Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

38

BAB III GAMBARAN DATA

A. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, otoritas pajak menetapkan bahwa terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu dan memiliki peredaran bruto dalam jumlah tertentu dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifa final berakhir. Peredaran bruto dalam jumlah tertentu memiliki penghasilan tidak melebihi Rp 4.800.000.000 dalam 1 satu tahun pajak. Adapun mekanisme pengenaan Pajak Penghasilan Final dijelaskan oleh Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107PMK.0112013. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat 2 huruf e Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, pemerintah diberikan kewenangan untuk menentukan jenis-jenis penghasilan yang dapat dikenai PPh bersifat final. Pengenaan PPh final terhadap penghasilan tertentu dilakukan berdasarkan pertimbangan yaitu untuk kesederhaan dalam pemungutan pajak atau mengurangi beban administrasi baik bagi Wajib Pajak WP maupun Direktorat Jenderal Pajak. Pengenaan PPh Final umumnya dilakukan dengan mekanisme pemotongan dan penyetoran oleh pihak pemberi penghasilan. Apabila pihak pemberi penghasilan bukan pemotong pajak atau tidak melakukan pemotongan pajak, maka mekanisme PPh Final mewajibkan Wajib paja yang menerima penghasilan tersebut untuk melakukan penyetoran sendiri. Pemotongan atau penyetoran sendiri ini harus dilakukan pada setiap bulan masa pajak saat penghasilan itu dibayarkan atau terutang jika dilihat dari sisi pemberi penghasilan atau saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh jika dilihat dari sisi penerima penghasilan. PPh Final yang sudah dipotong maupun yang disetor sendiri tersebut dianggapa sbeagai elunasan PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP. Sehingga di akhir tahun pajak, WP penerima penghasilan tidak perlu lagi melakukan penghitungan PPh atas penghasilan tersebut. Adapun Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final diatur sebagai berikut :

1. Wajib Pajak Yang Dikenakan PPh Final Sesuai PP No.46 Tahun

2013 Pada dasarnya, semua wajib pajak baik Orang Pribadi maupun Badan yang menerima penghasilan dari usaha dengan ketentuan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun fiskal. Tidak termasuk bagi Wajib Pajak Badan seperti Badan Usaha Tetap BUT, belum beroperasi secara komersial, dan dalam waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.800.000.000 empat miliar delapan ratus juta rupiah. Tidak termasuk bagi Waji Pajak Orang Pribadi yang menerima penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang baik yang menetap maupun tidak menetap, dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. Selain itu, Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan. Cara menentukan peredaran bruto Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan Final sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 empat miliar delapan ratus juta rupiah dalam 1 satu Tahun Pajak. Menurut Peraturan Pemerintah ini, peredaran yang dihitung sebagai dasar untuk menentukan Rp4.800.000.000,00 empat miliar delapan ratus juta rupiah adalah semua pendapatan termasuk pendapatan perusahaan cabang bila ada, namun tidak termasuk pendapatan yang telah dikenakan PPh final dan pendapatan yang berupa jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. Misalnya: a. Data pendapatan revenue PT. JAK pada tahun fiskal 2012 diketahui sebagai berikut: Penjualan : Rp 4.778.000.000 Pendapatan Bunga Jasa Giro : Rp 25.000.000 Total :Rp 4.308.000.000 Dapat dilihat dari totalnya, pendapatan PT. JAK sudah di atas Rp 4.800.000.000. Namun karena nilai yang Rp 25.000.000 berupa pendapatan jasa giro dan telah dikenakan PPh final oleh pihak bank, maka perdedaran bruto yang diperhitungkan hanya Rp 4.778.000.000 sehingga masuk kriteria Wajib Pajak yang dikenakan PPh Final dengan tarif 1 satu persen, sesuai PP 462013. b. Tahun fiskal 2012, data pendapatan PT. ABC yang berkantor pusat di tangerang memiliki data pendapatan sebagai berikut: Penjualan di Kantor Pusat : Rp 2.800.000.000 Penjualan di Cabang I : Rp 1.200.000.000 Penjualan di Cabang II : Rp 1.795.000.000 Total : Rp 5.795.000.000 Total pendapatan PT. ABC termasuk cabang melebihi Rp 4.800.000.000, sehingga tidak memenuhi kriteria Wajib Pajak yang dikenakan PPh Final dengan tarif 1 satu persen. c. Tahun fiskal 2012, data pendapatan Tuan Hartono Budhi, pemilik Minimarket UD Kencana dan Toko Bangunan UD Makmur, adalah sebagai berikut: Penjualan Minimarket UD Kencana : Rp 2.100.000.000 Penjualan Toko Bangunan Minimarket : Rp 2.650.000.000 Pendapatan dari pekerjaan bebas : Rp 250.000.000 Total : Rp 5.000.000.000 Total pendapatan Tuan Hartono Budhi memang melebihi Rp 4.800.000.000 dalam satu tahun fiskal. Namun karena pendapatan dari pekerjaan bebas tidak dihitung, jadi belum melewati Rp 4.800.000.000, sehingga memenuhi kriteria untuk dikenakan PPh Final dengan tarif 1 satu persen. 2. Penentuan Peredaran Bruto Hal khusus terkait peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur sebagai berikut: a. Didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini meliputi kurang dari jangka waktu 12 dua belas bulan. Misalnya: PT. Untung Abadi menggunakan tahun kalender sebagai Tahun pajak. Terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak bulan agustus 2013. Peredaran bruto selama bulan Agustus-Desember 2013 adalah Rp 150.000.000. peredaran bruto yang disetahunkan adalah Rp 150.000.000 x 125=360.000.000 b. Didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini di bulan sebelum Peraturan Permerintah ini berlaku. Misalnya: PT. Emas Permata terdaftar 3 tiga bulan sebelum berlakunya PP ini pada tahun fiskal yang sama dengan tahun berlakunya PP ini. Jumlah peredaran bruto selama 3 tiga bulan tersebut adalah Rp 150.000.000. Peredaran bruto selama 3 bulan yang disetahunkan adalah Rp 150.000.000 X 123 = Rp 600.000.000 c. Didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Misalnya: Gatot Kaca terdaftar sebagai Wajib Pajak baru pada bulan November 2014. Pada bulan November 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar Rp 15.000.000. Penghasilan bruto bulan November yang disetahunkan adalah 121 x Rp 15.000.000 = Rp 180.000.000 d. Tahun Pajak menurut ketentuan umum perpajakan adalah sama dengan tahun kalender. Namun demikian, bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun kalender, Tahun Pajak ditentukan berdasarkan tahun buku yang didalamnya termasuk 6 enam bulan pertama atau lebih dari 6 enam bulan dari tahun buku tersebut. Misalnya, Jika tahun buku Wajib Pajak dimulai pada tanggal 1 Juli 2013 dan berakhir pada tanggal 30 Juni 2014 maka tahun buku tersebut berarti Tahun Pajak 2013 karena memenuhi 6 enam bulan pertama dari tahun 2013. Contoh: Rajesh merupakan pedagang tekstil yang memiliki tempat kegiatan usaha di beberapa pasar di wilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan diketahui rincian peredaran usaha di tahun 2013 adalah sebagai berikut: a. Pasar A sebesar Rp 80.000.000,00; b. Pasar B sebesar Rp 250.000.000,00; c. Pasar C sebesar Rp 400.000.000,00. Dengan demikian peredaran bruto usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai dasar pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar Rp730.000.000,00.

