26
melengkapi dan mengganti komunikasi verbal, sehingga lebih mudah dtafsirkan maksudnya.
Komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata seperti komunikasi yang menggunakan
gerak tubuh, sikap tubuh, vocal yang bukan kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekaan jarak dan sentuhan atau dapat juga dikatakan bahwa semua
kejadian di sekeliling situasi komunikasi yang tidak berhubungan dengan kata- kata yang diucapkan atau dituliskan
33
.
C. Qira’at Sab’ah
1. Pengertian Ilmu Qiraat Sab’ah
Menurut bahasa, kata
تاءاﺮ adalah jama dari ءاﺮ ا
yang berarti ﻪ و
ﻪ ءوﺮ ﻣ
satu cara membaca. Kata qiraah merupakan mashdar dari fiil madhi
أﺮ -
أﺮ
menjadi
ءاﺮ ة
.
34
Sedangkan menurut istilah, ilmu qira’at adalah suatu pengetahuan yang dengan pengetahuan itu orang dapat mengetahui tata cara membaca
kata atau kalimat al-qur’an baik yang dibaca dengan cara yang sama maupun cara yang dibaca secara berbeda oleh para qurra’ yang
disandarkan kepada orang yang memindahkannya menyampaikannya kepada kita.
35
Ilmu qira’at adalah ilmu yang membahas bermacam-macam bacaan qiraat yang diterima dari Nabi saw, dan menjelaskan sanad serta
33
Ibid., h. 96
34
Fr. Louis Ma’aluf al-Yassu’I dan Fr. Bernard Tottel al-Yassu’I, Munjid, Bairut: Darrul Masyriq h. 616
35
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh : Bacaan Al-Qur’an Menurut Tujuh Imam Qiraat Dalam Thariq Asy Stathibiyyah,
h.20
27
penerimanya dari Nabi saw,. Dalam ilmu ini, diungkapkan qiraat yang sahih dan yang tidak sahih
36
seraya menishbatkan setiap wajah bacaannya kepada seorang imam qiraat.
37
Adapun secara terminologis, qiraat mempunyai beberapa pengertian diantaranya di ungkap oleh Ibnu Al- Jauzi dalam kitab Munjid
al-Miqri’in sebagaimana dikutip Abdul Djalal:
اْﻟ ﺮ
ءا ة
ٌْﻢ ﺑﻜ
ْﻴ ﻴ
تﺎ اد
ءا آ
ﻤ تﺎ
ْﻟا ْﺮ
ا ن
و ْ ا
ﻓ ﻬﺎ
”Qiraat adalah ilmu mengenai cara mengucapkan kalimat- kalimat al-Qur’an dan perbedaan-perbeaanyya.”
38
sedangkan menurut Imam AL-Zarkasyi :
ا ْ
ف ْﻟا
ظﺎ ﻮﻟا
ْﺣ ْﻟا
ﻤ ﺬ
آ ْﻮ
ر ﻓ
ْﻟا ﻰ ﺮ
ْو ف
اْو آْﻴ
ﻴ ﻬ
ﺎ ْﻦ
ﺗ ْﺨ
ْﻴ و
ﺗ ْﺸ
ﺪْ ﺪ
و ﻏ
ْﻴ ﺮ
ه ﻤﺎ
”Perbedaan lafaz-lafaz al-Qur’an yang disebutkan, baik yang menyangkut huruf-hurufnya, maupun cara pengucapan huruf-
huruf tersebut seperti sukun, tasydid, dan sebagainya.”
Tampaknya pengertian qiraat yang dikemukakan oleh Imam al- Zarkasyi diatas hanya terbatas pada lafaz-lafaz al-Qur’an yang memiliki
perebedaan qiraat. Sementara itu sebagian ulama mendefinisikannya dalam lingkup yang lebih luas, yaitu mencangkup lafaz-lafaz al-Qur’an yang
tidak memiliki perbedaan qiraat. Artinya lafal-lafal al-Qur’an tersebut mittafiq ’alaih
disepakati bacaannya oleh para ahli qiraat.
