Pengaruh Swelling Indeks Terhadap Tegangan Putus Benang Karet ( Resistant At Breaks ) Count -42 Sw Ends 40
PENGARUH SWELLING INDEKS TERHADAP TEGANGAN
PUTUS
BENANG KARET (RESISTANT AT BREAKS) COUNT-42 SW
ENDS 40
KARYA ILMIAH
LISA NURSYAM
072401021
PROGRAM DIPLOMA – 3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(2)
PENGARUH SWELLING INDEKS TERHADAP TEGANGAN PUTUS BENANG KARET ( RESISTENT AT BREAKS ) C- 42 SW ENDS 40
KARYA ILMIAH
Diajaukan unutuk melengkpi tugs dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
LISA NURSYAM 072401021
PROGRAM DIPLOMA -3 KIMIA ANALIS DEPERTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMTERS UTARA
MEDAN 2010
(3)
PERSETUJUAN
Judul
:
PENGARUH SWELLING INDEKS TERHADAPTEGA
NGAN PUTUS BENANG KARET ( RESISTANT AT BREAKS ) COUNT -42 SW ENDS 40
Kategori : KARYA ILMIAH
Nma : LISA NURSYAM
Nomor Induk Mahasiswa : 072401021
Program Studi : DIPLOMA III KIMIA ANALIS
Deprtemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
( FMIPA ) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan,1 Juni 2010
Diketahui
Depertemen Matimatika FMIPA USU
Ketua, Pembimbing,
DR.Rumondang Bulan,M.S Dr. Mimpin Ginting,M.S NIP.1954080301985032001 NIP. 195510131968011001
(4)
PERNYATAAN
PENGURUS SWELLING INDEKS TERHDAP PUTUS BENANG KARET ( RESISTANT AT BREKS ) COUN -24 SW ENDS 40
KARYA ILMIAH
Saya mengkui karya ilmiah ini dalah hsil kerj sya sendiri , kecuali beberapa kutipan dan ringksan dan masing – masing di sebutkn sumbernya.
Medan , 1 Juli 2010
LISA NURSYAM 072401021
(5)
PENGHARGAAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa tiada henti melimpahkan kasih sayang dan segala kemurahan-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul "Pengaruh Swelling Indeks Terhadap Tegangan Putus Benang Karet (Resistant at Breaks) C-42 SW ENDS 40" akhirnya dapat penulis selesaikan.
Karya ilmiah ini dapat disusun dan diselesaikan berkat bantuan dan do'a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tiada kata yang lebih patut untuk penulis sampaikan kecuali ucapan terima kasih yang setulusnya kepada:
1) Keluarga tercinta, Ayahanda Khairuddin dan Ibunda tercinta Susilawati yang telah mencurahkan seluruh kasih saayang dan memberikan motivasi atau semangat dari segimoral dan material. Kepada saudara-saudara penulis: Kakanda Mardhiyah Hannum dan Adinda Tersayang Riza Umayah yang selalu membantu dan memberikan dukungan kepadaa penulis.
2) Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku dosen pembimbing, yang dengan ikhlas dan sabar telah meluangkan sebagian waktunya dan berkenan memberikan bimbingan dan dorongan serta petunjuk selama penulisan karya ilmiah ini.
3) Ibu DR. Rumondang Bulan, MS selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
4) Bapak Erwin Lubis, ST dan seluruh staf pegawai PT. Industri Karet Nusantara yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis.
5) Dosen-dosen yang telah banyak memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat pada penulis.
6) Aa Dedy Harsoyo dan Keluarga yang selalu memberikan semangat dan do'anya kepada penulis.
7) Teman-teman G'Ner yang selalu ada untuk penulis: Echa See-klit,Gocha, dan Wyne. 8) Teman-teman stambuk 2007 yang telah memberikan suasaana kuliah yang penuh
dengan ketenangan dan keceriaan selama perkuliahan
9) Yang tercinta dan tersayang yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini, baik dalam bentuk moral maupun material.
10)Semua pihak yang telah membantu penyelessaian karya ilmiah ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Seperti yang sering dikatakaan orang, “Tak ada Gading yang Tak Retak", penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan segala kerendaha hati penulis mengharapkan saran kritikan yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga karya ilmiah ini dapat menyumbangkan pemikiran kepada pembaca.
Medan, Juli 2010 Penulis,
(6)
ABSTRAK
Salah satu tahap kendali mutu dalam pembuatan benang karet adalah swelling indeks. Pemeriksaan swelling indeks dilakukan untuk mengetahui besar pengembangan kompon. Swelling indeks mempengaruhi salah satu parameter fisik benang karet yaitu ketahanan putus (resistant at break). Jika swelling indeks suatu benang karet rendah maka resistant at break rendah yang mengakibatkan benang karet yang dihasilkan menjadi mudah putus. Sebaliknya, jika swelling indeks sangat tinggi maka resistant at break tinggi, mengakibatkan benang karet yang dihasilkan menjadi mudah kendur. Nilai swelling benang karet count 42 sw ends 40 yang baik adalah 2,02-2,13mm dan resistant at break adalah 3089 – 3457 g/mm2.
(7)
THE EFFECT OF COMPOUND SWELLING INDEX TO RESISTANT AT BREAK IN RUBBER THREAD COUNT 42 SW ENDS 40
ABSTRACT
One of the phase quality control in producing the rubber thread is swelling index. The swelling index measurements done in order know much swell of compound. Swelling index influences one of rubber thread physical parameter namely resistant at bereak. If swelling index at rubber is low so resistant at break is low which effect rubber theread which is produced become easy broken. On the other hand, if swelling index is very high so resistant at break is high which effect rubber thread is produced become easy slack. Swelling index which good to rubber thread count 42 SW ENDS 40 are 2,03 -2,12mm and the resistant at break are 3089 – 3457 g/mm2.
