Dimensi Kemiskinan di Indonesia dan Usulan Kerangka Kebijakan

19 Indonesia telah memiliki sukses luar biasa dalam pengentasan kemiskinan sejak tahun 1970an. Periode dari akhir tahun 1970an hingga pertengahan tahun 1990an dianggap sebagai episode pertumbuhan yang berpihak pada masyarakat miskin pro-poor growth terbesar dalam sejarah perekonomian negara manapun, dengan keberhasilan Indonesia dalam mengurangi angka kemiskinan lebih dari separuhnya. Setelah sempat meningkat selama krisis ekonomi 23 lebih pada tahun 1999, angka kemiskinan pada umumnya tidak jauh dari angka-angka sebelum krisis 16 pada tahun 2005. Kunci dari pemulihan tersebut terletak pada stabilitas ekonomi makro sejak pertengahan tahun 2001 dan penurunan harga barang, terutama beras yang penting untuk konsumsi masyarakat miskin. Akan tetapi, walaupun ada penurunan angka kemiskinan secara terus menerus, belum lama ini terjadi kenaikan angka kemiskinan yang tak terduga. Penyebab utama terjadinya perubahan tersebut diperkirakan adalah melonjaknya harga beras-diperkirakan kenaikan sekitar 33 harga beras yang dikonsumsi oleh kaum miskin-antara bulan Februari 2005 dan Maret 2006, yang sebagian besar menyebabkan peningkatan jumlah orang miskin menjadi 17,75 Steer, 2006.

2.4. Dimensi Kemiskinan di Indonesia dan Usulan Kerangka Kebijakan

Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia : a banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP US1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan b ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 20 Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia, c mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia Hasan, 2006. Angka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42 dari seluruh rakyat Indonesia hidup di antara garis kemiskinan US1- dan US2-per hari-suatu aspek kemiskinan yang luar biasa dan menentukan di Indonesia. Analisis menunjukkan bahwa perbedaan antara orang miskin dan yang hampir-miskin sangat kecil, menunjukkan bahwa strategi pengentasan kemiskinan hendaknya dipusatkan pada perbaikan kesejahteraan mereka yang masuk dalam dua kelompok kuintil berpenghasilan paling rendah. Hal ini juga berarti bahwa kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia: walaupun hasil survei tahun 2004 menunjukkan hnya 16,7 penduduk Indonesia yang tergolong miskin, lebih dari 59 persen dari mereka pernah jatuh miskindalam periode satu tahun sebelum survei dilaksanakan. Data terakhir juga mengindikasikan tingkat pergerakan tinggi masuk dan keluar kemiskinan selama periode tersebut, lebih dari 38 persen rumah tangga miskin pada tahun 2004 tidak miskin pada tahun 2003 Steer, 2006. Menurut Atmawikarta 2007 kemiskinan dari segi non pendapatan adalah masalah yang lebih serius dibandingkan dari kemiskinan dari segi pendapatan. Apabila kita memperhitungkan semua dimensi kesejahteraan-konsumsi yang James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 21 memadai, kerentanan yang berkurang, pendidikan, kesehatan dan akses terhadap infrastruktur dasar maka hampir separuh rakyat Indonesia dapat dianggap telah mengalami paling sedikit satu jenis kemiskinan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memang telah mencapai beberapa kemajuan di bidang pengembangan manusia. Telah terjadi perbaikan nyata pencapaian pendidikan pada tingkat sekolah dasar; perbaikan dalam cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya dalam hal bantuan persalinan dan imunisasi; dan pengurangan sangat besar dalam angka kematian anak. Akan tetapi, untuk beberapa indikator yang terkait dengan MDGs, Indonesia gagal mencapai kemajuan yang berarti dan tertinggal dari negara-negara lain di kawasan yang sama. Bidang-bidang khusus yang patut diwaspadai adalah: a. Angka gizi buruk malnutrisi yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahun- tahun