Efektivitas metode pengajaran qiraat sab'ah di LBIQ Provinsi DKI Jakarta

(1)

EFEKTIFITAS METODE PENGAJARAN

“QIRAAT SAB’AH” DI LBIQ PROVINSI DKI JAKARTA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Di Susun Oleh :

SHIFA NOVIGA 106051001882

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Di Susun Oleh :

SHIFA NOVIGA 106051001882

Di Bawah Bimbingan

Zakaria, MA 197208072003121003

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010


(3)

PENGESAHAN PANITIAN UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul ”EFEKTIFITAS METODE PENGAJARAN

“QIRAAT SAB’AH” DI LBIQ PROVINSI DKI JAKARTA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Tanggal 02 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi (S.Kom.I) pada program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 02 September 2010

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua merangkap anggota Sekretaris merangkap anggota

Drs. Jumroni, M.Si Umi Musyarrofah, MA NIP. 19630515 199203 1 006 NIP. 19710816 199703 2 002

Anggota

Penguji I Penguji II

Dr. Hj. Roudhonah, MA Drs. Masran, MA NIP. 19580910 198703 2 001 NIP. 150 275 384

Dosen Pembimbing

Drs. Zakaria, MA NIP. 19720807 200312 1 003


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Agustus 2010 Penulis


(5)

KATA PENGANTAR

ﻢﻴﺣﺮﻟا

ﻦﻤﺣﺮﻟا

ﷲا

ﻢﺴﺑ

Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala kenikmatan, limpahan hidayah, inayah, rahmat dan karunia serta senantiasa kemudahan yang selalu mengiringi penulis. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw, karena berkat beliaulah umat manusia dapat merasakan indahnya iman dan Islam.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

2. Bapak Drs. Jumroni, MA., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Ibu Umi Musyarofah, MA., selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

4. Bapak Zakaria, MA., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan kontribusi ilmu dan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

6. Seluruh Staff Tata Usaha, Perpustakaan Umum, Perpustakaan Fakultas dan juga seluruh Civitas Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan terima kasih atas segala bantuannya baik data-data, wawancara dan lain-lainnya hingga terselesaikannya skripsi ini.

8. Kepada K. H. Muhsin Salim, SQ, M.A, dan Drs. H.Muhammad Ali yang telah memberikan ilmunya yang bermanfaat bagi penulis dan meluangkan waktunya sehingga terselesaikannya skripsi ini.

9. Kepada para Jama’ah LBIQ yang telah meluangkan waktunya untuk wawancara dan melengkapi data-data.

10.Ayahanda Drs. H. Abdul Wahid yang selalu memberikan motivasi kepada adinda di setiap saat. Ibunda Habibah, terima kasih atas segala do’a, perhatian dan pengertiaannya untuk anakmu ini. Mudah-mudahan kalian selalu dalam lindungan Allah SWT. Amiiin

11.Adik–adikku tersayang Muhammad Fadhlillah Qori dan Camelia Indana Zulfa yang selalu menemani di saat susah maupun senang.

12.Kepada kakanda H.M.Zhohiruddin,S.S yang selalu memberikan banyak kontribusi, baik tenaga, motivasi dan do’a.

13.Teman-teman KPI D 2006 khususnya Rizky Amelia Darwiz, Tika Nurbarokah, Siti Sopianah, Sunita Juliantika, Resty Sandriany, Sella Nurmaya Sari.


(7)

  iv

Penulis mengucapkan Jazakumullah Khairon Katsiron atas segala kebaikannya, semoga Allah memberikan kemudahan dalam setiap langkah hidup kita

Jakarta, 12 Agustus 2010


(8)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINAJUAN TEORI A. Pengertian Efektifitas dan Metode ... 12

1. Pengertian Efektifitas ... 12

2. Pengertian Metode ... 14

B. Ruang Lingkup Komunikasi ... 16

1. Pengertian Komunikasi ... 16

2. Unsur-unsur Komunikasi ... 18

3. Bentuk Komunikasi ... 20


(9)

C. Qiraat Sab’ah ... 26

1. Pengertian Qiraat Sab’ah... 26

2. Perbedaan Qiraat, Riwayat dan Thariq ... 29

3. Sejarah dan Perkembangan Qiraat Sab’ah ... 30

4. Manfaat Mempelajari Qiraat Sab’ah ... 33

5. Imam Qiraat Tujuh yang Mashur Serta Rawinya ... 34

BAB III SEKILAS TENTANG JAMA’AH LBIQ A. Sekilas Tentang LBIQ ... 37

1. Sejarah dan Perkembangan LBIQ ... 37

2. Visi Misi dan Tujuan LBIQ ... 41

3. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi LBIQ ... 42

4. Program dan Aktifitas LBIQ ... 43

5. Susunan Organisasi LBIQ ... 44

6. Karakterisik Jama’ah ... 46

B. Grafik Peserta Belajar LBIQ periode 2004-2009... 47

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Responden ... 48

B. Metode Pengajaran yang Diterapkan Pada Pengajian ”Qiraat Sab’ah” di LBIQ Provinsi DKI Jakarta ... 50

C. Efektifitas Pengajian ”Qiraat Sab’ah” pada jama’ah LBIQ Provinsi DKI Jakarta ... 52


(10)

  vii

2009-2010 ... 63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 65 B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kategori Jenis Kelamin ... 49

Tabel 4.2 Kategori Umur ... 49

Tabel 4.3 Kegiatan Pengajian ... 53

Tabel 4.4 Pengenalan Tentang Qiraat Sab’ah ... 53

Tabel 4.5 Fekuensi Mengikuti Pengajian Qiraat Sab’ah ... 54

Tabel 4.6 Frekuensi Kehadiran ... 54

Tabel 4.7 Motivasi Mengikuti Pengajian Qiraat Sab’ah ... 55

Tabel 4.8 Hal yang Disenangi Dalam Pengajian Qiraat Sab’ah ... 55

Tabel 4.9 Frekuensi Pengajian Qira’at Sab’ah Diadakan ... 55

Tabel 4.10 Penyampaian Materi Qiraat Sab’ah ... 56

Tabel 4.11 Materi yang Menarik Dalam Pengajian Qiraat Sab’ah ... 56

Tabel 4.12 Pemahaman Materi Sebelum Memulai Pengajian ... 57

Tabel 4.13 Frekuensi Membaca al-Qur’an ... 57

Tabel 4.14 Efektifitas Pengajian Qiraat Sab’ah ... 57

Tabel 4.15 Kegiatan Pengajian Qiraat Sab’ah ... 58

Tabel 4.16 Penambahan Waktu Pengajian Qira’at Sab’ah ... 58

Tabel 4.17 Penambahan Hari yang Dibutuhkan... 58

Tabel 4.18 Penambahan Waktu yang Dibutuhkan ... 59

Tabel 4.19 Perubahan Metode Komunikasi Pengajaran Qiraat Sab’ah ... 59

Tabel 4.20 Manfaat yang Didapatkan Dari Pengajian Qiraat Sab’ah ... 59

Tabel 4.21 Dampak Setelah Mengikuti Pengajian Qiraat Sab’ah ... 60

Tabel 4.22 Pengetahuan Cara Membaca al-Qu’an yang Baik dan Benar ... 60

Tabel 4.23 Frekuensi Lebih Giat Mempelajari Membaca al-Qur’an yang Baik dan Benar ... 61

Tabel 4.24 Frekuensi Membaca Al-Qur’an Dengan Imam-imam yang Lain .. 61

Tabel 4.25 Perubahan Membaca Al-Qur’an Setelah Mengikuti Pengajian Qiraat Sab’ah ... 62

Tabel 4.26 Membaca Al-Qur’an Menjadi Lebih Baik Setelah Mengikuti Pengajian Qiraat Sab’ah ... 62

Tabel 4.27 Bertambahnya Wawasan Tentang Beraneka Ragamnya Cara Membaca Al-Qur’an ... 63


(12)

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an menurut bahasa diambil dari kata kerja “qara’a” yang artinya ia telah membaca, maka perkataan al-Qur’an itu berarti “bacaan” atau “yang dibaca”, al-Qur’an adalah isim masdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul yaitu “maqrau” artinya “yang dibaca”.1

Akan tetapi menurut ahli agama, definisi al-Qur’an ialah “Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang menjadi mukjizat, dan bagi yang membacanya adalah ibadah dan dinukil dengan mutawatir”.2

Al-Qur’anul Karim merupakan mukjizat umat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Al-Qur’an diturunkan Allah kepada Rasulullah, Muhammad s.a.w. untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus.3

Begitu pentingnya Al-Qur’an bagi kehidupan manusia merupakan salah satu hal terpenting yang harus diperhatikan seperti halnya ketika zaman Rasulullah, beliau menjaga kemurnian Al-Qur’an mulai dari pengumpulannya, penulisannya hingga penghafalnya. Hal ini Rasulullah lakukan semata-mata bertujuan untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an dari hasutan orang-orang yang

1

Ahmad Warson Munawwir, Munawir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997). Cet Ke-14, h. 1102

2

Hasbi Ash Siddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an atau Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1972) h. 16

3

Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmul al-Qur’an, Penerjemah Mudzakir AS(Jakarta : PT. Pustaka Litera AntarNusa, 2004) cet. Ke-8, h. 1.


(13)

2

menghendaki Agama Islam hancur. Allah pun berfirman tentang kewajiban menjaga kemurnian al-Qur’an sebagaimana tertulis pada surat Al-Hijr: 9

”5´

ÅGލŠ<

‹Aޅu5

oÞµL

”5´‹ˆ

¢ÍŒ

I‰ÃƵᡇ

­¸®

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya”

Tujuan yang ingin dicapai dengan pembacaan, penyucian dan pengajaran terebut adalah pengabdian kepada Allah, sejalan dengan tujuan penciptaan manusia yang ditegaskan oleh al-Qur’an4 dalam surat Adz-Dzariyat : 56

%‹ˆ

Æ0ބ `a

}G«NÞ

Sƒ50S‹ˆ

xŠ´

®IˆÅkÍÝ΋mµ

­´µ®

”Aku tidak menciptakan manusia dan jin kecuali untuk menjadikan tujuan akhir atau hasil segala aktivitasnya sebagai pengabdiian kepadaku.”