(8)
DAFTAR ISI
Persetujuan ... ii
Pernyataan ... iii
Penghargaan ... iv
Abstrak ... v
Abstract ... vi
Daftar Isi ... vii
Bab 1 Pendahuluan ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 3
1.3 Tujuan ... 3
1.4 Manfaat ... 3
Bab 2 Tinjauan Pustaka ... 4
2.1 Karet alam ... 4
2.2 Lateks Pekat ... 5
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lateks ... 7
2.4 Penggumpalan lateks ... 9
2.5 Penerimaan Lateks ... 11
2.6 Benang Karet ... 12
2.7 Swelling Indeks ... 12
2.8 Tegangan Putus ... 13
Bab 3 Metodologi ... 17
3.1 Metodologi ... 17
3.2 Alat dan Bahan ... 17
3.3 Prosedur ... 18
(9)
Bab 4 Data dan Pembahasan ... 21
4.1 Data ... 22
4.2 Pembahasan ... 24
Bab 5 Kesimpulan dan Saran ... 25
5.1 Kesimpulan ... 25
5.2 Saran ... 25
Daftar Pustakan ... 26
(10)
ABSTRAK
Salah satu tahap kendali mutu dalam pembuatan benang karet adalah swelling indeks. Pemeriksaan swelling indeks dilakukan untuk mengetahui besar pengembangan kompon. Swelling indeks mempengaruhi salah satu parameter fisik benang karet yaitu ketahanan putus (resistant at break). Jika swelling indeks suatu benang karet rendah maka resistant at break rendah yang mengakibatkan benang karet yang dihasilkan menjadi mudah putus. Sebaliknya, jika swelling indeks sangat tinggi maka resistant at break tinggi, mengakibatkan benang karet yang dihasilkan menjadi mudah kendur. Nilai swelling benang karet count 42 sw ends 40 yang baik adalah 2,02-2,13mm dan resistant at break adalah 3089 – 3457 g/mm2.
(11)
THE EFFECT OF COMPOUND SWELLING INDEX TO RESISTANT AT BREAK IN RUBBER THREAD COUNT 42 SW ENDS 40
ABSTRACT
One of the phase quality control in producing the rubber thread is swelling index. The swelling index measurements done in order know much swell of compound. Swelling index influences one of rubber thread physical parameter namely resistant at bereak. If swelling index at rubber is low so resistant at break is low which effect rubber theread which is produced become easy broken. On the other hand, if swelling index is very high so resistant at break is high which effect rubber thread is produced become easy slack. Swelling index which good to rubber thread count 42 SW ENDS 40 are 2,03 -2,12mm and the resistant at break are 3089 – 3457 g/mm2.
(12)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Latex merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian Negara. Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar. Bahkan, Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan melibat negara – negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri di daratan Amerika Selatan.(Setyamidjaja.D 1993)
Benang karet merupakan karet yang berbentuk, lentur jika ditarik dan memiliki ketahannan yang tinggi. Benang karet ini nantinya yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam industri tekstil yang menghasilkan produk-produk seperti : pakaian olah raga, pakaian, rok dan lain – lain. Dengan semakin berkembangnya teknologi dibidang perkaretan menjadikan industri karet dunia semakin berkembang. Banyak industri yang menggunakan bahan baku karet, salah satunya adalah industri hilir yang menghasilkan benang karet.
Pabrik benang karet telah menetapkan beberapa kendali mutu untuk menghasilkan karet yang berkualitas. Salah satu kendali mutu kompon pada tiap tahanan proses benang karet adalah swelling indeks.
(13)
Nilai swelling indeks ini mempengaruhi salah satu parameter fisik benang karet yang dihasilkan yaitu resistant at breaks (ketahanan putus).
Salah satu proses yang penting dalam pembuatan benang karet adalah maturasi (pemeraman). Maturasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengetahui umur suatu kompon. Pada proses ini dilakukan penambahan bahan kimia antara lain : ZnO (zinc oxide) sebagai aktivator dan Occtocure sebagai bahan accelerator (pencepat), kemudian dilakukan pemanasan pada suhu dan waktu tertentu.
Untuk menghasilkan benang karet yang mutu tinggi dan mampu bersaing di pasaran selama proses pembuatan benang karet selalu memperhatikan faktor – faktor TSC (Total Solid Content), MST (Mechanical Stability Time), DRC (Dry Rubber Content) dan bahan pendukung lainnya.
Melihat Analisa dan uraian diatas maka penulis tertarik dan ingin membahas masalah tersebut dengan judul yaitu :
“Pengaruh Swelling Indeks Terhadap Tegangan Putus Benang Karet
(Resistant at Breaks) Count 42 sw ends 40”.
1.2. Permasalahan
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan ini adalah : Bagaimana pengaruh swelling indeks terhadap tegangan putus benang karet (resistant at breaks) Count 42 SW ends 40.
(14)
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui Pengaruh nilai swelling indeks terhadap tegangan putus benang karet (resistant at breaks) Count 42 SW end 40.
1.4. Manfaat
Untuk memberikan informasi pengaruh swelling indeks terhadap tegangan putus benang karet (resistant at breaks) Count 42 SW ends 40.
(15)
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1. Karet Alam
Perkembangan karet dan industri karet dewasa ini luar biasa. Masyarakat modern sekalipun tidak dapat berjalan tanpa karet. Komoditi ini ditemukan oleh orang Eropa pada abad ke – 16. Sejak abad ke – 19 industri karet mulai menggunakan cara manufaktural (lewat pabrik) dan peralatan yang sederhana. Industri karet ini merupakan salah satu bagian dari masyarakat sangat diperlukan.
Karet sudah lama sekali digunakan orang, penggunaan karet meningkat sejak Charles Goodyear (1800 – 1860), menemukan proses vulkanisasi pada tahun 1839. vulkanisasi pada pokoknya meliputi pencampuran sulphur dengan karet. Lalu campuran tersebut dipanaskan dan sesudah terjadi reaksi kimia struktur sifat bahan diubah secara besar-besaran.
Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda an memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis. Namun, bahan-bahan-bahan-bahan itu berbeda sifat bahan-bahan dasarnya misalnya, kekuatan tensil, daya ulur maksimum, daya lentur dan terutama pada porses pengolahannnya serta prestasinya sebagai barang jadi.