terakhir: seperempat anak di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk di Indonesia, dengan angka gizi buruk tetap sama dalam tahun-tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan. b. Kesehatan ibu yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama: angka kematian ibu di Indonesia adalah 307 untuk 100.000 kelahiran hidup, tiga kali lebih besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari Cina dan Malaysia; hanya sekitar 72 persalinan dibantu oleh bidan terlatih. c. Lemahnya hasil pendidikan. Angka melanjutkan dari sekolah dasar ke sekolah menengah masih rendah, khususnya di antara penduduk miskin: di antara kelompok umur 16-18 tahun pada kuintil termiskin, hanya 55 yang lulus James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 22 SMP, sedangkan angka untuk kuintil terkaya adalah 89 persen untuk kohor yang sama. d. Rendahnya akses terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kuintil paling rendah, hanya 48 yang memiliki akses air bersih di daerah pedesaan, sedangkan untuk perkotaan sebesar 78 . e. Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Delapan puluh persen penduduk miskin di pedesaan dan 59 persen penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses terhadap tangki septik, sementara itu hanya kurang dari satu persen dari seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran berpipa. Perbedaan antar daerah yang besar di bidang kemiskinan. Keragaman antar daerah merupakan ciri khas Indonesia, di antaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar 57 dari orang miskin di Indonesia yang juga seringkali tidak memiliki akses terhadap pelayanan infrastruktur dasar: hanya sekitar 50 masyarakat miskin di pedesaan mempunyai akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan 80 bagi masyarakat miskin di perkotaan Chambers, 1988. Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah, yakni walaupun tingkat kemiskinan jauh lebih tinggi di Indonesia Bagian Timur dan di daerah-daerah terpencil, tetapi kebanyakan dari rakyat miskin hidup di Indonesia Bagian Barat yang berpenduduk padat. Contohnya, walaupun angka kemiskinan di JawaBali relatif rendah, pulau-pulau tersebut dihuni oleh 57 dari jumlah total rakyat miskin James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 23 Indonesia, dibandingkan dengan Papua, yang hanya memiliki 3 dari jumlah total rakyat miskin Kasryno, 1994. Menurut Sahdan 2004, analisis kemiskinan dan faktor-faktor penentunya di Indonesia, dan juga belajar dari sejarah pengentasan kemiskinan di Indonesia, menunjuk kepada tiga cara untuk mengentaskan kemiskinan. Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Masing-masing cara tersebut menangani minimal satu dari tiga ciri utama kemiskinan di Indonesia, yaitu: kerentanan, sifat multi-dimensi dan keragaman antar daerah. Dengan kata lain, strategi pengentasan kemiskinan yang efektif bagi Indonesia terdiri dari tiga komponen: a. Membuat Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Pertumbuhan ekonomi telah dan akan tetap menjadi landasan bagi pengentasan kemiskinan. Pertama, langkah «membuat pertumbuhan bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci bagi upaya untuk mengkaitkan masyarakat miskin dengan proses pertumbuhan baik dalam konteks pedesaan-perkotaan ataupun dalam berbagai pengelompokan berdasarkan daerah dan pulau. Hal ini sangat mendasar dalam menangani aspek perbedaan antar daerah. Kedua, dalam menangani ciri kerentanan kemiskinan yang berkaitan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apapun yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat akan dapat dengan cepat mengurangi angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan. James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 24 b. Membuat Layanan Sosial Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Penyediaan