Bacaan al-Qur’an yang selama ini di alunkan adalah merupakan bacaan imam Ashim. Namun tidak dipungkiri hampir setiap orang yang membaca Al-Qur’an atau mendengar Al-Qur’an, setidaknya pernah mendengar suatu bacaan yang tidak seperti cara dia membaca atau yang ia baca selama ini.. Al-Qur’an yang dibaca oleh kaum muslimin sejak zaman Nabi sampai sekarang tidak hanya mempunyai satu macam cara baca. Karena

4

Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur’an”, ( Bandung : MIzan, 1994), cet. Ke- XIX, h. 172


(14)

Al-Qur’an mempunyai berbagai macam cara baca (Qira’atul Qur’an) yang juga bersumber dari Nabi.5

Hal ini bermula dari orang Arab yang mempunyai aneka ragam lahjah

(dialek) yang timbul dari fitrah mereka dalam laggam, suara dan huruf-huruf sebagaimana diterangkan secara komprehensip dalam kitab-kitab sastra. Apabila orang Arab berbeda lahjah dalam pengungkapan sesuatu makna dengan beberapa perbedaan tertentu, maka Al-Qur’an yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad, menyempurnakan makna kemukjizatannya karena ia mencangkup dengan semua huruf dan wajah qira’ah pilihan diantara lahjah-lahjah itu. Dan ini merupakan salah satu sebab yang memudahkan mereka untuk membaca, menghafal dan memahaminya.6

Apalagi dalam hal ini, al-qur’an tidak hanya diturunkan dengan satu bacaan saja tetapi banyak cara membacanya, sebagaimana sabda Nabi:

ﺮْﺎﻓ

فﺮْﺣأ

ﺔ ْﺒ

لﺰْأ

نﺁْﺮ ْﻟا

اﺬه

ﱠنا

ء

و

ﱠﺴ

ْ

)

ﻢ ﺴ و

ىرﺎﺨﺒﻟا

اور

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dengan tujuh huruf maka bacalah mana yang mudah dari padanya”. ( H.R. Bukhari dan Muslim). 7

Pengertian dari hadits tersebut bahwa cara membaca Al-Qur’an bukan dengan satu cara saja melainkan dengan beberapa cara. Banyak pendapat para ulama tentang hadits ini, mereka mengatakan “Sab’atu Ahruf” dengan suku (Qabilah) yang terdapat di Arab. Adapun pendapat yang diperkuat oleh para

5

Muhsin Salim, Ilmu Tajwid Qira’at Ashim tentang Mad Munfashil dengan Qashr Riwayat Hafs Thariq Thayyibatun Nasr, (Jakarta : LBIQ, 2001), h.10.

6

Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu AL-Qur’an, h. 225. 7

Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Idar al-Thiba’at al-Muniriyyat,t.t), Juz Ke-6, h. 227


(15)

4

ulama yang teliti seperti mahzab Imam Arrozi (W. 606 H) yang menegaskan bahwa maksud dari tujuh huruf adalah cara-cara bacaan yang berbeda namun tidak keluar dari tujuh sisi atau tujuh cara seperti yang dimaksud oleh hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim di atas.8

Qira’at sab’ah atau qira’at tujuh ini masing-masing dibawa dan dipopulerkan oleh masing-masing imam qira’at, sehingga seluruhnya berjumlah tujuh orang imam qira’at.9 Qira’at Al-Qur’an yang dibawa oleh ketujuh imam qira’at ini bukanlah hasil ijtihad, melainkan perkara tauqifi yang berpegang kepada riwayat-riwayat mutawatir yang bersumber dari nabi saw.10 Pengamalan dengan metode qiraat sab’ah atau bacaan tujuh huruf ini masih langka kita temukan. Ini karena kurangnya sosialisai pengajaran ilmu dengan tujuh huruf tersebut. Namun begitu, sebelum menerapkan qira’at sab’ah, seorang qari atau pembaca sebaiknya terlebih dahulu mempelajari qira’at-qira’at tersebut dengan tallaqi dan musyafahah (mengkaji langsung) kepada guru terpercaya yang memang ahli dan mendalami ilmu qira’at sab’ah ini.11

Namun seiring dengan kecendrungan masayarakat dengan berbagai hambatan, antara lain dengan kesibukan, sarana dan faslitas belajar yang minim dan metode yang kurang tepat. Menyikapi hal tersebut, Pemerintah

8

Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh : Bacaan Al-Qur’an Menurut Tujuh Imam Qiraat Dalam Thariq Asy Stathibiyyah, (Jakarta: Majelis Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur’an, 2007), cet. Ke-1, h. 24.

9

Acep Iim Abdurohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap,(Bandung: CV. Penerbit Diponegoro), vol. 10, h. 10.

10

Ibid, h. 11 11


(16)

Provinsi DKI Jakarta memberikan sarana dan prasana bagi mereka yang ingin mempelajari ilmu dan bahasa al-Qur’an termasuk qiraat sab’ah..

LBIQ (Lembaga Bahasa Ilmu Al-Qur’an) merupakan salah satu lembaga yang mengkaji tentang al-Qur’an secara modern sesuai dengan perkembangan sains dan tenologi. Karena itu penulis tertarik untuk meneliti permasalahan-permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul

Efektifitas Metode Pengajaran ”Qiraat Sab’ah” di LBIQ Provinsi DKI Jakarta.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, maka perlu adanya pembahasan yang difokuskan pada kajian analisis mengenai efektivitas Metode Pengajaran ”Qiraat Sab’ah” di LBIQ Provinsi DKI Jakarta” yang sudah dilaksanakan pada tanggal 16 Maret sampai dengan 25 April 2010. Jama’ah LBIQ angkatan 2009-2010.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang akan dibahas, penulis membatasi masalah pada:

a. Metode komunikasi apa yang diterapkan pada pengajian ”qiraat sab’ah” di LBIQ Provinsi DKI Jakarta?

b. Bagaimana efektivitas pengajaran ”qiraat sab’ah” di LBIQ Provinsi DKI Jakarta?


(17)

6

c. Apakah dengan metode iqra atau membaca ada dampak bagi jama’ah di LBIQ Provinsi DKI Jakarta terhadap kemampuan membaca al-Qur’an?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok pembahasan diatas, maka tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui efektivitas metode pengajaran ”qiraat sab’ah” di LBIQ Provinsi DKI Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan pengetahuan ilmiah untuk perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang ilmu dakwah dan ilmu qira’at.

Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan baru, khususnya bagi peneliti dan mahasiswa lain pada umumnya, selain itu pula dapat diharapkan penelitian ini diharapkan menarik minat peneliti lain dan menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

D. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriftif analisis. Yaitu penelitian yang bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan peristiwa yang ada pada subjek penelitian. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantiatatif,


(18)

yaitu pendekatan yang memungkinkan pencatatan hasil penelitian dalam bentuk angka, dengan metode sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi adalah pengamatan dan pencatataan secara sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.12 Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap subjek penelitian. Adapun yang akan penulis lakukan adalah mengikuti pembelajaran qiraat sab’ah di LBIQ sebanyak tiga kali.

b. Angket atau Kuisioner adalah suatu alat pengumpulan data berisi daftar pertanyaan secara tertulis yang ditujukan kepada subjek atau responden penelitian. Pertanyaan-pertanyaan pada angket bisa tertutup (berstruktur) bisa juga terbuka (tidak berstruktur).13 Dalam hal ini semua responden mengisi angket yang berisi pertanyaan yang berkaitan dengan pembahasan tersebut. Penulis menyusun beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang terkait dengan pembahasan ini kemudian ditujukan kepada responden, yaitu para jama’ah di LBIQ.

c. Wawancara, mengadakan tanya jawab kepada staff pengajar dan jam’aah di LBIQ.

d. Dokumenter, dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca buku-buku, referensi dan literatur yang relevan dengan pokok permasalahan.

12

Husni Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998) cet. Ke-2, h. 54.

13

Faisal Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 122.


(19)

8

e. Adapun tambahan yang penulis lakukan dalam mengumpulkan data yakni dengan melakukan tes langsung kepada jama’ah. Dengan mengamati cara membaca jama’ah dengan menggunakan bacaan imam yang tujuh.

2. Analisis Data

a. Editing, memeriksa jawaban-jawaban responden untuk diteliti, ditelaah dan dirumuskan pengelompokannya untuk memperoleh data-data yang akurat.

b. Tabulating, menstabulasikan atau memindahkan jawaban-jawaban responden kedalam tabel kemudian dicari presentasinya untuk kemudian dianlisa.

c. Analisa dan interpretasi, menyembunyikan data kuantitatif dalam bentuk verbal (kata-kata), sehingga prosentase menjadi lebih bermakna.

d. Kesimpulan, memberikan kesimpulan dari hasil analisa dan penafsiran data.

Semua tahapan akhirnya dijelaskan pendeskripsiannya dalam bentuk kata-kata maupun angka sehingga menjadi bermakna.

3. Prosentase

Data yang diperoleh dengan menggunakan metode kuantitatif yang kemudian diolah menjadi analisa statistik deskripsi dengan menggunakan statistik persentase, sebagai berikut:

P = ×100%

N F


(20)

Keterangan:

P = Besarnya Prosentase

F = Frekuensi (jumlah jawaban responden) N = Jumlah responden14

4. Lokasi dan Jadual Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di LBIQ sebuah Lembaga Bahasa Ilmu al-Qur’an, tepatnya di Gedung Walikota Administrasi Jakarta Selatan jl. Trunujoyo No. 1 Blok V Lt. 5-6 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 16 Maret sampai dengan tanggal 25 April 2010

5. Populasi dan Sample a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek untuk keperluan penelitian ini diambil populasi adalah jama’ah di LBIQ, jama’ah berjumlah 21 orang jama’ah. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi.

Menurut Suharsimi Arikunto, "apabila subjek kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari segi waktu, tenaga dan dana"15.

14

Anas Sarjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Grafindo Persada, 1997), h.40. 15

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 107.


(21)

10

Berdasarkan pendapat tersebut dan dalam penelitian ini jumlah sampel adalah kurang dari 100 orang, maka peneliti mengambil keseluruhan dari populasi yakni sebanyak 21 responden.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam menyusun skripsi ini, telah dilakukan tinjauan pustaka oleh penulis, dan ternyata ada beberapa mahasiswa atau mahasiswi sebelumnya menulis dalam masalah yang hampir sama dengan judul yang akan penulis buat. Oleh karena itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti ”menduplikat” hasil karya orang lain, maka penulis mencantumkan beberapa skripsi yang sejenis :

1. Efektifitas Metode Ceramah Dalam Meningkatkan Pengamalan Ibadah Remaja Darus Sa’adah Cirendeu Ilir. Oleh : Ade Setiawan/ KPI/2006 2. Pengaruh Qiraat dalam Tafsir at-Tabari (Studi Komparatif Antara Qiraat

Riwayat Hafs dan Qiraat Riwayat As-Susi dalam Surat al-Baqarah). Oleh: Farida Fransiska (03210216)/ Institut Ilmu al-Qur’an

F. Sistematika Penulisan

Skripsi penulisan skripsi ini terdiri lima bab, adapun pembahasannya secara rinci adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN : Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan.