3. Penghasilan Dipotong danatau Dipungut Pihak Lain

Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang dipotong danatau dipungut oleh pihak lain diatur sebagai berikut: a. Atas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh bendahara pemerintah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan: 1 Dapat diajukan permohonan pemindahbukuan ke setoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui pemindahbukuan; atau 2 Dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau 3 Dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan. b. Atas pemotongan danatau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan bukti pemotongan danatau pemungutan, termasuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor: 1 Dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau 2 Dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan. 4. Pajak Yang Dibayar Atau Terutang Di Luar Negeri Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang- Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya. 5. Kompensasi Kerugian Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 lima TahunPajak. Misalnya: PT. JAK mengalami kerugian pada tahun pajak 2010, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada tahun pajak 2011-2015. b. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud di atas. Misalnya: PT. JAK pada tahun pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini, maka jangka waktu kompensasi kerugian tetap dihitung sampai dengan tahun pajak 2015. c. Kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya. Misalnya: PT. JAK pada tahun pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan Peraturan pemerintah dan mengalami kerugian berdasarkan pembukuan, maka atas kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan dengan tahun pajak berikutnya. 6. Pajak Penghasilan Pasal 25 Menurut PMK Nomor 107PMK.0112013 Pengenaan PPh Pasal 25 diatur pada PMK Nomor 107PMK.0112013 yang terdapat pada pasal 9 dengan ketentuan sebagai berikut : a. Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan. b. Dalam hal Wajib Pajak selain menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan juga menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan, atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang - Undang Pajak Penghasilan, atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum tersebut wajib dibayar angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan. c. Besarnya angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan peredaran bruto Wajib Pajak yang telah melebihi Rp 4.800.000.000 pada Tahun Pajak pertama Wajin Pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final, dengan ketentuan sebagai berikut: 1 Bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalma Pasal 25 ayat 7 huruf d dan c Undang-Undang Pajak Penghasilan, besaran angsuran pajak adalah sesuai dengan besarnya angsuran pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak tersebut. 2 Bagi Wajib Pajak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a, perhitungan besarnya angsuran pajak diberlakukan seperti Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 7 huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. d. Untuk Wajib Pajak orang pribadi, jumlah penghasilan neto yang disetahunkan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. e. Angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang- Undang Pajak Penghasilan dan pajak yang telah dipotong danatau dipungut pihak lain boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.