layanan sosial bagi rakyat miskin baik oleh sektor pemerintah ataupun sektor swasta- adalah mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia. a hal itu merupakan kunci dalam menyikapi dimensi non-pendapatan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan manusia yang kurang baik, misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi, harus diatasi dengan memperbaiki kualitas layanan yang tersedia untuk masyarakat miskin. Hal ini lebih dari sekedar persoalan yang bekaitan dengan pengeluaran pemerintah, karena berkaitan dengan perbaikan sistem pertanggungjawaban, mekanisme penyediaan layanan, dan bahkan proses kepemerintahan. b ciri keragaman antar daerah kebanyakan dicerminkan oleh perbedaan dalam akses terhadap layanan, yang pada akhirnya mengakibatkan adanya perbedaan dalam pencapaian indikator pembangunan manusia di berbagai daerah. Dengan demikian, membuat layanan masyarakat bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci dalam menangani masalah kemiskinan dalam konteks keragaman antar daerah. c. Membuat Pengeluaran Pemerintah Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Di samping pertumbuhan ekonomi dan layanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan. a pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 25 ketidakpastian ekonomi. b pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Membuat pengeluaran bermanfaat bagi masyarakat miskin sangat menentukan saat ini, terutama mengingat adanya peluang dari sisi fiskal yang ada di Indonesia saat kini. 2.5. Sejarah Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Pemerintah telah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan sejak tahun 1960-an melalui strategi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang tertuang dalam Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun Penasbede. Namun program tersebut terhenti di tengah jalan akibat krisis politik tahun 1965. Sejak tahun 1970-an pemerintah menggulirkan kembali program penanggulangan kemiskinan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun Repelita, khususnya Repelita I-IV yang ditempuh secara reguler melalui program sektoral dan regional Ditjen PMD, 2006. Pada Repelita V-VI, pemerintah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan dengan strategi khusus menuntaskan masalah kesenjangan sosial- ekonomi. Jalur pembangunan ditempuh secara khusus dan mensinergikan program reguler sektoral dan regional yang ada dalam koordinasi Inpres Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan yang akhirnya diwujudkan melalui program IDT Inpres Desa Tertinggal. Upaya selama Repelita V-VI pun gagal akibat krisis ekonomi dan politik tahun 1997 Ditjen PMD, 2006. James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 26 Selanjutnya guna mengatasi dampak krisis lebih buruk, pemerintah mengeluarkan program Jaring Pengaman Sosial JPS yang dikoordinasikan melalui Keppres Nomor 190 Tahun 1998 tentang Pembentukan Gugus Tugas Peningkatan Jaring Pengaman Sosial. Pelaksanaan berbagai kebijakan penanggulangan kemiskinan dan kendala pelaksanaannya selama 40 tahun terakhir meyakinkan pemerintah bahwa upaya penanggulangan kemiskinan dianggap belum mencapai harapan Ditjen PMD, 2006. Melihat semakin urgennya permasalahan Kemiskinan di Indonesia maka melalu Keputusan Presiden Nomor 124 Tahun 2001 junto Nomor 34 dan Nomor 8 Tahun 2002 maka dibentuklah Komite Penanggulangan Kemiskinan KPK yang berfungsi sebagai forum lintas pelaku dalam melakukan koordinasi perencanaan, pembinaan, pemantauan dan pelaporan seluruh upaya penanggulangan kemiskinan. Untuk lebih mempertajam keberadaan Komite Penanggulangan Kemiskinan maka pada tanggal 10 September 2005 dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan TKPK. Keberadaan TKPK diharapkan melanjutkan dan memantapkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh KPK. