Sejarah perkembangan karet Karet alam

Mawaddah : Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat Ch 3 cooh Terhadap Tegangan Tarik Green Modulus 300 Benang Karet Count 37 Sw Ends 40 PT. Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah perkembangan karet

Sejak berabad-abad yang lalu, karet telah dikenal dan digunakan secara tradisional oleh penduduk asli di daerah asalnya, yakni Brasil-Amerika Selatan. Akan tetapi, meskipun telah diketahui penggunaannya oleh Columbus pada akhir abad ke-15 dan bahkan oleh penjelajah-penjelajah berikutnya pada awal abad ke-16, sampai saat itu karet masih belum menarik perhatian orang-orang Eropa. Perhatian terhadap karet bertambah meningkat setelah Pries-Tly, seorang ahli fisikakimia inggris, pada tahun 1770 menemukan bahwa karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari grafit, sehingga orang Inggris menyebut karet dengan sebutan “rubber”. Percobaan penggunaan karet dikembangkan secara terus menerus. Penemuan yang sangat menentukan tumbuhan karet adalah ditemukannya cara vulkanisasi oleh seorang ahli kimia Amerika, Charles Goodyear pada tahun 1839. Pada proses vulkanisasi ini karet dicampur dengan belerang pada derajat suhu tertentu, sehingga menghasilkan sejenis produk yang lebih unggul dalam penggunaan bahan karet murni. Dengan perbaikan dan penyempurnaan yang terus-menerus, akhirnya menghasilkan berbagai macam bahan karet mulai dari yang lunak sampai yang keras. Mawaddah : Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat Ch 3 cooh Terhadap Tegangan Tarik Green Modulus 300 Benang Karet Count 37 Sw Ends 40 PT. Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009 Pemanfaatan karet yang sangat berarti ditemukan oleh Dunlop pada tahun 1888, yakni diciptakannya ban pompa. Penemuan ini kemudian disusul oleh Michelin Prancis dan Goodrich Amerika dengan penciptaan ban mobil yang di kemudian hari berkembang terus setelah orang berhasil membuat mobil pada 1895.

2.2 Karet alam

Karet alam adalah suatu polimer dari isoprene dengan nama kimia cis 1,4 poliisoprene. Rumus umum monomer karet alam adalah C 5 H 8 n dengan rumus bangun seperti berikut CH 3 H CH 2 CH 2 C = C C = C CH 2 CH 2 CH 3 H monomer Rumus bangun cis 1,4 poliisopren karet alam n adalah derajat polimerisasi yaitu bilangan menunjukkan jumlah monomer di dalam rantai polimer. Nilai n dalam karet alam berkisar antara 3000-15000. Viskositas karet berkolerasi dengan nilai n. Semakin besar nilai n akan semakin panjang rantai molekul karet menyebabkan sifat viskositas karet semakin tinggi. Karet yang terlalu kental viscous kurang disukai konsumen, karena akan mengkonsumsi energi yang besar sewaktu proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi. Tetapi sebaliknya karet yang viskositasnya terlalu rendah juga kurang disukai Mawaddah : Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat Ch 3 cooh Terhadap Tegangan Tarik Green Modulus 300 Benang Karet Count 37 Sw Ends 40 PT. Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009 karena sifat barang jadinya seperti tegangan putus dan perpanjangan putus menjadi rendah. Molekul-molekul polimer karet alam tidak lurus, tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan –C–C– di dalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu dapat ditarik, ditekan dan lentur. Adanya ikatan rangkap –C=C– pada molekul karet, memungkinkan dapat terjadi reaksi oksidasi. Oksidasi karet oleh udara O 2 terjadi pada ikatan rangkap yang akan berakhir dengan pemutusan ikatan rangkap molekul, sehingga panjang rantai polimer akan semakin pendek. Terjadinya pemutusan rantai polimer mengakibatkan sifat viskositas karet menjadi menurun. Oksidasi karet oleh udara akan lebih lambat terjadi bila kadar antioksidant alam protein dan lipida tinggi serta kadar ion-ion logam karet rendah. Untuk itu dalam penanganan bahan olah berupa lateks atau koagulum harus dilakukan sebaik mungkin, agar sifat-sifat hakiki karet alam dapat terjaga tetap baik mulai dari kebun, pengolahan di pabrik hingga sampai di luar negeri.

2.3 Sifat karet alam