(16)
Karet alam adalah suatu komoditi homogen yang cukup baik. Kualitas dan hasil produksi karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar perbandingan yang baik untuk barang-barang karet buatan manusia. Karet alam mempunyai daya lentur yang tinggi, kekuatan tensil, dan dapat dibentuk dengan pansa yang rendah. Daya tahan karet terhadap benturan, goresan, dan koyakan sangat baik. Namun karet alam tidak begitu tahan terhadap faktor-faktor lingkungan seperti oksidasi dan ozon. Karet alam juga mempunyai daya tahan yang rendah terhadap bahan-bahan kimia seperti bensin, minyak tanah, bensol, pelarut lemak, pelarut, pelumas sintesi, dan cairan hidrolik. Karena sifat fisik dan daya tahannya, karet alam dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang membutuhkan kekuatan yang tinggi dan panas yang rendah (misalnya ban pesawat terbang, ban truk raksasa, dan ban-ban kendaraan) dan produksi – produksi teknik lain yang memerlukan daya tahan yang sangat tinggi (Spillane.JJ 1989).
Pembentukan Poli-isoprena (alami)
Poli-isoprena merupakan karet alam dengan monomer 2-metil-1,3 butadiena. Reaksi yang terjadi dengan membuka salah satu ikatan rangkap dan ikatan rangkap yang lainnya berpindah
(17)
(http://www.wikipedia.ac.id)
2.2. Lateks Pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendidihan atau Creamed Lateks dan melalui proses pemusingan atau Centrifuged lateks.
Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari sekitar 32 – 35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol, ester, dan garam. Karet guayule merupakan kekecualian, yang diperoleh melalui pulping dan parboiling tumbuhan sebelum dimurnikan. Residu panen selulosik merupakansumber alkohol fementasi yang potensial. Karet termasuk polimer dengan berat molekul sangat tinggi (rata-rata sekitar 1 jam) dan amorfus, meskipun menjadi terkristalisasi secara acak pada suhu rendah.
(18)
Lateks merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam proses benang karet. Lateks yang digunakan dalam pembuatan benang karet harus dipekatkan terlebih dahulu yang disebut dengan lateks pekat.
Karet Havea brasilensis, diperkenalkan di Indonesia tahun 1876 yang berasal dari lembah Amazon, Brazil. Hasil yang diambil dari tanaman karet adalah lateks yang diolah menjadi SIR, Lateks Pekat dan Karet Remah. Lateks dapat diperoleh dengan cara menyadap antara cambium dan kulit pohon yaitu merupakan cairan putih atau kekuning-kuningan.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Lateks Segar
No. Nama Bahan Kadar
1. Karet 25,0 – 40,0 %
2. Karbohidrat 1,0 – 2,0%
3 Protein
danSenyawaNitrogen
1,0 – 2,0%
4 Lipid Dan Terpen 1,0 – 1,5%
5 Senyawa anorganik 0,1 – 0,5%
6 Air 60 – 75%
7 pH 6,8 – 7,0%
Komposisi kimia lateks dipengaruhi jenis klon, system deres, musim dan keadaa lingkungan kebun. Lateks pada saat keluar dari pembuluh lateks
(19)
cocok dan baik sebagai media tumbuh mikroorganisme, sehingga dengan cepat mikroba dari lingkungan akan mencemari lateks (M. Ompusunggu BSc, 1987).
Karet merupakan polimer alam terpenting dengan rumus struktur CH3
| -CH2C=CHCH2-
Bentuk utama dari karet alam adalah terdiri dari 97% cis 1,4-poliisoprena,dikenal sebagai Hevea rubber.Karet ini diperoleh dengan menyadap kulit sejenis pohon (Hevea brasiliensis) yang tumbuh liar di Amerika Selatan dan ditanam dibagian dunia yang lain.Ia juga ditemukan dalam berbagai semak dan tumbuhan kecil,termasuk rumput milkweed dan dandelion.Salah satu diantara semak-semak terpenting adalah guayule yang tumbuh dengan baik diiklim kering sebagaimana ditemukan di Meksiko Utara dan Amerika serikat Barat Daya.
Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari sekitar 32-35% karet dan sekitar 5% senyawa lain,termasuk asam lemak,gula protein,sterol ester dan garam (Stevens,MP 2001).
2.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas lateks
Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah :
(20)
1.Faktor di kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain – lain)
2.Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau keadaan lateks tidak stabil).
3.Alat – alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (yang baik terbuat dari alumunium atau baja tahan karet).
4.Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu). 5.Kualitas air dalam pengolahan
6.Bahan – bahan kimia yang digunakan. 7.Komposisi lateks.
Kandungan bahan – bahan dalam lateks segar dan lateks yang dikeringkan.
Bahan
Lateks Segar
(%)
Lateks yang dikeringkan
(%)
1.Kandungankaret 35,62 88,28
2. Resin 1,65 4,10
3. Protein 2,03 5,04
4. Abu 0,70 0,84
5. Zat gula 0,34 0,84
(21)
Dari bahan-bahan yang terkandung dalam lateks segar masih terdapat fraksi kuning latoid (2 – 10 ppm), enzim peroksidase dan tyroxzinase. Fraksi kuning dianggap normal bila mencapai 0,1 – 1,0 mg tiap 100 gram lateks kuning (Tim Penulis,PS 1994).
2.3.1.Pengaruh Komponen Bukan Karet
Kandungan bukan karet lateks yang terdiri dari air dan senyawa-senyawa protein, lipida, karbohidrat serta ion – ion anorganik mempengaruhi sifat karet.
Komponen senyawa-senyawa protein dan lipida selain berguna menyelubungi partikel karet (memantapkan lateks), juga berfungsi sebagai antioksidan alamiah dan bahan pencepat (accelerator) dalam pembuatan barang jadi karet. Oleh karena itu dalam penanganan bahanolah (lateks kebun atau koagulan) pengolahan karet ekspor (lateks pekat, RSS, atau SIR) komponen non karet protein dan lipida harus dijaga sebaik mungkin. Hilangnya protein dan lipida terjadinya pembusukan yang terlalu lama, sehingga habis dimakan mikroba. Menjaga kandungan protein dan lipida dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan peralatan dan pengawetan serta mencegah terjadinya proses pencucian sewaktu pengolahan. (Setyamidjaja,D 1993)
(22)
Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil penyadapan dikebun dan kebersihan harus diperhatikan. Selain dari terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran-kotoran yang kelat sukar dihilangkan, kotoran-kotoran – kotoran-kotoran tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai dipabrik untuk diolah.