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tugas dari TKPK adalah melakukan langkah-langkah konkret untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah NKRI melalui koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan Ditjen PMD, 2006. James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 27 Program penanggulangan kemiskinan yang pernah dilaksanakan antara lain P4K Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil, KUBE Kelompok Usaha Bersama, TPSP-KUD Tempat Pelayanan Simpan Pinjam Koperasi Unit Desa, UEDSP Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam, PKT Pengembangan Kawasan Terpadu, IDT Inpres Desa Tertinggal, P3DT Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal, PPK Program Pengembangan Kecamatan, P2KP Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan, PDMDKE Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi, P2MPD Proyek Pembangunan Masyarakat dan Pemerintah Daerah, dan program pembangunan sektoral telah berhasil memperkecil dampak krisis ekonomi dan mengurangi kemiskinan Ditjen PMD, 2006. Program penanggulangan kemiskinan dilakukan juga oleh koordinasi Bank Indonesia melalui berbagai program keuangan mikro microfinance bersama bank- bank pembangunan daerah BPD dan bank-bank perkreditan rakyat BPR bekerja- sama dengan lembaga-lembaga keuangan milik masyarakat seperti Lembaga Dana dan Kredit Perdesaan LDKP dan Kelompok Swadaya Masyarakat KSM. Selain itu beberapa lembaga keuangan milik pemerintah Badan Usaha Milik Negara, BUMN maupun milik swasta atas inisiatif sendiri menyelenggarakan pula program keuangan mikro dengan berbagai variasi dan kekhasan masing-masing lembaga keuangan itu. Demikian pula kalangan usaha nasional non-lembaga keuangan, baik milik pemerintah BUMN maupun bukan milik swasta telah mengambil inisiatif melakukan upaya penanggulangan kemiskinan melalui beragam program, mulai dari bantuan sosial hingga bantuan ekonomi Ditjen PMD, 2006. James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 28 Berdasarkan pemikiran tersebut maka Presiden Republik Indonesia membentuk sebuah Komite Penanggulangan Kemiskinan KPK melalui Keppres 124 Tahun 2001 jo. No.8 Tahun 2002 yang secara khusus menyelenggarakan upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang dilakukan oleh forum yang bertujuan meningkatkan pendapatan rakyat miskin dan menurunkan populasi penduduk miskin secara signifikan. KPK bukanlah lembaga baru karena hanya menjalankan fungsi sebagai forum koordinasi yang mengkoodinasikan penajaman berbagai upaya penanggulangan kemiskinan di semua jalur pembangunan dan di setiap lapisan penyelenggara pembangunan. Salah satu strategi penanggulangan kemiskinan adalah peningkatan produktivitas melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Komite penanggulangan kemiskinan bersifat ad-hoc dan bukan merupakan lembaga baru karena merupakan forum koordinasi yang mensinergiskan dan menajamkan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di semua jalur pembangunan dan di setiap lapisan penyelenggara pembangunan. TKPK merupakan forum lintas pelaku yang berfungsi sebagai wadah koordinasi dan sinkronisasi untuk melakukan penajaman kebijakan, strategi dan program penanggulangan kemiskinan. Koordinasi lintas pelaku diharapkan dapat mewujudkan efektivitas pencapaian sasaran penanggulangan kemiskinan. TKPK mempunyai kedudukan langsung di bawah Presiden Republik Indonesia dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. TKPK mempunyai tugas untuk melakukan langkah-langkah konkrit untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 29 pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, TKPK menyelenggarakan fungsi ; a koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan; b pemantauan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan