum No. 40112002, Majalah Berkala Fakultas Hukum UGM 39 rational organization of the social reaction to crime”. 79 Hal ini berarti dapat dirumuskan bahwa politik kriminal merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam penanggulangan kejahatan. G. Peter Hoefnagels menggambarkan ruang lingkup politik kriminal dengan skema sebagai berikut: 80 adm. of crim. justice soc. policy in narrow sense: crim. legislation crim. jurisprudence community planning crim. process in wide sense mental health judicial physical scientific social scientific nat. mental health sentencing soc. work, child welfare forensic psychiatry and psychology forensic social work crime, sentence execution administrative and and police statistics civil law Bagan 2. Ruang Lingkup Politik Kriminal Dari skema di atas terlihat, bahwa menurut Hoefnagels, sebagaimana dikutip Barda Nawawi Arief, upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan: 79 Loc. cit. 80 G.P. Hoefnagels, The Other Side of Criminology, English Translation by Jan G.M. Hulsman, Kluwer B.V., Deventer: 1973, hal. 56. Criminal Policy Influencing views of society on crime and punishment mass media Crim. law application practical criminology Prevention without punishment 40 1. criminal law application; 2. prevention without punishment; dan 3. influencing views of society on crime and punishmentmass media. 81 Dari pendapat Hoefnagels tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan kriminal secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. pada butir 1 merupakan kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana penal policy; dan 2. pada butir 2 dan 3 kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana di luar hukum pidana nonpenal policy. Kedua sarana penal dan nonpenal tersebut di atas merupakan suatu pasangan yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan, bahkan dapat dikatakan keduanya saling melengkapi dalam usaha penanggulangan kejahatan di masyarakat. 82

2. Efektivitas Perangkat Hukum untuk Menanggulangi Tindak Pidana Korupsi