(22)

BAB II LANDASAN TEORITIS : Pengertian Efektifitas dan Metode Pengertian Efektifitas, Pengertian Metode, Ruang Lingkup Komunikasi, Pengertian Komunikasi, Unsur-unsur Komunikasi, Bentuk Komunikasi. Pengertian Qiraat Sab”ah menjelaskan tentang, Pengertian Ilmu Qiraat Sab’ah, Sejarah dan Perkembangan Qiraat Sab’ah, Perbedaan Qira’at, Riwayat dan Thariq, Manfaat Mempelajari Qiraat Sab’ah, dan Iman Qiraat Tujuh yang Mashur.

BAB III SEKILAS TENTANG LBIQ : Sejarah dan Perkembangan LBIQ, Visi dan Misi LBIQ, Program dan Aktivitas LBIQ,

Struktur Organisasi LBIQ, Karakterisik Jama’ah atau responden,

Grafik Peserta Belajar LBIQ periode 2004-2009

BAB VI ANALISIS HASIL PENELITIAN : Metode Komunikasi Apa yang Diterapkan Pada Pengajian ”Qira’at Sab’ah” di LBIQ Provinsi DKI Jakarta, Bagaimana Efektivitas Metode Komunikasi Pengajian ”Qiraat Sab’ah” Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca al-Qur’an Jama’ah LBIQ Provinsi DKI Jakarta.

BAB V PENUTUP : Kesimpulan dan Saran.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(23)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Efektifitas dan Metode 1. Pengertian Efektifitas

Kata efektifitas mempunyai beberapa arti. Dalam kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan tiga arti efektifitas, arti pertama adalah adanya suatu efek, akibatnya, pengaruhnya dan kesannya. Arti yang kedua manjur atau mujarab dan ketiga dapat membawa hasil atau guna.

Kata efektif juga diambil dari kata efek yang artinya akibat atau pengaruh, dan kata efektif yang berarti adanya pengaruh atau akibat dari sasuatu. Jadi efektifitas adalah keberpengaruhan atau keberhasilan setelah melakukan sesuatu.1

Secara bahasa efektifitas diambil dari kata ”efek” yang berarti akibat atau pengaruh, sedangkan ”efektif” berarti adanya pengaruh atau adanya akibat serta penekanannya, jadi sesuatu. Jadi ”efektifitas berarti keberpengaruhan atau keadaan berpengaruh(keberhasilah setelah melakukan sesuatu).2 Sedangkan menurut ensiklopedia umum, efektifitas menunjukkan taraf tercapainya turut usaha dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya. Secara ideal ke efektifan adalah pencapaian

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1995), Cet Ke-7, edisi ke-2, h.250

2

Ibid, h. 251


(24)

prestasi dari tujuan taraf efektifitas dinyatakan dengan ukuran yang agak pasti.3

Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily dalam kamus Inggris-Indonesia secara etimologi efektifitas berasal dari kata efektif yang artinya berhasil guna.4

The Oxforrd English Dictonary mengartikan efektifitas sbagai The Quality of being effective. In various sebse. Efectivity the quality or state being effectiveand power to be effective. Secara sederhana dapat diartikan sebagi suatu kualitas yang menjadi efektif dalam berbagai hal atau bidang. Efektifitas ialah status mutu menjadi efektif dan menggerakkan untuk bisa efektif.5

Dalam kamus umum bahasa Indonesia efektifitas merupakan keterangan yang artinya ukuran hasil tugas atau keberhasilan dalam pencapaian tujuan.6

Menurut Dennis Mc. Quail efektifitas secara teori komunikasi berasal dari kata efektif. Artinya terjadinya suatu perubahan atau tindakan, sebagai akibat diterimanya suatu pesan. Dan perubahan terjadinya dalam segi hubungan antara keduanya, yakni pesan yang diterima dan tindakan tersebut.7

3

A. b. Pridodgdo, Hasan Shadily, Ensiklopedia Umum, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), Cet Ke-8, h. 296

4

John. M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia. Pustaka Utama, 1990), Cet. Ke-8, h. 207

5

Eric Buckley, The Oxford English Dictionary, (Oxford : The Clarendom press, 1978), Vol. III, P. 49

6

Suharto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: PT. Indah 1995), Cet. Ke-1, h. 742

7

Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Suatu Pengantar, (Jakarta :Erlangga Pratama, 1992), h.281


(25)

14

Peter. F. Drucker merupakan salah satu tokoh yang memberikan perhatian besar terhadap efektifitas. Menurutnya bahwa efektifitas itu dapat dan harus dipelajari secara sistematis, sebab ia bukanlah bentuk sebuah keahlian yang lahir secara ilmiyah. Efektifitas kerja dapat diwujudkan melalui sebuah rangkaian kerja, latihan yang intens, terarah dan sistematis, bekerja dengan cepat sehingga menghasilakan kreatifitas.8

Sementara itu efektifitas juga menunjukkan taraf tercapainya tujuan. Usaha dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya. Secara ideal efektifitas dapat dinyatakan dengan ukuran-ukuran yang agak pasti misalnya: Usaha X, 60% dalam mencapai tujuan Y.9

Dari beberapa pengertian-pengertian efektifitas diatas dapat disimpulakan, bahwa secara umum efektifitas dapat diartikan sebagai adanya suatu pengaruh, akibat, kesan. Efektifitas tidak hanya sekedar memberi pengaruh atau pesan akan tetapi berkaitan juga dengan keberhasilah tujuan, penetapan standar, profesionalitas, penetapan sasaran, keberadaan program, materi, berkaitan dengan metode atau cara, sarana atau fasilitas dan juga dapat memberikan pengaruh.

2. Pengertian Metode

Kata metode berasal dari kata bahasa Jerman ”Methodica” yang artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani, metode berasal dari kata ”Methodes” yang artinya jalan, metode yaitu cara yang telah teratur dan

8

Peter. F. Drucker, Bagaimana Menjadi Eksekutif Yang Efektif,(Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1986), h. 5

9

F. X. Suwarto, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta : PT. Cipta Adi Pustaka, 1989), Jilid V, E, FX, h. 12


(26)

berfikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud (dilihat dari ilmu pengetahuan dan sebagainya).10

Dalam ”Kamus Besar Ilmu Pengetahuan”, taerdapat dua pengertian dari metode, yaitu : (1) cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan (2) cara melaksanakan atau mencapai ilmu pengetahuan berdasarkan kaidah-kaidah yang tepat dan jelas.11

Sedangkan menurut M. Arifin, metode secara harfiah adalah ” Jalan yang harus dilalui” untuk mencapai suatu tujuan. Metoda berasal dari kata ”meta” yang berarti melalui dan ”hodos” yang berarti jalan. Namun pengertian hakekat dari ”metode” tersebut adalah segala sarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.12

Kemudian dalam ” Kamus Umum Bahasa Indonesia” menjelaskan bahwa metode mempunyai pengertian sebagai berikut : ”cara yang telah teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud (mengajar dan sebagainya)”.13

Dengan demikian dari berbagai pengertian tersebut dapat difahami bahwa metode merupakan suatu cara yang telah dirancang sebelumnya untuk mencapai sesuatu keinginan agar tecapai dengan baik.

10

Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet ke-1, h. 35 11

M. Arifin, Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara , 1991), Cet. 1, h. 61 12

M. Arifin, Pendidikan Pelatihan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, ( Jakarta : Golden Teragon Press, 1998), cet ke-6, h. 43

13

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,( Jakarta : Balai Pustaka, 1995), cet ke-14, h. 649


(27)

16

B. Ruang Lingkup Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi

Secara etimologi komunikasi berasal dari bahasa latin yakni

communicare, artinya berbicara, menyampaikan pesan, informasi, pikiran, perasaan, gagasan dan pendapat yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan mengharapkan jawaban, tanggapan, atau arus balik (feedback).14

Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi atau communication bersal dari bahasa Latin, yaitu

communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya

communis, yang bermakna umum atau bersama-sama.15

Jadi communicare dan communis, berarti ihwal membagi kepentingan, keinginan, pengetahuan, kepemilikan dan gagasan. Jadi

communicare berarti pula dua atau lebih orang, atau system yang bertindak bersama-sama baik secara langsung atau tatap muka melalui media atau saluran tertentu untuk berkomunikasi antar pribadi membagi pengetahuan, pengalaman, pikiran dan perasaan.16

Dari segi termonology, para ahli komunikasi mendefinisikan komunikasi sebagai berikut. Menurut Onong Uchjana Effendi menyatakan bahwa,

”Komunikasi yaitu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk merubah sikap, pendapat

14

A. Muis, Komunikasi Islam,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 35 15

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta : PT. Grasindo, 2006), cet. Ke- 3, h. 5 16


(28)

atau perilaku, baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung atau melalui media.”17

Hoveland mendefinisikan komunikasi adalah,

The process by which individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify, the behavior of other individu”.

Komunikasi adalah proses di mana individu mentransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu yang lain.18

Menurut Harold D. Lasswell bahwa komunikasi merupakan,

“Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan berikut : Who Say what In which Channel To Whom With What Effect? (Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan efek bagaimana?).”19

Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss, ciri-ciri komunikasi yang baik dan efektif paling tidak menimbulakan lima hal, yaitu:

a. Pengertian, penerimaan yang cermat dari isi stimuli sepertii yang dimaksud komunikator (komunikan dapat memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator).

b. Kesenangan, menjadikan hubungan yang hangat dan akrab serta menyenangkan,

c. Mempengaruhi sikap .dapat mengubah sikap orang lain sehinga bertindak sesuai kehendak komunikator tanpa merasa terpaksa,

d. Hubungan sosial yang baik menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi , e. Tindakan membuat komunikan melakukan suatu tindakan yang sesuai

dengan stimuli.20

Dari definisi yang telah diuraikan dapat kita ambil benang merah bahwa pengertian komunikasi merupakan gambaran tentang sebuah proses komunkasi yang terjai dalam sebuah komunitas baik yang terjadi secara

17

Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992), h.6

18

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komuniasi, h. 6 19

Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta : Universitas Terbuka, 1999), cet. Ke-9, h. 31

20

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992) h. 16


(29)

18

indvidu maupun kelompok. Dengan demikian melalui komunikasi, akan ditemukan jati diri, dapat mengembangkan konsep diri dan menetapkan hubungan dengan dunia sekitarnya.