Untuk menghindari terjadinya prakoagulasi tersebut, usaha menghindarkan masuknya kotoran kedalam lateks tidak hanya dilakukan pada saat penyadapan, tetapi juga dalam persiapan sebelum penyadapan dimulai.
Penggumpalan lateks dilaksanakan 3 – 4 jam setelah penyadapan dilakukan. Tetapi pada pohon – pohon yang aliran lateksnya lambat berhenti (latedrops) dapat dilakukan penggumpalan kedua.
Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasanya juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya prakoagulasi. Akan tetapi pemakaian anti koagulan ini harus dibatasi sampai batas yang sekecil-kecilnya. Antikoagulan memerlukan larutan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan.
Bahan kimia yang digunakan sebagai anti koagulan adalah larutan soda (Na2CO3), Amoniak (NH3) dan Natrium Sulfite (Na2SO3), 5 – 10 cc
(23)
larutan soda 10% atau 5 – 10 cc larutan amoniak 2 – 2,5% atau 5 – 10 cc larutan Natrium sulfite 10%. (PT.Industri Karet Nusantara Medan).
2.4.1.Pengaruh Waktu Penyadapan
Penyadapan harus dilakukan dengan dimulai sepagi mungkin. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh hasil lateks yang tinggi, karena bila penyadapan dilakukan pagi – pagi, turgor pembuluh lateks masih tinggi sehingga keluarnya lateks dari pembuluh lateks yang terpotong berlangsung dengan aliran yang kuat.
Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi karena penetralan muatan artikel karet, sehingga daya interaksi karet dengan pelindungannya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung membentuk gumpalan. Penggumpalan karet didalam lateks kebun (pH ± 6,8) dapat dilakukan dengan penambahan asam untuk menurunkan pH hingga tercapai titik isoelektrik yaitu pH dimana muatan positif sehingga elektrokinetis potensial sama dengan nol.
Titik isoelektrik karet didalam lateks kebun segar adalah pada pH 4,5 – 4,8 tergantung jenis klon. Asam penggumpal yang banyak digunakan adalah asam formiat atau asetat dengan karet yang dihasilkan bermutu baik. Penggunaan asam kuat seperti asam sulphate atau nitrat merusak mutu karet yang digumpalkan.
Penambahan bahan – bahan yang dapat mengikat air seperti alkohol juga dapat menggumpal partikel karet, karena ikatan hidrogen
(24)
antara alkohol dengan air lebih kuat dari pada ikatan hidrogen antara air dengan protein yang melapisi partikel karet, sehingga kestablan partikel karet didalam lateks akan terganggu dan akibatnya karet akan menggumpal. Penggumpalan alkohol sebagai penggumpal lateks secara komersil jarang digunakan.
Penambahan elektrolit yang bermuatan positif akan dapat menetralkan muatan partikel karet (negative), sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak, mengakibatkan karet menjadi menggumpal. Sifat karet yang digumpalkan dengan tawas kurang baik, karena dapat mempertinggi kabar abu dan kotoran karet.
Adapun sifat-sifat yang menunjukkan mutu dari lateks adalah : 1. Kekuatan Tarik Dan Regangan Pada Pecahan
Adapun yang dinamakan kekuatan tarik yaitu gaya yang perlu untuk meregang sepotong percobaan (tekstil) sampai patah. Yang dikatakan regangan pada patahan yaitu panjang yang dialami pencobaan sampai terjadi patahan atau pecahan pada lateks. Regangan disebut juga dengan persen dari suatu panjang yang bermula.
2. Kekerasan
Yang dimaksud dengan kekerasan yaitu kemampuan karetmenahan sebuah peluru yang terletak pada timbangan atau tekanan pegas. Karena adanya proses vulkanisasi maka kekerasannya semakin bertambah.
(25)
Adapun sifat kekuatan terhadap susutan terutama pada barang-barang yang mudah rusak seperti ban luar, ban pengangkutan, telapak dan tumit sepatu. Karet yang di vulkanisasi umumnya tahan terhadap susutan. Kekuatan ini ditentukan oleh suatu percobaan karet dalam jangka waktu yang tertentu pada permukaan yang kasar (G.deBoer, 1997).
2.5. Penerimaan lateks.
Setiap satuan bobot karet kering, atau diberikan suatu premi tambahan untuk kelebihan hasil yang diperoleh diatas ketetapan yang sudah ditentukan, maka sudah seharusnya untuk kedua keadaan tersebut ditentukan pendapatan tiap hari untuk tiap penyadap. Walaupun penyadapan dilakukan dengan upah harian, pengawasan atau tiap penyadap seseorang, baik pemeriksaan atas produksi maupun kadar karet dari lateks hasil sadapannya.
a)Bobot atau isi lateks
Caranya adalah : Penentuan hasil penyadapan atas dasar volume, dapat juga ditetapkan beratnya. Untuk hasil lateksnya ditimbang sehingga diketahui bobotnya.
b)Kadar karet kering (KKK)
Koagulasi berlangsung dengan cepat, lembaran dikeringkan dengan menggunakan sehelai kain. Setelah ditimbang akan diketahui berat basahnya. Dengan menggunakan “angka faktor pengeringan”.
(26)
c)Pengangkutan lateks
Dalam pengangkutan lateks ke pabrik harus dijaga agar lateks tidak terlalu tergonceng dan terlalu kepanasan karena dapat berakibat terjadinya prakoagulasi di dalam tangki. Dalam keadaan tertentu, lateks dalam tangki tersebut perlu diberi obat anti koagulan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi di dalam tangki (Setyamidjaja,D 1993).
2.6 Benang karet
Benang karet harus di produksi dari lateks pekat yang bermutu tinggi dengan menjaga kebersihan pada saat pengumpulan lateks dari hasil penyadapan.Benang karet yang diproduksi oleh PT. Industri Karet Nusantara paling banyak jenis Count 42 SW Ends 40,hal ini dikarenakan permintaan pasar yang lebih menginginkan jenis tersebut.Dari jenis tersebut dapat dijelaskan bahwa pengertian dari :
• Count 42 yaitu : Jumlah benang karet yang terdapat didalam 1 inchi (25,4 mm) dengan diameter benang yang sama.
