Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam penentuan kebijakan investasi, pemilik, manajer dan penanam modal sangat membutuhkan informasi yang berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan yang diketahui berdasarkan hasil analisis laporan keuangan. Pada akhirnya hasil analisis laporan keuangan yang menunjukkan kinerja perusahaan tersebut dipakai sebagai dasar penentuan kebijakan bagi pemilik, maupun pihak investor. Motivasi atau tujuan para investor untuk melakukan investasi di pasar modal tidak selalu sama antar investor yang satu dengan investor yang lain. Bagi investor yang mempunyai tujuan untuk mendapat keuntungan jangka pendek, pada umumnya mereka menginginkan bagian dari keuntungan yang berupa capital gain dengan cara salah satunya adalah membeli saham atau sekuritas lain pada saat harganya murah dan menjualnya pada saat harga saham meningkat. Sedangkan bagi investor yang berorientasi untuk mendapatkan keuntungan jangka panjang diantaranya berupa keinginan untuk memperoleh proporsi kepemilikan di perusahaan, pada umumnya mereka kurang respon terhadap fluktuasi harga saham. Tujuan perusahaan adalah memaksimalkan laba, namun dalam perkembangannya sudah tidak relevan lagi jika tujuan perusahaan adalah memaksimalkan laba, akan tetapi bagaimana perusahaan tersebut memaksimalkan kekayaan dari pemegang sahamnya. Untuk menilai kinerja suatu perusahaan dibutuhkan suatu alat analisis dan hal yang umum digunakan adalah rasio keuangan. Analisis rasio keuangan ini adalah salah satu cara pemerosesan dan penginterpretasian informasi akuntansi yang digunakan untuk menjelasakan hubungan tertentu antara angka yang satu dengan angka yang lain dari suatu laporan keuangan. Analisis rasio keuangan dapat digunakan untuk membimbing investor dan kreditor untuk membuat keputusan atau pertimbangan tentang pencapaian perusahaan dapat dilihat dari imbal hasil penghasilan bagi aset yaitu Return on Asset ROA atau bagi ekuitas yaitu Return on Equity ROE, apabila rasio tersebut meningkat maka kinerja perusahaan dianggap membaik, namun demikian parameter di atas mempunyai kelemahan, kelemahan utama alat tersebut adalah mengabaikan adanya unsur cost of capital atau biaya modal, sehingga sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan telah berhasil menciptakan nilai atau tidak, sehingga dari kelemahan tersebut maka lahirlah konsep Econimic Value Added EVA. Pendekatan Economic Value Added EVA dicetuskan pertama kali tahun 1993 oleh G.Bannett Steward dan Joel M. Strem. Economic Value Added EVA tersebut berpijak dari konsep biaya modal, Biaya modal atau cost of capital merupakan biaya yang harus dikeluarkan atau dibayar oleh perusahaan untuk mendapatkan modal yang digunakan untuk investasi perusahaan. Konsep Econimic Value Added EVA lebih memiliki keterkaitan dengan nilai perusahaan dibandingkan demgan analisis tradisional seperti Return On Asset ROA, Return On Equity ROE, dan rasio lainnya. Kemanjuran Economic Value Added EVA ini terbukti dengan adanya pernyataan beberapa manajer tingkat atas dari perusahaan yang tergolong perusahaan besar di amerika seperti yang dimuat dalam majalah Fortune pada tanggal 30 september 1993 dalam Turagan 2003, pendapat dari CEO Quaker Oats yang menyatakan bahwa Economic Value Added EVA memuat para manajer bertindak selayaknya para pemegang saham, dimana hal tersebut merupakan pegangan utama bagi setiap perusahaan di era tahun 1990, ATT menyatakan perhitungan Economic Value Added EVA yang dilakukan sejak tahun 1984 hampir memiliki korelasi yang sempurna dengan harga saham, begitu pula para eksekutif dari Coca Cola dan CSX menjelaskan bahwa Economic Value Added EVA dapat diterapkan secara sukses pada perusahaan mereka. Market Value Added MVA di kembangkan oleh Stern Steward Co. Market Value Added MVA atau nilai tambah pasar adalah besaran yang langsung mengukur penciptaan nilai perusahaan berupa selisih nilai pasar ekuitas market value of equity dengan jumlah yang di tananmkan investor dalam perusahaan. Economic Value Added EVA erat kaitannya dengan Market Value Added MVA, bila Economic Value Added EVA mengukur kesuksesan di masa lalu, Market Value Added MVA justru melihat ke depan, sebagai refleksi kondisi perusahaan dipasar. Dengan melihat perbedaan antara nilai pasar perusahaan market value dengan nilai investasi perusahaan capital. Menurut Ramana 2003 menyatakan bahwa Economic Value Added EVA dan Net Operating Profit After Tax NOPAT tentu berhubungan secara positif dengan Market Value Added MVA dan Economic Value Added EVA yang memiliki korelasi tertinggi di bandingkan dengan Net Operating Profit After Tax NOPAT. Menurut Wijaya dan Kurniasih 2006 bahwa Economic Value Added EVA lebih memiliki hubungan dengan nilai perusahaan dibandingkan dengan Return On Equity ROE. Objek penelitian yang diamati adalah perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI. Perusahaan industri barang konsumsi adalah perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan barang untuk dikonsumsi. Jenis-jenis perusahaan industri barang konsumsi adalah perusahaan makanan dan minuman, perusahaan rokok, perusahaan farmasi, perusahaan kosmetik dan barang keperluan rumah tangga, dan perusahaan peralatan rumah tangga Berdasarkan jenis industri barang konsumsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa perusahaan industri barang konsumsi bergerak pada pelayanan publik yang menyangkut kepentingan banyak orang sehingga dapat dipastikan bahwa perusahaan industri barang konsumsi memiliki cakupan luas dan modal yang cukup besar sehingga untuk pemenuhan modal tersebut para investor memilih untuk menarik modal dari pasar melalui proses go public. Periode pengamatan dimulai dari tahun 2006 sampai tahun 2008 dengan tujuan untuk mengumpulkan data penelitian yang lebih up to date dengan kondisi perekonomian Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan manufaktur industry barang konsumsi mampu memberikan dampak yang positif terhadap pergerakan saham terbukti dengan semakin banyaknya perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia BEI. Indonesia merupakan salah satu target investasi dunia yang diperlihatkan dengan semakin besarnya aliran dana asing yang masuk. Bahkan sampai penutupan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG mencatat rekor terbaru menembus level psikologis hingga di level 3.013 dan menurut General Manager Avrist Assurance Chris Bendl, animo di portofolio memperlihatkan kepercayaan investor pada iklim investasi Indonesia Media Indonesia, 22 Juli 2010 Perbedaan peneliti ini dengan peneliti sebelumnya adalah penelitian ini memfokuskan hanya kepada Economic Value Added EVA, Market Value Added MVA dan dengan variabel dependent Harga Saham. Dalam penelitian ini memfokuskan hanya pada perusahaan- perusahaan Industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI maka pada penelitian ini adalah 2011-2013. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengambil judul :“Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

B. Rumusan Masalah