39
Sehubungan dengan ini al-Dimyati sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul Hadi al-Fadli mengemukakan sebagai berikut:
36
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, Jilid IV, h.142
37
Acep Iim Abdurohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap,h.9
38
Abdul Djalal, ’Ulum al-Qur’an, Surabaya : Dunia Ilmu, 2000, cet. Ke-2, h. 325
39
Hasanuddin AF., Pebedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbat Hukum dalam al-Qur’an Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1995, cet. Ke-1, h. 112
28
اْﻟ ﺮ
ءا ت
: ٌْﻢ
ْ ﻢ
ْ اﱢﺗ
قﺎ ﻟا
ﺎ ْﻴ
ﻦ ﻟﻜ
بﺎ ﷲا
ﺗ ﻟﺎ
ﻰ و
ْ ا ﻓ
ﻬ ْﻢ
ﻓ ْﻟا ﻰ
ْﺬ ف
وْا ْﺒ
تﺎ و
ﱠﻟا ْﺮ
ْ ﻚ
وا ﺗ
ْﺴ ﻜْﻴ
ﻦ و
ْﻟا ْ
و ْﻟا
ﻮ و
ﻏ ْﻴ
ﺮ ذﻟ
ﻚ ْﻦ
ه ْﻴﺌ
ﺔ ﻟا
ْﻄ وْا
ْﺑﺪ لا
و ﻏ
ْﻴ ﺮ
ْﻦ ﺣ
ْﻴ ﱢﺸﻟا
ﻤ عﺎ
” Qiraat yaitu suatu ilmu darinya diketahui kesepakatan para penulis kitabullah dan perbedaan mereka dari segi al-hadz membuang
huruf, al-itsbat menetapkan huruf, al-tahrik memeberi harakat ,al- taskin memberi tanda sukun, al-fasl memisahkan huruf, al-wasl
menyambungkan huruf, al-ibdal menggantikan huruf atau lafaz tertentu, dan lain-lain yang diperoleh melalui indera
pendengaran.
”
40
Dari definsi di atas dapat disimpulkan bahwa qiraat al-Qur’an berasal dari Nabi saw. Melalui al-naql dan al-sima’i. Adapun yang dimaksud dengan
al-sima’i yaitu bahwa qiraat al-Qur’an itu diperoleh melalui dengan cara
langsung mendengar dari bacaan Nabi Muhammad saw. Sedangkan al-naql yaitu diperoleh melalui riwayat yang menyatakan bahwa qiraat Al-Qur’an itu
dibacakan di hadapan nabi Muhammad saw kemudian beliau membenarkannya.
Adapun sebagian ulama menyimpulkan macam-macam qira’at menjadi enam macam :
a. Mutawatir , yaitu qiraat yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang
tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dan sanadnya bersambung hingga penghabisan, yakni Raulullah. Dan inilah yang umum dalam hal
qiraat. b.
Masyhur, yaitu qiraat yang shahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawatir.
40
Abdul Hadi al-Fadli, al-Qiraat al-Qur’aniyyat ,Beirut : Dar al-Majma’ ’Ilmi, 1979, h.63
29
c. Ahad, yaitu qetapi qiraat yang shahih sanadnya tetapi tulisannya tidak
cocok dengan mushaf rasam Usmani, tidak selaras dengan kaidah bahasa Arab. Contohnya : seperti yang diriwayatkan dari Abu Bakrah, bahwa
Nabi membaca
فرﺎﻓر ﻰﻠﻋ ﻦْﺌﻜﱠﻣ ﺧ
ْﻀ ﺮ
و ﻋ
ﺎ ﺮ
ي نﺎ
d. Syaz, yaitu qira’at yang tidak sahih sanadnya. Contohnya :
ﻦْﱢﺪ ا مْﻮ ﻚﻠﻣ
dengan bentuk fi’il madhi dan menasabkan
مْﻮ
e. Maudu, yaitu qira’at yang tidak ada asalnya.
f. Mudraj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qiraat sebagai penafsiran.
Contohnya:
ْنأ حﺎﻨ ْ ﻜْﻠﻋ ْ تﺎﻓﺮﻋ ْﻦﻣ ْ ْﻀﻓأ اذﺈﻓ ْ ﻜﱢر ْﻦﻣ ﺎﻠْﻀﻓ اﻮﻐ ْ
, kalimat ْ ﻓ
ﱢ ْا اﻮﻣ adalah penafsiran yang disisipkan ke dalam ayat.
Ke empat macam yang terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya. Jumhur berpendapat bahwa qiraat yang tujuh itu mutawattir. Dan yang tidak
mutawattir, seperti masyhur, tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar shalat. .
41
2. Perbedaan Qira’at, Riwayat dan Thariq