• SW yaitu : Warna dari benang tersebut (super white) • Ends 40 : Jumlah benang dalam satu ribbon.
( PT. Industri Karet Nusantara)
2.7 Swelling Index
(27)
juga bisa dikatakan sebagai angka pemasakan kompon. Adapun swelling test dari compound dilakukan pada titik akhir maturasi (pemasakan) karena lateks yang telah mengalami vulkanisasi akan mempunyai sifat yang tidak larut dalam suatu cairan organic, tetapi lateks akan mengalami pengembangan.
Sebelum dilakukan proses pengolahan compound lebih lanjut perlu dilakukan pengujian sifat dari lateks compound tersebut untuk memastikan keadaanya sehingga tidak terjadi gangguan pada proses produksi.
Didalam active compound tank (ACT) berlangsung proses maturasi, lamanya waktu maturasi tergantrung dari banyaknya jumlah lateks yang akan diolah, tetapi biasanya standard waktu yang menjadi acuan maturasi compound adalah kira-kira 8 Jam. Untuk mempercepat maturasi maka unit active compound dilengkapi dengan jacker yang berfungsi sebagai pelapis tangki active agar suhu dalam tangki dapat mencapai temperatur yang diharapkan sehingga waktu maturasi berlangsung dengan cepat.Adapun temperatur maturasi ± 32oC.
Swelling test dilakukan sebanyak empat kali. Pengujian pertama dilakukan setelah maturasi compound berlangsung selama 2 jam. Demikianlah seterusnya sebanyak 4 kali dan range waktu setiap pengujian adalah 2 jam. Adapun tujuan dilakukan swelling test sebanyak 4 kali adalah untuk menbgontrol jalannya proses maturasi dan mengetahui apakah swelling indeks sesuai dengan standard yang
(28)
ditentukan selama proses maturasi berlangsung di active compound sehingga dapat diatas bila swelling indeks diatas atau dibawah standart sehingga tidak memp-engaruhi mutu produksi benang karet.
2.8 Tegangan Putus
Tegangan putus merupakan salah satu yang sangat penting diperhatikan dalam pengujian hasil dari produksi benang karet yang telah siap sesuai dengan order. Pada tahun 1678 seorang ilmuawan Inggris yang bernama Robert Hooke dalam percobaannya menyatakan bahwa apabila benda-benda yang diberikan gaya akan berubah bentuknya. Contoh pada benang karet yang akan diuji tegangan putusnya, apabila pada pengujian tegangan putus ini diberikan beban berlebih, maka benang karet itu akan terputus.
Tegangan putus pada suatu penampang tetentu, disebabkan oleh benda dibawah penampang tersebut. Tegangan putus secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:
F σ = --- A Dimana : σ = tegangan putus
(29)
F = gaya yang diberikan
A = luas permukaan penampang
Dengan melakukan percobaan langsung terhadap batang prismatis (batang dengan bentuk-bentuk) dan bermacam-macam bahan disimpulkan bahwa dalam batas tertentu, perpanjangan batang itu sebanding dengan gaya tariknya. Hubungan linier antara tegangan dengan regangan disebut Hukum Hooke.
Pada benang karet tegangan putus dikenal dengan istilah Resistace At Break. Alat yang digunakan utnuk mengetahui tegangan putus adalah dynamometer.
Tegangan putus adalah perbandingan hasil pembacaan titik pustus pada grafik dengan total section dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Hasil pembacaan skala titik putus (g) Tegangan putus = --- Total section (mm2)
Pembacaan skala titik putus dibaca tiap skala adalah 3200 g, total section dapat dihitung dengan rumus :
Total section = 2 x section x jumlah loops
Dimana section pemotonmgan benang karet yang sangat kecil dalam satuan g, jumlah loops merupakan standard pabrik sebesar 16 mm2/g pada benang karet Count 42 NS 40 (PT.Industri Karet Nusantara Medan).
(30)
2.7.1 Pengujian sifat kekuatan tarik (σ ), kemuluran (Ɛ) dan
kekuatan bentur
Sifat mekanisme biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan
tarik (σ ) menggunakan alat pengukur tensometer atau dynamometer, bila terhadap bahan yang diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan specimen bahan, dibagi dengan perubahan bentuk (deformasi) maka defenisi tarik dinyatakan dengan luas penampang semula (Ao)
σt = F maks/Ao
Selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volume specimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampangsemula dengan penampang setiap saat, Ao =I/Io, dengan I dan Io masing-masing adalah panjang specimen setiap saat dan semula. Bila didefiunisikan besaran kemuluran (Ɛ ) sebagai nisbah pertambahan panjang specimen (Ɛ= AI/Io)
maka diperoleh hubungan.
A = Ao / (1 + Ɛ)
Hasil pengamatan kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang adalah F/A, terhadap perpanjangan bahan (regangan), yang disebut dengan kurva
(31)
karakteriktik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat.
Bila bahan polimer (elastis) dikenakan gaya tarikan dengan laju yang tetap, mula-mula kenaikan tegangan yang diterima bahan berbanding lurus dengan perpanjangan specimen.Sampai pada titik elastis bilamana dengan dinaikkan sedikit saja, akan terjadi perpanjangan yang besar. Kemiringan kurva pada keadaan ini disebut modulus atau kekakuan, sedangkan besarnya tegangan dan perpanjangan mencapai titik elastis ini masing-masing desebut tegangan yield dan kemuluran pada yield. Diatas titk elastis ini molekul-molekul polimer berorientasi searah dengan tarikan, dan hanya memerlukan sedikit tegangan untuk menaikkan perpanjangan. Bila semua rantai polim,er telah tersusun teratur, membentuk struktur kristalin, bahan menjadi lebih liat dan diperlukan sedikit tegangan untuk menaikkan perpanjangan. Bahan menjadi lebih liat dan diperlukan tegangan yang lebih besar untuk menaikkan perpanjangan. Akhirnya bahan akan terputus bila tegangan telah melampaui gaya interaksi total antara segmen. Perpanjanagn dan tegangan pada saat bahan terputus ini masing-masing disebut kemuluran (Ɛ) dan kekuatan tarik akhir (σ ).
