Sebab-Sebab Mewariskan Hukum Waris

22 b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

4. Sebab-Sebab Mewariskan

Apabila dianalisis ketentuan hukum waris Islam, yang menjadi sebab seseorang itu mendapat warisan dari si mayit ahli waris dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Perkawinan Seseorang dapat memperoleh harta warisan menjadi ahli waris disebabkan adanya hubungan perkawinan antar si mayit dengan seseorang tersebut, yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah suami atau istri dari si mayit. 14 Perkawinan yang menjadi sebab timbulnya hubungan kewarisan antara suami dengan istri didasarkan pada dua syarat: a. Perkawinan Sah menurut Syariat Islam Artinya, syarat dan rukun perkawinan itu terpenuhi, atau antara keduanya telah berlangsung akad nikah yang sah, yaitu nikah yang telah dilaksanakan dan telah memenuhi rukun dan syarat pernikahan serta terlepas dari semua halangan pernikhan walaupun belum kumpul hubungan kelamin. 14 Suhrawardi K.Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam Lengkap dan Praktis, Jakarta, Sinar Grafika, 1995. h.53. 23 Ketentuan ini berlandasan pada keumuman ayat tentang mewarisi dan tindakan Rasulullah SAW. Yang telah memberikan keputusan hukum tentang kewarisan terhadap seorang suami yang sudah melakukan akad nikah, tetapi belum melakukan persetubuhan dan belum menetapkan maskawinnya. b. Perkawinannya Masih Utuh Sesuatu perkawinan dianggap masih utuh ialah apabila perkawinan itu telah diputuskan dengan talak raj’i bagi seorang istri belum selesai. Perkawinan tersebut di anggap masih utuh, karena di saat iddah masih berjalan , suami masih mempunyai hak penuh untuk meruju’ kembali bekas istrinya yang masih menjalankan iddah, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, tanpa memerlukan kerelaan istri, membayar maskawin baru, menghadirkan 2 orang saksi serta seorang wali. 15 2. Kekerabatan Salah satu sebab beralihnya harta, seorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup adalah adanya hubungan silaturrahmi atau kekerabatan antara keduanya. Yaitu hubungan nasab yang disebabkan oleh kelahiran. Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang mewariskan dengan yang mewarisi, dapat digolongkan dalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut. a. Furu’, yaitu anak turun cabang dari si mayit 15 Fathur Rahman, Ilmu Waris, Bandung, PT Alma’arif, 1971. H.115. 24 b. Ushul, yaitu leluhur pokok atau asli yang menyebabkan adanya si mayit. c. Hawasyi’, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si meninggal dunia melalui garis menyamping, seperti saudara, paman, bibi, dan anak turunnya dengan tidak membeda-bedakan laki-laki atau perempuan 3. Hubungan sebab Wala’ Wala ’ adalah wala’-nya seorang budak yang dimerdekakan yaitu ikatan antara dirinya dengan orang memerdekakannya dan ahli warisnya yang mewarisi dengan bagian ‘ashobah dengan sebab dirinya ashobah bin nafsi seperti ikatan antara orang tua dengan anaknya, baik dimerdekakan secara sukarela atau karena wajib seperti karena nadzar atau zakat atau kafarah berdasarkan keumuman sabda nabi. 16 4. Hubungan sesama Islam Hubungan Islam yang dimaksud di sini terjadi apabila seseorang yang meninggal dunia tidak memiliki ahli waris, maka harta warisannya itu diserahkan kepada perbendaharaan umum atau yang disebut Baitul Maal yang akan digunakan oleh umat Islam. Dengan demikian, harta orang Islam yang tidak mempunyai ahli waris itu diwarsi oleh umat Islam. Menurut Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 174 yakni, 1. Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari: a. Menurut hubungan darah 16 Asy-Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Ilmu Waris, Tegal, Ash-Shaf, 2007, h.27. 25 - Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki- laki, paman dan kakek - Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda dan janda 2. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.

5. Wasiat Wajibah