sesuai karakteristik dan potensi di daerah dan kebijakan lanjutan yang ditetapkan daerah dalam rangka penanggulangan kemiskinan di daerah masing-masing. Program itu untuk menyinkronkan program pengentasan kemiskinan yang dimiliki semua departemen. Program pengentasan kemiskinan yang ada di setiap departemen saat ini belum menyatu sehingga pembiayaan daerah tidak merata. Program ini akan menyatukan setiap kegiatan departemen, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pemeliharaan hasil pembangunan. Saat ini secara substansial telah terjadi perubahan terhadap paradigma penanggulangan kemiskinan, yaitu menjadi suatu gerakan nasional yang dilakukan oleh masyarakat dengan subyek sasaran pada aspek manusianya, kelompok sasaran adalah kelompok masyarakat miskin potensial produktif dan proses pelaksanaan kegiatan dilakukan secara mandiri oleh kelompok masyarakat miskin dalam wadah kelompok masyarakat pokmas dengan menggunakan mekanisme musyawarah mufakat. Kegiatan tersebut berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Paradigma baru dalam penanggulangan kemiskinan adalah berdasarkan prinsip-prinsip adil dan merata, partisipatif, demokratis mekanisme pasar, tertib hukum, dan saling percaya yang menciptakan rasa aman. Berdasarkan prinsip-prinsip dalam paradigma baru tersebut, kini pendekatan yang perlu digunakan dalam rangka James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 30 upaya penanggulangan kemiskinan adalah pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan dan pemerintah sebagai fasilitator dan motivator dalam pembangunan. Sumber: Ditjen PMD, 2006. Gambar 2.2. Paradigma Baru Penanggulangan Kemiskinan 2.6. Sasaran dan Fokus Penanggulangan Kemiskinan Untuk lebih meningkatkan efektivitas program penanggulangan kemiskinan maka penduduk miskin dikelompokkan kedalam 3 tiga kategori, yaitu a Usia SASARAN PEMBANGUNAN MANUSIA LANGKAH PERUBAHAN STRUKTUR MANUSIA KESEMPATAN KERJABERUSAHA PENINGKATAN KAPASITASPENDAPATAN PERLINDUNGAN SOSIALKESEJAHTERAAN FOKUS Penduduk Miskin Produktif PERAN STAKEHOLDER PEMERINTAH : FASILITATOR MASYARAKAT : PELAKU USAHA PERBANKAN : PEMBIAYAAN KK MEDS : PENDAMPING TUJUAN MASYARAKAT YANG MAJU, MANDIRI, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 31 lebih dari 55 tahun, yaitu kelompok masyarakat yang tidak lagi produktif usia sudah lanjut, miskin dan tidak produktif, untuk kelompok ini program pemerintah yang dilaksanakan bersifat pelayanan sosial; b Usia di bawah 15 tahun, yaitu kelompok masyarakat yang belum produktif usia sekolah, belum bisa bekerja, program yang dilaksanakan bersifat penyiapan sosial; dan c Usia antara 15-55 tahun, yaitu usia sedang tidak produktif usia kerja tetapi tidak mendapat pekerjaan, menganggur, program yang dilaksanakan bersifat investasi ekonomi, kelompok inilah yang seharusnya menjadi sasaran utama penanggulangan kemiskinan lihat bagan 3. Selanjutnya, berdasarkan pengelompokan tersebut maka program penanggulangan kemiskinan harus difokuskan kepada penanganan penduduk miskin dalam usia produktif melalui peningkatan kesempatan kerjaberusaha, peningkatan kapasitaspendapatan dan untuk selanjutnya mampu mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan sosial secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam hal ini intervensi kebijakan pemerintah akan dikonsentrasikan kepada 2 dua bentuk upaya, yaitu pengurangan beban pengeluaran dan peningkatan produktivitas. Upaya pengurangan beban ditujukan kepada penduduk miskin kelompok usia produktif yang masih memerlukan subsidi pemerintah dalam penyediaan modal usaha dana bergulir untuk kelompok masyarakat yang masih belum ”bankable” dan ”feasible”, penyediaan prasarana dasar terutama untuk penduduk miskin yang menghadapi masalah aksesibilitas terhadap prasarana fisik lingkungan, dan penyediaan subsidi untuk mengatasi