Besaran sifat mekanis yang lain adalah kekuatan bentur, yang didefinisikan sebagai energi yang diperlukan \untuk memecahkan specimen. Ada dua cara umum sebagai energi yang diperlukan untuk mengukur kekuatan bentur. Dalam cara pertama, specimen ditempatkan
(32)
pada suatu “pemegang’ dengan slah satu ujungnya vertical diatas pemegang. Suatu pendahuluan dengan bobot dan susut tertentu diayunkan pada specimen sampai terjadi patahan. Cara kedua menggunakan beban, yang berupa bola atau batang yang dijatuhkan pada specimen dari ketinggian tertentu. Kekuatan bentur dihitung dari energi benda yang digunakan untuk memecahkan specimen sampai setengah bagian.
Parameter sifat-sifat fisik karet di laboratorium fisika.
1.Count adalah jumlah benang karet yang terdapat dalam satu inci (25,4 cm) dengan diameter benang yang sama.
2.NS adalah jumlah helai benang karet dalam satu pita.
3.Green modulus CA 300% dan CA 500% adalah tegangan tarik 300% dan 500% pada benang karet.
4.Scwartz hysteresis ratio (RIS) yaitu hasil bagi tegangan tarik awal (CA-300%) dengan tegangan tarik akhir.
5.Resistant at break yaitu ketahanan putus pada benang karet.
6.Elongation at break yaitu tegangan perpanjangan putus pada benang karet min 300g/mm2
7.Permanen set yaitu elastisitas atau perpanjangan tetap benang karet 8.Moisture content yaitu besarnya kandungan air didalam benang karet 9.Telcum content yaitu besarnya kandungan talcum didalam benang karet.
(33)
BAB 3 METODOLOGI
3.1. Metodologi
Pengambilan sample dilakukan secara acak pada tangki kompon aktif atau tangki pendingin menggunakan suatu wadah setelah terjadi pemeraman 6 – 8 jam dan diambil melalui lubang plug pada tangki aktif tersebut, dan kemudian dilakukan analisa untuk mengetahui swellig indeksnya terhadap tegangan putus benang karet di laboratorium qua lity control di PT. Industri Karet Nusantara Tanjung Morawa – Medan.
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.Alat – Alat
- Gelas Beaker 600 ml - Plat stainless
- Kipas angin
- Cetakan diamter lubang 38 mm - Martil
- Gunting
- Alat dynamometer - Loops machine - Neraca analitis
(34)
- Kertas grafik - Kalkulator - Pena rotring - Meteran
- Alat potong benang special / cutting apparatus
3.2.2.Bahan – Bahan
- Kompon aktif - Sikloheksana - Metanol
- Kalsium nitrat isopropyl alkohol 5% - Tepung talcum
3.3. Prosedur
3.3.1.Penentuan Nilai Swelling Indeks Terhadap Tegangan Putus Benang Karet
Adapun prosedur kerjanya sebagai berikut :
1.Plat stainless dicelupkan kedalam kalsium nitrat dalam 5% isopropil alkohol dikeringkan menggunakan kipas angin selama 2 – 3 menit. 2.Sampel diambil sebanyak 500 ml dengan menggunakan Gelas Beaker 600
ml.
3.Plat stainless yang sudah dikeringkan dicelupkan separuh bagian kedalam sampel kompon dan dikeringkan selama 3 – 5 menit.
(35)
4.Plat stainless dicelupkan kembali ke dalam kalsium nitrat dalam 5% isopropil alkohol diangkat dan dilanjutkan terus pencelupan ke dalam metanol dan dikeringkan selama 30 menit.
5.Pinggiran plat di gunting dan dikeluarkan lembaran kompon yang telah kering sambil diolesi tepung talcum, kemudian lembaran kompon itu dilapisi dengan kertas karton, selanjutnya dicetak dengan alat pelubang berdiameter 38 mm.
6.Sampel tersebut direndam kedalam sikloheksana selama 25 menit. Perendaman dilakukan didalam wadah transparan agar dapat dilakukan pembacaan pengembangannya selama 25 menit diatas kertas grafik.
3.3.2.Penentuan Tegangan Putus Benang Karet (Resistant at Breaks)
Diambil sampel benang karet sebanyak yang diperlukan untuk loops yang sesuai dengan standart loops yang diinginkan. Loops adalah jumlah gulungan benang karet yang sudah ditentukan berdasarkan perbedaan count benang karet.
1.Digulung sesuai standart loops, kemudian diikat kedua pangkalnya kemudian potong dan cabut gulungan sampel tersebut dan letakan pada alat.
Uji dynamometer yang telah disetting.
(36)
a.Ukur kecepatan motor Dynamometer dengan kecepatan 550 mm / menit. b.Pasang kertas grafik pada posisi yang telah ditentukan.
c.Pasang pena dan pastikan pena tersebut berfungsi dengan baik.
2.Ditekan tombol Down alat Dynamometer hingga benang putus dan pastikan pena pencatat grafik berfungsi dengan baik.
3.Setelah benang putus, ditekan tombol stop.
4.Tutup pena pencatat grafik sebelum menekan tombol UP.
5.Ditekan tombol Up dan secara otomatis alat Dynamometer akan berganti. 6.Dibaca hasil pengujian tegangan putus benang karet (resistant at breaks)
pada kertas grafik.
7.Dihitung tegangan putus dengan rumus sebagai berikut :
Resistant at breaks =
tion Total
putus tegangan grafik
pada pembacaan hasil
sec (g/mm2)
Dimana total section = 2 x section x jumlah loops
Section adalah berat satu helai benang karet dengan panjang 1 meter.