2. Unsur-unsur Komunikasi

Dari berbagai pengertian komunikasi diatas, tampak adanya sejumlah komponen dan unsur yang dicakup dan merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Dalam bahasa komunikasi komponen atau unsur adalah sebagai berikut:

a. Source (sumber) adalah dasar yang digunaka dalam menyampaikan pesan, dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri. Sumber dapat berupa orang, lembaga, buku dan sejenisnya.

b. Communicator (komunikator = penyampai pesan) adalah dapat berupa individu yang sedang berbicara, menulis, kelompok orang, organisasi komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, film dan sebagainya.

c. Message (pesan) adalah keseluruhan daripada apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan seharusnya memiliki inti pesan (tema) sebagai pengarah di dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan.

d. Channel (saluan), saluran komunikasi selalu menyampaikan pesan yang dapat diterima melalui panca indera atau menggunakan media. Pada dasarnya komunikasi yang sering dilakukan dapat berlangsung menurut dua saluran:


(30)

1) Saluran formal atau yang bersifat resmi

2) Saluran informal atau yang bersifat tidak resmi.

e. Communican (komunikan = penerima pesan) dapat dgolongkan dalam 3 jenis yakni persona, kelompok dan massa. Syarat- syarat yang harus dimiliki oleh komunikan antara lain:

1) Keterampilan atau kemampuan menangkap dan meneruskan pesan. 2) Pengetahuan tertentu

3) Sikap.

Faktor lain dari komunikan yang patut di perhatikan ialah: 1) Frame of reference ( rangka pengetahuan )

2) Field of experience ( lingkup pengalaman)

f. Effect (hasil) adalah hasil akhir dari suatu komunikasi, yakni sikap dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak sesuai dengan yang kia inginkan. Jika sikap dan tingkah laku orang lain itu sesuai, maka komunikasi berhasil, demikian pula sebaliknya. Effect ini sesungguhnya dapat dilihat dari:

1) Personal opinion adalah pendapat pribadi

2) Public opinion adalah pendapat umum

3) Mayority opinion adalah pendapat bagian terbesar dari public atau masyarakat.21

21

H. A. W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta : PT. Bumi Aksara), Cet. Ke-5, h. 11-21.


(31)

20

3. Bentuk – bentuk Komunikasi

Dalam proses pengajian qiraat sab’ah bagi jama’ah LBIQ pastinya akan terjadi komunikasi yang melibatkan staff pengajar atau ustadz sebagai komunikator dan jama’ah sebagai komunikan, penyampaian pesan dilakukan secara langsung, tatap muka dan secara lisan.

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu untuk menghasilkan efek atau tujuan dengan mengharapkan feedback atau umpan balik.

Dalam hal ini peneliti melihat bentuk komunikasi yang di pakai pada interaksi yang ada, di antaranya :

a. Komunikasi Pribadi ( Interpersonal Communication)

Dalam komunikasi pribadi terdiri dari dua jenis, yakni komunikasi intrapribadi an komunikasi antar pribadi.

1) Komunikasi Intrapribadi

Komunikasi intraribadi adalah komunikasin yang berlangsung dalam diri seseorang. Orang itu berperan baik sebagai komunikator maupun komunikan. Dia berbicara kepada dirinya sendiri. Dia bertanya kapada dirinya sendiri dan dijawab oleh dirinya sendiri.

Sedngkan menurut Deddy Mulyana “ Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi dengan diri kita sendiri, baik kita sadari atau tidak. Contohnya berfkir. Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi pribadi dan komunikasi dalam konteks yang lainnya, meskipun dalam disipin komunikasi tidak dibahas secra rinci dan tuntas. Dengan kata


(32)

lain komunikasi intrapribadi ini melekat pada komunkasi dua orang, tiga orang dan seterusnya., karena sebelum berkomunikasi dengan diri sendiri (mempersepsi dan memastikan makna pesan orang lain) hanya saja caranya sering tidak di sadari. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri."22

2) Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung23 atau komunikasi antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan (face to face atau melalui medium seperti telefon)24.

Menurut Sasa Djuarsa Sendjaja dan Turnomo Rahardjo:

“Komunikasi antar pribadi adalah ”suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian proses berpacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung terus menerus. Komunikasi antarpribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Sedangkan makna yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi”.25

22

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2007), Cet.9, h. 80

23

Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991) h. 12 24

Onong Uchana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, (Bandung : Alumni, 1981), h.48 25

Sasa Djuarsa Sendjaja, Materi Pokok Teori Komunikasi, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2005), h. 21


(33)

22

Joseph A. Devito menjelaskan komunikasi antarpribadi adalah:

“Penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberika umpan balik segera.26

Pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini paling efektif dalam mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang. Komunikasi antarpribadi bersifat dialogis, artinya arus balik terjadi langsung. Komunikator dapat mengetahui tanggapan saat itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif, negatif, berhasil, atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.27

Menurut sifatnya, dikutip dari Onong Uchyana dalam bukunya Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi memaparkan bahwa komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua mcam, yakni :

a. ”Komunikasi diadik, ialah proses komunikasi antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik dilakukan dalam tiga bentuk yakni percakapan, dialog dan wawancara”.28

b. ”Komunikasi triadic ialah komunikasi antarpribadi yang perilakunya terdiri dari tiga orang yakni seorang komunikator dan seorang komunikan atau lebih”. 29

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi yaitu komunikasi yang berlangsung secara bertatap langsung (Face To Face) antara dua orang dengan arus baliknya yang juga bersifat langsung.

26

Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia : Kuliah Dasar, (Jakarta : Professional Book, 1997), h. 231

27

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi,h. 36 28

Onong Uchyana Effendy, Ilmu Teori dan FilsafatKomunikasi, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), cet Ke-3, h. 62-63

29


(34)

(immadiate feedback), dimana komunikator dapat mengetahui efektif atau tidaknya komunikasi yang sedang berlangsung.

b. Komunikasi Kelompok (Group Communication )

Onong mengartikan komunikasi kelompok adalah komunikasi antara seseorang dengan sejumlah orang yang berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok. “Komunikasi kelompok atau Group Communication

termasuk komunikasi tatap muka, karena komunikator dan komunikan berada dalam situasi saling berhadapan dan saling melihat. Komunikasi kelompok menimbulkan arus balik langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat sedang berkomunikasi sehingga apabila disadari bahwa komunikasi kurang atau bahkan tidak berhasil, ia dapat segera merubah gayanya.”30

Adapun karakteristik komunikasi kelompok antara lain : 1) Langsung dan tatap muka

2) Lebih berstruktur 3) Formal

4) Dilakukan secara sengaja

5) Para peserta akan lebih sadar akan peranan dan tanggung jawab mereka masing-masing.

Bentuk- bentuk komunikasi kelompok dapat diklasifikasikan ke dalam dua macam, yaitu :

30

Onong Uchyana Effendy, Ilmu Teori dan Praktek,(Bandung: PT. Remaja Rosakarya, 2001) Cet. Ke-3, h. 55


(35)

24

1) Kelompok kecil (Micro Group)

Adalah kelompok komunikasi yang dalam situasi komunikasi terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal atau dalam komunikasi kelompok komunikator dapat melakukan komunikasi antarpribadi dengan salah seorang anggota kelompok. Contoh: kelompok kecil dalam diskusi, kelompok belajar, seminar dan lain-lain.

2) Kelompok Besar (Macro Group)

Adalah sekumpulan orang yang sangat banyak dan komunikasi antarpribdi (kontaik pribadi) jauh lebih kurang (sulit) untuk dilaksanakan, karena terlalu banyaknya orang yang berkumpul, seperti halnya yang terjadi pada acara tabligh akbar, kampanye, dan lain-lainnya.

Dalam komunikasi kelompok besar ini sukar terjadi komunikasi antarpribadi. Kecil kemungkinan untuk terjadi dialog seperti halnya pada komunikasi kelompok kecil.

c. Komunikasi Verbal

Ada satu factor yang jelas membedakan manusia dengan hewan, yaitu kemampuan manusia untuk berkomunikasi secara verbal. Komunkasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan symbol-simbol atau kata-kata, baik yang dinyatakan secara oral atau lisan maupun secara tulisan. Komunikasi verbal ternyata tidak semudah yang kita bayangkan. Symbol atau pesan verbal adalah semua jenis symbol yang menggunakan satu kata atau lebih.


(36)

Kemampuan menggunakan komunikasi verbal secara efektif adalah penting bagi pengajar dan jama’ah. Dengan aanya komunikasi verbal memungkinkan pengidentifikasian tujuan, pengembangan strategi dan tingkah laku untuk mencapai tujuan. Suatu system kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisi sebagai perankat symbol, dengan aturan untuk mengombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai aspek realitas individu kita.31

Komunikasi verbal dapat dibedakan atas komunikasi lisan dan tulisan. Komunikasi lisan dapat didefinisikan sebagai suatu proses seorang pembicara berinteraksi secara lisan dengan pendengar untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Adapun komunikasi tulisan yaitu komunikasi yang disampaikan berupa symbol-simbol. Komunikasi tertulis ini dapat berupa memo, surat, buku petunjuk, gambar, laporan. Sedangkan komunikasi lisan dapat berupa percakapan interpersonal secara tatap muka atau melalui telepon, radio, televisi dan lain-lain.32

d. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi nonverbal sama pentingnya dengan komunikasi verbal karena keduanya itu saling bekerja sama dalam proses komunikasi. Dengan adanya komunikasi non verbal dapat memberikan penekanan, pengulangan,

31

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 96 32


(37)

26

melengkapi dan mengganti komunikasi verbal, sehingga lebih mudah dtafsirkan maksudnya.

Komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata seperti komunikasi yang menggunakan gerak tubuh, sikap tubuh, vocal yang bukan kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekaan jarak dan sentuhan atau dapat juga dikatakan bahwa semua kejadian di sekeliling situasi komunikasi yang tidak berhubungan dengan kata-kata yang diucapkan atau dituliskan33.