situasi krisis temporary subsidi seperti subsidi energi BBM dan subsidi pangan beras. Sementara itu, upaya peningkatan produktivitas ditujukan kepada penduduk miskin dalam kelompok James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 32 usia produktif yang lebih banyak membutuhkan aksesibilitas terhadap pembiayaan usaha. Dalam hal ini pemerintah bertugas untuk memfasilitasi peningkatan aksesibilitas usaha ekonomi produktif skala mikro yang dilakukan masyarakat miskin terhadap sumber-sumber pembiayaan baik dari lembaga keuanganbank maupun lembaga keuangan bukan bank. Dengan demikian, dalam upaya peningkatan produktivitas peran pemerintah lebih banyak sebagai fasilitator, sedangkan lembaga keuangan berperan sebagai penyedia dana dan lembaga swadaya masyarakatkalangan profesional bertindak sebagai pendamping bagi upaya pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat miskin. KELOMPOK UMUR BENTUK INTERVENSI PELAKU UTAMA PEMBANGUNAN MANUSIA FOKUS PENANGGULANGAN KEMISKINAN Sumber: Ditjen PMD, 2006. Gambar 2.3. Fokus Penanggulangan Kemiskinan 0-15 TAHUN PEMERINTAH PENGEMBANGAN USAHA MIKRO MELALUI KREDIT USAHA MIKRO LAYAK TANPA AGUNAN DAN PENDAMPINGAN USAHA 15 - 55 TAHUN MISKIN PERBANKAN KKMBBCS DUNIA USAHA PERLINDUNGAN SOSIAL MELALUI JAMINAN SOSIAL 55 TAHUN PEMERINTAH James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 33 Guna mewujudkan perbaikan kesejahteraan melalui pengentasan kemiskinan dilakukan kebijakan penganggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Tahun 2004, alokasi APBN untuk program pengentasan kemiskinan Rp 18 triliun. Tahun 2005 meningkat menjadi Rp 23 triliun. Tahun 2006 melonjak lagi menjadi Rp 42 triliun. Tahun 2007, anggaran meningkat menjadi 51 triliun. Dari segi anggaran per jiwa rakyat miskin, meningkat dari Rp 499.000 2004, Rp 655.000 2005, Rp 1.080.000 2006, dan Rp 1.300.000 2007. Dalam Rencana Kerja Pemerintah RKP 2008, anggaran untuk mengentaskan kemiskinan akan ditingkatkan lagi menjadi Rp 65 triliun. Sejak tahun 2007, dana Rp 51 triliun untuk mengentaskan kemiskinan akan dijabarkan dalam 12 program, yaitu bantuan langsung tunai BLT, beras untuk rakyat miskin, bantuan sekolah pendidikan, bantuan kesehatan gratis, pembangunan perumahan rakyat, dan pemberian kredit mikro. Enam program lainnya adalah bantuan untuk petani, bantuan nelayan, peningkatan gaji pegawai, termasuk TNIPolri, peningkatan kesejahteraan buruh, bantuan penyandang cacat, serta pelayanan publik cepat dan murah untuk rakyat. Fokus pengentasan kemiskinan terlihat juga dalam rancangan awal RKP 2008 yang disepakati dalam Sidang Kabinet Paripurna, Maret 2007. Menteri Koordinator Perekonomian Boediono seusai rapat mengemukakan adanya perubahan mendasar orientasi pemanfaatan APBN 2008 yang totalnya diperkirakan mencapai Rp 826,9 triliun. James Erik Siagian: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang, 2007. USU e-Repository © 2008 34 Perubahan orientasi itu akan mengacu pada tiga strategi, yaitu mencapai pertumbuhan ekonomi menjadi 6,8 persen, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan. Perubahan mendasar orientasi dalam RKP 2008 merupakan kemajuan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam rentang 2004 hingga 2008, jumlah anggaran untuk mengentaskan kemiskinan meningkat lebih dari tiga kali lipat. Dengan terus meningkatnya anggaran untuk mengentaskan kemiskinan, seharusnya rakyat bertambah sejahtera. Tetapi, kenyataan sebaliknya yang tertangkap melalui data. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik, jumlah rakyat miskin justru meningkat sehingga mengindikasikan ada yang salah. Tahun 2004, jumlah rakyat miskin tercatat 36,1 juta jiwa. Tahun 2005 jumlahnya turun menjadi 35,1 juta jiwa. Akan tetapi, jumlah rakyat miskin melonjak menjadi 39,05 juta jiwa pada 2006.

2.7. Program Pengembangan Kecamatan PPK