3.4. Perhitungan
a. Untuk menentukan nilai swelling indeks count 42 sw menggunakan rumus :
(37)
Swelling =
Mo M
ket : M : compound setelah pengembangan Mo : compound sebelum pengembangan Contoh = Mo = 38 mm
M = 79,04 mm
Swelling =
mm mm 38 04 , 79
= 2,08 mm
b. Untuk menentukan tegangan putus benang karet (resistant at breaks) menggunakan rumus :
Resistant at breaks =
section Total
grafik pembacaan Hasil
Contoh : Section = 0,2853 g
Jumlah loops Standar untuk benang karet count 42 sw adalah 16 mm Total section = 2 x section x jumlah loops (gulungan)
= 2 x 0,2853 x 16 = 9,1296 mm2
Resistant at breaks =
1296 , 9
29000
= 3176 g/m c. Metode Least Square
a =
(
) ( )( )
(
2) ( )
2∑
∑
∑
∑
∑
− − X X n Y X XY n(38)
a =
(
) (
)(
)
(
26,2994) (
175,2976)
6 19502 24 , 13 53 , 41047 6 − − a = 681,16b =
(
)
( ) ( )( )
(
2)
( )
22
∑
∑
∑
− ∑ ∑ − ∑ X X nX Y X Y
b =
(
)(
) (
)(
)
(
26,2994) (
175,2976)
6 53 , 41047 24 , 13 19502 2994 , 26 − −b =
5012 , 17 4 , 30578 − − b = 1747,21
Dari hasil persamaan tersebut dapat dicari persamaan garis regresi dengan rumus :
Y = ax + b
Contoh : Y1 = ax1 + b
= 681,16 (2,08) + 1747,21 = 3164,02
(39)
BAB 4
DATA DAN PEMBAHASAN
Data
Data dari hasil pengamatan dan penghitungan
Tabel 4.1
Hasil Penentuan Swelling Indeks dan Penentuan Tegangan Putus ( Ressitant at Breks )
Count No
Compound Mo ( mm )
M( mm ) Indeks ( mm )
Swelling Section Total Sektion
Pembacan Grafik ( mm )
Resistant At Breaks ( g/ mm2 )
42 0321 38 79,04 2,08 0,2853 9,1296 29000 3176
42 0322 38 77,14 2,03 0,2751 8,8032 28000 3180
42 0323 38 80,94 2,13 0,2736 8,7552 29500 3369
42 0324 38 79,04 2,08 0,2806 8,9792 29000 3229
42 0325 38 80,56 2,1 0,2779 8,8928 29600 3328
42 0326 38 80,56 2,12 0,2729 8,7328 29000 3320
Catatan :
No.compound : Tipe compound tau nomor yang diproduksi menjadi benang karet
Section : Berat suatu helai benang kret dengan panjang 1meter Total Selection : Jumlah section x jumlah loops x 2
Mo : Sebelum mengalami perkembangan
M : Setelah mangalami perkembangan
Swelling Indeks : Besar pengembangan compound benang karet Ressistant at breaks : Tegangn putus benang karet
(40)
Tabel 4.4
Penentuan Metode Least Square
X Y X2 XY
2,08 3174 4,3246 6606,08
2,03 3180 4,1209 6455,4
2,13 3369 4,5369 7175,97
2,08 329 4,364 671,32
2,12 3328 4,4944 7055,36
2,12 3320 4,4944 7038,4
∑x = 13,24 ∑Y = 19502 ∑x2 = 26,2994 ∑XY = 41047,53
Keterangan :
X = Swelling indeks Y = Ressistant at Breaks
Tabel 4.5
Data Hasil Persamaan Garis Registrasi
No X ( Swelling
Indeks
Y ( Resistant at Brteaks)
1 2,08 3164,02
2 2,03 319,96
3 2,13 3198,08
4 2,08 3164,02
5 2,12 3191,26
6 2,12 3191,26
4.2 Pembahasan
Swelling indeks mempengaruhi parameter fisik benangkaret yang di hasilkan yaitu tegangan putus benang karet ( resistant at brteaks) .Jika swelling indek yang dihasilkan rendah maka resistant at breaks tinggi, maka benang yang di hasilkan
(41)
mengalami kerusakan yaitu benang karet akan mudah putus .Maka perlu di lakukan pengkoreksian dengan menurunkan kecepatan roller di bak asam sampai di curring belt.
Dan sebaliknya jika Swelling indeks kompon yang dihasilkan tinggi ( > 2,13 ) maka resistant at beaks rendah sehingga benang karet yang di hasilkan akan mudah kendur dan mudah putus . Maka perlu pengkoreksian dengan menaikan kecepatan roller
di bak asam sampai curring belt.
BAB 5
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan di peroleh kesimpulan sebagai berikut :
Jika swelling indeks rendah maka resistant at breaks tinggi, sehingga benang karet yang di hasilkan akan mudah putus . Swelling indeks yang baik pada benang karet count 42 SW ENDS 40 adalah pada 2,02 - 2,13 mm dan dengan resistant at breaks adalah 3089 – 3457 g/ mm2.
5.2 Sasaran
1. Sebaiknya pemerikasaan swelling indeks di setiap tahap proses pembuatan 2.
3. benang karet di lakuakan dalam jangka waktu yang tetap dan konstan agar hasil yang di peroleh lebih kuat.
4. Pembhasan grafik harus teliti agar agar di dapat tegangan putus benang karet ( resistant at breaks )yang dan hendaknya di lakukan pengukuran resistnt at breaks
(42)
DAFTAR PUSTAKA
G,de Boer.1997.Pengetahuan Praktis Tentang Karet.Bogor:Iniro Indonesia Ompusunggu,M.,1987.Pengolahan Lateks Pekat Havea.Medan:Balai Penelitian Perkebunan Sungai Putih
PT.Industri Karet Nusantara.Medan
Stevens,M.P.,2001.Kimia Polimer.Jakarta:Pradnya Paramita. Setyamidjaja,D.,1993.Seri Budi Daya Karet.Yogyakarta:Kanisius Spillane,J.J.,1989.Komoditi Karet.Yogyakarta:Kanisius.
Tim Penulis PS.,1993.Karet : Strategi Pemasaran Tahun 2000,Budi Daya dan
Pengolahan.Jakarta:Penerbit Swadaya.