C. Qira’at Sab’ah

1. Pengertian Ilmu Qiraat Sab’ah

Menurut bahasa, kata تاءاﺮ adalah jama dari اءاﺮ yang berarti ﻪ و

ءوﺮ ﻣ (satu cara membaca). Kata qiraah merupakan mashdar dari fiil

madhi أﺮ -أﺮ menjadi ةءاﺮ.34

Sedangkan menurut istilah, ilmu qira’at adalah suatu pengetahuan yang dengan pengetahuan itu orang dapat mengetahui tata cara membaca kata atau kalimat al-qur’an baik yang dibaca dengan cara yang sama maupun cara yang dibaca secara berbeda (oleh para qurra’) yang disandarkan kepada orang yang memindahkannya (menyampaikannya) kepada kita.35

Ilmu qira’at adalah ilmu yang membahas bermacam-macam bacaan (qiraat) yang diterima dari Nabi saw, dan menjelaskan sanad serta

33

Ibid., h. 96 34

Fr. Louis Ma’aluf al-Yassu’I dan Fr. Bernard Tottel al-Yassu’I, Munjid, (Bairut: Darrul Masyriq) h. 616

35

Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh : Bacaan Al-Qur’an Menurut Tujuh Imam Qiraat Dalam Thariq Asy Stathibiyyah,h.20


(38)

penerimanya dari Nabi saw,. Dalam ilmu ini, diungkapkan qiraat yang sahih dan yang tidak sahih36 seraya menishbatkan setiap wajah bacaannya kepada seorang imam qiraat.37

Adapun secara terminologis, qiraat mempunyai beberapa pengertian diantaranya di ungkap oleh Ibnu Al- Jauzi dalam kitab Munjid al-Miqri’in sebagaimana dikutip Abdul Djalal:

اْﻟ

ءا

ة

ٌْﻢ

ﺑﻜ

ْﻴ

تﺎ

اد

ءا

آ

تﺎ

ْﻟا

ْﺮ

ا

ن

و

ْ ا

ﻬﺎ

”Qiraat adalah ilmu mengenai cara mengucapkan kalimat-kalimat al-Qur’an dan perbedaan-perbeaanyya.”38

sedangkan menurut Imam AL-Zarkasyi :

ا

ْ

ف

ْﻟا

ظﺎ

ﻮﻟا

ْﺣ

ْﻟا

آ

ْﻮ

ر

ْﻟا

ْو

ف

اْو

آْﻴ

ْﻦ

ْﺨ

ْﻴ

و

ْﺸ

ﺪْ

و

ْﻴ

ه

ﻤﺎ

”Perbedaan lafaz-lafaz al-Qur’an yang disebutkan, baik yang menyangkut hurufnya, maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut seperti sukun, tasydid, dan sebagainya.”

Tampaknya pengertian qiraat yang dikemukakan oleh Imam al-Zarkasyi diatas hanya terbatas pada lafaz-lafaz al-Qur’an yang memiliki perebedaan qiraat. Sementara itu sebagian ulama mendefinisikannya dalam lingkup yang lebih luas, yaitu mencangkup lafaz-lafaz al-Qur’an yang tidak memiliki perbedaan qiraat. Artinya lafal-lafal al-Qur’an tersebut

mittafiq ’alaih ( disepakati ) bacaannya oleh para ahli qiraat.39

Sehubungan dengan ini al-Dimyati sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul Hadi al-Fadli mengemukakan sebagai berikut:

36

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), Jilid IV, h.142

37

Acep Iim Abdurohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap,h.9 38

Abdul Djalal, ’Ulum al-Qur’an, (Surabaya : Dunia Ilmu, 2000), cet. Ke-2, h. 325 39

Hasanuddin AF., Pebedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbat Hukum dalam al-Qur’an (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), cet. Ke-1, h. 112


(39)

28

اْﻟ

ءا

ت

:

ٌْﻢ

ْ

ْ

اﱢﺗ

قﺎ

ﻟا

ْﻴ

ﻟﻜ

بﺎ

ﷲا

ﻟﺎ

و

ْ ا

ْﻢ

ْﻟا

ْﺬ

ف

وْا

ْﺒ

تﺎ

و

ﱠﻟا

ْﺮ

ْ

وا

ْﺴ

ﻜْﻴ

و

ْﻟا

ْ

و

ْﻟا

و

ْﻴ

ذﻟ

ْﻦ

ه

ْﻴﺌ

ﻟا

ْﻄ

وْا

ْﺑﺪ

لا

و

ْﻴ

ْﻦ

ْﻴ

ﱢﺸﻟا

عﺎ

Qiraat yaitu suatu ilmu darinya diketahui kesepakatan para penulis kitabullah dan perbedaan mereka dari segi al-hadz (membuang huruf), al-itsbat (menetapkan huruf), al-tahrik (memeberi harakat) ,al-taskin (memberi tanda sukun), al-fasl (memisahkan huruf), al-wasl (menyambungkan huruf), al-ibdal (menggantikan huruf atau lafaz tertentu), dan lain-lain yang diperoleh melalui indera pendengaran.”40

Dari definsi di atas dapat disimpulkan bahwa qiraat al-Qur’an berasal dari Nabi saw. Melalui al-naql dan al-sima’i. Adapun yang dimaksud dengan

al-sima’i yaitu bahwa qiraat al-Qur’an itu diperoleh melalui dengan cara langsung mendengar dari bacaan Nabi Muhammad saw. Sedangkan al-naql

yaitu diperoleh melalui riwayat yang menyatakan bahwa qiraat Al-Qur’an itu dibacakan di hadapan nabi Muhammad saw kemudian beliau membenarkannya.

Adapun sebagian ulama menyimpulkan macam-macam qira’at menjadi enam macam :

a. Mutawatir , yaitu qiraat yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dan sanadnya bersambung hingga penghabisan, yakni Raulullah. Dan inilah yang umum dalam hal qiraat.

b. Masyhur, yaitu qiraat yang shahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawatir.

40

Abdul Hadi al-Fadli, al-Qiraat al-Qur’aniyyat ,(Beirut : Dar al-Majma’ ’Ilmi, 1979), h.63


(40)

c. Ahad, yaitu qetapi qiraat yang shahih sanadnya tetapi tulisannya tidak cocok dengan mushaf rasam Usmani, tidak selaras dengan kaidah bahasa Arab. Contohnya : seperti yang diriwayatkan dari Abu Bakrah, bahwa Nabi membaca نﺎ يﺮﺎﻋوﺮْﻀﺧفرﺎﻓرﻰﻠﻋﻦْﺌﻜﱠﻣ

d. Syaz, yaitu qira’at yang tidak sahih sanadnya. Contohnya : ﻦْﱢﺪ ا مْﻮ ﻚﻠﻣ dengan bentuk fi’il madhi dan menasabkan مْﻮ

e. Maudu, yaitu qira’at yang tidak ada asalnya.

f. Mudraj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qiraat sebagai penafsiran. Contohnya: تﺎﻓﺮﻋْﻦﻣْ ْﻀﻓأاذﺈﻓْ ﻜﱢرْﻦﻣﺎﻠْﻀﻓاﻮﻐ ْ ْنأحﺎﻨ ْ ﻜْﻠﻋ ْ , kalimatْ ﻓ

ﱢ ْا اﻮﻣadalah penafsiran yang disisipkan ke dalam ayat.

Ke empat macam yang terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya. Jumhur berpendapat bahwa qiraat yang tujuh itu mutawattir. Dan yang tidak mutawattir, seperti masyhur, tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar shalat. .41

2. Perbedaan Qira’at, Riwayat dan Thariq

Dalam uarain ini akan diketengahkan sedikit tentang arti dan perbedaan dari masing-masing istilah penting dalam ilmu ini.

Qira’ah ialah suatu bacaan yang dinisbahkan kepada seorang imam dari imam-imam qiraat yang disepakati oleh para rawi sesuai dengan bacaan yang diterimanya secara musyafahah dari orang-orang yang ahli sebelumnya yang sanadnya bersambung kepada Rasulullah saw. Keadaan inilah yang menyebabkan terdengar istilah qira’ah Ashim, qira’ah Nafi , dan lain-lain.

41


(41)

30

Riwayat ialah bacaan yang dinisbahakan kepada seorang yang meriwayatkan bacaan seorang imam dari para imam qiraat. Masing-masing dari imam qiraat memiliki dua rawi. Keadaan inilah yang menyebabkan terdengar adanya istilah riwayat Hafs dari Ashim, riwayat Warsy dari Nafi, dan lain-lain.

Thariq ialah suatu bacaan yang dinisbatkan kepada orang yang memindahkan bacaan riwayat rawi baik langsung maupun tidak langsung. 42. Sedangkan qiraat yang mereka anut dan gunakan tetap bersumber dari Rasulullah saw.43

Wajah, ialah suatu istilah apabila qira’atal-Qur’an dinisbatkan kepada seorang pembaca al-Qur’an berdasarkan pilihan nya terhadap versi qiraat tertentu.44

3. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Qira’at

Pada masa hidup Nabi Muhammad SAW, perhatian umat terhadap kitab al-Qur’an ialah memperoleh ayat-ayat al-Qur’an itu, dengan mendengarkan, membaca, dan menghafalnya secara lisan dari mulut ke mulut. Dari Nabi kepada sahabat, dari sahabat yang satu kepada sahabat yang lain, dan dari seorang imam ahli bacaan yang satu kepada imam yang lain.45

Sahabat-sahabat Nabi terdiri beberapa golongan. Tiap-tiap golongan itu mempunyai lahjah (bunyi atau suara) yang berlainan satu sama lainnya.

42

Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh : Bacaan Al-Qur’an Menurut Tujuh Imam Qiraat Dalam Thariq Asy Stathibiyyah,h.29

42

Ibid, h.30 43

Acep Iim Abdurohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap,h.10 44

Hasanuddin AF., Pebedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbat Hukum dalam al-Qur’an, h. 115

45


(42)

Memaksa mereka menyebut pembacaan atau membunyikannya dengan lahjah yang tidak mereka biasakan, suatu hal yang menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah yang Maha Bijaksana menurunkan dengan lahjah-lahjah yang biasa dipaaki oleh golongan Quraisy dan oleh golongan-golongan yang lain di Tanah Arab.46

Namun pada periode pertama, al-Qur’an belum dibukukan, sehingga dasar pembacaan dan pelajarannya adalah masih secara lisan (tanpa tulisan). Pedomannya adalah Nabi dan para sahabat serta orang-orang yang hafal al-Qur’an.

Hal ini berlangsung terus sampai pada masa sahabat, masa pemerintahan khalifah Abu Bakar dan Umar ra. Pada masa mereka, kitab al-Qur’an sudah dibukukan dalam satu mushaf. Pembukuan al-al-Qur’an tersebut merupakan ikhtiar khalifah Abu Bakar ra atas inisiatif Umar Bin Khattab ra.

Pada masa pemerintahan khalifah Utsman Bin Affan ra, mushaf al-Qur’an itu disalin dan dibuat banyak, serta dikirim ke daerah-daerah Islam yang pada waktu itu sudah menyebar luas guna menjadi pedoman bacaan pelajaran dan hafalan al-Qur’an.

Hal ini diupayakan Khalifah Utsman, karena pada waktu ada perselisihan sesama kaum muslimin di daerah Azzerbeijan mengenai bacaan al-Qur’an. Perselisihan tersebut hampir saja menimbulkan perang saudara sesama umat Islam. Sebab mereka berlainan ketika menerima ayat al-Qur’an karena oleh Nabi diajarkan bacaan yang relevan dengan dialek mereka

46

Hasbi Ash Siddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an atau Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1972,), h. 76


(43)

32

masing-masing. Tetapi karena tidak memahami maksud dan tujuan Nabi yang demikian, lalu tiap-tiap suku atau golongan menganggap hanya bacaan mereka sendiri yang benar, sedang bacaan yang lain salah, sehingga mengakibatkan perselisihan.

