Perbedaan Qira’at, Riwayat dan Thariq Sejarah dan Perkembangan Ilmu Qira’at

29 c. Ahad, yaitu qetapi qiraat yang shahih sanadnya tetapi tulisannya tidak cocok dengan mushaf rasam Usmani, tidak selaras dengan kaidah bahasa Arab. Contohnya : seperti yang diriwayatkan dari Abu Bakrah, bahwa Nabi membaca فرﺎﻓر ﻰﻠﻋ ﻦْﺌﻜﱠﻣ ﺧ ْﻀ ﺮ و ﻋ ﺎ ﺮ ي نﺎ d. Syaz, yaitu qira’at yang tidak sahih sanadnya. Contohnya : ﻦْﱢﺪ ا مْﻮ ﻚﻠﻣ dengan bentuk fi’il madhi dan menasabkan مْﻮ e. Maudu, yaitu qira’at yang tidak ada asalnya. f. Mudraj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qiraat sebagai penafsiran. Contohnya: ْنأ حﺎﻨ ْ ﻜْﻠﻋ ْ تﺎﻓﺮﻋ ْﻦﻣ ْ ْﻀﻓأ اذﺈﻓ ْ ﻜﱢر ْﻦﻣ ﺎﻠْﻀﻓ اﻮﻐ ْ , kalimat ْ ﻓ ﱢ ْا اﻮﻣ adalah penafsiran yang disisipkan ke dalam ayat. Ke empat macam yang terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya. Jumhur berpendapat bahwa qiraat yang tujuh itu mutawattir. Dan yang tidak mutawattir, seperti masyhur, tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar shalat. . 41

2. Perbedaan Qira’at, Riwayat dan Thariq

Dalam uarain ini akan diketengahkan sedikit tentang arti dan perbedaan dari masing-masing istilah penting dalam ilmu ini. Qira’ah ialah suatu bacaan yang dinisbahkan kepada seorang imam dari imam-imam qiraat yang disepakati oleh para rawi sesuai dengan bacaan yang diterimanya secara musyafahah dari orang-orang yang ahli sebelumnya yang sanadnya bersambung kepada Rasulullah saw. Keadaan inilah yang menyebabkan terdengar istilah qira’ah Ashim, qira’ah Nafi , dan lain-lain. 41 Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al- Qur’an ,h. 256-257 30 Riwayat ialah bacaan yang dinisbahakan kepada seorang yang meriwayatkan bacaan seorang imam dari para imam qiraat. Masing-masing dari imam qiraat memiliki dua rawi. Keadaan inilah yang menyebabkan terdengar adanya istilah riwayat Hafs dari Ashim, riwayat Warsy dari Nafi, dan lain-lain. Thariq ialah suatu bacaan yang dinisbatkan kepada orang yang memindahkan bacaan riwayat rawi baik langsung maupun tidak langsung. 42 . Sedangkan qiraat yang mereka anut dan gunakan tetap bersumber dari Rasulullah saw. 43 Wajah, ialah suatu istilah apabila qira’atal-Qur’an dinisbatkan kepada seorang pembaca al-Qur’an berdasarkan pilihan nya terhadap versi qiraat tertentu. 44

3. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Qira’at

Pada masa hidup Nabi Muhammad SAW, perhatian umat terhadap kitab al-Qur’an ialah memperoleh ayat-ayat al-Qur’an itu, dengan mendengarkan, membaca, dan menghafalnya secara lisan dari mulut ke mulut. Dari Nabi kepada sahabat, dari sahabat yang satu kepada sahabat yang lain, dan dari seorang imam ahli bacaan yang satu kepada imam yang lain. 45 Sahabat-sahabat Nabi terdiri beberapa golongan. Tiap-tiap golongan itu mempunyai lahjah bunyi atau suara yang berlainan satu sama lainnya. 42 Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh : Bacaan Al-Qur’an Menurut Tujuh Imam Qiraat Dalam Thariq Asy Stathibiyyah, h.29 42 Ibid, h.30 43 Acep Iim Abdurohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap,h.10 44 Hasanuddin AF., Pebedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbat Hukum dalam al-Qur’an, h. 115 45 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Islam, 2000, cet. Ke-2, h. 330 31 Memaksa mereka menyebut pembacaan atau membunyikannya dengan lahjah yang tidak mereka biasakan, suatu hal yang menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah yang Maha Bijaksana menurunkan dengan lahjah-lahjah yang biasa dipaaki oleh golongan Quraisy dan oleh golongan- golongan yang lain di Tanah Arab. 46 Namun pada periode pertama, al-Qur’an belum dibukukan, sehingga dasar pembacaan dan pelajarannya adalah masih secara lisan tanpa tulisan. Pedomannya adalah Nabi dan para sahabat serta orang-orang yang hafal al- Qur’an. Hal ini berlangsung terus sampai pada masa sahabat, masa pemerintahan khalifah Abu Bakar dan Umar ra. Pada masa mereka, kitab al- Qur’an sudah dibukukan dalam satu mushaf. Pembukuan al-Qur’an tersebut merupakan ikhtiar khalifah Abu Bakar ra atas inisiatif Umar Bin Khattab ra. Pada masa pemerintahan khalifah Utsman Bin Affan ra, mushaf al- Qur’an itu disalin dan dibuat banyak, serta dikirim ke daerah-daerah Islam yang pada waktu itu sudah menyebar luas guna menjadi pedoman bacaan pelajaran dan hafalan al-Qur’an. Hal ini diupayakan Khalifah Utsman, karena pada waktu ada perselisihan sesama kaum muslimin di daerah Azzerbeijan mengenai bacaan al-Qur’an. Perselisihan tersebut hampir saja menimbulkan perang saudara sesama umat Islam. Sebab mereka berlainan ketika menerima ayat al-Qur’an karena oleh Nabi diajarkan bacaan yang relevan dengan dialek mereka 46 Hasbi Ash Siddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an atau Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1972, , h. 76 32 masing-masing. Tetapi karena tidak memahami maksud dan tujuan Nabi yang demikian, lalu tiap-tiap suku atau golongan menganggap hanya bacaan mereka sendiri yang benar, sedang bacaan yang lain salah, sehingga mengakibatkan perselisihan. Inilah pangkal perbedaan qiraah dan tonggak sejarah tumbuhnya ilmu qira’ah. Untuk memadamkan perselisihan itu, khalifah Utsman mengadakan penyalinan mushaf al-Qur’an dan mengirimkannya berbagai daerah, sehingga bisa mempersatukan kembali perpecahan umat Islam. Tentunya, bacaan al- Qur’an di daerah-daerah tersebut mengacu pada mushaf yang dikirim oleh khlifah Utsman tadi. Mushaf-mushaf yang dikirimoleh khalifah Utsman seluruhnya sama, karena semuanya berasal dari beliau. 47 Hingga kini, bangsa Arab yang terdahulu mempunyai berbagai macam lahjah dialek yang beragam antara satu kabilah dan kabilah lain, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, namun bahasa Quraisy mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri, dan lebih tinggi dari pada bahasa dan dialek yang lain. Banyak faktor yang membuat bahasa quraisy lebih dominan diantara bahasa-bahasa Arab lainnya, antara lain, karena orang quraisy berdampingan dengan baitullah, menjadi pengabdi urusan haji, membangun Masjidil Haram, dan tempat persinggahan dalam perniagaan. Oleh karena itu wajarlah apabila al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy kepada seorang rasul yang quraisy pula, agar dapat menjinakkan orang-orang Arab dan mewujudkan kemukjizatan al-Qur’an yang tidak bisa mereka tandingi. 47 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, cet. Ke-2, h. 331 33 Oleh karena perbedaan dan keragaman dialek-dialek bangsa Arab tersebut, maka al-Qur’an diwahyukan Allah swt kepada Rasulullah Muhammad saw akan menjadi sempurna kemukjizatannya apabila ia dapat menampung berbagai dialek dan macam-macam cara membaca, menghafal dan memahaminya. 48

4. Manfaat Mempelajari Qiraat Sab’ah