(43)
LAMPIRAN A
Parameter Sift – Sifat Fisika Benag kret di Labortorium Fisik
PT. Industri Karet Nusantara
Tanjong Morawa – Medn
No Parmeter Fisika Untuk
Count 42 SW End 40
Standar
1 Fillament Weiht ( mg ) 26,7 – 28,7
2 Exact count 37±3,5%
3 Seprability 80-120 g
4 Resistant at breaks Min.3000
5 Elongatoin at breaks Min.650
6 Green Modulus CA 300% ( g/ mm 2 ) 262-310-370-427 7 Green Modulus CA 500% ( g / mm 2 ) 750 - 1300 8 Schwart Value ( VRS ) ( g/ mm 2 ) 123-135-150-164
9 Schwart Hysteresis ratio ( RIS ) 1,00 – 1,85
10 Temp. 500 C Vulcanizationtest ( OC) -2 to -4
11 Retention at 149 0 C ( % ) Mn. 50
12 Permanet Set at 80% E.8 ( % ) 2 – 8
13 Talcum Content (%) Max 3,5%
14 Mostuure Content (%) 4 - 6 - 8 - 10
15 Water Extrct (%) 0,75 - 0,90
(44)
(1)
BAB 4
DATA DAN PEMBAHASAN
Data
Data dari hasil pengamatan dan penghitungan
Tabel 4.1
Hasil Penentuan Swelling Indeks dan Penentuan Tegangan Putus ( Ressitant at Breks )
Count No
Compound Mo ( mm )
M( mm ) Indeks ( mm )
Swelling Section Total Sektion
Pembacan Grafik ( mm )
Resistant At Breaks ( g/ mm2 )
42 0321 38 79,04 2,08 0,2853 9,1296 29000 3176
42 0322 38 77,14 2,03 0,2751 8,8032 28000 3180
42 0323 38 80,94 2,13 0,2736 8,7552 29500 3369
42 0324 38 79,04 2,08 0,2806 8,9792 29000 3229
42 0325 38 80,56 2,1 0,2779 8,8928 29600 3328
42 0326 38 80,56 2,12 0,2729 8,7328 29000 3320
Catatan :
No.compound : Tipe compound tau nomor yang diproduksi menjadi benang karet
Section : Berat suatu helai benang kret dengan panjang 1meter Total Selection : Jumlah section x jumlah loops x 2
Mo : Sebelum mengalami perkembangan
M : Setelah mangalami perkembangan
Swelling Indeks : Besar pengembangan compound benang karet Ressistant at breaks : Tegangn putus benang karet
(2)
Tabel 4.4
Penentuan Metode Least Square
X Y X2 XY
2,08 3174 4,3246 6606,08
2,03 3180 4,1209 6455,4
2,13 3369 4,5369 7175,97
2,08 329 4,364 671,32
2,12 3328 4,4944 7055,36
2,12 3320 4,4944 7038,4
∑x = 13,24 ∑Y = 19502 ∑x2 = 26,2994 ∑XY = 41047,53
Keterangan :
X = Swelling indeks Y = Ressistant at Breaks
Tabel 4.5
Data Hasil Persamaan Garis Registrasi
No X ( Swelling
Indeks
Y ( Resistant at Brteaks)
1 2,08 3164,02
2 2,03 319,96
3 2,13 3198,08
4 2,08 3164,02
5 2,12 3191,26
6 2,12 3191,26
4.2 Pembahasan
Swelling indeks mempengaruhi parameter fisik benangkaret yang di hasilkan yaitu tegangan putus benang karet ( resistant at brteaks) .Jika swelling indek yang
(3)
mengalami kerusakan yaitu benang karet akan mudah putus .Maka perlu di lakukan pengkoreksian dengan menurunkan kecepatan roller di bak asam sampai di curring belt.
Dan sebaliknya jika Swelling indeks kompon yang dihasilkan tinggi ( > 2,13 ) maka resistant at beaks rendah sehingga benang karet yang di hasilkan akan mudah kendur dan mudah putus . Maka perlu pengkoreksian dengan menaikan kecepatan roller
di bak asam sampai curring belt.
BAB 5 5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan di peroleh kesimpulan sebagai berikut :
Jika swelling indeks rendah maka resistant at breaks tinggi, sehingga benang karet yang di hasilkan akan mudah putus . Swelling indeks yang baik pada benang karet count 42 SW ENDS 40 adalah pada 2,02 - 2,13 mm dan dengan resistant at breaks adalah 3089 – 3457 g/ mm2.
5.2 Sasaran
1. Sebaiknya pemerikasaan swelling indeks di setiap tahap proses pembuatan 2.
3. benang karet di lakuakan dalam jangka waktu yang tetap dan konstan agar hasil yang di peroleh lebih kuat.
4. Pembhasan grafik harus teliti agar agar di dapat tegangan putus benang karet ( resistant at breaks )yang dan hendaknya di lakukan pengukuran resistnt at breaks
(4)
DAFTAR PUSTAKA
G,de Boer.1997.Pengetahuan Praktis Tentang Karet.Bogor:Iniro Indonesia Ompusunggu,M.,1987.Pengolahan Lateks Pekat Havea.Medan:Balai Penelitian Perkebunan Sungai Putih
PT.Industri Karet Nusantara.Medan
Stevens,M.P.,2001.Kimia Polimer.Jakarta:Pradnya Paramita. Setyamidjaja,D.,1993.Seri Budi Daya Karet.Yogyakarta:Kanisius Spillane,J.J.,1989.Komoditi Karet.Yogyakarta:Kanisius.
Tim Penulis PS.,1993.Karet : Strategi Pemasaran Tahun 2000,Budi Daya dan
Pengolahan.Jakarta:Penerbit Swadaya.
(5)
LAMPIRAN A
Parameter Sift – Sifat Fisika Benag kret di Labortorium Fisik
PT. Industri Karet Nusantara
Tanjong Morawa – Medn
No Parmeter Fisika Untuk
Count 42 SW End 40
Standar
1 Fillament Weiht ( mg ) 26,7 – 28,7
2 Exact count 37±3,5%
3 Seprability 80-120 g
4 Resistant at breaks Min.3000
5 Elongatoin at breaks Min.650
6 Green Modulus CA 300% ( g/ mm 2 ) 262-310-370-427 7 Green Modulus CA 500% ( g / mm 2 ) 750 - 1300 8 Schwart Value ( VRS ) ( g/ mm 2 ) 123-135-150-164
9 Schwart Hysteresis ratio ( RIS ) 1,00 – 1,85
10 Temp. 500 C Vulcanizationtest ( OC) -2 to -4
11 Retention at 149 0 C ( % ) Mn. 50
12 Permanet Set at 80% E.8 ( % ) 2 – 8
13 Talcum Content (%) Max 3,5%
14 Mostuure Content (%) 4 - 6 - 8 - 10
15 Water Extrct (%) 0,75 - 0,90
(6)