Inilah pangkal perbedaan qiraah dan tonggak sejarah tumbuhnya ilmu qira’ah. Untuk memadamkan perselisihan itu, khalifah Utsman mengadakan penyalinan mushaf al-Qur’an dan mengirimkannya berbagai daerah, sehingga bisa mempersatukan kembali perpecahan umat Islam. Tentunya, bacaan al-Qur’an di daerah-daerah tersebut mengacu pada mushaf yang dikirim oleh khlifah Utsman tadi. Mushaf-mushaf yang dikirimoleh khalifah Utsman seluruhnya sama, karena semuanya berasal dari beliau.47

Hingga kini, bangsa Arab yang terdahulu mempunyai berbagai macam

lahjah (dialek) yang beragam antara satu kabilah dan kabilah lain, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, namun bahasa Quraisy mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri, dan lebih tinggi dari pada bahasa dan dialek yang lain. Banyak faktor yang membuat bahasa quraisy lebih dominan diantara bahasa-bahasa Arab lainnya, antara lain, karena orang quraisy berdampingan dengan baitullah, menjadi pengabdi urusan haji, membangun Masjidil Haram, dan tempat persinggahan dalam perniagaan. Oleh karena itu wajarlah apabila al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy kepada seorang rasul yang quraisy pula, agar dapat menjinakkan orang-orang Arab dan mewujudkan kemukjizatan al-Qur’an yang tidak bisa mereka tandingi.

47


(44)

Oleh karena perbedaan dan keragaman dialek-dialek bangsa Arab tersebut, maka al-Qur’an diwahyukan Allah swt kepada Rasulullah Muhammad saw akan menjadi sempurna kemukjizatannya apabila ia dapat menampung berbagai dialek dan macam-macam cara membaca, menghafal dan memahaminya.48

4. Manfaat Mempelajari Qiraat Sab’ah

Manfaat diturunkannya al-Quran dengan tujuh huruf dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing, namun belum terbiasa mengambil syariat, apalagi mentradisikannya.

b. Bukti kemukjizatan al-Qur’an bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang Arab. Al- qur’an mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam cabang dialek bahasa yang telah manjadi naluri bahasa orang-orang Arab, sehingga setiap bangsa orang Arab dapat mengalunkan hururf-huruf dn kata-katnya sesuai dengan irama yang telah menjadi watak dasar mereka dan lahjah kaumnya.

c. Kemukjizaan al-Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukum nya.sebab perubahan bentuk lafaz sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan dari padanya berbagai hukum. Hal inilah yang menyebabkan al-Quran relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu,

48

Ahmad Fathoni, Kaidah Qiraat Tujuh, (Jakarta: Institut PTIQ dan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta dan Darul Ulum Press), Jilid II, h. 1


(45)

34

para fuqaha dalam istinbat (penyimpulan huruf) dan ijtihad berhujjah dengan qiraat bagi ke tujuh huruf ini.49

5. Iman Qiraat Tujuh yang Masyur Serta Rawinya

Imam atau guru qiraat sebenanya cukup banyak jumlahnya, namun yang populer hanya tujuh orang. Pemilihan qurra’ (ahli qira’at)yang tujuh itu dilakukan oleh para ulama pada abad ketiga hijriah.50

Ke tujuh imam mashur yang disebutkan secara khusus oleh Abu Bakar bin Mujahid karena menurutnya, mereka adalah ulama yang terkenal karena hafalan, ketelitian, dan cukup lama menekuni dunia qiraat serta telah disepakati untuk diambil dan dikembangkan qiraat-qiraatnya.51 Berikut ini adalah tujuh imam yang mashur beserta rawinya :

a. IMAM NAFI

Nama lengkapnya ialah Nafi bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim Al-Laisi, lahir tahun 70 H dan wafat tahun 169 H di Madinah.

Perawi Imam Nafi adalah : 1) Qalun

2) Warsy

b. IMAM IBNU KATSIR

Nama lengkapnya Abu Ma’bad Abdullah bin Katsir Al-Makki, lahir tahun 45 H dan wafat di Mekkah tahun 120H.

Perawi Imam Ibnu Katsir:

49

Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, h. 245-246. 50

Ibid, h. 249 51


(46)

1) Al-Bazzi 2) Qunbul

c. IMAM ABU AMR

Nama lengkap Zabban bin Al-A’la bin Ammar, lahir tahun 68 H dan wafat di Kufah tahun 154 H.

Perawi dari Imam Abu Amr: 1) Ad-Duri

2) As-Susi

d. IMAM IBNU ’AMIR

Nama lengkapnya Abdullah bin ’AmirAl-Yahsabi, lahir tahun 21 H dan wafat di Damaskus tahun 118 H.

Perawinya Imam Ibnu ’Amir: 1) Hisyam

2) Ibnu Zakwan

e. IMAM HAMZAH

Nama lengkapnya Hamzah bin Hubaib Az-Zayyat, lahir tahun 80 H dan wafat di Halwan tahun 156 H.

Perawinya Imam Hamzah adalah: 1) Khalaf

2) Khalad

f. IMAM ’ASHIM

Nama lengkapnya Abu Bakar bin Abun Najud Al-Asadi, wafat di Kufah tahun 128 H.


(47)

36

1) Syu’bah

2) Hafs

g. IMAM AL-KISAI

Nama lengkapnya Abul Hasan Ali bin Hamzah Al-Kisai, wafat tahun 189 H.

Perawinya Imam Al-Kisai adalah : 1) Abu Al-Haris

2) Ad-Duri52

52


(48)

A. Sekilas Tentang LBIQ (Lembaga Bahasa Ilmu AL-qur’an)

1. Sejarah Berdirinya LBIQ

Pada awalnya upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam melayani masyarakat maupun karyawan Pemda DKI Jakarta tanpa mengganggu tugas sehari-hari dan menghilangkan hambatan psikologis yang ingin belajar Al-Qur’an, maka dilakukan pengkajian melalui penelitian, studi banding, lokakarya maupun seminar-seminar.

Dari hasil pengkajian tersebut, maka lahirlah gagasan untuk mendirikan suatu lembaga pengkajian Al-Qur’an secara modern sesuai perkembangan sains dan tekhnologi dengan nama Lembaga Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an (LBIQ) Provinsi DKI Jakarta.

Maka untuk memulai gagasan tersebut perlu diambil langkah-langkah antara lain pembentukan panitia, sumber dana, lokasi dan lain sebagainya. Sebagai penanggung jawab pelaksanaan proyek pembangunan LBIQ DKI Jakarta, maka ditetapkan dengan SK Gubernur DKI Jakarta nomor 539 tahun 1982 tanggal 7 Juni 1982 tentang pembentukan Panitia Pelaksana Bidang Bangunan Panitia kerja LBIQ dengan komposisi sebagai berikut:

a. Walikota Jakarta Pusat (Suminto Hadisiswoyo) selaku ketua;

b. Sekretaris BAZIS DKI Jakarta ( Drs. H. Sja’roni) selaku wakil ketua;


(49)

38

c. Kepala Bagian Keuangan BAZIS DKI Jakarta (Eli Suheli) selaku bendahara.

Sebagai modal dasar proyek pembangunan LBIQ DKI Jakarta dialokasikan anggaran dari pendayagunaan hasil pengumpulan Zakat dan Infaq/Shadaqah tahun 1980/1981 sebagaimana keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 642 Tahun 1981 tanggal 16 Juni 1981. Sedangkan panitia pelaksana bidang bangunan / pnitia kerja Lembaga Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an ditetapkan dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor : 1092 Tahun 1981 tanggal 3 November 1981 tentang Pendayagunaan Zakat dan Infaq Shadaqoh dalam Wilayah DKI Jakarta.

Pada saat itu walaupun panitia telah terbentuk, dana telah tersedia namun pelaksanaan proyek belum dapat dimulai kareba lokasi pembangunan belum ditetapkan.

Dalam upaya mendapatkan loksi yang cukup strategis dan dapat dijangkau oleh warga masyarakat dari lima wilayah kota, menjadi problem tersendiri mengingat padatnya penduduk sehinnga lokasi kosong sulit didapatkan. Berkat semangat dan kegigihan Wakil Gubernur Bidang IV bapak Brigjen Haki Chormain cukup jeli melihat lokasi eks. Pemakaman umum Kebon Melati yang dikosongkan pada masa Gubernur H. Ali Sadikin seluas +21. 740 m2. akan tetapi lokasi tersebut ditetapkan peruntukannya dengan SK Gubernur KDKI Jakarta Nomor 261 TAHUN 1980 TANGGAL 25 Mei sebagi tempat pembangunan kepentingan umum


(50)

yaitu gedung kesenian misscicih, sekolah, kanwil Agama, pos DPK, BP4 dan Pengadilan Agama.

Dengan memperhatikan SK Gubernur tersebut diatas, serta mempertimbangkan kondisi religius dan sosial kemasyarakatan serta adanya kepentingan yang lebih mendesak bagi pelayanan masyarakat, maka SK Gubernur nomor 261 tahun 1980 tanggal 28 Maret 1980 tentang Penetapan Penguasaan Perencanaan/Peruntukkan tanah seluas +21. 740 m2 yang terletak di kebon melati Kecamatan Tanah Abang, wilayah Jakarta Pusat. Namun disempurnakan dengan SK Gubernur KDKI Jakarta nomor 335 tahun 1982 tanggal 17 April 1982 menjadi berbunyi ” Penguasaan /peruntukan tanah seluas + 21. 740 m2 yang teletak di kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat, sebagai tempat pembangunan bangunan kepentingan umum ( Lembaga Bahasa Ilmu dan AL-Qur’an, Sekolah, Kanwil Agama, BP4, Pengadilan Agama, Kantor Camat, Pos DPK, Kantor Lurah, dan Kantor-kantor lainnya).

Setelah penentuan lokasi pembangunan gedung LBIQ Provinsi DKI Jakarta, barulah panitia pelaksaan bidang bangunan dapat bekerja dan mengambil langkah kebijakan yaitu pelaksanaan pembangunan tahap 1 (pertama) ditetepkan/dipercayakan kepada PT.Mercu Buana. Pembangunan tahap 1 (pertama) yaitu gedung utama 2 (dua) lantai yang terletak dibagian depan , lantai 1 untuk kantor LBIQ dan perpustakaan, lantai 2 (dua) untuk ruang belajar, laboratorium bahasa ,ruang rekaman editing,dilaksanakan pada tahun 1984 dan selesai tahun 1985. PT.Mercu


(51)

40

Buana disamping sebagai pelaksana juga sebagai donator dengan memberikan bantuan 2.000 sak semen serta 1(satu) unit mobil kijang mini bus tahun 1984 sebagai kendaraan operasional LBIQ Provinsi DKI Jakarta.