7. Surat Keterangan Bebas Pajak atas Peraturan Pemerintah Nomor 46

Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang berdasarkan ketentuan Undang- Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan danatau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan danatau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pembebasan dari pemotongan danatau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain. Surat Keterangan Bebas SKB PPh PP 46 Tahun 2013 digunakan oleh Wajib Pajak agar tidak dipotongdipungut PPh Pasal 212223 oleh PemungutPemotong Pajak apabila terjadi transaksi penjualan barangpenyerahan jasa. Dengan adanya Surat Keterangan Bebas Wajib Pajak dapat melakukan pembebasan dari Withholding Tax. Permohonan pembebasan dari pemotongan danatau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan dengan syarat: a. Diajukan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan. b. Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak sebelum tahun pajak diajukan permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada tahun pajak sebelum tahun pajak diajukannya Surat Keterangan Bebas. c. Menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam PPh PP 462013 disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukannya Surat Keterangan Bebas, untuk Wajib Pajak yang terdaftar pada tahun pajak yang sama dengan tahun pajka diajukannya Surat Keterangan Bebas. d. Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung teransaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya. e. Ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang- Undang KUP. Permohonan pembebasan dari pemotongan danatau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam huruf E butir 8 dapat diajukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1PJ2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan danatau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain, sampai dengan ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai tata cara pembebasan dari pemotongan danatau pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. 8. Penghitungan Pajak Penghasilan Final PP 462013 a. Cara mengitung SPT Tahunan Orang Pribadi 2013 Pak Rudi memiliki toko peralatan barang dapur dan pecah belah. Pada tahun 2013 Pak Rudi wajib PP 46 dan sudah setor sejak Juli 1. Selama tahun 2013 total penjualan sebesar Rp 450.000.000. Dari tabel penjualan per bulan diketahui seperti di bawah berikut: Diketahui juga PTKP adalah KI, dan angsuran PPh 25 Pak Rudi perbulannya januari-Juni Rp 150.000.000 maka berapakah pajak yang harus dibayar pada SPT Tahunan PPh OP 2013 Pak Rudi? Bulan Penjualan Januari 31.000.000 Februari 23.000.000 Maret 29.000.000 April 30.000.000 Mei 26.000.000 Juni 28.000.000 Juli 29.000.000 Agustus 21.000.000 September 23.000.000 Oktober 37.000.000 November 29.000.000 Desember 29.000.000 Total 335.000.000 Jawaban: PPh OP tarif umum Total omset Januari-Juni 2013=Rp 167.000.000 Norma dagang 20 Total angsuran PPh 25 Januari-Juni 2013=Rp 900.000 Omset jan-jun : Rp 167.000.000 Omset disetahunkan 2013 : Rp 334.000.000 Norma : 20 Penghasilan Neto : Rp 66.800.000 PTKP TK0 2013 : Rp 28.350.000 PhKP : Rp 38.450.000 PPh Terutang Setahun : Rp 1.922.500 PPh Terutang 6 bulan : Rp 961.250 Kredit PPh 25 : Rp 900.000 Pajak Tahunan Kurang Bayar : Rp 61.250 Jadi yang masih harus dibayar pada SPT Tahunan PPh OP 2013 sebesar Rp 61.250,- a. Cara menghitung SPT Tahunan PPh Badan PT. Anti Amsyong menjual komputer dan ATK. Diketahui laba bersih sebelum pajak 2013 sebesar Rp 480.000.000. Dan laba bersih 6 bulan jan-jun adalah Rp 200.000.000. Peredaran usahabruto 2013 sebesar Rp 5.000.000.000. Perusahaan ini juga membayar angsuran PPh 25 selama jan-jun dengan nilai 2.000.000bulan. Maka hitung pajak di SPT Tahunan PPh Badan 2013 dengan asumsi PT. Anti Amsyong wajib PP 462013? Jawaban: • WP Badan suka atau tidak suka harus membuat laporan laba rugi semester 1 • Laba 6 bulan pertama Rp 200.000.000 • Pajak badan terutang 2013 adalah 25 x 50 x 200.000.000=Rp 25.000.000 • Angsuran PPh 25 Badan jan-jun totalnya 12.000.000 2.000.000 x 6 bulan • Pajak yang masih harus dibayar 25.000.000 – 12.000.000=Rp 13.000.000

9. Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan PP 462013

a. Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat final ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak dengan mengisi Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420 sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak, yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara NTPN, paling lama tanggal 15 lima belas bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. b. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan wajib menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir. c. Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan, dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak. d. Wajib Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 nihil tidak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2.

B. Peranan Dan Tujuan Pemerintah Terhadap Pengaruh Pelaksanaan

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

1 45 46

Tata Cara Pengurangan Pembayaran Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

1 56 52

Peranan Nomor Pokok Wajib Pajak Dalam Administrasi Perpajakan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

2 47 53

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

1 36 55

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

2 61 54

PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU (STUDI KASUS DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA YOGYAKARTA).

0 0 15

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN DARI USAHA KECIL MENENGAH OLEH KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAGELANG DITINJAU BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLE

0 0 3

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU (STUDI KASUS DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KARANGANYAR).

0 1 19

PERSEPSI, IMPLEMENTASI, DAN RESPON WAJIB PAJAK DI PASAR KLEWER TERHADAP PP NO. 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU.

0 1 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri - Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto

0 0 13