Sedangkan gudang utama tersebut diresmikan tanggal 24 Desember 1985/11 Rabiul Awal 1406 H oleh gubernur KDKI Jakarta Bapak R.Soeprapto dan sejak itulah LBIQ Provinsi DKI Jakarta secara resmi dioperasikan untuk melayani karyawan pemda DKI Jakarta khususnya dankaryawan BUMN serta masyarakat warga ibukota pada umumnya.

Kemudaian dibentuklah susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Bahasa dan ilmu Al Quran berdasarkan keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 2745 tahun 1984 tanggal 13 Juni 1984 tentang pembentukan, susunan organisasi dan tata kerja lembaga Bahasa dan ilmu Al Quran yang kemudian disempurnakan dengan keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 83 tahun 1986 tanggal 18 Januari 1986 tentang penyempurnaan organisasi dan tata kerja Lembaga Bahasa dan Ilmu Al Qur’an Daerah khusus ibukota Jakarta.

Selanjutnya pembangunan tahap kedua dibiayai dari anggaran APBD Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari:

a. Gedung Tengah ( lantai 3 ),lantai 1 untuk kantor MUI DKI Jakarta,lantai 2 untuk kantor KODI dan LPTQ, lantai 3 untuk ruang


(52)

b. Gedung belakang (2 lantai),lantai 1 untuk kantorBAZIS Provinsi DKI Jakarta , sedangkan lantai 2 untuk ruangan serba guna.1

2. Visi, Misi dan Tujuan LBIQ

Visi dibentuknya LBIQ adalah sebagai pelayanan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk para karyawan Pemda DKI Jakarta dalam mengkaji ilmu al-Qur’an.

Misi dari LBIQ adalah suatu wadah dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk para karyawan Pemda DKI Jakarta agar mampu mengaplikasikan ilmu al-Qur’an di masyarakat.

Sedangkan tujuan dibentuknya LBIQ adalah: a. Upaya pemberantasan buta huruf al-Qur’an b. Membina dan membentuk akhlak di masyarakat c. Memenuhi minat belajar masyarakat yang tinggi.

Inilah visi dan misi awal terbentuknya LBIQ, namun seiring dengan berjalannya waktu. Kian banyak masyarakat yang juga ingin ikut berpartisipasi dalam mengkaji ilmu agama maupun ilmu-ilmu al-Qur’an, hingga kini LBIQ terbuka untuk umum. LBIQ terbentuk secara modern untuk berbagai kalangan sesuai dengan perkembangan saint dan tekhnologi. 2

1

Tim penulis LBIQ, Profil Lembaga Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Lembaga

Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an Provinsi DKI Jakarta), h. 2-4

2


(53)

42

3. Kedudukan, tugas pokok dan fungsi LBIQ

Berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 83 tahun 1986 kedudukan, tugas pokok dan funsi LBIQ adalah sebagai berikut: a. Kedudukan

1) LBIQ adalah perangkat pelaksanaan Pemerintah Daerah di bidang bahasa dan ilmu Al-Qur’an;

2) LBIQ dipegang oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab lagsung kepada Gubernur Kepala Daerah; 3) Dalam melaksanakan tugasnya LBIQ berada dibawah koordinasi

administratif Sekretariat Wilayah/Daerah. b. Tugas Pokok

Tugas pokok LBIQ adalah meyelenggarakan pendidikan dan pengajaran bahasa dan ilmu Al-Qur’an serta penelitian dan pengembangan materi dan metodenya.

c. Fungsi

Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, LBIQ Propinsi DKI Jakarta mempunyai fungsi:

1) Menyusun rencana dan program LBIQ;

2) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran bahasa, membaca dan memahami makna dan isi Al-Qur’an;

3) Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan materi dan metoda pendidikan dan latihan tenaga pengajar, pengajaran bahasa, membaca dan memahami isi dan makna Al-Qur’an;


(54)

4) Meyelenggarakan pendidikan dan latihan tenaga pengajar (instruktur) untuk pengajaran bahasa, memabaca dan memahamai isi dan makna Al-Qur’an;

5) Menyelenggarakan hubungan kerja sama dengan instansi atau lembaga lain di bidang bahasa dan imu Al-Qur’an;

6) Menyelenggarakan kegiatan kepustakaan, dokumentasi dan publikasi;

7) Melaksanaan Ketatausahaan yang meliputi surat menyurat, kepegawaian, keuangan dan kerumahtanggaan.

4. Program dan Aktifitas LBIQ

Program yang diterapkan di LBIQ ada dua bagian yaitu program pendidikan dan program non pendidikan.untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

a. Program pendidikan

1) program pengajaran membaca Al-Qur’an 2) program pengajaran bahasa Arab

3) program pengajaran bahasa Arab Qur’ani 4) program pelatihan guru Al-Qur’an

5) program pelatihan guru bahasa Arab 6) program tahsinutilah

7) program studi naskah ulumul qur’an (SNUQ) 8) program kajian Al-Qur’an


(55)

44

10)program halaqoh kader instruktur Al-Qur’an b. Program non pendidikan

1) penelitian dan pengembangan

2) rapat kerja peningkatan mutu pendidikan

3) rapat evaluasi program/kegiatan tahun sebelumnya

4) raker penyusunan proposal kegiatan/rancangan penggunaan anggaran (RPA) tahun selanjutnya

5) pameran keagamaan pada MTQN/STQN

6) rapat koordinasi dengan tim ahli, dosen/instruktur dan karyawan 7) pelayanan peroustakaan

8) tadarus Al-Qur’an

9) halaqoh atau dosen Al-Qur’an 10)halaqoh atau dosen bahasa Arab

5. Susunan Organisasi

Susunan organisasi LBIQ Provinsi DKI Jakarta sesuai keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 59/2005 tanggal 10 januari 2005 tentang pengangkatan,pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan pegawai negri sipil di lingkungan Lembaga Bahasa dan Ilmu Al Qur’an (LBIQ) Provinsi DKI Jakarta, maka susunan personalia Badan Pembina Kepengurusan Lembaga Bahasa dan Ilmu Al Qur’an (LBIQ) Provinsi Daerah khusus ibukota Jakarta,sebagai berikut


(56)

a. Badan Pembina :

1) Ketua : Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2) Wakil Ketua merangkap anggota :

a) Ass. Kesmes Sekda Provinsi DKI Jakarta

b) Karo Administrasi Kesmes Setda Provinsi DKI Jakarta

3) Seretaris merangkap anggota : Kabag Mental Spiritual dan Kebudayaan Biro Adm. Kesmes Setda Provinsi DKI Jakarta.

4) Anggota :

a) Kepala Bappeda Provinsi Dki Jakarta b) Kepala Kanwil Depag Provinsi DKI Jakarta c) Kepala Biro Keuangan Setda Provinsi Dki Jakarta d) Kepala UPT Pusbinroh BKD Provinsi DKI Jakarta e) Ketua MUI Provinsi DKI Jakarta

b. Pengurus Lembaga Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an (LBIQ) Provinsi DKI Jakarta.

1) Kepala Lembaga

2) Kepala Subbagian Tata Usaha

3) Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan

4) Kepala Seksi Pendidikan dan Latihan Tenaga Pengajar 5) Kepala Seksi Pengajaran

6) Kasie Kepustakaan, Dokumentasi dan Publikasi c. Badan Organisasi3

3


(57)

46

6. Karakteristik Jama’ah

Awal terbentuk LBIQ adalah untuk memberikan suatu sarana bagi karyawan Pemda Proivinsi DKI Jakarta dengan mayoritas dari mereka memilki kesibukan. Sehingga hampir tidak tersisa lagi waktu bagi mereka untuk mempelajari Al-Qur’an. Namun karena tingginya tingkat ketertarikan masyarakat dalam mempelajari al-Qur’an akhirnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka LBIQ untuk umum walaupun awalnya hanya untuk para karyawan Pemda, kini sudah teruntuk masayarakat dan tanpa di pungut biaya se peserpun. Semua itu bertujuan untuk pengkaderan dalam bidang al-Qur’an, dan dipastikan bagi mereka yang telah selesai sampai dengan satu semseter akan mendapat sertifikat.

Dengan intensitas yang tinggi dari masyaraikat, kini LBIQ memiliki jama’ah sebanyak 2.699 orang dalam tiga angkatan setiap tahunnya dengan berbagai macam tingkatan sosial, pendidikan terutama umur karena mayoritas jama’ah di LBIQ ini merupakan para orang tua. Namun kuhsus untuk program pelajaran tahsinuttilawah, jama’ahnya terdiri dari anak-anak, remaja dan pemuda. Program pembelajaran ini ditujukan untuk membentuk kader-kader al-Qur’an dan mendidik bakal calon peserta STQ/MTQ di berbagai tingkatan.4

4


(58)

B. Grafik Peserta Pembelajaran 2004-20095 VIII. KE ADAAN DAN PE R KE MBANG AN PE S E R T A

A. PR OG R AM PE NG AJ AR AN ME MBAC A AL QUR’AN, BAHAS A AR AB DAN AR AB QUR’ANI

3941 2397 530 4135 2219 270 4239 2146 498 4330 2118 530 4281 2015 714 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500

2004 2005 2006 2007 2008

Peserta Al Qur'an

Peserta Bhs. Arab

Peserta Arab Qur'ani

B. PR OG R AM NON R E G ULE R

B. PR OG R AM NON R E G ULE R

61 52 52 59 45 5355 81 61 54 62 47 53 47 79 77 47 63 33 62 40 111112 42 73 40 49 47 112 66 40 65 21 66 35 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

2004 2005 2006 2007 2008

Halaqah Kader I ntruktur Halaqah Guru Binaan Pelatihan Guru Bhs. Arab Pelatihan Guru Al Qur'an Kajian Al Qur'an Studi Naskah Ulumul Qur'an Tahsinuttilawah

5


(59)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Respnden

Lembaga Bahasa Ilmu Al-Qur’an saat ini di minati oleh lebih dari 900 jama’ah dengan berbagai program secara keseluruhan baik program regular maupun non regular. Dari sekian banyaknya jama’ah memiliki latar belakang yang berbeda, dengan mayoritas adalah para orang tua. Hal ini bermula dari didirikannya LBIQ yakni untuk para karyawan Pemda DKI saja. Namun dengan bergulirnya waktu banyak para peminat di luar dari karyawan Pemda DKI yang juga ingin belajar mempelajari ilmu al-Qur’an.

Dalam permasalahan ini, penulis memfokuskan penelitian terhadap jama’ah dalam program regular tepatnya peserta al-Qur’an angkatan 2009-2010 dalam kelas qiraat sab’ah sebagai objek penelitian. Untuk melakukan penelitian tentang “Efektifitas Metode Pengajaran Qira’at Sabah di LBIQ” penulis menjadikan jama’ah nya sebagai responden. Di kelas al-Quran angkatan 2009-2010, jumlah jama’ah sebanyak 21orang.

Responden dalam penelitian ini, yang berjumlah 12 orang perempuan dan 9 orang laki-laki. Ke 21 orang jama’ah tersebut adalah jama’ah yang telah menjalani program regular, peserta al-Qur’an yang telah menajalani pembelajaran selama satu tahun lamanya.

Adapun penjelasan jama’ah berdasarkan kategori umur dan jenis kelamin penulis jabarkan dengan tabel :


(60)

Kategori Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1

No Kategori Jenis Kelamin Jumlah Prosentase

1 Laki-laki 9 43%

2 Peremuan 12 57%

Jumlah 21 100%

Berdasarkan data penelitian, jenis kelamin reponden perempuan sebanyak 57% atau 12 orang. Sedangkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 43% atau 9 orang.

Kategori Berdasarkan Umur Tabel 4.2

No Kategori Umur Jumlah Prosentase

1 34 tahun 2 9%

2 35 tahun 2 9%

3 36 tahun 2 9%

4 42 tahun 1 5%

5 43 tahun 2 9%

6 44 tahun 1 5%

7 52 tahun 1 5%

8 55 tahun 1 5%

9 56 tahun 2 9%

10 58 tahun 2 9%

11 60 tahun 2 9%

12 62 tahun 2 9%

13 63 tahun 2 9%

14 65 tahun 2 9%


(1)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dan penggalian data untuk skripsi tentang Efektifitas Metode Pengajaran ”Qiraat Sab’ah” di LBIQ Provinsi DKI Jakarta. Penulis mengambil kesimpulan:

1. Metode komunikasi dalam pengajaran qiraat sab’ah di LBIQ berjalan dengan efektif terutama terhadap kemajuan dalam membaca al-Qur’an. Untuk tercapainya tujuan tersebut, metode yang digunakan dari pengajaran qiraat sab’ah ini adalah komunikasi kelompok dan komunkasi antarpribadi. Dengan komunikasi kelompok, komunikator atau ustadz memberikan penjelasan di depan kelas atau sekelompok jama’ah tentang kaidah ushul dan kaidah farsy melalui metode musafahah atau bertatap muka secara langsung, tidak boleh hanya sekedar mengandalkan buku dan kitab karena tidak bisa menguraikan ucapan atau dialek yang jarang bahkan tidak pernah diucapkan. Oleh karena itu syarat utama untuk mengikuti pengajaran qiraat sab’ah ini adalah berkomunikasi dengan tatap muka langsung atau komunikasi antar pribadi.1

2. Efektifitas komunikasi yang dilakukan, komunikator atau ustadz dengan menggunakan komunikasi kelompok dan komunikasi antarpribadi dengan bertatap muka secara langsung kepada komunikan atau jama’ah. Sehingga

1

Wawancara pribadi dengan Bapak K. H. Drs. Muhsin Salim, MA.


(2)

dalam penyampaian materi, komunikator atau ustadz mendapati feedbck

(tanggapan) secara langsung. Hal inilah yang menjadi kemudahan bagi komunikator untuk sukses atau tidaknya komunikasi yang berlangsung. Dan jika komunikasi yang berlangsung berajalan tidak efektif, komunikator dapat merubah metode komunikasi pengajarannya. Sehingga keberhasilan tersebut menghasilkan berbagai manfaat diantaranya jama’ah lebih mudah menerima cara membaca al-Qur’an dengan baik, mudah dalam memahami al-Qur’an dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. 3. Dampak dari adanya pengajian qiraat sab’ah di LBIQ adalah para jama’ah

mendapatkan banyak manfaat seperti bertambahnya pegetahuan lain tentang al-Qur’an, pengetahuan tentang cara keanekaragaman cara membaca al-Qur’an, menjadi lebih sering membaca al-Qur’an sampai dengan adanya perubahan pada cara membaca al-Qur’an menjadi lebih baik dan benar. Selain itu jama’ah mengetahui qiraat-qiraat yang mutawatir.

B. Saran

Terlepas dari fakta-fakta yang telah terungkap diatas, perlu adanya penulis memberi saran semata-mata sebagai masukan untuk para staff pengajar khususnya dan semua para jama’ah umumnya dalam upaya peningkatan kemajuan efektifitas metode komunikasi pengajaran qiraat sab’ah. Ini semua penulis lakukan bukan berarti ingin memberikan nasihat


(3)

67

bagi para staff pengajar, namun hanya sebagai wujud kecintaan dan perhatian penulis terhadap mahalnya ilmu pengetahuan tentang al-Qur’an.

1. Harapan kepada LBIQ agar memberikan wawasan tentang bahasa dan ilmu al-Qur’an tidak hanya di wilayah Provinsi DKI Jakarta saja namun diharapkan agar meluas ke berbagai wilayah. Hingga pada akhirnya semakin banyaknya masyarakat yang mengetahui tentang pengajian qiraat sab’ah ini. Selain itu, penulis juga mengharapkan adanya sosialisasi untuk para remaja agar lebih mendalami ilmu-ilmu al-Qur’an seperti pengajian qiraat ini.

2. Berharap bagi para pengajar untuk lebih bisa berempati kepada para jama’ah dalam berkomunikasi kepada jama’ah, mengingat dari jama’ah yang mayoritas adalah para orang tua bahkan ada diantara mereka berusia lanjut.

3. Harapan untuk para jama’ah, walau dengan keterbatasan usia semoga tidak menjadikan halangan untuk terus bersemangat dalam menuntut ilmu, baik ilmu qiraat sab’ah ini juga imu-ilmu yang lainnya. Semoga apa yang telah didapatkan dalam pengajian qiaraat ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari hingga mampu membaca al-Qur’an dengan lebih lancar lagi.


(4)

Diponegoro, vol. 10

Al-bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut: Idar al-Thiba’at al-Muniriyyat,t.t, Juz Ke-6 Al-fadli, Abdul Hadi. al-Qiraat al-Qur’aniyyat, Beirut : Dar al-Majma’ ’Ilmi,

1979

Al-qattan, Manna. Studi Ilmu-ilmul al-Qur’an,, Jakarta : PT. Pustaka Litera AntarNusa, 2004 cet. Ke-8

Al-Yassu’I, Fr. Louis Ma’aluf dan Fr. Bernard Tottel al-Yassu’i, Munjid, Bairut: Darrul Masyriq

Al-zarqani, Muhammad abd al-’Adzim. Manahil al-Irfan fi ’Ulumil Qur’an,

Mesir, Dar al-Ihya al-Kutub al-’Arabiyyah, 1988, Jilid I

Arifin, H. M., Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta : Bumi Aksara , 1991, Cet. 1 Arifin, H. M., Pendidikan Pelatihan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta :

Golden Teragon Press, 1998, cet ke-6

Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1996

Ash Siddiq, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an atau Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1972

Ash Siddiqy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an atau Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1972

Buckley, Eric. The Oxford English Dictionary, Oxford : The Clarendom press, 1978, Vol. III

Budyatna, M. dan Mutmainah, Nina. Komunikasi Antarpribadi, Jakarta : Universitas Terbuka, 1994

Devito. Joseph A., Komunikasi Antarmanusia : Kuliah Dasar, Jakarta : Professional Book, 1997

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, Jilid IV

Djalal, H. Abdul. Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Islam, 2000, cet. Ke-2


(5)

69

Djalal. Abdul. ’Ulum al-Qur’an, Surabaya : Dunia Ilmu, 2000, cet. Ke-2

Drucker, Peter. F., Bagaimana Menjadi Eksekutif Yang Efektif,(Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1986

Effendi, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992

Effendy, Onong Uchana. Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung : Alumni, 1981 Effendy, Onong Uchyana. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung : PT.

Citra Aditya Bakti, 2003, cet Ke-3

Fathoni, Ahmad. Kaidah Qiraat Tujuh, Jakarta: Institut PTIQ dan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta dan Darul Ulum Press, Jilid II

Hasanuddin AF., Pebedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbat Hukum dalam al-Qur’an, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995, cet. Ke-1

Hasanuddin, H., Hukum Dakwah, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996, cet ke-1, Liliweri, Alo. Komunikasi Antarpribadi, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991 M. Echols., John. dan Shadily, Hasan. Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT.

Gramedia. Pustaka Utama, 1990, Cet. Ke-8

Mc. Quail, Dennis. Teori Komunikasi Suatu Pengantar, Jakarta :Erlangga Pratama, 1992

Muis A., Komunikasi Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007

Munawwir, Ahmad Warson, Munawir, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. Cet Ke-14

Poerwadarminta, W. J. S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1995, cet ke-14

Pridodgdo, A. b., da Shadily, Hasan. Ensiklopedia Umum, Yogyakarta : Kanisius, 1990, Cet Ke-8

Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992 Salim, Muhsin. Ilmu Qiraat Tujuh : Bacaan Al-Qur’an Menurut Tujuh Imam

Qiraat Dalam Thariq Asy Stathibiyyah, Jakarta: Majelis Kajian

Ilmu-ilmu Al-Qur’an, 2007, cet. Ke-1

Salim, Muhsin. Ilmu Tajwid Qira’at Ashim tentang Mad Munfashil dengan Qashr Riwayat Hafs Thariq Thayyibatun Nasr, Jakarta : LBIQ, 2001


(6)

Sanapiah, Faisal. Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005

Sarjono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Grafindo Persada, 1997 Sendjaja, Djuarsa. Pengantar Komunikasi, Jakarta : Universitas Terbuka, 1999,

cet. Ke-9

Sendjaja, Sasa Djuarsa. Materi Pokok Teori Komunikasi, Jakarta : Universitas Terbuka, 2005

Shihab, Quraisy. Membumikan Al-Qur’an”, Bandung : MIzan, 1994, cet. Ke- XIX Suharto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Surabaya: PT. Indah 1995, Cet. Ke-1, Suwarto, F. X., Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta : PT. Cipta Adi Pustaka,

1989), Jilid V, E, FX

Tim penulis LBIQ, Profil Lembaga Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Lembaga Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an Provinsi DKI Jakarta

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1995, Cet Ke-7, edisi ke-2

Usman, Husni dan Akbar, Purnomo Setiadi. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1998, cet. Ke-2

Widjaja, H. A. W., Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2008, Cet. Ke-5

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta : PT. Grasindo, 2006, cet. Ke- 3 Dokumentasi statistik LBIQ

Tim penulis LBIQ, Profil Lembaga Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an,h. 4-6 Wawancara pribadi dengan Bapak. H. Damanudin Ibnu Majani, SE., M.Si Wawancara pribadi dengan Bapak K. H. Drs. Muhsin Salim, MA.